MADNESS
Xover Hetalia Axis-Power and Soul Eater Fanfiction
Rate : T
Genre : Adventure and Friendship (tenang, Saya masukkan humor dan unsur berdarah, kok)
Warning : OC!Male!Indonesia (Andhika Bagas Cri Pratama), GJ, OOC, typo, cursing, hint shou-ai
Disclaimer : Hetalia Series—Hidekaz Himaruya, Soul Eater—Atsushi Ohkubo
Dedikasi khusus chapter ini untuk Ariniad
DON'T LIKE DON'T READ!
ZERO/PROLOG : SHITTY PROBLEM
—ENJOY READING—
.
.
.
.
.
"Pokoknya tari Tor-Tor, batik, dan Kalimantan punyakuuu!"
"MALINGSIAAAALLL!"
.
.
.
.
.
Langit meggelap. Bintang bersinar terang. Komet dengan asyiknya mengelilingi angkasa sesuai poros. Bulan dengan anggunnya bertengger di langit seolah mengejek teriakan penuh amarah seorang pemuda.
"MA-LING-SI-AAALLLL!"
Teriakan yang berulang kali terdengar menjadi Sound Effect tersendiri di tengah malam. Bagaikan suara musik dangdut yang senantiasa membuat rakyatnya—serta dirinya, walau malu mengaku—ingin bergoyang, teriakan nista itu juga membuat warga sekitar rumah sumber suara merinding disko. Hei, siapa pun juga pasti merinding kalau mendengar suara lengking yang mirip teriakan ayam gila sekarat terjepit Bulldozer minta diraep manusia ganteng. Oke, itu menjijikkan.
Beruntung, teriakan yang ohsungguhnistasekali tersebut hanya terdengar 3 kali, namun sukses memberikan efek bersin pada yang disebut. Bersyukurlah, karena tidak ada nona cantik berambut hitam panjang bergaun putih dengan kulit pucat dan kaki tak menapak tanah yang datang.
Pemuda berambut hitam agak berantakan berponi miring ke arah kiri yang baru saja menjerit—oke, berteriak. Jeritan terlalu feminin—ialah wujud nyata Negara berdemokrasi Pancasila, Indonesia. Namanya yang 'kuno' dengan campuran bahasa Sansekerta(yang tak dapat dipungkiri bahwa itu termasuk bahasa kuno) tentu menyakinkan Nation lain bahwa ia Indonesia(yang pada kenyataannya memang masih tradisional); Andhika Bagas Cri Pratama.
Pemuda yang konon menjadi incaran para seme—maaf, maksudnya penjajah mulai dari Portugal (yang paling waras diantara Iberia bersaudara, tidak ingin dikawin paksa dengan adiknya, dia bukan Incest), Spain (yang sudah memiliki istri rangkap pembantu, Dammit!), Netherlands (yang tengah mencari istri setelah cerai dari Spain).
Belum lagi France walau secara tak langsung (yang pada kenyataannya sudah memiliki Seychelles dan Jeanne D'Arc. Dasar rakus), England (yang kebanyakan istri, contoh pelaku poligami yang sangat parah), bahkan Japan (si tenang berotak mesum diam-diam yang ternyata pernah menyemei Russia sahabat Indonesia. Demi apa?!) kini sukses menjadi banci kamera mengalahkan Prussia, tenang di saat apa pun (baca : cuek) melebihi Japan, serta bertransformasi menjadi bocah lebay kelewat alay yang sering dimarahi China yang matanya keriting melihat e-mail berisi huruf kecil-besar campur angka.
Dan, bocah lebay bin alay bin cuek bin jutek bin judes bin murah senyum ini tengah menyiapkan aji-aji yang pas untuk sang adik serumpun.
"Kembang tujuh rupa sudah... air suci sudah... tanah kuburan(?!) sudah... sipp! Tinggal mantra penuh kasih sayang dariku untuknya! AHHAHAHAHAHAHAHAHAHAA!" tawanya nista. Semakin tak bisa tidur, adik-adiknya yang berbudi pekerti(...) segera menyambar barang-barang disekitar mereka.
BUAAKK!
"GYAAAA!"
"BERISIIIIIIKKKK!"
Bidikan paling tepat sasaran (dan paling keras efeknya) hasil kerja seorang Surabaya dengan indah meletupkan benjolan unyu di jidat kakaknya itu.
