DISCLAIMER : MASASHI KISHIMOTO

%%************************************%%

LOVESICK

BY : healingblue

%%************************************%%


Mentari pagi menyingsing. Burung-burung berkicau dengan riangnya. Sinar mentari pagi yang keluar dari jendela kamar gadis itu, menghantarkan seorang gadis berambut soft pink itu kembali dari dunia mimpi indahnya, yang perlahan membuka kelopak mata yang menyimpan kedua bola mata emeraldnya yang elok.

Perlahan, ia menegakkan punggungnya dan mengumpulkan nyawanya untuk kembali ke dunia nyatanya..ya..dunia nyata yang menyakitkan.. Ia mengalihkan pandangan ke kalender yang sudah ditandainya. Ia tersenyum miris mengingat tanggal hari ini. Hari yang terus menghantui hidupnya. Ya, hari ulang tahunnya. Perlahan ia menitikkan air mata dari bola mata emeraldnya. Mengapa ia sedih? Sedih karena ulangtahun? Biasanya, setiap orang pasti merasa senang karena hari peringatan yang satu itu, bukan? Hari dimana seseorang merayakan hari itu bersama orang-orang tersayang bagi orang itu, mendapat kejutan dan hadiah. Bukan itu menyenangkan? Mengapa seolah gadis itu menganggap hari itu sebagai penanda deadline yang menyakitkan?

"Sudah 14 tahun ya...", ujar bibir ranum gadis itu, lebih tepatnya kepada gadis itu sendiri, mengiringi butir air mata pertama yang dikeluarkan mata kiri emerald itu.

"Tidak, tidak boleh seperti ini. Setiap hari harus kujalani dengan senyuman. Itu yang terbaik",ujarnya dalam hati menyemangatinya diri sendiri sambil berusaha untuk menaikkan ujung-ujung bibirnya untuk tersenyum. Senyum yang indah tapi terpaksa, yang mampu melumpuhkan indera penglihatan kaum adam manapun di dunia ini.

"Ojou-sama! Sudah bangunka—", panggil seorang paruh baya sambil membuka daun pintu kamar gadis itu, tetapi kalimatnya terputus, karena melihat jejak air mata di pipi kiri gadis yang merah itu. Ia hendak menanyakan apa yang membuat majikan mudanya menangis. Tetapi seketika, ia mengingat tanggal hari ini, dan seolah paham apa yang membuat gadis ini menitikkan air mata. Ia menunduk maklum dan menyurh gadis itu bersiap-siap untuk ke sekolah.

"Ojou-sama, saatnya Anda bersiap-siap. Saya sudah menyiapkan air hangat di kamar mandi.", ujar pelayan yang sudah setia melayani gadis itu sejak ia menarik nafasnya di dunia ini. Ya, dunia yang sangat sementara baginya.

"Baik, terimakasih, nek Chiyo", katanya sambil mengusap jejak air mata yang menghiasi pipi ranum gadis itu. Ia pun segera masuk ke kamar mandi untuk bersiap-siap.

"Sama-sama, Ojou-sama. Ah, Ojou –sama, Anda masih ingat kan untuk—"

"Hati-hati pada saat menggosok gigi, agar gusi tidak berdarah dan menjauhi benda-benda tajam lainnya. Aku ingat kok, nek, haha", ujar gadis itu yang sepertinya sudah bosan dengan kalimat yang sudah diucapkan nenek itu setiap pagi sambil tertawa hambar.

Nenek kepala pelayan rumah keluarga gadis itu pun hanya tersenyum simpul kepada gadis ini. Walau bagaimanapun, ia masih khawatir terhadap majikan mudanya itu. Karena pernah ada suatu kejadian, dimana gadis itu mandi sendiri tanpa bantuan orang lain untuk pertama kalinya (tentu karena gadis itu yang memaksa), karena terlalu senang, ia terpleset di lantai kamar mandi itu dan tanpa sengaja mengenai ujung bak yang tajam dan membuat kulit gadis itu terluka kecil. Tapi luka kecil itu berdampak besar baginya. Ia mengalami pendarahan hebat dan membuatnya harus dirawat di rumah sakit selama seminggu. Kejadian itu membuat seluruh penghuni rumah terpukul, dan mengganti seluruh perabot kamar mandi yang tidak membahayakan. Karena kejadian itu, gadis itu tidak diperbolehkan mandi tanpa bantuan orang lain selama 2 tahun.

