Hai semuanya! Oke, jadi ini fic perdana saya di fandom Bleach. Yang bahasa Indonesia maksudnya. Biasanya nulis fic Bleach juga yang bahasa Inggris. Ehh… yaa semoga kalian suka ya! Siapa yang suka Owl City disini! Aku! (?)

Inspiration: Buku The Lovely Bones, film City of Angels, lagu-lagu di The Twilight Saga Eclipse Soundtrack.

WARNING: AU, OOC, geje, garing, abal deh. Tapi baca ya!

Disclaimer: Bleach bukan punya saya. Kalau iya, Ulquiorra tidak akan mati dan pasti sudah hidup bahagia dengan Orihime dan Aizen pasti udah mati sejak dulu. Yang saya miliki hanya plot abal ini.


Higabana Production

Presents

.

.

Renaissance

.

.

Chapter 1

From the Beginning

Mata hijau zamrudnya mengikuti gadis itu, sayapnya yang berbulu hitam bergerak-gerak. Gerak-gerik gadis itu gelisah saat ia keluar dari apartemennya, dan mata hijau itu tak lepas darinya bahkan saat sosok bersayap lain mendarat di sebelahnya.

"Kau masih saja memperhatikannya?" Tanya si pendatang baru itu. "Hei, sudah lama aku tidak melihatnya. Wow, dia memang cantik sekali."

"Jangan sentuh dia, Grimmjow," balas lelaki berambut hitam itu dengan suara monotonnya, dan Grimmjow menyeringai.

"Memangnya aku bisa?" ia bertanya sarkastis. "Lagipula mengapa kau berkata begitu, hm? Siapa cewek itu bagimu Ulquiorra?" godanya. Tapi Ulquiorra hanya mengangkat bahunya.

"Aku hanya mengingatkanmu saja,"

"Oh tentu saja, kau hanya mengingatkanku, itu sangat masuk akal," ia mencibir.

Bersama mereka mengamati gadis beambut panjang itu berjalan cepat ke arah rumah temannya. Hari sudah petang, wajar bila ia tmpak was-was berada di luar rumah sendirian. Ia terus menerus menoleh k belakang, bahkan saat ia mengetuk pintu rumah temannya. Ia terlihat begitu lega saat pintunya terbuka dan teman berambut hitam jabriknya itu muncul dan mempersilahkannya masuk.

Sementara si gadis berada di dalam rumah, Ulquiorra masih memikirkannya. Ia sudah memerhatikan gadis itu sejak ia masih kecil pada waktu senggangnya sebagai malaikat pencabut nyawa. Ia suka melihat respon-respon anehnya pada situasi di sekelilignya. Saat ia memperhatikannya, setiap hal kecil menjadi kejutan. Gadis itu adalah satu-satunya manusia yang dapat menarik perhatiannya. Bunyi kepakan sayap lain membuyarkan lamunannya dan ia menoleh. Seorang malaikat lain mendarat di belakangnya. Malaikat itu mengibaskan rambut pirang panjangnya dan berjalan ke sisinya.

"Halo Ulquiorra, Grimmjow," sapanya.

"Harribel," Ulquiorra membalas sopan sementara Grimmjow mengangguk sedikit.

"Dari mana saja kau Harribel?" tanya Grimmjow.

"Oh, aku dari sebuah panti jompo di utara sana," jawabnya, menyisir rambut pirangnya yang dapat membuat iri wanita manapun iri itu dengan jari. "Kasihan sekali dia. Kakek itu terkena serangan jantung, dan saat ia melihatku ia memohon-mohon untuk tidak diambul dulu. Katanya besok adalah ulang thaun cucunya, dan ia ingin memberikan kadonya dendiri. Tapi apa lagi yang bisa kulakukan? Kami-sama sudah memerintahkan untuk membawanya saat itu juga. Jangan tertawa Grimmjow, itu tidak lucu," bentaknya, dan laki-laki berambut biru itu menutup mulut dengan tangannya, meredam suara tawa. Harribel kemudian menoleh ke Ulquiorra. "Ngomong-ngomong, sedang apa kalian disini?"

"Ulquiorra sedang memandangi gadis itu – siapa namanya? Inoue bukan? – lagi," jawab Grimmjow, memberi penekanan pada kata terakhir.

"Benarkah?" tanya Harribel, memandang Ulquiorra. Ia tidak menyahut, tapi Grimmjow mengangguk semangat. Ulquiorra bisa merasak tatapan tajam Harribel di punggungnya, dan saat ia duduk di sampingnya, laki-laki itu tidak menoleh.

"Ulquiorra, sejak kapan kau memperhatikan perempuan itu?" tanya Harribel, tapi Grimmjow yang menjawab.

"Dari dulu, Harribel. Sejak perempuan itu masih kecil – " ia berhenti saat Harribel melemparkan pandangan tajam ke arahnya.

