Happier

Chapter 1

Jadi kekasih seorang dokter spesialis yang lebih sering berada di ruang operasi dibanding rumah sendiri, membuat Luhan harus banyak-banyak mengelus dada menahan sabar. Sesungguhnya pekerjaan mulia itu bukan masalah untuk Luhan, ia justru bangga punya kekasih yang selalu siap siaga demi meyelamatkan nyawa seseorang meskipun waktu kebersamaan mereka jadi terbatasi.

Yang menjadi masalah adalah kekasihnya itu seorang Oh Sehun, yang dalam dunia medis namanya sudah cukup familiar. Sehun adalah salah satu dokter andalan rumah sakit tempatnya bekerja sekarang. Terkadang diluar jadwal dinasnya, ia sering diminta menjadi narasumber dalam berbagai seminar-seminar besar atau kuliah umum yang dihadiri oleh orang-orang penting di dunia medis hingga mahasiswa-mahasiswa yang baru merintis karir sebagai calon dokter.

Bukan hanya karena prestasinya saja, Sehun juga terkenal ramah, rendah hati, tidak sombong, dan sederet pujian-pujian sejenis lainnya yang kian mengukuhkan posisinya sebagai dokter idola nomor satu. Sebagai bonus, semua kesuksesannya Sehun raih pada umur yang masih sangat muda, tiga puluh tahun. Didukung fisik dan wajahnya yang lebih mirip model pakaian bermerek, yang sering digunakan para pesolek-pesolek dunia. Banyak yang bilang, Tuhan pasti menghabiskan sebotol bubuk kesempurnaan saat sedang menciptakannya.

Bahasa gaulnya, he is unreal.

.

Sayangnya definisi sempurna tidak berlaku dalam kamus kekasihnya. Luhan sama sekali tidak meragukan bakat dan kecerdasan Sehun, secara fisik-pun Luhan akui Sehun itu terlampau tampan dengan proporsi tubuh yang ia beri nilai 9,9 dari skala 1–10. Sekilas pria itu bahkan terlihat mirip aktor favoritnya—Wu Shixun—salah satu aktor papan atas yang sudah dua tahun berturut-turut dinobatkan sebagai Louis Vuitton's best dress man pada perhelatan akbar Paris Fashion Week beberapa waktu lalu.

Tapi itu semua tidak dapat menutupi 'cacat' yang hanya bisa dilihat oleh Luhan.

Oh Sehun si dokter tampan itu, ternyata punya kepribadian ganda. Setidaknya itu yang bisa Luhan simpulkan selama hampir enam bulan ini menjalin hubungan dengannya. Jika kepribadian ganda yang Sehun 'derita' ini sama seperti yang disajikan dalam drama-drama romansa di TV, maka Luhan yakin masih sanggup dan mau menghadapinya. Masalahnya kasus Sehun jauh berbeda dan lebih cenderung memancing emosi.

Jika didepan orang lain Sehun adalah malaikat bersayap putih dengan lingkaran halo diatas kepalanya maka didepan Luhan, Sehun adalah iblis tampan berlidah tajam yang sanggup membunuh dengan satu dua kata atau bahkan hanya lewat tatapan matanya saja. Terkadang Luhan heran, bagaimana mungkin ia bisa tahan menjadi kekasih manusia kaku itu selama hampir enam bulan lamanya.

Sejauh ini, hubungan mereka mirip seperti tim kreatif dan CEO. Tugas Luhan adalah bicara dan mengeluarkan isi kepalanya, sedangkan Sehun yang akan menentukan iya dan tidaknya. Luhan tak selalu bisa menemui atau bahkan mengubungi Sehun disaat dia ingin, tapi Sehun bebas menghubungi dan menemuinya kapanpun pria itu mau, bahkan saat tengah malam atau subuh sekalipun.

Mereka lebih sering kencan di kantin rumah sakit, dan Luhan pernah beberapa kali menemukan dirinya terbangun di ruang istirahat dokter. Ia pasti jatuh tertidur saat terlalu lama menunggu sang kekasih yang lebih sering 'mesra' dengan pisau bedahnya. Dan satu lagi, Sehun tidak ada manis-manisnya.

Pernah Luhan berharap bertukar posisi dengan pasien di salah satu ruang rawat, yang diperlakukan begitu manis oleh Sehun saat tengah melakukan pemeriksaan rutin. Tapi bayangan itu ia buang jauh-jauh ketika suatu saat ia terpaksa dirawat dirumah sakit karena satu jenis makanan yang tak sengaja dimakannya, menyebabkan pembengkakan di saluran pernafasan yang hampir merenggut nyawanya sendiri.

