Warning: AU. OOC. Gaje. dan negatif yang lain-lain orz


Ia menatap bayangannya di cermin. Dasi telah betul letaknya. Kemeja dan jas sudah rapi. Sepatu mengkilat. Rambut berantakan, seperti biasa. Matanya masih terfokus pada bayangannya sendiri. Ada yang kurang.

"Hanya perlu sedikit senyum, Gilbert. Nah, awesome!" Ia berceletuk. Dengan segera ia mengatur ekspresinya dan berbalik. Kakinya melangkah diatas lantai keramik rumahnya, menimbulkan bunyi.

Hari ini seharusnya ia bahagia. Seharusnya.

.

"Hai, Maria. Elizaveta di dalam?" Yang ditanya hanya mengangguk, tangannya sibuk membawa barang-barang untuk ditata. Gilbert, dengan headset terpasang di telinga kirinya, mengetuk pintu ruangan Elizaveta. Suara Elizaveta terdengar dari dalam, mempersilakannya untuk masuk.

Gilbert membuka pintu. Dilihatnya Elizaveta berdiri menghadap cermin. Merapikan gaun putihnya yang sudah rapi. Rambut coklatnya tergerai. Gilbert melangkahkan kakinya, masuk ke ruangan tersebut, tersandung. Ia jatuh lagi, entah sudah berapa kali ia sudah kehilangan hitungan. Dengan wanita yang sama, selalu. Gilbert kemudian menutup pintu ruangan itu. Elizaveta berbalik menghadap Gilbert.

"Hai, Gil. Aku tidak membawa teplonku, jadi santai saja. Paling hidungmu retak kuhantam dengan kepalan tanganku." Elizaveta berkata, tersenyum gugup.

"Eh? Ahaha. Oke. Selamat ya, Eli. Jangan lupakan musuhmu ini. Ingat kan dulu—"

"Gil, jangan mulai lagi."

"Memang aku mau bicara apa?" Dengan muka konyol, Gilert bertanya. Ia melangkahkan kakinya, mendekat ke arah Elizaveta.

"Entahlah. Biasanya kau selalu menggangguku." Elizaveta menghela nafasnya. "Aku gugup, Gil."

"Kau akan baik-baik saja. Tidak akan terjadi apa-apa kalau bukan aku yang menghancurkan acara ini kan—"

"Gil."

"—hanya aku yang memiliki hobi semacam itu kalau itu bukan pestaku sendiri. Hahahaha." Gilbert tertawa hambar. Tanpa diduga, Elizaveta memeluknya. Erat Gilbert membalas pelukan itu. Keduanya kemudian saling melepaskan pelukan tersebut. Gilbert tidak rela, tentu saja.

Gilbert, terjadi sesuatu dalam kepalanya. Suara piano terdengar dari headsetnya. Bach's Invention no. 4. Cepat. Lagu itu secepat loncatan pikirannya. Ia ingin membawa lari gadis itu bersamanya. Dengan paksa bila diperlukan. Mungkin tidak dengan paksa jika ternyata Elizaveta memiliki perasaan yang sama terhadapnya. Haruskah ia mengatakan apa yang ia rasa? Pintu terbuka, tepat saat tuts piano terakhir lagu itu ditekan, saat aliran pikiran Gilbert sedang deras-derasnya. Aliran pikiran itu dengan paksa berhenti. Di pintu Gilbert melihat sosok Maria.

"Sudah waktunya." Maria berlalu, pintu tetap terbuka.

"Kau bahagia Eli?" Gilbert bertanya, wajahnya menghadap ke luar jendela. Elizaveta mengangguk.

"Ya. Sangat bahagia. Terimakasih kau sudah mau datang Gil. Aku senang kau ada di sini." Elizaveta kemudian menjawab dengan senyum. Gilbert dapat merasakan kebahagiaan terpancar dari senyumnya juga sinar di matanya. Elizaveta keluar dari ruangan itu, meninggalkan Gilbert sendirian. Gilbert menutup pintu, menarik kursi ke dekat jendela dan duduk.

"Mana mungkin dia tidak bahagia. Kau tadi berhalusinasi, Gil." Gilbert menatap lantai. Tangan kanannya mulai mengacak-acak rambutnya sendiri. Suatu lagu terdengar dari headsetnya. Gilbert tidak lagi peduli.

mind to review?