"Memangnya kenapa?" ia balik bertanya. "Ini urusanku Harribel. Sebaiknya kau – "

"Aku kahawatir Ulquiorra," jawabnya. "Kita malaikat maut tidak boleh berhubungan dengan manusia dalam bentuk apapun. Itu sudah keputusan mutlak."

"Aku tahu," jawabnya pendek. "Sudahlah, aku tidak akan melakukan hal bodoh."

Tapi Harribel tetap tidak bisa berhenti merasa khawatir.

{-;-}

Ulquiorra baru saja menyelesaikan tugasnya, dan hendak beristirahat di atap sebuah gedung tua, ketika Kami-sama memerintahkannya untuk mencabut nyawa lain. Dalam perjalanan ke tempat manusia itu berada, ia memikirkan gadis kecil yang nyawanya baru saja ia cabut.

Gadis mungil itu bernama Yuki, umurnya tujuh tahun dan ia mengidap leukemia. Saat Ulquiorra melayang menembus dinding kamar rumah sakitnya, ia tidak tampak terkejut. Tubuh bocah itu dalam keadaan koma, tapi arwahnya sadar, dan ia bingung. Ia ingin sekali menyerah dan membiarkan penyakit yang sudah sejak dulu menggerogoti tubuhnya itu menang. Tapi ia tak ingin mengecewakan kakaknya yang setiap hari berdoa untukya. Saat ia menimbang-nimbang untuk ikut dengan Ulquiorra (yang mau tidak mau pasti terjadi. Keputusan Kami-sama adalah mutlak) ataukah untuk tetap tinggal dan terus berjuang demi kakaknya, ia mendengar kakaknya berkata sambil menangis, bahwa ia tahu Yuki menderita, dan tidak apa-apa kalu ingin menyerah.

Setelah itu Ulquiorra membantunya keluar dari tubuhnya, mudah sekali, gadis itu memang sudah setengah mati. Sebelum mereka pergi, Yuki mencium kakaknya sebagai salam perpisahan. Dalam pejalanan ke alam baka, gadis mungil itu terus menggenggam tangan Ulquiorra dan tidak henti-hentinya mengoceh tentang bagaimana sepertinya kakaknya menyadarinya saat Yuki mengecup pipinya.

Terkadang Ulquiorra bertanya-tanya mengapa Kami-sama tega mengambil nyawa manusia sekecil itu, yang bahkan belum mengecap pahit-manisnya hidup. Tapi ia sadar bahwa Ia paasti punya rencananya sendiri, dan Ulquiorra sudah melihat sisi surga yang disiapkan Kami-sama khusus untuk Yuki.

Kemudian pikirannya melayang ke kakak Yuki. Laki-laki itu umurnya jauh diatas Yuki, dan jelas bahwa ia sangat menyayanginya. Menakjubkan sekali bagaiman kasih sayang seorang manusia bisa begitu kuat hingga dapat mempengaruhi hidup dan mati manusia lain.

Tanpa sadar ia sudah sampai di tempat yang ditentukan. Ternyata tempat itu adalah jalan besar yang sibuk di daerah Shibuya. Manusia dan kendaraan berlalu-lalang dimana-mana, dan ia terbang lebih tinggi lagi untuk mencari manusia yang sebentar lagi akan mati.

Di matanya arwah manusia berwarna biru, kecuali nyawa yang akan dicabut, berwarna merah. Mata hijaunya mencari setitik merah di lautan biru.

Namun ia membeku saat menemukannya.

Arwah yang bercahaya merah itu berdiam di tubuh seorang perempuan berambut panjang berwarna merah-kecoklatan dan bermata kelabu. Inoue Orihime sedang menoleh ke kanan dan ke kiri, hendak menyeberang jalan. Mudah sekali menebak skenario kematian Orihime yang telah direncanakan Kami-sama.

Ulquiorra masih membeku di tempatnya, padahal saat ini seharusnya ia sudah mulai mendekatinya. Tiba-tiba Grimmjow muncul di sebelahnya.

"Aaah, perempuan itu rupanya," ujarnya sambil menyeringai. "Sepertinya in bakal menarik. Aku akan menonoton."

Ulquiorra tidak menjawab. Sesaat kemudian Harribel bergabung dengan mereka. Ketiga malaikat maut itu melayang naik turun, sayap-sayap hitam mereka mengepak-ngepak untuk menjaga mereka tetap di udara. Mereka bertiga menyaksikan Orihime menyeberang jalan, kemudian sebuah mobil yang melaju kencang menabraknya dan tubuh gadis itu terpental. Orang-orang berteriak dan menjerit, darah ada dimana-mana.

"Lakukan sekarang Ulquiorra," bisik Harribel. Mereka bertiga melihat mata abu-abu Orihime bergerak ke arah mereka, tiga sosok bersayap yang melayang-layang 10 meter diatas tanah, sebelum mata itu menutup dan ia hilang kesadaran.

