Absorbed

Disclaimer: Naruto © Masashi Kishimoto

Warn: AU/Typo/OOC/Bahasa yang lebay.

SasoSaku a.k.a Flaming cherry blossom

.

.

.

Summary: Sasori sikat gigi empat kali sehari. Sakura hanya dua kali. Sasori bisa bersiul, menjentikkan jari dan meniup gelembung dari permen karet. Sakura tidak bisa melakukan ketiganya. Sulit untuk mengerti Sasori, sebenarnya siapa dia?. Kisah tentang seorang perempuan biasa dan laki-laki yang biasanya di luar(?).

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

"Memakai seragam terburu-buru, perasaan was-was di pagi hari karena takut terlambat atau lupa mengerjakan PR, suara decitan meja ketika di geser, tirai kelas yang tersibak-sibak angin, sampai menahan lapar setengah mati karena belum waktunya istirahat, apa kau pernah merasakannya?!"

.

.

.

"Pernah?!"

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Ruang kelas X-B, 10.10 AM

"Update lah sesuatu, kumohon.."

Layar ponsel yang kecerahannya telah di kurangi karena baterainya sekarat itu di tatap lekat-lekat oleh Yamanaka Ino dengan ekspresi memelas. Sampai matanya sedikit perih barulah si pirang menjauhkan kepalanya, disusul getaran bibir bawahnya untuk efek dramatis.

"Jangan-jangan aku sudah keburu mati sebelum baca lanjutannya, bagaimana ini.."

"Kau ini terlalu berlebiha—loh, yaah" sahutan dari gadis berambut merah jambu terinterupsi oleh tumpahan yoghurt stroberi di atas roknya, salahkan tutup botol yang segelnya sekeras batu itu. Untuk melampiaskan amarahnya Haruno Sakura memberikan death glare ke si tutup botol plastik kemudian membuangnya jauh-jauh.

Ino yang awalnya ingin memprotes Sakura yang seenaknya buang sampah seketika lupa karena teringat permasalahan awalnya tadi, dengan wajah suram Ino memperlihatkan jari-jari lentiknya ke Sakura yang sibuk mengelap roknya dengan tisu.

"Lihat ini jariku ada berapa, ada enam! Sudah enam bulan penulis Meet me in the the rooftop tidak melanjutkan cerita miliknya. Itu berarti sudah setengah tahun aku gelisah menanti-nanti update yang tak pasti. Dan catat, itu novel online, tidak di jual di manapun, Jidat." Ketika Ino mulai ber-sinetron-ria, Sakura mengelus-elus janggut transparannya.

"Biar aku tebak; genrenya romance, pair utamanya bertemu di atap lalu saling jatuh cinta, begitu?"

Ino berkedip tiga kali "kok tahu, kau sudah baca ya?" Si pirang mengernyit. (Masukkan suara kambing di sini) Sakura speechless, diikuti pasang tampang bodoh. Oke awalnya memang sebuah tindakan stereotip untuk menilai sesuatu dari satu sudut pandang. Tapi bagaimana dengan yang barusan? kenapa bisa judul dan plotnya terlalu jujur seperti itu, hei!.

"Mungkin penulisnya sudah bosan, atau kena writer block. Sini biar aku saja yang buat endingnya kalau kau penasaran, pinjam ponselmu.." Sakura menjulurkan lidah tidak sabaran, berusaha menggapai ponsel Ino yang kalau di ibaratkan sebagai binatang adalah ikan yang berenang terapung-apung, meregang nyawa.

"Hasyuh syuh syuh syuh….hussh" Jari telunjuk Ino menempel di bibir Sakura, membungkamnya untuk bicara lebih lanjut. Dan demi apapun Sakura bersumpah tangan gadis bermata aquamarine itu baunya seperti campuran telur ikan dan rumput laut.

"Jarimu pig, sedikit lagi masuk ke hidungku." Dengus Sakura.

Ino menjauhkan tangannya, sedikit geli untuk membayangkan jarinya bertemu 'harta karun' kalau sampai masuk lebih dalam, (baca: upil).

"Kau tahu, kata 'bosan' apalagi 'berhenti' tanpa 'ending' itu dilarang, kita harus optimis Jidat. Sebuah cerita memang lahir untuk di selesaikan."

'Terlahir untuk di selesaikan' heh. Sakura sudah merasa cukup atas pemberian harapan palsu dari summary-summary fiksi apapun yang dia baca beberapa tahun belakangan ini; drama, komik, novel, cerbung atau apalah itu, hampir seluruhnya memiliki ending yang biasa-biasa saja (dengan catatan; romance dan school life). Sebuah cerita lahir untuk jadi membosankan. Saat ini Sakura sudah malas untuk berimajinasi dan membayangkan adegan-adegan dalam kepalanya, mencoba berfikir lebih rasional.