"ASU! KENE WONG APENE TURU DADHI GAK ISO' TO, COOKK!*"
"Sabar, to, 'Ya! Mas Dhika iku stress kakean masalah, ojo dipisuhi! Sawaten barang ae!*"
"DHE'E STRESS GAK STRESS YO KAKEAN MASALAH, 'YA! TAPI IKI WIS KEBANGETAN, BIASANE WONG IKU GAK SE-GENDHENG IKI!*"
Adu bacot (adu mulut, maaf) antara Surabaya (Surya) dengan adik kembarnya, Sidoarjo (Arya) ternyata tidak menyurutkan keinginan personifikasi Ibu kota Jakarta, Vian, untuk menasehati—toh protesnya sudah disebutin Surya tadi—kakaknya yang tercinta itu. Memang mereka adik-adik yang baik.
"Woi, bang, kalo mau gila-gilaan jangan tengah malam! Bisa stress gue! Kagak tahu apa kalo gue banyak urusan besok?"
Sang kakak, Indonesia alias Dhika hanya mengelus-elus dahinya lama sebelum membuka mulut. "Tapi ini darurat, Vian sayang! Mengapa engkau tak pernah mengerti?! Kau bahkan tak pernah menyambutku dengan wajah penuh senyum di pagi hari ketika menjemputku... aku sudah tak tahan! Kita PUTUS! LOE, GUE, END!"
Semua yang berada di kamar khusus nyantet milik seorang Indonesia cengo. Ternyata memang buruk hasilnya kalau mereka membiarkan sang kakak tertua membuat film bernama 'sinetron' itu. sudah melebihi batas ke-lebay-an telenovela milik Negara Spanyol.
"... balik, yuk. Turu*." ajak Arya pada 2 kakaknya selain Dhika. Ternyata memang salah keputusannya menonton final EURO 2012 bersama kakak-kembar-merangkap-uke—maaf, maksudnya Surabaya, Jakarta, serta sang Negara, Indonesia. 'Mestine ajakane Denpasar karo Madura gawe nobar nang omah tak iyo-ni ae...*' batin Arya merana.
Segera ditariknya tangan sang kakak Tsundere merangkap uke dengan lembut menuju kamar mereka, menghiraukan acara muka merah dan pisuhan sang kakak—dan ucapan "Woi! Tungguin gue!" milik Vian. Entah apa yang akan dilakukan State Yandere ini terhadap Surabaya-nya, tapi, mungkin akan sesuai dengan pikiran Fudanshi Dhika, yaitu Hardc—oke, waktunya serius.
Ruangan khusus untuk mengguna-guna milik sang Zamrud Khatulistiwa kini sepi. Suara teriakan sebelumnya telah lenyap diterbangkan oleh angin.
Dhika, sang personifikasi Negara Kesatuan Republik Indonesia mendengus kesal. "Sebetulnya mereka kemari untuk apa, sih? Protes, kok, setengah-tengah. Gak ada jelasnya." geramnya. Dengan cekatan, ia melanjutkan acara menyantet-nya yang sempat terputus akibat lemparan barang (buku tebal nan berat berjudul 'Hikajat Soerabaja Tempo Doeloe' hasil lemparan Surya, senter besar tapi murah dari Arya, dan ember yang biasa digunakan untuk mengantisipasi atap bocor lemparan Vian penuh cinta (amarah) dari adik-adiknya, lalu menggumamkan kalimat-kalimat aneh dengan cepat seraya memulai aksinya.
Asap mengepul, bau dupa mewarnai ruangan.
Sebentar lagi, Malaysia yang merupakan target santetnya akan merasakan pembalasannya.
Tawa nista kembali membahana, walau tak sekeras sebelumnya. Pikirannya kembali pada kejadian beberapa hari lalu.
.
Malaysia, atau yang kerap disapa Fizal, menelepon Dhika yang merupakan tetangga sekaligus kakak korban Brother-Complex-nya yang agak parah untuk membicarakan siapa yang akan menang dalam final EURO yang akan acaranya akan disiarkan dini hari.
"Ndon, kamu dukung siapa di EURO?"
"Dukung Italia, lah! Meski Antonio Ex-Motherland–ku, tapi,Vino sahabat gue~ sebagai sahabat yang baik, gue bakal selalu mendukung keputusannya yang didasari niat baik! Kalau kamu, Mal? Dukung siapa?"