Hm? Kenapa gadis itu mengalami pendarahan hebat hanya karena luka kecil? Semua pasti sudah menduga. Ya, gadis yang kita bicarakan ini adalah salah satu gadis yang terlahir tidak beruntung dari sekian miliaran gadis di dunia fana ini, yang terkena penyakit Hemofilia.

Penyakit membahayakan dimana ada kelainan terhadap darah si penderita, bahwa darahnya tidak dapat membeku jika ada luka sekecil apapun. Ini adalah penyakit turunan yang biasanya diderita kaum pria. Tetapi, gadis yang satu ini tidak beruntung karena penyakit ini dititipkan Tuhan padanya.

"Baiklah, Ojou-sama. Saya mohon diri. Oh ya, tanjoubi omedetou gozaimasu, Sakura-ojou.", ujar pelayan paruh baya itu sambil membungkukkan badannya hormat untuk mohon diri keluar dari kamar itu. Dan gadis itu pun tersenyum miris sebelum masuk ke kamar mandi untuk bersiap-siap menyongsong harinya.

Kamar itu bagaikan kamar seorang putri, berlatarkan wallpaper bercorak bunga sakura, sesuai dengan nama si empunya kamar. Ya, Sakura itu namanya. Haruno Sakura. 14 tahun.

Tempat tidur yang berkelambu bagaikan di dongeng-dongeng, yang diimpikan seluruh kaum hawa remaja di seluruh dunia ini, terletak di sudut kamar, tepat dibawah daun jendela kecil yang berbingkai ukiran-ukiran malaikat kecil menyusur detil-detil daun jendela itu.

Meja rias yang terbuat dari kayu mahoni, berwarnakan merah muda, sama dengan latar kamar itu, terletak beberapa peralatan-peralatan yang digunakan gadis yang kita bicarakan ini. Handbody lotion, bedak, krim muka pagi, siang, dan malam, dan beberapa aksesoris yang sering menghiasi rambut gadis itu.

Walaupun kamar terlihat seperti putri kerajaan, tetapi sebenarnya lebih tepatnya, Sakura, gadis bermata emerald itu, terlihat seperti merpati lemah yang dikungkung dalam sangkar indahnya. Kenapa? Itulah pertanyaan yang terlintas di benak kita, bukan? Lalu, mengapa hari ulang tahun gadis itu membuat ia bersedih? Mari kita kembali ke 14 tahun yang lalu.

~14 TAHUN YANG LALU~

"ERGH—",

"Anda pasti bisa, nyonya. Tarik nafas, keluarkan. Tarik nafas, keluarkan—", ujar sang bidan menyemangati calon ibu muda itu.

"AAARGH—!" , ini sudah yang ke-52 kali calon ibu ini mengerang untuk melahirkan buah hatinya.

"Ya, Bu. Satu dorongan lagi, Bu..", ujar sang Bidan menyemangati.

"AAAAARRGH—!"

.

.

.

.

.

.

.

.

"OEK! OEK!"

Terdengar isakan tangis bayi yang baru lahir, yang sudah ditunggu-tunggu kehadirannya di dunia ini.

Sang ayah pun melonjak kegirangan di luar ruangan sambil menunggu kabar dari bidan yang bertugas menghantarkan anaknya ke dunia ini.

"Selamat, Haruno-sama. Anak Anda lahir dengan selamat, seorang putri yang cantik", ujar sang bidang menyelamati ayah baru itu.

Ayah baru itu terharu bahagia dan menerobos masuk ke dalam ruangan dan mendapati istrinya bersama buah hatinya.

"Otou-san... Sakura...", ujar ibu baru itu kepada suami tercintanya sambil berlinang air mata.

"Iya, Kaa-san, Sakura cantik seperti dirimu", ucapnya sambil mengecup dahi sang ibu baru itu.

"Terimakasih, Kaa-san, sudah melahirkan putri kita..."

"Iya, Otou-san..."

Dan, mereka pun merasa bahagia sampai sesuatu tak terduga sampai di telinga mereka.

"Apa, dok?", tanya sang ayah baru tanda tidak mengerti kepada sang dokter bermasker yang menutupi sebagian wajah dan matanya dan berjubah putih di depannya. Hatake Kakashi, dokter spesialis anak yang bertugas memeriksa keadaan bayi setelah dilahirkan.