Kau tahu, Sakura yang bermarga Haruno itu adalah perempuan yang biasa-biasa saja, badannya sedang, tingginya standar, model rambutnya juga bukan yang terbaru dan trendi, tidak punya hobi yang benar-benar dia sukai. Bangun, pergi sekolah, pulang sekolah, tidur. Semua rutinitas yang juga biasa.

Sakura pernah pacaran beberapa kali, dan mantan-mantan kekasihnya bilang Sakura adalah orang yang sangat membosankan. Luarnya kelihatan lumayan, tapi dalamnya, kebiasaan dan pola hidupnya? Itu-itu saja. Mereka yang menyatakan parasaan, mereka pula yang mengakhirinya.

Ngomong-ngomong soal kebiasaan, kalau jam istirahat begini pasti ada yang—

"—Permisi, Akasuna Sasorinya ada?"

Nah kan.

Sesosok makhluk yang rutin muncul menyembulkan kepalanya dari balik pintu, wajahnya berganti-ganti setiap hari, dengan kisaran umur 15-50 tahun, ya para guru pun suka mencari laki-laki itu, iya si Sasori itu.

"Tanya dia, dia ini pacarnya" Ino mencolek-colek bahu Sakura dengan wajah semurni susu tanpa lemak. Sementara Sakura melempari Ino tatapan 'IIH AKU BUKAN PACARNYA'.

"Ino, jangan mulai bergosip," Sakura menggulirkan mata ke arah pintu, emeraldnya seakan berbicara 'DAN UNTUKMU',"dia tidak ada di sini, coba cari di kantin atau di pinggir lapangan."

Sosok makhluk pencari Sasori itu hanya mengangguk dan pergi. Yang namanya Sasori-sasori itu tidak pernah ada di kelas pada jam istirahat, tapi setiap hari masih juga di cari di situ, dikelas itu. Dan sebagai teman sebangku yang bahkan jarang mengobrol, Sakura merasa risih untuk mencerna fakta ; ketika orang-orang mencari Sasori, pandangan mereka langsung tertuju padanya, seperti ada laser tak kasat mata.

Ada apa dan kenapa. Sih.

"Hanya karena kami duduk bersebelahan bukan berarti aku dekat dengannya, atau tahu dia dimana. Aku bukan ibunya, apalagi pacarnya." Sakura menekan semua kata-katanya seperti pembawa berita tengah malam. Karena auranya jadi serius Ino pun terkikik.

"Aku tahu, aku cuma mau lihat reaksi Gaara. Dia tadi mau keluar, sewaktu aku bilang kau pacarnya Sasori eh dia berhenti, terus jalannya jadi lambat, seperti bimbang mau tau kelanjutan percakapanmu atau jalan ke luar hahaha. Ekhm mungkin dia masih..suka padamu?"

Oiya, Sakura baru ingat punya mantan yang satu kelas dengannya, apa ini gejala penuaan dini? dan dari zaman neneknya senam pilates juga Ino sudah sering menggodanya dengan Gaara. Gaara cukup spesial mengingat dia pacar pertama dan terlama yang di milikinya.

"—OI, SI OROCHI DATANG!"

Suara teriakan Inuzuka Kiba yang tiba-tiba dan menggelegar bukan hanya sukses membuat Sakura lupa mau ngomong apa, tapi juga membuat dia dan Ino salah tingkah, kaget dan panik karena meja Sakura (dan Sasori) yang ada di urutan paling depan masih penuh dengan tumpukkan jajanan milik Ino. Sementara Orochimaru Sensei paling benci kalau jam pelajarannya sudah dimulai tapi masih juga ada yang makan ataupun kelihatan ada makanan. Semua bungkus-bungkus makanan ringan itu mereka sembunyikan dengan cepat, termasuk yoghurt stroberi yang masih ada setengah lagi belum di minum juga ikut di letakkan sembarangan karena bingung, jadi asal saja.

"EIT, tapi bohoong hehehe. Kan belum bel, kok percaya sih?"

Oh.

Kiba pasti tidak melihat kilatan tajam dari duet maut SakuIno, laki-laki bergingsul itu terlalu sibuk tertawa haha-hehe sampai-sampai tidak melihat buku cetak biologi billingual setebal kurang lebih lima ratus halaman melayang ke arah kepalanya.

