Banyak orang yang kehilangan orang tua mereka, salah satunya adalah Sakura. Kata orang, mereka sudah berada di surga yaitu tempat orang-orang baik berkumpul karena mengabdi hingga mati pada negara tercinta. Tapi, apa benar begitu? Dia juga tidak tahu. Mencoba untuk menutup telinga atas kata surga dan neraka karena pada hakekatnya semua hal itu adalah belum tentu nyata yang bahkan ilmu pengetahuan pun belum bisa menjelaskannya secara ilmiah yang membuat hatinya membisikkan sebuah tanda tanya.
Mereka berkoban untuk negara, tentu saja. Tapi, bisakah mereka menuju surga tanpa ada hambatan apa-apa? Maksudnya, mereka sudah mengorbankan segala hal bahkan nyawa. Tapi, kalau ternyata neraka yang di dapat bukankah itu sama saja mati dengan sia-sia?
Ah, sudahlah.
Tidak ada habisnya membicarakan soal hidup dan mati, semua orang juga sama akan terbaring di tanah ketika detak jantung terhenti dan ketika nafas terakhir terhembus secara tiba-tiba. Tak ada yang tahu kapan kita akan menjemputnya. Hanya percaya bahwa suatu saat berkumpul dengan orang-orang terkasih di nirwana sudah cukup untuk membuat ketenangan hati yang sejati.
Sakura baru berusia lima tahun saat hokage ketiga membawanya ke rumah sakit dengan jasad kedua orang tuanya yang terbujur kaku, membuatnya menjerit dengan sekuat tenaga. Menangis dengan suara keras disertai isakan menyayat hati. Tak ada orang yang sekadar berniat menenangkannya. Karena mereka-mereka itu hanya diam, memandangi wajah Sakura penuh minat tanpa mau memeluk anak kecil yang baru saja kehilangan orang tuanya.
Itulah titik dimana kehidupan Sakura mulai berubah seluruhnya. Perempuan lima tahun itu bersumpah, bahwa suatu saat akan membunuh siapa saja yang telah menewaskan kedua orang tuanya dengan semena. Bahkan, kalau pun dia menjadi ninja buronan konoha atau aliansi lima negara. Dia tidak peduli karena balas dendam telah tertanam tepat di hati. Mematikan segala indera yang berhubungan dengan cinta dan segala kekonyolannya.
Maka, inilah. Kenapa gadis berambut merah muda itu mengambil sumpah yang nantinya dapat menghanguskan seluruh tubuhnya pada api neraka. Tapi, dia tetap tak peduli kalaupun hal itu benar terjadi. Karena baginya, balas dendam bukan soal surga atau neraka melainkan soal kehormatan diri, hati, dan nurani.
Mata dibalas mata. Nyawa dibalas nyawa. Begitu prinsip hidupnya. Siapapun yang menghalangi bakal dia tebas sampai mati.
Hari-hari penuh duka datang secara tiba-tiba, bahkan tanpa aba-aba. Dia tidak siap untuk semua hal yang memang tidak seharusnya dia rasakan di umurnya yang baru seberapa. Maka, dengan rasa dengki dan benci yang dia pelihara di hati. Sakura telah menjadi seorang tanpa rasa mengasihi karena seluruh syaraf peri kemanusiaannya telah lama mati.
Namun, tetap saja topeng yang dia pakai harus tetap melekat pada seluruh diri. Karena menyamar sebagai seorang penduduk yang tidak tahu apa-apa terlihat begitu menguntungkan untuk memulai sebuah rencana.
Baru beberapa hari setelah kedua orang tuanya dikembumikan, Konoha tampak baik-baik saja walau dia kini terlihat tidak karuan. Bocah berusia lima tahun itu tengah berkutat dengan sejumlah buku bacaan. Matanya mengikuti baris demi baris, membaca setiap huruf yang tertera dengan otak yang berfikir keras.
Kemudian, diambilah sebuah kertas putih bersih tanpa setitik tinta. Memulai hal yang ingin dilakukan dengan konsentrasi yang mulai memenuhi setiap rongga kepala. Kedua telapak tangannya diletakanlah di atas kertas itu dengan otak yang memikirkan sesuatu. Dia telah mengasah kemampuannya beberapa hari yang lalu. Maka, tak heran bila gadis belia sepertinya sudah dapat melakukan jurus-jurus sederhana dikala anak yang lain masih sibuk menghabiskan waktu untuk bermain. Dia sudah melebihi tingkat dimana bisa menghasilkan beberapa bushin sempurna atas dirinya. Lebih dari hal itu. Malam kemarin, ketika hujan turun dengan deras dan bahkan petir menyambar tak kalah gentar, Sakura telah menguasai elemen listrik yang seharusnya seorang yang berpangkat chunninlah yang dapat melakukannya.