"Hemofilia. Putri Anda terkena penyakit yang jarang diidap oleh kaum wanita. Penyakit yang menyebabkan gangguan pada proses pemb—"

"Tidak... TIDAK MUNGKIN DOK! PUTRI SAYA TIDAK BOLEH MENGIDAP PENYAKIT INI. PENYAKIT SAYA YANG SUDAH MEMBUAT SAYA MENDERITA SELAMA INI!", teriak sang ayah baru itu penuh syok.

"Otou-san...", ujar sang istri menenangkan suaminya sambil sesekali sesenggukkan karena isak tangis yang tak terbendung. Walau bagaimanapun, ia tahu penyakit suaminya itu. Tetapi, ia tetap menerima belahan jiwanya itu apa-adanya.

"Sudah saya duga, Anda, sang ayah, juga mengidap penyakit ini. Karena penyakit ini hanya timbul pada kaum wanita jika sang ayah mengidap penyakit tersebut dan sang ibu adalah pembawa (carrier) penyakit tersebut.

"Ca..carrier?", pikir sang nyonya Haruno. Dia pun baru sadar ayahnya dulu juga seorang penderita hemofilia dan meninggal di tempat dalam suatu kecelakaan. Hal itulah yang membuatnya tertarik dengan suaminya sekarang ini, karena memiliki penyakit yang sama dengan ayahnya, perasaan yang berawal dari perasaan untuk menjaga dan melindunginya dari luka sekecil apapun sehingga kejadian seperti itu tidak terjadi lagi kedua kalinya terhadap orang-orang yang disayanginya, dan berakhir perasaan sayang yang sangat kuat.

Dan, kekuatan cinta mereka pun duji lagi.

.

.

.

.

.

.

Sang nona Haruno yang sudah siap membersihkan dirinya, keluar dari kamar mandi, lalu, memakai seragam SMP tempat ia bersekolah sekarang, Konoha Junior High School. Sekolah elit yang hanya dimasuki oleh kaum menengah ke atas. Kaum menengahnya pun bukan yang main-main. Mereka disaring dari tahap-tahap yang sukar untuk dilewati dan persaingannya pun cukup ketat.

Sakura yang memang untungnya berasal dari kaum atas, tidak terlalu sukar masuk ke sekolah elit itu. Tapi, jangan salah. Sakura Haruno kita ini merupakan salah satu murid terpintar satu sekolah. Dia banyak diidolakan dimana-mana. Cantik parasnya, sopan manner-nya, hidup bagaikan di istana, encer otaknya.. Siapa yang tidak mau menjadi gadis ini? Kecuali, dalam satu hal. Ya, penyakitnya.

Setelah siap menyantap sarapan enak nan sehat a la English-nya, tak lupa dengan Chamomile Tea favoritnya, ia pun berangkat sekolah.

"Sakura-chan, tanjoubi omedetou! Malam ini kita makan di restoran favorit kamu ya! Anak Kaa-san sudah besar...", ujar sang ibu sambil memeluk putrinya untuk menyembunyikan ekspresi sedihnya seiring bertambahnya umur putrinya itu.

"Hahahaha~ arigatou, okaa-san. Aku sayang kaa-san dan otou-san.", ujar Sakura sambil memeluk kedua malaikat dalam hidupnya ini.

"Ah, sudah jam segini. Ittekimasu, otou-san. Okaa-san!", seru gadis itu kepada kedua orangtuanya sambil berlari kecil ke arah pintu rumahnya.

"Itterashai, Sakura-chan!", balas kedua orangtua yang saling menyayangi itu.

"Sakura-chan semakin ceria saja ya, Kaa-san.. Hari ini dia sudah 14 tahun saja.", ujar Tuan Besar Haruno itu.

"Iya, tidak sia-sia kita mengizinkan ia pergi ke sekolah formal. Selama ini kita mengurungnya di rumah dengan Home-schooling sampai tahap SD. Dia juga semakin berprestasi. Kaa-san bangga mempunyai putri seperti Sakura. Bangga sekali...", ujar sang ibu dengan mata yang sudah berkaca-kaca.

"Sudah, Kaa-san. Jangan bersedih. Kita akan melakukan yang terbaik untuk Sakura kit—", ujar sang ayah terpotong setelah melihat obat Sakura yang tertinggal di meja makan.

"Oh! Kaa-san! OBAT SAKURA TINGGAL!", seru sang ayah sambil melesat menuju mobil Porsche Black-nya.

BRMM—mobil hitam itu pun melesat menyusuri jalan yang kebetulan becek karena hujan semalam.