"Dukung Sepanyol! Dari pada Italia, jelas masa depan cerah ada di tangan Sepanyol!"
"WOI! Keduanya punya masa depan cerah, bego! Gak usah ngejek salah satu, kali!"
"Bleh, apaan, tuh, Italy sama Romano? Cuma bisa omong besar, tidak seperti Sepanyol!"
"Sekali pun terkadang cuma bisa omong besar, tapi hati-nya baik! Spanyol memang baik, tapi bisanya cuma makan tomat! Bukannya dia musuh alami dari Inggris sayangmu itu?"
Wajah Malaysia segera memerah mendengar bagian 'Inggris sayangmu'. Segera saja, ia menyembur pada uk—KAKAKnya, "Berisik, Indon! Pokoknya kalau Sepanyol menang, kamu harus traktir aku satu bulan penuh dan harus mengakui bahwa kau itu secara keseluruhan milikku!"
Indonesia melongo. Terlalu syok terhadap pernyataan cinta dari adiknya—jika itu bisa disebut 'pernyataan cinta'. "BANGSAT! Gue ogah jadi pacar lo! Gue kagak inses kayak lu!"
Malaysia kaget. Inses?Sampai alis England jadi tipis atau Prusia jadi bocah cengeng suka ngompol pun, NAJIS! "Indon GEBLEK! Maksudku tuh kamu harus mengakui kalau semua pulaumu itu milikku! Narsis amat, sih, jadi orang?! Memang si Prusia tuh mestinya gak boleh main denganmu!"
"Woi, SSGb(Suka-Suka Gue), dong! Gue mau main ma sapa kek, terserah gue! Bukan urusanmu, Maling!"
"Dasar bego! Dibilangin baik-baik malah jawab begitu! Kapan, sih, kamu mau ngerti aku?!" tunggu, entah kenapa, hawa sinetron mulai terasa disini.
"Ya ampun, wahai, adikku yang GOBLOKnya setengah mati minta diiris pakai pisau dapur lalu dibuang ke angkasa terhisap oleh Black Hole, kakanda yang GANTENG SEKALI ini sudah MUAK terhadapmu!"
"GANTENG SEKALI NAJIS! Wajahmu bahkan 11-12 dengan alis terkutuk Inggeris! Aku yang menderita memiliki kakak BEGO sepertimu ini juga sudah MUAK!"
"RAIMU BEJAT! Pokok'e aku ra sudi lak kowe ngaku kabeh pulauku iku te'mu! Mate' ae, kono! [(dasar) wajahmu mesum (umpatan kasar)! Pokoknya aku tak sudi kalau kau mengakui (bahwa) semua pulauku itu milikmu! Mati saja, sana!]"
"Oh, gitu? Kalau gitu, yang pegang tim kalah HARUS mentraktir 1 tahun ditambah datang ke World Meeting sambil pakai baju pengemis dengan dandanan menor ala badut dan ngomong 'kumohon, cium aku sayang!' dengan nada Spongebob tiap ditanya plus rambut plontos ala Ipin di-combo dengan pasang muka minta diraep Perancis! Ongkos perjalanan pemenang ditanggung yang kalah! Deal?!"
"DEAL!"
.
Sungguh, Indonesia merasa nasibnya bertambah buruk semenjak adiknya yang doyan nge-klaim barang-barangnya layaknya seorang South Korea, mencari perhatiannya setiap waktu.
Dan SIALnya lagi, sahabat tersayangnya, tercintanya, terkasihnya dan apa pun itu yang akan membuat mantan penjajahnya cemburu kalau dilanjutkan, kalah telak dari Spayol 4-0! Mimpi apa dia sebelum mendapat kabar itu?!
.
"AHHAHAHAHAHAHAHAHAHA! Indoooonnn~~ aku menang, lhoooo~~~ ta-ru-haaaaann~~~"
"MATI KAU, MALINGSIAAAALL!"
"Ingat, World Meeting diadakan di Rusia 2 minggu lagi, jaa~ dii~~ kau harus melakukan 'hadiah'-nya! WAHHAHAHAHAHAHAHAHA!"
"GUE SANTET LU, MALINGSIALAAAAANNNN!"
.