Kali ini, dia ingin melakukan sesuatu yang lebih kuat daripada jurus-jurus itu, bahkan semua ninja bisa melakukannya walau hanya dengan menutup mata.
Gadis gulali itu ingin melakukan sesuatu yang hanya sepilintir orang paham dan mengerti atas jurus yang kata orang memiliki kesulitan hakiki. Mungkin, hanya anak-anak yang berbakatlah yang dapat melakukan hal ini. Berdasar rasa penasaran, dia mencoba jurus yang hanya dibacanya dari sebuah buku. Meski, begitu jangan remehkan kemampuan otaknya yang begitu cemerlang karena sudah dibuktikan dengan kesuksesan jurus yang ia lakukan secara gemilang.
Beberapa menit kemudian, di atas kertas itu tertulis beberapa tulisan. Dia melihat ke atas kertas itu dan mulai membacanya dengan seksama.
Air dan tanah. Begitulah tulisan yang tertera di atasnya. Kemudian, dengan beberapa mantra yang dipanjatkan dari bibir mungilnya, dia membentuk sebuah segel dari tangan yang terlihat begitu luwes hingga terlihat bahwa dia bukan lagi seorang anak kecil berusia lima tahun melainkan ninja terlatih yang sudah bertahun menjalani misi-misi kelas atas.
Kemudian, tanpa di duga. Duplikat lain daripada dirinya muncul tidak butuh waktu lama. Jumlahnya kurang lebih lima dan semuanya terlihat serupa. Setelah beberapa detik kemudian, Sakura menyudahi jurus yang berhasil dia laksanakan walau nantinya akan dimodifikasi agar lebih kuat dan tanpa cela.
Mizubunshin No Jutsu* itulah nama jurus yang dicoba olehnya tadi. Jurus itu tidak banyak orang yang tahu, mungkin, kalau pun mereka tahu, belum tentu bisa membuat klon dengan sempurna karena teori yang dijelaskan sungguhlah memusingkan otak dan kepala. Tapi, Sakura si anak kecil yang bahkan belum bisa mengatakan huruf 'r' dengan jelas saja dapat melakukannya dengan begitu sempurna.
Di lain waktu, dia bisa membuatnya lebih sempurna lagi. Tapi, tidak kali ini. Karena ada satu jurus yang harus dia tuntaskan dan mengerti. Fokusnya kembali utuh menjadi satu kesatuan dan dia menghembuskan nafasnya perlahan. Tangannya membentuk segel-segel dan beberapa detik setelah segel terakhir tertera dengan sempurna, seluruh ruangan telah terisi dengan ribuan cermin es yang hanya akan mencerminkan sosok Sakura muncul dengan tiba-tiba. Lalu, setelahnya. Gadis gulali itu menyudahi semua sesi latihannya kali ini, karena dia ingin keluar mencari makanan untuk mengganjal perutnya yang mulai meraung kelaparan.
Hei, bagaimana pun juga. Dia cuma gadis kecil yang tentu masih punya sedikit sifat kekanakan seperti anak yang lain, bukan?
Mengenai jurus kedua tadi, namanya Makyi Hyoso* itu jurus terlarang, yang hanya diturunkan oleh suatu klan yang tidak disebutkan. Sebenarnya, tidak terlalu rumit apabila kita mencermati apa yang ada dalam buku. Meskipun tadi buku yang dia baca hanya memberikan pernyataan umum saja, dia sudah tahu hal-hal apa saja yang diperlukan untuk menguasai jurus terlarang yang ditakuti banyak orang. Jadi, dia menuliskan semua sandi-sandi yang tertulis rapi dari buku itu dan mulai mencari segel yang harus dibuat untuk memunculkannya.
Akhirnya, dia berhasil dengan kesuksesan. Menguasai dua jurus dengan tingkat kesulitan yang tinggi hanya dalam satu jam pelajaran tanpa sedikitpun kesusahan. Ini masih pagi, sekitar pukul tujuh dan dia merasa harus memberi makan perutnya karena ya, seorang yang ingin menjadi kuat harus mempunyai nutrisi untuk mengalirkan seluruh energi.