"Semoga tidak terlambat, Sakura-chan...", ujar sang ayah dalam hati.

"Otou-san...hati-hati...", kata sang nyonya Haruno yang masih bengong karena gerak cepat sang suami itu.

Sakura agak merasa aneh setelah masuk ke dalam kelas. Ntahlah, seperti ada yang kurang dan dadanya serasa tidak enak. Mungkin efek terlalu bergadang tadi malam, pikirnya.

"Sudahlah, lebih baik membaca untuk lupain perasaan aneh ini", semangatnya dalam hati.

Baru saja ia membuka lembaran kedua yang ingin dibacanya, tiba-tiba...

"SAKURA-CHAN~~ OHAYOUUU~~~~!", seru Yamanaka Ino, sahabat pertama Sakura sejak mendudukki bangku SMP, kepada Sakura yang sedang asik membaca buku biologi, pelajaran pertama pada hari itu. Sakura tersenyum riang sambil memandangi sahabat berambut pirang yang diikat ekor kuda itu, yang sedang menuju bangku di sebelah Sakura dan meletakkan tasnya.

Ino adalah seseorang dari kaum yang sama dengan Sakura dan popularitasnya hampir sama dengan Sakura. Parasnya juga tidak kalah dari Sakura kita ini, bermata aquamarine besar, berwajah imut, dengan tubuh langsingnya. Ia sedang memulai debutnya sebagai model. Dan, karirnya terbilang muluslah sebagai model yang baru memulai debutnya.

"Ino-chan! Ohayou~", seru Sakura yang girang akan kedatangan sahabatnya itu, dan melepas sejenak konsentrasinya untuk membaca. Karena dengan keberadaan sahabatnya yang cerewet ini, ia pasti tidak akan fokus lagi. Jadi, ia lebih memilih mendengar cerita sahabatnya itu, yang sepertinya tidak akan pernah habisnya.

"AH! Hampir lupa! Tanjoubi omedetou, Sakura-chann~~", seru gadis itu sambil menyerahkan kado yang sudah ia persiapkan semalam.

"Ehehe~ arigatou nee~", ucap Sakura sambil menerima pemberian sahabatnya ini.

"Sama-samaa!", balas gadis itu.

"Ne, ne, Sakura-chan! Apakah kamu sudah dengar kalau di kelas kita ini akan ada murid baru? Katanya ganteng loh!", gosip si pirang ini. Wah, sudah mulai lagi nih, pikir Sakura geli.

"Wah, benarkah? Loh, bukannya kamu sedang dekat-dekatnya dengan pemuda pucat itu? Hei, kamu bukan tipe yang setia, yaa~", goda Sakura kepada sahabatnya ini.

"Hei, kan tidak ada salahnya ada cadangan.. Lagian aku dan Sai belum resmi kok. Hahaha~", seru gadis itu membela.

"Dasar kamu ini.. Haha"

TINGTONG—

"Ah! Sudah bel!", ujar Sakura merapikan mejanya yang berantakkan dan memastikan hanya ada buku-buku biologi di meja belajarnya itu.

NYUUT—

Sejenak matanya berkunang-kunang, kepalanya pusing, dadanya sesak.

"Ada apa ini...urgh", ujar Sakura dalam hati. Ia mengedip-ngedipkan matanya berharap penglihatannya kembali seperti semula. Tetapi percuma.

KRIEET—

Pintu kelas terbuka dengan Iruka-sensei yang menongol dari daun pintu kelas IX-A. Seketika suasana kelas hening dan siap untuk menerima pelajaran. Kelas itu memang terkenal dengan murid-murid yang rajin dan suasana yang kondusif saat proses belajar-mengajar berlangsung.

"Ohayou, minna-san!", sapa guru muda itu.

"Ohayou-gozaimasu, sensei", seru para murid serempak.

"Yah.. Hari ini kita kedatangan murid baru. Silakan masuk, Uchiha-san."

Suasana kelas pun mulai kasak-kusuk.

"Itu dia, Sakura-chan!", seru Ino kepada Sakura yang ada di samping kanannya.

"Hm?", Sakura pun mendongak untuk melihat murid baru itu sambil berusaha melenyapkan rasa pusingnya yang berat itu. Mau tidak mau, ia harus bersikap sesehat mungkin. Ia tidak mau Ino mengkhawatirkannya karena penyakitnya ini.

