.
.
.
Disclaimer
© Masahsi Kishimoto
Pairing
NaruGaa
Warning
Au, Ooc, Yaoi, Boy's Love, Sho-ai
Romance/Hurt/Comfort/
Rate
T for Teeneger
Inspiration
Sinotron abal di Ind*siar
Summary
Gaara selalu ingin mendekati Naruto.
Tapi Naruto selalu mengusirnya.
"Jangan sakiti aku" Ucap Gaara.
Don't Deranged Me n My Heart
(Jangan Sakiti Aku dan Hatiku)
© Kanami Aya
Chapter 1
I Find You
Don't Like, Don't Read
RnR
.
.
.
Pengantar
Malam itu angin tak terasa sedingin malam-malam biasanya. Malam itu entah mengapa Gaara merasakan hembusan angin terasa sedikit hangat. Lembut. Dan mendamaikan hatinya.
Malam itu Gaara, seorang pemuda bersurai merah semerah mawar, kembali terduduk di pinggiran air mancur taman kota Tokyo. Dan e malam itu tiba-tiba Gaara merasa ingin lebih lama berda disana. Memerhatikan orang-orang yang sibuk berlalu lalang tanpa ada satu orangpun yang ia kenal.
Gaara selalu betah berada disana karena disanalah ia bisa menghabiskan waktunya yang terasa bosan tanpa melakukan apa-apa. Melihat bagaimana perilaku orang-orang yang kadang menarik perhatiannya.
Keluarga-keluarga kecil yang terdiri dari ayah, ibu dan seorang anak kecil yang terlihat bahagia menghabiskan waktu diluar. Pasangan lanjut usia yang masih bertahan, dan masih bisa menimbulkan senyuman. Kenakalan. Kebisingan. Kegembiraan kelompok-kelompok remaja yang tengah bersenang-senang bersama.
Gaara betah disana karena jika ia pulang kerumah Gaara merasa bosan. Menyedihkan. Kesepian. Rumah baginya hanya sebuah tempat untuk tidur dan mandi. Selain itu ia akan mencari kesibukan diluar.
Rumahnya. Selalu sepi. Tak ada penghuni lain selain dirinya. Hal ini dikarenakan kecelakaan yang menewaskan ketiga keluarganya. Ayah, ibu, dan kakak lelakinya Kankuro. Sementara Temari kakak perempuannya tidak pernah ditemukan setelah kecelakaan itu terjadi.
Saat itu Gaara tak ikut bersama keluarganya yang hendak menjenguk sanak saudara. Entah takdir yang menentukan ia belum diperkenakan meninggal. Entah memang kebetulan yang menyiksanya. Saat ia berumur sepuluh tahun entah mengapa ia sangat tidak ingin ikut saat keluarganya mengajaknya menjenguk Sasori. Pamannya.
Dengan terpaksa ibunya karura menitipkan dirinya pada sang nenek. Chiyo. Pasalnya Gaara lahir secara tidak secara normal. Caesar. Premature. Dan mengidap penyakit yang terpaksa terturun di dalam darah Gaara.
Hal ini karena Karura memang bertindak sebagai carier. Atau individu yang memiliki potensi menurunkan sejenis penyakit terhadap anak laki-laki. Sayang, Hal ini terjadi padanya dan bukan pada kakaknya, Kankuro.
Berakhirlah kecelakaan tersebut terjadi. Menyebabkan dirinya menjadi sebatangkara setelah neneknya Chiyo meninggal saat usianya lima belas tahun. Melengkapi penderitaan hidupnya yang tersa berat. Andai kala itu ia mau ikut. Andai kala itu ia juga mengalami kecelkaan. Mungkin ia takkan kesepian.
Kini ia hidup sendiri dirumah yang menjadi peninggalan orangtuanya. Biaya hidup dengan sisa-sisa tabungan dan harta lain orang tuanya. Yang ia tahu tak akan bertahan selamanya.
Sasori yang merasa memiliki tanggung jabab atas Gaara ernah mengajaknya untuk tinggal bersama. Namun Gaara menolak. Setidaknya selama tabungan orang tuanya masih ada ia tidak ingi merepotkan orang lain.
Tapi malam hari ini adalah malam paling menguntungkan bagi Gaara. Karena malam inilah ia menemukan penyemangat hidupnya. Seseorang yang Gaara harap bisa sedikit memberi warna pada hidupnya. Seseorang yang bisa melengkapi hidupnya.
Terlihat dari tempat dimana Gaara terduduk, sekelompok remaja yang tengah terlihat gembira bercanda bersama. Dan Gaara menemukannnya. Satu sosok yang mengalikan pandangannya.
