Hari-hari terakhir musim panas yang cukup terik. Cuaca di luar sana benar-benar cerah. Walaupun panas menyengat, sepertinya cukup sayang jika tidak menikmatinya.
Kicau burung, hangatnya—ralat, panasnya sinar mentari, dedaunan—yang mulai berubah warna—menari karena tertiup angin, juga langit yang begitu biru.
Sepasang mata emerald memandang lurus memalui jendela di kastilnya. Pria itu menghela napas pelan. Bosan. Ya, itulah yang dirasakannya. Sejak tiga hari yang lalu, ia dilarang keluar karena ia masih sakit. Dan yang bisa dilakukannya sekarang hanyalah menghela napas dan melamun.
Cake Factory Present
A Pandora Hearts Fanfiction
For Infantrum "4 Season" Challenge
Jack / Will of Abyss (Alyss)
Chapter 1: Summer
Prompt: Smile
Warning(s): AU, a little OOC
Disclaimer
Pandora Hearts © Mochizuki Jun
Be My… © Cake
Enjoy!
"Argh! Aku benar-benar bosan berada di sini! Menyebalkan!" erang pria itu sambil mengacak rambut dengan sebelah tangannya.
"Mau bagaimana lagi? Tanganmu yang baru kau patahkan belum sembuh, kan?" jawab seseorang yang wajahnya—bisa dibilang—mirip dengannya, namun yang membedakan hanya tubuhnya yang lebih pendek.
"Tapi aku bosan. Aku ingin jalan-jalan."
"Jack Oniisama! Sekali lagi kukatakan padamu, kau dilarang keras keluar dari mansion. Jika tidak, kami tidak akan tahu bagian tubuh mana lagi yang akan kau patahkan. Mengerti?!"
"Ya ya ya. Kau sudah seperti Sharon saja, Oz. Tidak usah sampai meninggikan suara, aku bisa mendengarmu, kok," kata Jack sambil menutup sebelah telinganya.
Anak, yang dipanggil Oz, itu hanya mendengus pelan, kemudian ia duduk di depan kakaknya. Ia menopang dagunya dengan tangan yang ia sandarkan pada meja di hadapannya. Tangannya memutar-mutar cangkir teh yang ia pegang.
"Kalau tidak begitu, Oniisama pasti akan terus merengek," kata Oz yang kemudian mulai menyesap tehnya. "Lagipula, salahmu sendiri, kan, selalu ceroboh hingga terluka. Kalau tidak begitu, pasti salah satu bagian tubuhmu patah. Memang apa asiknya, sih, mematahkan tulang atau melukai diri sendiri seperti itu?" tanya adiknya setelah ia berceramah singkat.
Guratan tipis muncul di dahi Jack.
"Banyak, kok. Kau mau tahu rasanya? Sini, kupatahkan tanganmu," kata Jack sambil menyeringai.
Oz langsung menarik tangannya dan menyembunyikannya di balik punggung. "Enak saja! Patahkan saja tanganmu yang satunya! Biar impas!" teriak Oz lalu ia berlari meninggalkan kamar kakaknya.
Namun, sebelum Oz berniat menutup pintu, ia berbalik, "dan jangan coba-coba untuk kabur!" kemudian pintu itu tertutup. Meninggalkan Jack sendirian yang masih berkutat dengan rasa bosannya.
Lagi, Jack menghela napas panjang. Merasa percuma melamun, akhirnya ia beranjak dari duduknya dan berjalan menuju ranjangnya. Ia duduk di tepi ranjang. Mengacak rambutnya sebentar, lalu ia membanting tubuhnya dengan kasar. Untung saja ranjangnya empuk. Kalau tidak? Mungkin ia akan mendapat omelan dari Sharon—selaku dokter di mansion Vessalius—karena punggungnya memar.
Jack berusaha memejamkan matanya. Barangkali dia tiba-tiba tertidur karena capek akan kebosanan yang ia rasakan selama beberapa hari ini.
'Cih! Padahal sudah mau sembuh. Masa jalan-jalan saja tidak boleh, sih? Menyebalkan!' gerutu Jack dalam hati. Jack mencoba menutup matanya. Namun gagal dan kembali terbuka.
Jack bangun dari posisi tidurnya dan duduk di atas ranjang. Lagi, ia mengacak rambutnya frustasi.
Tak tahan dengan rasa bosannya, akhirnya ia memutuskan untuk kabur. Setelah memikirkan beberapa cara, akhirnya ia memilih cara kabur yang standar. Mengendap-endap sampai di bawah.