Lalu entah punya otoritas apa, dr. Oh yang seharusnya bertugas di ruang operasi tiba-tiba saja menyatakan diri sebagai salah satu dokter penanggung jawabnya, dan semua mimpi tentang perlakuan manis itu hancur seperti gelas kaca yang dibanting kasar ke lantai.

Saat pasien lain dinasehati dengan kalimat-kalimat pemberi semangat hidup dan didoakan agar cepat sembuh dan pulang, Luhan justru dikurung, diawasi dan disudutkan dengan teguran, larangan bahkan sindiran yang hampir membuatnya nekat menelan cairan infus.

Kala itu Luhan baru tahu bahwa seorang Oh Sehun juga bisa sangat cerewet dan sinis—mengingatkannya pada ibu tiri di dongeng-dongeng disney—dan mulai saat itu juga Luhan berjanji akan membuat daftar makanan dan hal apapun yang harus dihindarinya agar tidak lagi sampai kembali ke ranjang rumah sakit.

.

Dari semua sifat buruk yang menempel seperti bakteri ditubuhnya, satu hal yang paling dibenci Luhan adalah Sehun memegang teguh paham senioritas yang menegaskan bahwa 'Pasal satu, senior tidak pernah salah. Pasal dua, jika senior salah lihat pasal satu'.

Itu terdengar berlebihan memang, tapi hubungan mereka selama ini nyatanya seperti itu. Luhan akan selalu ditempatkan—lebih tepatnya menempatkan diri—dalam situasi yang memaksanya mengalah atau mengaku salah pada Sehun, sedangkan Oh Sehun sangat lihai menggunakan otak dan lidahnya untuk membuat dirinya selalu benar dimata Luhan. Dan Luhan benci selalu terjebak dalam situasi seperti ini.

Sama seperti malam itu, ketika Luhan yang baru pulang kantor—dan kebetulan diantar oleh teman sekelasnya saat masih SMA dulu—harus berdiri terpaku dengan mulut menganga ketika mendapati kekasihnya yang sepertinya sudah menunggu lama, tertidur di teras rumahnya.

Siang tadi Sehun bilang tidak bisa menjemputnya, jadi ia pikir tidak masalah 'memanfaatkan' teman lama yang kebetulan menawari pulang bersama. Tapi menemukan Sehun duduk menunggunya dalam keadaan tertidur di teras rumahnya sendiri membuat Luhan sedikit merasa bersalah.

"Sehun, kamu datang?" tanya Luhan saat sudah berdiri didepan Sehun yang tampaknya belum menyadari kedatangannya. Pria yang hampir mencapai pintu mimpi itu sedikit kaget dan langsung menegakan tubuhnya lagi.

"Kamu sudah sampai.. Maaf saya ketiduran" sikap kaku dan gaya bicara formal itu terdengar lucu saat Sehun bicara dengan suara serak khas bangun tidur.

"Emm.. Tapi kamu kenapa datang? Bukannya kamu bilang nggak bisa ketemu hari ini?" Luhan beranjak duduk dikursi kosong disamping meja bulat yang memberinya jarak dengan kursi yang ditempati Sehun.

"Saya bilang nggak bisa jemput, bukan nggak bisa ketemu. Ngomong-ngomong ponselkamu kenapa mati?" Sehun teringat panggilannya ke nomor Luhan yang terus dijawab operator telepon sejak tadi.

Hari ini sebenarnya ada agenda meeting dengan direksi yang harus Sehun hadiri, namun dibatalkan sehingga ia berniat menjemput Luhan, tapi nomor pria itu tak bisa dihubungi. Sehun sempat menelepon Baekhyun sepupunya, yang kebetulan rekan kerja Luhan dikantor. Menurut Baekhyun, Luhan sudah pulang sejak hampir satu jam yang lalu jadi Sehun memutuskan untuk menunggu di teras rumahnya hingga akhirnya lelah dan kantuk memaksanya tidur.

"Ituu... baterenya habis." Jawab Luhan sambil menunjukan layar ponselnya yang gelap. Luhan menelan ludah untuk menyembunyikan gugupnya sendiri. Sebenarnya ia tidak perlu berbohong soal ponsel yang memang sengaja ia matikan itu, hanya saja saat ini Luhan sudah cukup lelah untuk meladeni pertanyaan-pertanyaan bernada curiga yang pasti akan ditanyakan Sehun jika ia berkata jujur.