Uzumaki Naruto. Pemuda dengan surai pirang dan mata sebiru safir yang terlihat indah tertimpa lampu jalan. Pemuda berpawakan ramah terlihat bahagia memandang kekasihnya. Hinata. Naruto itu kini tengah menggandeng hangat tangan seorang gadis bersurai indigo. Tatap lembut dan penuh perhatian.
"Ne, Hinata-chan. Pulanglah sedikit telat hari ini. Aku masih ingin bersamamu." Naruto menggenggam tangan Hinata erat. Menegaskan keinginanany.
"Gomen ne, Naruto-kun. Aku tidak berani." Hinta tertenduk malu. Merasa bersalah. Ia memang selalu menolak saat Naruto mengajaknya kencan lebih dari jam sembilan malam.
"Lakukan saja Hinata, kasihan Naruto." Sakura tak tega melihat wajah Naruto yang kembali murung.
"Kau juga bodoh, Dobe. Seharusnya kau mengajaknya saat tidak ada kami. Kalau beginikan Hinata pasti malu." Sasuke menimpali pernyataan kekasihnya. Sakura.
"Teme. Dasar bawel. Terserahku aku mau melakukannya seperi apa. Kapan dan bagaimana." Hardik Naruto kesal. Usahanya di campuri.
"Aku bisa kasih alasan untuk Hiashi-sama kalau Hinata-sama ingin pulang lebih telat." Neji berusaha membantu merayu.
"Gomennasai, Naruto-kun. Lain waktu ya?" Tawar Hinata. Naruto mengangguk
"Apapun untuk himeku." Naruto merebahkan kepala Hinata di dadanya sambil tetap berjalan. Mengurangi rona merah di wajah Hinata agar tidak terlihat teman-teman jailnya.
.
.
.
Gaara POV
Aku melihat kerumunan remaja di depanku. Mereka terlihat bersenang-seang. Terdengar dari keramaian yang mereka ciptakan saat bersama. Tapi kemudian mataku menangkap sati sosok yang sangat menarik perhatianku. Pemuda dengan surai pirang dan mata sebiru safir yang terlihat indah tertimpa lampu jalan.
Entah mengapa aku merasa ingin berada di sampingnya. Aku merasa dia sangat hangat. Cara dia tertawa membuatku ingin menjadi hal yang membuatnya tertawa. Cara dia memandang membuatku ingin menjadi objek yang dia pandang.
Hal itu aku rasakan saat dia terlihat bahagia memandang kekasihnya. pemuda itu kini tengah menggandeng hangat tangan seorang gadis bersurai indigo. Tatap lembut dan penuh perhatian.
Tunggu? Benarkah dia kekasihnya? Berarti dia telah memiliki seseorang di hidupnya? Jadi aku tidak bisa menjadi seperti yang tadi aku inginkan? Jika iya? Rasanya aku kembali terhempas dari langit setelah aku terbang sesaat. Pemandangan tadi menggagalkan keindahan yang baru saja aku rasakan.
Merasa kesal aku mengalihkan pandanganku menatap bulan yang terasa bersinar indah tepat diataku. Menghela nafas. Mencoba menghilangkan wajah pemuda tadi yang sempat menarik perhatianku.
.
.
.
Naruto selalu mengantar Hinata tepat di gerbang bertuliskan Kanji yang terbaca dengan HYUGA. Naruto tak berani kurang dan lebih. Jika ia tidak mengantar Hinata hingga di depan gerbang kediamannya.
Naruto yakin Hinata pasti digoda pemuda-pemuda genit. Taulah, Hinata memiliki tubuh yang indah di balik jaket tebalya. Namun jika Naruto mengantar lebih dari gerbang rumah kekasihnya itu. Ia tak yakin bisa pulang dengan selamat. Meski terkenal baik, Hiashi adalah tipe ayah yang protektif.
"Sudah sampai." Naruto membuka pembicaraan seperti biasanya saat mengantar Hinata pulang.
"Na-Naruto-kun tidak ingin mampir." Tawar Hinata gugup, meski hampir tiap kencan ia mengatakannya.
"Lain kali saja, saat ayahmu tak ada dirumah." Naruto selalu menggoda Hinata.
"A-aku tidak akan mengajakmu jika ayah tak ada dirumah."
"Bercanda Hinata. Kau benar-benar gadis lugu." Naruto mengangkat dagu Hinata dan mengecupnya pelan. Takut jika Hiashi muncul di depan pintu secara tiba-tiba.
"Aku pulang dulu ya. Hinata-sama."