Jack membuka pintu kamarnya dan melihat sekeiling. Setelah dirasa aman, ia berusaha keras untuk berjalan tanpa menimbulkan suara. Telinganya menangkap sebuah suara. Ya, suara pelayannya. Secepat mungkin, ia bersembunyi. Dan untung saja pelayan itu tidak menemukannya.
Dan yang paling menyusahkan, ia harus melewati ruang keluarga yang cukup luas. Sayangnya, jalan keluar satu-satunya hanya lewat sana. Sementara di sana, sedang duduk Oz, Ada, dan Oscar yang masing-masing sedang membaca buku dan menikmati teh.
Jack menelan ludah. Kalau begini, ia harus memutar otak. Berpikir bagaimana ia bisa keluar dari kastil ini dengan selamat dan sehat sentosa. Acara berpikirnya diinterupsi oleh suara teriakan pelayan.
"Jack-sama menghilaaaaang!"
Jack menelan ludah. Tubuhnya menegang ketika ia mendengar derap langkah kaki yang berjalan menuju arahnya.
'Sembunyi, Jack! SEMBUNYI!' teriaknya dalam hati. Dan setelah ia berhasil menggerakkan tubuhnya, ia sembunyi di bawah meja. Beruntunglah ia, karena semua orang tidak melihatnya.
Baru saja ia akan menghela napas lega, suara pelayannya yang lain membuatnya menahan napas kembali.
"Huh? Rambut pirang?"
Secepat kilat, Jack menoleh dan ia mendapati seorang pelayan akan mengambil ujung rambutnya yang—ternyata—tidak ikut bersembunyi bersama tubuhnya. Oh, poor Jack.
Dan cepat-cepat, ia menarik rambutnya sebelum pelayan itu menarik terlebih dahulu. Saat rambut yang akan ditarik sang pelayang tiba-tiba 'lari', reflek, sang pelayan langsung mengintip ke bawah meja dan mendapati Jack sedang tersenyum padanya sambil melambaikan tangan. Ah, dan juga mengucapkan, "halo."
Diam. Sunyi. Tak ada satupun di antara mereka yang berbicara. Hingga pelayan itu berteriak, "Jack-sama ada di siniiiii!"
Seketika, Jack memasang tampang horror lalu ia lari secepat yang ia bisa. Dan ia mulai mendengar suara orang-orang yang mengejarnya. Sayang sekali, memilih berkejar-kejaran dengan Jack di dalam mansion Vessalius adalah kesalahan besar. Kenapa? Karena Jack mengetahui beberapa jalan pintas dan juga tempat persembunyian yang bisa ia gunakan untuk menghindar dari kejaran para pelayannya.
Percaya atau tidak, setelah Jack berada di luar kastil dengan selamat, ia masih bisa mendengar suara orang-orang yang ribut karena kehilangan jejak dirinya.
Tak mau berlama-lama, Jack pun pergi meninggalkan kastil dengan orang-orang yang masih ribut mencarinya.
-
Tak diduga, hawa di luar cukup panas dan terik. Jack tidak memakai pelindung kepala, jadi, ia merasa sedikit pusing karena sengatan matahari. Hingga ia memutuskan untuk berjalan melewati bayangan-bayangan pohon.
Merasa lelah setelah bermain kucing-kucingan dengan para pelayan di dalam mansion tadi, Jack memutuskan untuk duduk di bawah pohon. Walaupun udaranya panas, duduk dan menikmati angin musim panas di bawah pohon yang rindang, itu lebih baik daripada terus berjalan dan pingsan karena teriknya matahari.
Angin membuat rambut pirangnya menari. Jack memejamkan mata sambil menikmati belaian lembut itu. Sesekali, ia membuka mata dan melihat beberapa orang sedang berlalu lalang.
Ya, mansion Vessalius terletak cukup—ah tidak, sedikit jauh dari kota. Tapi, jika berjalan kaki, kota bisa ditempuh dalam waktu lima belas menit.
Setelah merasa cukup puas dengan duduk, menikmati angin, dan melihat orang-orang berlalu-lalang, Jack berdiri. Sejenak, ia membersihkan jubahnya yang sedikit kotor karena tanah yang menempel.
Jack kembali berjalan. Tanpa terasa, langkahnya membawanya ke mansion tempat sahabatnya tinggal. Dari tempatnya berdiri, mansion Baskerville terlihat. Walaupun terlihat dari sana, tapi jaraknya masih sedikit jauh jika ditempuh dengan berjalan kaki.
Sedikit lagi, Jack sampai di gerbang depan mansion Baskerville. Tinggal beberapa puluh langkah lagi. Namun, sebeum ia sampai, seseorang menabraknya terlebih dahulu.
