Terbunuh


disclaimer :

Sherlock Holmes is original work by Sir Arthur Conan Doyle, any addition characters are based on Sherlock BBC

warning :

light slash

.

.

.

.

.

Sherlock melirik laki-laki berambut pirang pasir yang dulu pernah tinggal satu flat dengannya. Figur tampak sampingnya selalu membuat Sherlock melupakan apapun. Sosok itu yang dirindukannya tiap hari, tiap jam, tiap menit, tiap detik, selama jarak dan urusan hidup-mati memisahkan. Sosok yang duduk di sofanya yang biasa, dengan santai membuka-buka koran. Sosok yang masih dengan santai menghadap komputer jinjingnya dan mengetikkan cerita-cerita dan laporan.

Sosok yang sama, yang kini balik menatapnya dengan pandangan bingung. Alis mengerut, mata meneliti. Figur tampak depannya kini menghadap lagi.

"Apa yang kau lakukan?" tanyanya heran. Sherlock mengerjap, mengembalikan kesadaran, membebaskan diri dari buai lamunan.

"Aku tidak melakukan apa-apa." Dengan defensif ia membalas, kini disertai tatapan yang sama tajam. Sang rekan, John, berdecak.

"Kau memelototiku tadi, Sherlock," katanya sabar. "Kau melihatku, seolah sedang mencoba menyusun deduksi untuk pamer."

Sherlock melengkungkan bibir, mengerutkan dahi. "Aku tidak melakukan itu."

John menatap tajam, sedikit mengancam. "Aku belum lupa, kau membohongiku selama dua tahun. Jangan coba-coba."

"Tidak ada hubungannya." Sherlock dengan kesal membalas. "Aku hanya perlu mendaratkan pandangan; bukan salahku dirimu ada dalam area pandangku."

"O—ke. Terserah." John mengalah meski masih tidak yakin. Mereka beradu tatapan tajam beberapa detik, sampai Sherlock mendengus dan menoleh untuk menatap jendela. John menarik napas, lalu mengalihkan perhatiannya kembali pada korannya.

"How can I miss this?" gumamnya sambil lalu. Tapi senyum terlukis di bibirnya. Dan yang duduk di seberang ruangan, melihat kembali pada saat yang tepat.

How can I miss this, katanya. Entah miss mana yang dimaksud. Apakah ketidakhadiran Sherlock atau hanya komentar terhadap berita di koran. Tapi rasa penasaran itu tak sebanding dengan ketertarikannya pada senyum yang masih tergantung di sana. Membuat Sherlock tak mampu mengalihkan mata.

Perlahan, kedua tangan membentuk piramida. Menyembunyikan ekspresi gembira di balik sikap diam sempurna. Matanya masih terpaku. Jantungnya bergemuruh seru.

Ia menarik napas.

Meski hanya seulas senyum. Hanya sebatas ekspresi dan gestur. Tapi untuk hal sederhana itulah, Sherlock diam-diam bersyukur.

If smile could kil; he'd be dead, again.

Terbunuh oleh seulas senyum. Mati untuk kali kedua, tak begitu buruk kedengarannya.

.

.

.

.

.

fin

a/n:

btw, maksudnya how can I miss this, itu bisa diartikan : bagaimana bisa aku merindukan ini sama bagaimana bisa aku melewatkan ini. yang pertama merujuk pada sikap soknya Sherlock, yang kedua merujuk pada berita di korannya John.

retjeh ah, masih ada beberapa utangan augustive. dan saya ngetik Sherlock lagi. saya dapet ide buat Johnlock lagi. terus aja gitu huhuhuh *meratap* *mentoq* *saya sudah masuk lingkaran slash* *helep*