Sakura dan Ino sampai keringatan, kurang ajar kau Inuzuka. Tanpa menunggu waktu lebih lama lagi Sakura memilah jajanan yang belum dimakan dan yang hanya tinggal bungkusnya, kemudian ia teringat sesuatu.

Botol Yoghurtnya. Astaga.

Botol itu tadi dia masukkan ke tas ransel hitam yang tergeletak di lantai..dan itu tas..

Sasori. Astaga.

Botol itu kan tutupnya sudah ia lempar entah kemana tadi.

ASTAGA.

Pemandangan horror menyambut sepasang mata hijaunya saat ia membuka perlahan resleting tas Sasori, buku-bukunya basah, dan isi tasnya seperti habis kebanjiran, wangi stroberi yang manis menguar dengan kuat.

Sakura tersenyum dengan ujung bibir yang berkedut dan mata bulan sabit.

'Matilah aku'.

.

.

.

.

.

.

Sepasang uwabaki berhenti di depan pintu karena pemandangan yang kurang familiar bagi pemiliknya.

Kenapa banyak buku di jemur di jendela kelasnya?

Sebenarnya sangat penasaran tapi ia diam saja, tidak mencoba bertanya pada siapapun, menekuk alis dan menghiraukan pertanyaannya sendiri. Lalu pertanyaan-pertanyaan lain muncul saat ia duduk di mejanya, kenapa ranselnya terasa lembap? Kok buku-bukunya tinggal sedikit? Apa buku-buku yang di jemur itu miliknya? Terlebih lagi, kemana teman sebangkunya yang berambut pink itu pergi? Bukan cuma orangnya yang tidak ada, tasnya juga hilang.

Dia yang kita sebut-sebut tadi, Akasuna Sasori. Menggulirkan pandangan ke arah teman sekelasnya yang lain, dan mereka hanya menggidikkan bahu, ck tidak membantu sama sekali. Hei, kalain ngapain aja di kelas, masa nggak ada yang tahu!. Saat Sasori menyipitkan mata, pandangannya langsung menangkap kepala merah jambu yang duduk di meja paling belakang, paling di sudut seperti kurang pergaulan, berusaha untuk tidak bertatap mata dengannya.

Sasori sebenarnya ingin langsung menghampirinya dan bertanya, tetapi Orochimaru Sensei sudah keburu masuk. Segera Sasori ambil buku-bukunya yang kelihatan sudah mengering (hanya bagian bawahnya saja yang basah) dan melanjutkan belajar seperti tidak ada yang terjadi.

Seseorang berhutang penjelasan padanya, dan Sasori tahu siapa itu.

.

.

.

.

.

.

"Tidak Jidat, dia masih disana.." Gadis pirang dari keluarga Yamanaka bergeleng-geleng pasrah. Figur Sasori masih terlihat berdiri di gerbang, dia tidak langsung pulang, cuma berdiri di sana seperti patung hiasan. Sakura tak merasa kegeeran kalau Sasori menunggunya di situ, malah dia was-was .

Bagaimana Sasori menyipitkan mata dan memberikannya ekspresi yang selama ini belum pernah sekalipun ia lihat. Seperti bingung, kesal dan..kecewa, entahlah. Apalagi selama sisa jam pelajaran sesekali Sasori memberinya sinyal-sinyal telepati 'pulang sekolah nanti lihat saja' sambil sedikit curi pandang ke sudut kelas.

Sakura belum pernah lihat Sasori marah, dan bersembunyi seperti ini bukannya malah menambah kekecewaan laki-laki itu? Harusnya Sakura tidak langsung kabur saat bel berbunyi, harusnya dia tetap tinggal di kelasnya, tapi nyatanya malah lari dari tanggungjawab. Habisnya,. Sasori..kelihatan beda. Dan perbedaan itu membuatnya merasa sedikit takut, seperti tersengat listrik.

Ponsel Ino yang baterainya tinggal 2% berbunyi untuk terakhir kalinya sebelum mati, itu adalah sebuah alaram.

"Jidat aku harus pulang sekarang, maaf tidak bisa menemanimu aku harus bantu-bantu di toko." Ino memasukkan ponsel yang tidak bisa di andalkan itu ke dalam saku rok, Sakura hanya diam dan mengangguk pelan.

Ino mengintip untuk terakhir kalinya dari jendela perpustakaan. Jantungnya tiba-tiba seperti atlit pelari, berdebar-debar saat pandangannya dan Sasori bertemu, dan feeling Ino mengatakan kalau laki-laki itu akan menuju kesini sebentar lagi.