Jalanan masih terlihat sepi, meski begitu toko-toko telah buka dan mempersipkan segala hal yang menjadi urusan mereka. Sakura berjalan dengan cepat seperti yang sudah dia lakukan beberapa minggu ini yang sudah dianggap menjadi suatu kebiasaan. Matanya berkelana, melihat serta menimbang makanan apa yang akan dia jadikan sarapan. Beberapa kedai sudah menyiapkan makanan yang bisa menjadi pilihan.
Dia ingin makan dango karena sudah lama sekali makanan manis itu tidak masuk ke dalam mulutnya yang memang suka dengan makanan macam gula. Kakinya melangkah, kemudian, terhenti ketika seorang laki-laki berdiri di hadapannya. Sakura mendongkak, tubuhnya hanya sebatas pinggang lelaki itu.
"Molino-san!" Sapanya dengan senyum lebar yang tertera. Pria dengan wajah yang selalu datar itu cuma melihat sebentar. Kemudian, menganggukkan kepalanya sebagai balasan.
"Bagaimana kabarmu?" Tanya gadis kecil itu, menatap lawan bicaranya yang sangat tinggi dengan senyum riang yang masih tercetak di wajah lugunya.
Morino Ibiki berja sebagai seorang pemimpin interogasi yang ditakuti oleh seluruh orang di Konoha, wajahnya menyeramkan dan kadang membuat anak kecil menangis bahkan ketika dia cuma lewat, tapi Sakura pikir Morino tidak terlalu mengerikan.
"Baik." Jawabnya singkat. Gadis berambut merah muda itu cuma bisa tersenyum maklum atas jawaban Morino yang terlalu padat. Dia terlalu kaku untuk bicara lebih, begitulah yang ada di pikiran Sakura karena kau tahu bahwa bagian dari kepolisian apalagi interogasi membuatnya menjadi seorang lelaki yang susah untuk bersosialisasi.
"Apakah kau juga ingin makan dango juga, Molino-san? Kita bisa makan bersama." Ujar Sakura kembali dengan suara yang begitu jernih hingga Morino pikir suara gadis cilik ini hampir seperti cicitan burung yang terlalu indah. Lelaki itu tidak bisa berkata tidak dikala mata besar nan memohon milik sang gadis gulali terlihat begitu menggemaskan.
"Baiklah." Katanya kemudian yang membuat gadis gulali itu melompat kegirangan. Sifat anak-anaknya muncul secara alami karena dengan sendirinya. Dalam hatinya, meski dilingkupi kebencian yang mendarah daging pada salah satu ninja yang telah membunuh orang tuanya, ia tetap akan mencoba untuk berteman pada siapa saja seperti pesan terakhir yang pernah diucap oleh keduanya.
Morino dan Sakura berjalan ke dalam kedai dango dan mengutarakan apa yang mereka inginkan kepada pelayan, sembari menunggu pesanan perempuan cilik itu membuka buku tebal yang baru dia baca setengahnya dengan konsentrasi yang mulai dia bangun. Morino mengerutkan alisnya ketika tidak sengaja membaca judul buku yang dibaca abak kecil di hadapannya.
Kenapa ada anak kecil yang mau membaca buku tebal penuh jurus yang memusingkan ketika semua anak seusianya memilih untuk bermain kejar-kejaran?
"Kenapa kau membaca buku itu, Sakura?" Pertanyaan itu mengudara, gadis merah muda mendongkakkan kepala dan tersenyum selebar yang dia bisa. Menatap sang lawan bicara dengan mata hijau nan teduh yang membuat siapa saja betah melihatnya.
"Aku ingin menjadi kuat, Molino-san! Karena dengan cara itulah dunia mengizinkanku untuk tinggal lebih lama." Jawab Sakura dengan suara riang gembira. Morino melihat kesungguhan pada mata yang memang tidak bisa berdusta.
"Kau ingin jadi kuat?" Tanya Morino lagi memastikan, siapa tahu dia salah dengar atas jawaban yang sedikit menggemparkan. Sakura mengangguk antusias, rambut panjangnya bergoyang pelan ketika dia menaik-turunkan kepalanya dengan begitu konstan.
"Benar! Aku ingin jadi kuat sehingga suatu saat, aku bisa memberi pelajaran bagi orang yang telah membuat orang tuaku menjemput kematian. Karena orang jahat harus mendapatkan suatu balasan." Jawaban Sakura yang kedua malah tambah membuatnya terbelalak karena tidak menyangka bahwa anak kecil berusia hanya lima tahun bisa mempunyai rencana untuk membalas suatu perbuatan yang tidak seharusnya ada dalam pikirannya.