"Berhati-hatilah. Naruto-kun." Jawabnya masih terasa malu.
Naruto mengangguk. Kemudian ia mulai berjalan menjahui Hinata. Tak lupa lambaian tangannya yang selalu menjadi penghantar Hinata memasuki rumahnya.
.
.
.
Gaara bertahan. Padahal jam di tengah kota sudah menunjukkan pukul sepuluh. Terlambat satu jam dari jadwal ia harus kembali kerumahnya. Jadwal ia buat sendiri. Untuk dirinya.
Lima menit berlalu Gaara mengharuskan dirinya untuk pulang. Namun gerakannya terhenti saat dilihatnya sang mata safir yang tadi mengalihkan pandangannya, mulai menghampirinya─bangku taman tepatnya─dan mualai duduk di sebelahnya. Senang. Gugup. Heran. Salting. Bingung. Gaara tengah memilih rasa apa yang tengah di alaminya.
'Kami-sama. Aku tidak berdoa mendapatkannya. Tapi mengapa kau menhadirkannya di hadapanku?' Batin Gaara.
'Aku harus lari. Jika tidak ingin pemuda itu mendadak menjadi obsesiku.'
.
.
.
Sang mata Safir terduduk sambil memasukkan jemarinya kedalam saku hitam-oranyenya. Matanya menerawang jauh menerawang gelap malam. Tapi author tau apa yang dipikirkan Naruto.
Entah mengapa hubungan asmaranya terasa monoton. Jalan di tempat. Tidak berkembang. Jika di ingat memang perjuangannya medapatkan cinta Hinata adalah sebuah keajaiban. Tapi entah mengapa akhir-akhir ini Naruto merasa mengambang. Tidak bersemangat meski ia tetap mesra. Merasa... kurang.
Pergerakan di sebelahnya membuat Naruto tersadar dari lamunannya. Di tatapnya seseorang bersurai mawar merah di depannya yang tengah terlihat gusar. Perlahan pemuda itu menggeser duduknya menjauh darinya. Kemudian dengan langkah cepat pemuda itu meninggalkan Naruto dengan raut penuh tanya.
"Arghh ish."
Naruto langsung berdiri saat diliatnya pemuda tadi terjatuh tak jau darinya.
"Daijoubu?" Naruto membantu pemudaitu untuk berdiri. Naruto melihat dagu pemuda di depannya sedikit memar dan sedikit mengeluarkan darah.
"Aku butuh es batu." Pernyataannya langsung membuat Naruto bingung.
"Ha?"
"Es batu."
"Untuk apa?"
"Pokoknya aku butuh es batu." Gaara memegangi dagunya yang mualai berdarah.
Naruto yang bingung langsung menuruti keinginan pemuda itu. Dengan cekatan ia berlari menuju tempat-tempat yang sekiranya punya persediaan es batu. Namun hawa Jepang yang sangat dingin menyebabkan jarang ada yang menjual es batu. Dengan terpaksa Naruo membeli es krim. Yang penting dingin kan?
Naruto kembali berlari menuju tempat dimana ia meninggalkan pemuda tadi. Namun sesampainya disana ia harus kecewa. Pemuda berambut mawar merah itu menghilang. Dia sudah tidak ada di tempat. Kemana?
.
.
.
Gaara POV
Aku tersadar aku mengucapkan hal yan sudah ku hafal di luar kepala. Es batu. Ya. Sejak dulu kata itu tak boleh ku lupakan. Sejak kecil aku dididik agar tidak terluka. Baik karena jatuh atau karena benda lain. Oleh karena itu, jika secara tidak sengaja aku teluka. Tanpa di komando aku akan mencari es batu. Untuk mencegah hal yang tidak di inginkan.
Yah. Hal yang tidak di inginkan oleh semua orang yang memiliki nasib sama sepertiku. Hemofilia. Aku seorang pemuda yang mengidap penyakit itu. Maka saat aku terjatuh secara otomatis aku akan memikirkan es batu.
Namun setelah sadar aku terkejut. aku mengatakannya di depan pemuda yang aku kagumi. Sadar pasti perintaanku dia anggap aneh. Akhirnya aku mulai berlari untuk sembunyi. Aku kesampingkan dulu luka di daguku ini. Yang penting aku harus menghilang dari hadapannya.
Aku tak mau dia mengetahui aku. Aku mengaguminya. Dan aku mu terlihat sempurna. Setidaknya secara diam-diam.
.
.
.
To Be Contimued
Kebaca gak sih maksud author...
soalnya yang bikin aja rada aneh bacanya
yang penting
Read n Review