"Sebaiknya kau temui saja dia, dia akan mencarimu cepat atau lambat, jelaskan saja yang sebenarnya."

Tidak, tidak, tidak.

Sakura bergeleng-geleng. Dia tidak bisa, tidak dengan perasaan tidak nyaman sekaligus gugup ini, perasaan takut ini. Dia tidak bisa membayangkan apa yang terjadi. Sesungguhnya Sakura tidak benar-benar mengenal Sasori, mereka hanya berbicara saat laki-laki itu meminjam penggaris miliknya. Sekarang Sasori mencarinya, apa dia mau di pukul?. Telapak tangannya berubah dingin seiring rasa cemas yang meningkat. Setelah melambaikan tangan ke Ino, Sakura memutuskan untuk bersembunyi di lab bahasa saja, perpustakaan sepertinya sudah tidak aman.

Ajaibnya pintu lab tidak di kunci. Persis setelah Sakura duduk di lantai ruang lab bahasa yang penuh dengan meja-meja, perutnya berbunyi. Biasanya jam segini Sakura sudah pulang, sudah ganti pakaian dan makan siang (Sakura lebih memilih makan di rumah). Maka Sakura berinisiatif untuk melakukan ekspedisi tas, dan tidak berakhir sia-sia, empat batang cokelat bertabur kacang yang belum di buka terselip diantara buku-buku miliknya.

Terlihat lezat dan menghipnotis.

Tanpa babibu Sakura memakan cokelat-cokelat itu satu persatu sembari berharap Sasori sudah pulang, sudah malas mencarinya. Dia tidak mau bertemu Sasori sekarang, lebih baik bicaranya besok saja saat dirinya sudah merangkai penjelasan untuk laki-laki itu. Ingatkan dia untuk latihan bicara nanti.

Hmp. Tapi malangnya si Haruno melupakan sesuatu.

Setelah cokelat-cokelatnya habis barulah Sakura merasakan ada denyut kecil di gusinya, denyut itu seperti punya koneksi ke gigi-gigi gerahamnya. Dia baru ingat, dua hari yang lalu dokter giginya bilang jangan terlalu banyak makan yang manis-manis dan keras dulu, karena tambalan giginya masih uji coba (belum permanen), tadi pagi saja dia sarapan bubur, bagaimana dia bisa lupa. Lalu cokelat-cokelat ini harusnya dimakan setelah giginya siap nanti, tapi karena lapar..

Sakura menghela nafas. Apa yang telah dilakukannya, ini sungguh kekanakan. Bersembunyi dari masalah, tidak mencoba untuk menjelaskan apapun, sudah badannya lelah lapar pula, dan sekarang giginya sakit. Sakura terus memegangi pipi kanannya, tambah lama tambah sakit.

'Dasar idiot'.

Sekolah sudah sepi sekarang, lalu apa yang dia lakukan di sini?. Sakura beranjak dari duduknya, pokoknya dia mau pulang sekarang, tidak mau tahu lagi. Dengan berat hati Sakura keluar dari lab bahasa dan menuruni tangga, matanya mulai berair, antara sakit gigi dan sedih.

Sampai di dua anak tangga terakhir sepasang checkered high-tops sneakers menghalangi jalan Sakura yang masih memegangi pipi kanannya, tangannya yang bebas di borgol oleh genggaman yang tidak begitu kuat. Seakan berkata 'akhirnya Aku menangkapmu' dengan cara lembut.

Itu Akasuna Sasori. Orang yang mencari-carinya dari tadi, teman sebangku yang sering di sangka pacarnya padahal bicara saja tidak pernah. Kini memandang Sakura dengan mata sayunya.

Yang menambah rasa bersalah Sakura adalah Sasori tidak memberi tatapan intimidasi atau bentakan apalagi pukulan. Dia hanya diam. Sakura harusnya jadi ahli hipnosis dari dulu. Entah apa yang ia takuti dari Sasori seharian ini, cuma kekhawatiran yang semu, hanya sugesti saja.

"Maaf.."

Tidak sempat lagi memilah-milih kalimat basa-basi, hanya kata itu yang mampu di keluarkan bibirnya. Lengkap dengan mata berair dan pipi yang bengkak.

.

.

.

TBC

.

.

.

Pendek banget. Huo hohoho. Perlahan-lahan ceritanya bakalan nyesuain ke summary. Sasori di sini bakalan jadi seseorang dengan kepribadian yang aneh. Cukup aneh untuk orang normal, cukup normal untuk orang aneh. Maaf kalau nggak suka T.T

Jika berkenan boleh review :3