"Kau bahkan tidak tahu siapa yang melakukannya, tapi, kenapa kau begitu menggebu untuk memburunya?" Sakura berfikir sebentar kemudian sebuah jawaban kembali terlontar.
"Orang itu pasti bisa dicari karena yang berusaha tidak akan kecewa." Lagi-lagi jawaban sang gadis gulali membuatnya curiga setengah mati. Matanya sedikit menyipit ketika otaknya mencerca untuk segera mencari tahu dan membuat gadis itu setidaknya mengubah pikirannya.
"Baiklah. Lalu, kau bisa menjadi kuat dengan cara bagaimana?"
Sakura membuka bukunya lagi. Dengan senyuman lebar nan hangat yang masih menyertai.
"Dengan cara berlatih dan berusaha, kau tahu Molino-san kalau sebetulnya seluruh jurus yang ada di dunia ini hanyalah sekumpulan mantra tidak berarti yang dapat dipelajari dengan begitu mudah kalau kita dapat memahami." Begitu mudahnya kata-kata itu meluncur dari bibir. Morino sendiri tidak percaya kenapa si gadis kecil yang kemarin baru saja dirundung duka mempunyai niatan buruk yang akan menghancurkannya.
"Dengar, kau harusnya bermain seperti anak yang lain. Daripada memusingkan diri dengan segala hal-hal ini?" Morino bersabda. Lalu, menatap Sakura dengan mata gelapnya.
"Lebih baik begini, daripada bermain dengan teman-teman yang bahkan tidak pernah peduli. Aku ingin berteman dengan siapa saja sejujurnya, tapi sejauh yang bisa aku lihat dengan mata kepala. Semua anak di konoha tipikal anak yang suka mencerca yang lain tanpa pikir yang membuatku muak atas segala omongan mereka."
Morino kembali menatap gadis di depannya dengan tatapan menyelidik, memikirkan tentang apa yang salah dengannya setelah dia dengarkan hal yang seperti dekrit dari gadis berusia lima, terlalu membingungkan serta mencurgiakan kalau dia bisa menambahkan.
"Kau belum pernah mencoba berteman dengan anak-anak itu, kenapa kau bisa mengatakan hal demikian kalau kau saja terus bergulat dengan buku ditanganmu?"
Sakura menatap pria di depannya lagi, dia mendengus dengan bengis.
"Mereka pernah berbuat seperti itu padaku kata mereka orang tuaku mati dan akan masuk neraka karena pekerjaan mereka yang mengharuskan membunuh orang-orang tanpa perasaan. Aku tak ingin menghabiskan waktu berhargaku untuk bermain bersama orang-orang seperti mereka, karena ya ada hal lebih penting yang harus dilakukan ketimbang bermain permainan yang sejujurnya membosankan."
Morino tidak berniat bertanya kembali, gadis ini memiliki pikiran yang sulit ditebak. Bahkan ekspresinya yang lucu itu seolah telah dia kendalikan sedemikian rupa hingga orang lain tidak menyangka bahwa ada sebuah rencana jahat yang tertanam di hatinya.
Dango yang mereka pesan telah datang, Sakura menutup buku yang baru saja dia baca kemudian, tersenyum manis dan berkata dengan suara lantang. Matanya berbinar senang, siapa saja yang melihat pasti akan bergumam menggemaskan.
"Selamat makan!"
Pemimpin interogasi tahu, kali ini dia harus mengawasi si gadis cilik lebih dari siapapun karena entah kenapa, hatinya ingin mengubah segala pemikiran yang sudah terlanjur terukir di hatinya. Maka, dia akan terus berada di sisi Sakura untuk melihat sejauh mana dia akan melakukan balas dendam bagi kedua orang tuanya.
xxx
Author's Note:
Halo! Inilah fict pertama saya di sini, jadi mohon kritik dan sarannya.
Mizubunshin No Jutsu* jurus andalan milik Zabuza, dimana kloningan dari air bisa menyetarai seluruh tubuh si pemilik, bahkan, kekuatan taijutsu klon setara dengan tubuh asli yang tentu membuat siapa saja bakal kewalahan untuk melawan.
Makyi Hyoso* jurus andalan Haku yang memang diturunkan dari generasi ke generasi, dimana ribuan cermin es muncul disekeliling lawan dan hanya akan mencerminkan sosok si pembuat jurus. Hanya orang tertentu yang bisa membuat jurus terlarang ini berhasil karena jurus ini terukir dari darah yang terkutuk dalam cermin setan.
Naruto belongs to Masashi Kishimoto.
