Shingeki No Kyojin © Hajime Isayama
Freedom © Levihan Addicted
Prolog
.
.
.
Gumpalan salju mulai menipis di sepanjang Jalan Jackson Boulevard, namun udara di Chicago masih saja terasa sangat dingin. Hange Zoe, gadis berumur 22 tahun itu lebih memilih menghangatkan diri dengan secangkir kopi panas ketimbang tidur di rumah seharian. Manik hazel-nya yang besar sibuk mengamati petugas yang mulai membersihkan salju. Sebentar lagi musim semi akan datang, badai salju juga sudah berlalu. Para pejalan kaki mulai memenuhi jalan, siap memulai aktivitas mereka yang terhenti karena badai salju akhir-akhir ini.
Pikiran dokter muda itu melayang, membayangkan bagaimana reaksi teman-temannya ketika tahu bahwa ia akan pulang ke Jepang dan menetap lagi disana. Ia membayangkan Moblit yang akan memeluknya dengan erat kemudian merasakan tulangnya remuk, Eren yang akan berceloteh seharian dan Jean yang akan mencelanya. Armin yang selalu bertanya tentang berbagai hal tentangnya, Mikasa yang selalu memberinya novel-novel tebal, dan tentu saja Sasha yang akan memasak berbagai hidangan dari daging. Oh iya, Levi. Ia hampir melupakan sahabat baiknya yang satu itu, ralat, sahabat sekaligus mantan kekasihnya. Mungkin Levi akan membersihkan laboraturium pribadinya? Atau dengan senang hati mencucikan setumpuk pakaian kotornya? Membayangkannya saja membuat Hange tersenyum lebar. Ia sangat merindukan Jepang!
.
.
.
O Hare Internation Airport mulai didatangi turis yang akan berlibur ke Chicago. Pesawat yang baru saja mendarat membawa segudang turis dari Jepang yang akan menghabiskan waktu musim seminya di Chicago. Hange menyapa seorang anak kecil yang sedari tadi memandanginya dengan mata lebar dan mulut terbuka. Setelah mengajaknya berbicara dengan Bahasa Jepang, Hange memberinya roti sobek yang masih tersisa di dalam tasnya. Ia merasa tidak ada yang berubah, ia masih fasih berbahasa jepang.
Hana Zoe—Ibunya Hange Zoe—sudah Hange beritahu kalau ia akan lebih dulu pergi ke Jepang. Hange juga tidak memberitahu pihak keluarga di Jepang. Ini akan menjadi kejutan besar untuk paman dan bibinya di Tokyo.
Perjalanan Chicago-Tokyo menghabiskan waktu kurang lebih 11 jam, dan Hange akan merasa sangat bosan. Pehatiannya teralih pada sebuah novel tebal yang diberikan Mikasa 5 tahun yang lalu, sebelum keberangkatannya ke Chicago. Novel yang sebenarnya lebih mirip kisah kasih Hange selama di SMA adalah hal yang paling ia benci dan jauhi. Hange lebih suka membaca setumpuk ensiklopedia ketimbang novel karya Mikasa. Hange sangat membeci masa lalunya. Menurutnya, masa lalu hanya perlu dijadikan kenangan dan pelajaran, tidak perlu ditulis ulang dan dijadikan novel. Ya, masa lalu Hange tidak baik-baik saja, makanya ia lebih suka untuk mengenang, dan menjadikannya pelajaran.
Namun, berbeda dengan hari ini. Hange merasakan rasa rindu yang teramat sangat pada masa lalunya. Hange yakin dengan membaca novel ini, rasa rindunya akan makin besar. Hange bukan tipe orang yang overthinking; memikirkan sesuatu yang membuatnya menangisi hal yang belum pasti. Ia lebih suka hal-hal yang realistis. Hal-hal berisikan fakta yang dapat dijamin. Ia juga bukan tipe melankolik yang hidupnya dipenuhi kesempurnaan dan dipenuhi perasaan murung. Entahlah, hari ini Hange hanya ingin membukanya lagi. Gelak tawa, air mata, ia ingin merasakan masa-masa dimana ia belum menjadi Hange yang sekarang.
Novel bersampul biru donker dengan lambang sayap kebebasan di pojok kiri atas itu nampak jauh lebih rapi dibanding novel Hange yang lainnya. Novel yang berjudul "Freedom" itu berisikan tentang kebebasan Hange dan teman-temannya ketika SMA. Kebebasan tentang mencintai, bahkan mengkhianati cinta. Freedom adalah kumpulan cerita yang berisikan cinta ditiap bab barunya. Freedom, novel yang menyindirnya lewat perumpamaan puluhan cerita yang terdapat di dalamnya. Freedom, novel yang membuatnya tertawa dan menangis dalam hitungan detik. Freedom, novel yang mengingatkannya kepada Levi.
.
.
.
To Be Continue
A/N : Review dan Konkrit sangat diterima demi membangun fanfic yang saya kerjakan.