Jack jatuh terduduk dan mengerang kesakitan karena tangannya tadi sempat terhimpit saat ditabrak.
"Uwaa! Maaf! Maafkan aku! Kau tidak apa-apa?" suara seorang gadis terdengar di telinganya.
Jack memandang gadis yang menabraknya. Ia terpana sejenak.
Rambutnya yang berwarna silver cerah, lalu iris violetnya.
Lamunannya tersadar saat gadis itu bertanya sekali lagi.
"Hei! Kau baik-baik saja? Apa kau terluka?" tanya gadis itu.
"Ah, tidak. Hanya tanganku saja. Tadi sempat terhimpit saat kau menabrakku. Tapi sudah tidak apa-apa," Jack menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal dan mengangkat tangan kanannya yang masih dibalut perban.
"Maaf, ya! Sekali lagi, maaf! Aku sedang buru-buru tadi," ia menunduk beberapa kali. Lalu kedua matanya menangkap tangan kanan Jack yang diperban dan sedikit kotor. "Coba kemarikan tanganmu," gadis itu tersenyum dan mengulurkan kedua tangannya.
Jack memberikan tangannya yang perbannya sedikit kotor terkena tanah saat ia jatuh tadi. Dan gadis itu membersihkan kotorannya. Cara membersihkannya lembut. Jack bahkan tidak merasakan adanya sentuhan di tangannya karena gadis itu terlalu hati-hati, takut menyakitinya lagi.
"Terima kasih. Maaf jadi merepotkanmu," kata Jack.
"Ah tidak! Justru aku yang harus minta maaf karena menabrakmu," gadis itu tersenyum lagi.
Suara langkah kuda dari kejauhan tiba-tiba membuat wajah sang gadis menjadi pucat. Jack melihatnya dengan heran.
Anak itu kemudian berdiri dan menundukkan badan sekali lagi pada Jack, "aku harus pergi. Selamat tinggal," katanya dan tersenyum, kemudian berlari menuju gerbang mansion Beskerville dan membukanya.
Jack kaget.
'Anak itu… Baskerville? Perasaanku saja, atau memang aku tidak pernah melihatnya sebelum ini, ya?' batin Jack.
Sebelum Jack sempat berpikir lebih jauh, suara adikknya mengagetkannya.
"Jack oniisama! Berani-beraninya kau kabur dari mansion dalam keadaan seperti itu!" teriak Oz dari atas kudanya.
Jack menoleh dan nyengir. "Tidak apa-apa, Oz. namanya juga menikmati hari-hari terakhir musim panas," jawabnya kemudian terkekeh.
"Tidak ada alasan! Sekarang, cepat naik!" perintah Oz, yang entah kenapa—selalu—tidak bisa dibantah oleh Jack. Hingga terkadang, orang-orang di mansion Vessalius heran. Sebenarnya yang mana yang kakak, yang mana yang adik?
"Baiklaaaah, Tuan Tukang Perintah," kata Jack lirih. Dan bersyukurlah ia karena Oz tidak mendengar tiga kata terakhir yang diucapkan Jack.
Selama perjalan pulang ke mansion, Jack tak berhenti untuk berpikir. Siapa anak yang menabraknya tadi? Kenapa ia bisa masuk ke dalam mansion Baskerville? Apakah ia juga anggota keluarga Baskerville? Kalau iya, mengapa aku tidak pernah melihatnya?
Dan begitu banyak pertanyaan yang berkecamuk di dalam kepalanya.
'Dan—oh sial, aku tidak sempat menanyakan namanya tadi. Hah, ya sudah lah. Lain kali kalau aku main ke tempat Glen, akan kutanyakan. Siapa gadis manis dengan rambut berwarna silver cerah dan memiliki iris violet itu? Ah, dan juga, gadis yang memiliki senyum menawan,' batin Jack dalam hati.
To be Continued
Chapter satu, selesaaaaai! Dan akhirnya saya memutuskan untuk membuat challenge 4 season menggunakan pair JackAlyss. Padahal dulu niatnya bikin TamaHaru, terus bikin FrauTeito, sempet juga ganti pikiran mau bikin pake pair di misc. books. Dan pada akhirnya, saya pilih pakai pair JackAlyss. Ini semua karena omake 9 Pandoraaaaaaa! Uwawawawawa! XD
Daripada ngeramblingnya makin geje, saya sudahi saja.
Next chapter: Autumn – Moonlight
Review? :3
April 11th 2010
Cake S. Vessalius