Bukan, bukan berarti ia menyalahkan sahabatnya. Hanya saja, menurutnya taruhan yang diajukan Malaysia tempo hari sangat keterlaluan, dan ia AMAT SANGAT TIDAK SUDI melakukan itu semua. Sekali pun masih mending ketimbang menyerahkan diri bahwa semua pulaunya milik Malaysia, sih.
Saat itu pula muncul lingkaran gelap.
Lubang aneh berwarna hitam si sudut ruangan.
"Malaysia..."
Saat itu juga ia memulai tindakannya. Boneka berisi rambut adiknya mulai ia siksa, seakan ia tengah menonton opera sabun yang sangat Epic dengan bau dupa yang menjadi pewangi ruangan. Bau kembang semerbak menari di udara dengan asap kecil dari bara api sang lilin.
Tapi ada suatu hal yang luput dari seluruh panca indranya.
Kegelapan tipis yang mengendap pelan.
"... MATI KAU!"
FETS
"Eh?"
Saat itu pula, dupa yang ia bakar lenyap apinya, lilin penerang ruangan kehilangan baranya, dan dirinya yang mudah terkejut ditelan oleh kegelapan di belakangnya.
Ya, kabut hitam yang bukan dari dunianya, kabut yang tidak ia sadari keberadaannya sedari tadi.
Kabut yang mendadak menjerat tubuhnya seolah memeluk, memblokir sang bibir untuk berteriak bahkan sebelum ia sempat melihat sang pelaku.
Bola mata dengan iris hitam kelam tersebut membelalak lebar, rontaan demi rontaan ia lancarkan. Lengannya yang masih memegang boneka untuk santetnya semakin ditarik masuk dari arah yang berlawanan dengan arah yang bisa dicapai engselnya membuatnya merasakan sedikit gesekan yang tak semestinya pada tulangnya, memaksanya untuk berteriak kesakitan.
Ia merasa lengannya agak patah.
Kaki-kakinya makin lecet karena usahanya untuk mencegah tarikan tubuhnya.
Oh, salahkah pendengarannya kalau saat ini ia mendengar suara kaki patah?
Dan semuanya menjadi hitam.
.
.
.
.
Pemuda berambut Auburn itu terlalu tak percaya dengan apa yang terjadi.
Demi apa ia kalah dari si brengsek itu?! TELAK?!
Oh, tidak, katakan bahwa ia masih bermimpi dan ia dan saudara kembar BODOHnya masih ada di Roma, memakan pasta bersama di pagi hari dan memetik tomat di siang hari.
Atau pergi ke tempat uhuksahabatuhuk-nya di Asia Tenggara sana.
Ya, itu pilihan yang terdengar bagus.
Terdengar bagus.
Terdengar bagus.
ITU SEMUA AKAN TERDENGARBAGUS KALAU SAJA IA TIDAK TERDAMPAR DI PADANG GERSANG INI!
Iris Yellow Tozca miliknya segera meneliti kondisi sekitar, meyakinkan diri bahwa beberapa detik yang lalu ia masih ada di kamar tempat perwujudan NKRI rajin menyantet. Pikirannya berputar ke beberapa waktu lalu sebelum ia terdampar di tempat asing begini.
.
Italian satu ini benar-benar dicintai Dewi Unfortuna.
Dengan memalukan, ia gagal menunjukkan eksistensinya yang sangat nyata walau tak diakui demi Negaranya. Demi dunia. Ia gagal sebagaimana orang lain umpatkan padanya. Ia gagal dari saudaranya, ia menjadi sosok yang selalu ditinggal.
Ia kesepian.
Ia selalu ingat akan keberadaan pemuda berkulit sawo matang yang selama ini selalu menyemangatinya, tapi gesekan kartu kredit tentu akan ia hentikan mengingat kondisi keuangan Negaranya.
Tapi, kalau bukan ia yang menghampiri, siapa lagi? Lagi pula, ia bukan pemuda yang kelewat Addicted dengan teknologi, dia kurang begitu suka dengan tulisan a-b-c sampai z dalam layar, apalagi ia adalah sosok pengertian yang memahami kawannya itu yang memiliki masalah internal kelewat rumit—yang ia bosan dengarkan tiap kali pemuda itu angkat bicara.
Akhirnya, secara tak langsung ia berhasil membuat kawannya membelikannya tiket pesawat terbang.
Dari Roma ke Jakarta.