Masuklah pemuda berambut raven, bermata onyx, dengan paras tampan rupawan. Ia tidak nampak dari kelas atas. Tetapi jika kaum menengah yang masuk kelas A, itu berarti ia bukan orang sembarangan. Pemuda ini pastinya salah satu dari sekian orang jenius di Konoha.

"Hajimemashite. Uchiha Sasuke desu. Pindahan dari Suna. Yoroshiku onegaishimasu", perkenalan singkat dan dingin dari pemuda itu. Sementara sudah banyak kaum hawa yang pingsan karena mendengar suaranya(?)

DEG! Sasuke...katanya?, batin Sakura dalam hati. Tidak, tidak mungkin. Sasuke ada banyak di dunia ini... Anak penyelamat yang membawanya ke cahaya terang dari kegelapan fana yang menyelimutinya pada saat ia berumur 4 tahun juga bernama Sasuke.

.

.

"Ingatlah aku! Sakura... 10 tahun lagi, aku akan menjemputmu! Aku akan membawamu ke dunia yang lebih berwarna lagi...", terngiang-ngiang suara bocah itu di kepala Sakura. Sekelebat kenangan yang hampir ia lupakan.

.

.

"Aku Sasuke! Si pembawa cahaya! Hehe~" cengiran itu...

.

.

.

"Sakura!", suara panik itu...

.

.

.

Tidak. Tidak bisa. Kepala Sakura terlalu pusing untuk memikirkan ini semua...

"Baiklah, bangku untuk Uchiha-kun di seb—"

Sebelum guru itu menyelesaikan kata-katanya, Sasuke sudah menghampiri bangku di sebelah kanan Sakura. Sebelum duduk, ia mendekatkan wajahnya ke telinga Sakura.

Pemuda itu tersenyum miring dengan wajah tanpa ekspresi, dingin.

"Lama tidak berjumpa, Sakura..."

DEG! Mata Sakura membelalak.. Suara bass itu entah kenapa familiar...

Oh, tidak.. Sakura tidak bisa mengontrol dirinya lagi.

BRUK—

Gelap. Haruno Sakura pingsan di pelukan Uchiha Sasuke yang tanpa sengaja karena posisi yang tadi.

Panik. Itulah yang dirasakan pemuda itu.

"SAKURA! SAKURAA—!", seru pemuda itu memanggil nama gadis itu, yang tentu saja percuma.

Ino mengernyitkan dahinya,heran karena pemuda yang baru 5 menit masuk kelas itu mengetahui nama Sakura. Tapi, ia tidak sempat memikirkan itu. Ino pun juga panik lalu menggoyang-goyangkan tubuh gadis itu sambil memanggil nama gadis itu.

"Sakura... SAKURAA! SENSEI! PANGGIL AMBULANS! CEPAT!"

"Ba-baik", ujar sang guru yang masih syok itu sambil mengangkat ponselnya untuk menelepon ambulans.

Dan, dalam keadaan tidak sadar itu, tampaknya gadis itu bermimpi. Mimpi yang sangat panjang...

Sementara itu, Tuan Besar Haruno sampai di depan gerbang sekolah dengan Porsche Black-nya. Ia melihat ambulans di sana. Seorang murid berambut soft pink tampak digiring ke dalam ambulans putih itu bersama dengan seorang pemuda raven dan gadis pirang.

"Oh.. tidak... Kamisama...", ujar sang ayah Haruno Sakura itu sambil berlari ke arah ambulans dan melupakan obat sumber masalah tadi di mobil itu.

Perkataan Dokter Hatake terngiang-ngiang di kepala konglomerat itu.

"Anda harus berhati-hati, Haruno-sama. Ketika putri Anda beranjak remaja dan mengalami masa akil-balik, yaitu, menstruasi, pendarahannya akan sangat hebat, maka putri Anda tidak bisa diselamatkan. Jadi, mohon obat ini diminum secara teratur. Obat ini bertugas untuk memperlambat proses akil-balik tersebut. Ingat, memperlambat. Bahagiakan dia, Haruno-sama..."

"Kamisama... tolong.. Sekali ini, beri kesempatan untuk putriku...", batin sang ayah dalam hati.

.

.

.

~TO BE CONTINUED~


Hajimemashite!

Author baru di ff nih ^^

Mohon bantuannya ya, semuaa~~ *bungkuk-bungkuk badan*

Dapat ide cerita ini sebenernya udah dari tahun lalu, tapi, niat bikinnya baru sekarang hehe~

Yosh~ RnR ,please? *puppy eyes*