"Oh.. pulang naik apa tadi? Sudah makan malam?" lagi-lagi pertanyaan Sehun memaksa otaknya bepikir keras untuk mencari jawaban wajar tanpa perlu terlihat gugup meskipun misalnya terpaksa berbohong lagi.

"Taxi, dan sudah. Tadi aku ketemu teman lama dan kami sempat makan di restoran dekat kantor" Luhan tidak sepenuhnya berbohong soal makan malam dengan temannya itu. Nyatanya sebelum diantar pulang mereka memang sempat singgah di restoran untuk makan malam. Lagi pula Sehun sudah bilang tidak bisa datang, itu berarti tidak jadi makan malam berdua hari ini kan? Begitu pikir Luhan.

"Taxi?",

Tanya Sehun pelan tapi sukses membuat kaki Luhan kesemutan. Ia hanya menganguk patah-patah dan beharap Sehun percaya. Awalnya ia pikir Sehun mungkin saja melihat mobil sedan mahal—jelas-jelas bukan taxi—yang mengantarnya, tapi rasanya tidak mungkin mengingat Sehun masih tertidur saat ia sampai tadi. Dan sepertinya Sehun juga tidak curiga karena ia hanya mengangguk lalu diam begitu saja.

"Kamu sendiri sudah dari tadi disini?" tanya Luhan mengalihkan fokus. Sehun menatapnya sebentar lalu beralih pada jam tangan Rolex yang melingkar pas ditangannya.

"Baru dua jam..."

What!

Nada datar dari jawaban Sehun, terdengar seperti sindiran halus ditelinga Luhan yang membuatnya berpikir bahwa wajar saja jika Sehun jengkel, ia sudah membiarkan pria itu menunggu begitu lama.

Luhan memang pernah melakukan hal yang sama untuk Sehun, saat ia berkali-kali tertidur karena harus menunggu Sehun di rumah sakit. Tapi seseorang yang ditunggunya ini selalu membuatnya merasa nyaman dengan membaringkannya di ranjang empuk, dibawah selimut hangat, dan di ruang pribadi pula. Bukan menelantarkannya di atas kursi sempit diteras rumah, saat udara dingin seperti ini.

"Harusnya kamu masuk saja kedalam."

"Orang tua kamu sepertinya sedang keluar dan saya tidak punya duplikat kunci rumah kamu."

Luhan diam, ia ingat orangtuanya memang sempat bilang akan makan malam dengan koleganya diluar hari ini. Dan meskipun orangtuanya sudah mengenal Sehun, tentu saja tidak mungkin memberikan duplikat kunci rumahnya pada pria itu. Bagaimanapun mereka hanya sepasang kekasih yang baru berumur enam bulan.

"Maaf. Aku taunya kamu nggak jadi datang hari ini, sih"

"No problem… Bisa kamu buatin saya makan malam? Saya lapar dan harus balik lagi ke rumah sakit, nanti. Tadi dokter Zhang telepon, katanya ada yang mau dibicarakan."

Luhan mengangguk dengan senyum diwajahnya. Setidaknya Sehun tidak marah. Ia hanya perlu menebus rasa bersalahnya dengan membuatkan makan malam untuk kekasihnya itu. Ia berdiri dari kursinya, meraih tangan Sehun lalu mengajaknya masuk ke rumah.

Meskipun kaku dan terkesan dingin, Sehun masih punya sisi lembut yang pada akhirnya memaksa Luhan untuk selalu mengalah atau menurut. Saat ia bilang benar-benar benci selalu ditempatkan dalam posisi 'salah atau mengalah', sebenarnya itu tidak sepenuhnya benar. Karena pada kenyataannya Sehun hanya bersikap sesuai keadaan, namun meskipun begitu Luhan tetap tidak mau mengakui bahwa terkadang dialah yang selalu overthinking.

.

.

Luhan pikir semua akan baik-baik saja selama ia dan Sehun mempercayai satu sama lain. Lingkungan kerja mereka cukup berbeda, sehingga ruang lingkup pergaulan merekapun berbeda. Jadi terkadang ada hal-hal pribadi yang sepertinya lebih pas dilakukan atau dibicarakan dengan orang-orang disekitar mereka yang dirasa lebih paham, dibanding dengan pasangan sendiri.

Luhan cukup sering melakukannya. Ia punya banyak teman yang bisa diandalkan soal itu, salah satunya adalah Baekhyun rekan kerjanya dikantor. Baekhyun selalu punya solusi-solusi jitu yang bisa meringankan beban pikirannya, baik itu soal pekerjaan maupun masalah pribadi.