Dengan segera, ia bereskan barang-barangnya karena ia tahu ia akan menginap dan segera terbang ke Indonesia, menemui kawan setianya.
Namun, bukan kawan yang ia temui.
Sesampainya ia di bandara, yang menjemput adalah sosok Surabaya—yang memang cocok dengannya mengingat kebiasaan mereka sama—, bukan sang Nation. Awalnya Italian satu ini sebal, tapi begitu mendengar kabar bahwa sahabatnya itu menghilang semenjak 2 hari yang lalu, ia lalu bergegas membantu para State NKRI untuk mencari sang Indonesia.
Kemana pun ia mencari, semuanya buntu. Tak ada tanda-tanda kawannya berada.
Sampai ia mencari ke ruangan khusus santet milik sahabatnya, ia mencium wangi melati dalam volume yang tak wajar. Terlalu menyengat.
Bau lilin juga menghampiri indra penciumannya, memaksa pemuda itu untuk mengecek kondisi ruangan milik sobatnya itu. Suasana gelap memang hampir membuatnya gentar, tapi kalau ia mengingat semua yang pernah ia dan sahabatnya lalui...
Maka jawabannya adalah 'tidak'.
Tapi pada saat itulah tragedi dua hari sebelumnya terulang.
Teriakannya yang nyaring membuat Samarinda dan Depok yang membantu saudara-saudarinya mencari sang kakak tertua segera mengecek apa yang terjadi pada tamu mereka.
Setidaknya, teriakan Samarinda dan Depok yang memanggil namanya serta tangan mereka yang berusaha menggapainya adalah hal terakhir yang ia ingat sebelum semuanya menjadi hitam.
.
"... jadi begitu...? Che. Sungguh menyebalkan. Kupastikan pecinta komodo itu akan tertembak oleh senapanku!" umpatnya kesal. Ketika mengucapkan 'senapan', tangannya segera merogoh kantung jaketnya secara brutal, dan berhasil menemukan pistol Baretta 92 dengan isi masih penuh. Untung ia sempat mengisi Magazin*-nya...
Segera sosok berambut coklat itu berdiri, namun ketika berdiri, keberuntungan kembali menjauhinya.
Sebilah pisau diletakkan tepat di depan leher jenjangnya.
Dan ia sadar, sosok yang di belakangnya ini pasti bukan makhluk waras karena berkulit biru pucat penuh perban.
"Siapa kau?!"
TO BE CONTINUED
.
.
.
.
.
ASU! KENE WONG APENE TURU DADHI GAK ISO' TO, COOKK!—Anjing!(umpatan kasar) Ini orang mau tidur jadi tidak bisa, 'kan, (jan) cookk! (Bahasa Jawa ngoko, logat Surabaya)
Sabar, to, 'Ya! Mas Dhika iku stress kakehan masalah, ojo dipisuhi! Sawaten barang ae!—Sabar, dong, 'Ya! Kak (laki-laki) Dhika itu stress kebanyakan masalah, jangan diumpati! Lempari barang saja! (Bahasa Jawa ngoko, logat Sidoarjo namun logat daerah ini memang mirip dengan logat Surabaya, perbedaan ada pada beberapa pemilihan kata serta penyebutan yang 'sedikit' halus untuk ukuran masyarakat Jawa Timur)
DHE'E STRESS GAK STRESS YO KAKEAN MASALAH, 'YA! TAPI IKI WIS KEBANGETAN, BIASANE WONG IKU GAK SE-GENDHENG IKI!—Dia stress (atau) tidak stress juga kebanyakan masalah, 'Ya! Tapi ini sudah keterlaluan, biasanya orang itu tidak segila ini! (Surabaya)
Balik, yuk. Turu—Kembali, yuk. Tidur (Jawa Ngoko).
Mestine ajakane Denpasar karo Madura gawe nobar nang omah tak iyo-ni ae—Seharusnya ajakannya Denpasar dan Madura untuk Nonton Bersama/Bareng di rumah ku-iya-kan saja (Jawa Ngoko)
Magazin—tempat isian peluru.
A/N : dedikasi khusus chapter ini untuk Ariniad. Tolong, TIADA SILENT READERS DAN FLAMERS. BERI SAYA SARAN DAN KOMENTAR, JIKA ADA YANG MENGGANJAL, SILAHKAN KRITIK DENGAN NORMA YANG BERLAKU.