Apalagi jika membahas soal Sehun, pria cerewet itu sangat bisa diandalkan. Mengingat ia adalah sepupu kandung Sehun yang tahu betul baik-buruknya Sehun. Semua yang Baekhyun tahu tentang kekasihnya itu pasti akan langsung dirinci tanpa jeda pada Luhan.

Baekhyun bukan hanya ahli dalam memberi solusi, tapi juga informasi. Kebetulan pacarnya juga satu profesi dengan Sehun. Hanya saja mereka bekerja di rumah sakit yang bebeda. Tapi itu bukan menjadi penghalang untuk mendapatkan infomasi tentang Sehun yang memang sudah seperti artis top didunia medis.

Hingga siang itu, pesan singkat yang diterima dari nomor Baekhyun membuat Luhan tidak bisa bekonsentrasi penuh pada pekerjaannya. Ia bahkan memilih pulang sebelum jam kerjanya usai, tanpa terpikir sangsi dan omelan dari atasannya besok hari.

Taxi yang ditumpanginya diminta untuk menambah kecepatan, menuju rumah sakit tempat Sehun bekerja. Setibanya disana, Luhan malah harus menahan dongkol mendapat pesan dari sang-kekasih yang intinya menyuruhnya pulang dan menunggu dirumah, karena dokter itu masih sangat sibuk.

Dengan menahan kesal, Luhan memutar arah menuju sebuah kafe dekat rumah sakit dan memutuskuan untuk menunggu Sehun disana. Langkahnya terhenti tepat disamping jendela kafe yang memperlihatkan sepasang pria-wanita yang sedang tertawa manis didalam sana.

Ia sempat terperangah mendapati pemandangan langka itu. Seorang Oh Sehun yang tertawa lepas didepan seorang wanita cantik. Emosinya naik kepuncak tertinggi, melihat ternyata kesibukan semacam ini yang membuat Sehun tidak bisa menemuinya. Mengingatnya membuat Luhan benar-benar naik pitam.

Jika dihitung-hitung, bukan hanya hari ini. Sudah seminggu lebih sejak Sehun terkesan menghindarinya. Terakhir betemu saat Sehun datang kerumahnya minggu lalu, dan setelahnya mereka hanya bertukar pesan-pesan singkat formalitas yang terpaksa Luhan maklumi. Mengingat alasan dibaliknya adalah pekerjaan dan kesibukan yang tidak bisa ditunda.

Namun Luhan tidak pernah menyangka akan mendapati kekasihnya tengah 'bercengkrama mesra' dengan seorang wanita, sesaat setelah bilang bahwa ia sedang sangat sibuk.

.

Luhan sudah hampir masuk kedalam dan menjambak rambut keduanya, atau menodai wajah bahagia mereka dengan cairan kopi milik mereka sendiri. Tapi ego dan usianya mengingatkan bahwa hal seperti itu tidak sepantasnya dilakukan, apalagi didepan umum. Ia bukan remaja labil yang dengan gampangnya terbakar cemburu.

Luhan adalah seseorang yang berpendidikan tinggi dan punya harga diri yang juga tinggi, ia seharusnya belajar dari Sehun yang bisa menghadapi semuanya dengan sikap tenang dan—sok—bijaksana. Jadi setelah menarik nafas panjang untuk menenangkan diri, Luhan masuk kesana sambil mempersiapkan alat-alat perang yang biasa dipakai Sehun untuk melawannya, 'sindiran-sindiran tajam yang mematikan'.

"Hai!"

Tbc.

Note :

Anyone remember me? ㅋㅋㅋ

I'm back with another cheesy story,

Mengobati rindu pada kapal saya yang semoga saja belum karam.

Sejujurnya memulai lagi itu tidak gampang. Rasanya sudah lama sekali saya tidak menjamah dunia tulis-menulis dan sudah hampir lupa caranya. Bahkan saya perlu berpikir lama untuk menciptakan satu kalimat, jadi saya mohon dimaklumi kalau nantinya ada yang tidak nyaman dengan tulisan ini.

Seperti biasa, idenya biasa-biasa saja karena otak saya tidak mampu bikin cerita/konflik yang seberat timbangan saya ㅠ_ㅠ

Kali ini saya mencoba menulis yang ber-seri, sejauh ini sudah jadi 3 chapter dan tinggal di 'poles'. Akan saya update kalo polesannya sudah selesai dikerjakan.

Ini tidak akan panjang (as always) dan akan saya perjuangkan supaya tiak 'digantung' lagi.

Untuk hutang-hutang yang belum lunas akan saya usahakan cicil satu-satu, 미안

Terimakasih buat yang masih sempat mampir, semoga bertemu di toko furniture berikutnya.