"Ia sudah melihat kita. Kau harus melakukannya sekarang," Harribel berkata, lebih keras kali ini. Namun Ulquiorra bergeming. Tangannya terkepal kaku di samping tubuhnya yang tegang dan matanya tidak lepas dari sosok Orihime yang berlumuran darah.

"Kenapa kau tidak melakukannya!" tanya Grimmjow frustrasi. "Kau harus melakukannya sebelum ambulans datang Ulquiorra!" namun saat Ulquiorra tetap tidak bergerak, ia menggeram. Kemudian Grimmjow terbang turun ke arah kerumunan itu, hendak mengambil nyawa Orihime sendiri. Tapi sebuah tangan mencengkram lengan bajunya kuat-kuat.

"Jangan Grimmjow, ini bukan tugasmu, dia yang harus – apa kau mau Kami-sama menghukummu!" teriak Harribel saat Grimmjow bersikeras. Akhirnya laki-laki bermata azure itu mundur dengan mata menyipit.

Ulquiorra tetap diam saat tubuh gadis itu dibawa masuk ke ambulans, bahkan saat ia melihat nyawa Orihime berubah menjadi oranye, ke kuning, kemudian kembali ke biru terang lagi. Ia bingung pada dirinya sendiri mengapa ia tidak melaksanakan perintah Kami-sama kali ini, padahal dia adalah salah satu malaikat kesayangan Kami-sama karena loylitasnya.

Ulquiorra berbalik dan terbang menjauh.

{-;-}

Selama beberapa saat, Orihime tersesat di tubuhnya sendiri. Sakit mengepungnya dari segala arah dan rasanya ia ingin saja menyerah pada kegelapan yang menghimpitnya. Tapi ia memikirkan Tatsuki, dan yakin sahabatnya itu pasti akan memukulknya kalau tahu ia akan menyerah.

Jadi disinilah ia sekarang, berbaring tak berdaya di ranjang rumah sakit, berbagai selang dan monitor terpasang di tubuhnya, dan merasa kasihan pada diri sendiri. Tangan kanan dan kaki kirinya patah, begitu pula tiga tulang rusuknya. Saat ia mengeluh pada Tatsuki yang menjenguk dua hari kemudian bahwa sepertinya Tuhan sudah tidak mencintainya, cewek tomboy itu mengamuk.

"Apa! Kau gila Orihime? Kalau Tuhan memang sudah TIDAK mencintaimu, Dia pasti sudah membiarkanmu mati sekalian!"

Dan Orihime, merenung sendirian di kamar rumah sakitnya setelah Tatsuki pulang, berpikir bahwa perkataan Tatsuki mungkin ada benarnya.

Sementara tanpa disadari Orihime, dua sosok tak kasat mata malayang di luar jendelanya. Mata mereka, yang satu biru dan yang satu hijau, memandang gadis itu kembali terlelap.

"Kau lihat, Ulquiorra?" Grimmjow berkata. "Karenamu, ia jadi menderita seperti ini. Ia bahkan berpikir bahwa Kami-sama sudah tidak mencintainya lagi! Dan kau, skors tiga bulan di bumi! Ck ck, aku sih, sehari saja takkan tahan,"

"Diam, Grimmjow."

Kemudian mereka berbalik dan terbang kea tap sebuah gedung apartemen. Disana sudah menunggu Harribel dan salah satu asisten Kami-sama.

"Ah, akhirnya kau datang juga, Ulquiorra-san," kata laki-laki berkacamata itu dengan suara resmi. "Begini, akan kujelaskan teknisnya. Selama tiga bulan ke depan kau akan tinggal di Bumi, sebagai 'manusia'. Sayapmu akan kami hilangkan, dan kau tidak akan bisa melihat sesama malaikat. Kau akan tinggal di apartemen ini, dan hari-harimu akan kau habiskan bersekolah di SMA Karakura. Semua sudah diatur Kami-sama, kau hanya perlu menjalaninya. Sampai disini ada pertanyaan?"

Ulquiorra menggleng dan laki-laki itu tampak puas.

"Baiklah. Skors tiga bulanmu akan dimulai sekitar satu menit lagi. Sebaiknya kau siap-siap."

Ia memandang bergantian mata Grimmjow yang memancarkan rasa kasihan, dan mata hijau terang Hrribel yang sarat rasa khawatir, tidak tahu harus mengatakan apa. Kemudian sosok mereka mengabur, hingga akhirnya mereka tak terlihat sama sekali. Ulquiorra meraba-raba punggungnya. Sayapnya telah hilang. Ia melihat ke pojok dimana ia tahu mereka bertiga pasti masih berdiri. Kemudian ia berbalik, dan turun dari atap.

{-;-}

"Kau yakin dia akan baik-baik saja?" tanya Grimmjow. Harribel melirik ke arahnya, dan melihat alis Grimmjow yang bertaut.

"Mau baik-baik saja atau tidak, itu urusannya," jawab asisten Kami-sama. Kemudian ia berbalik dan terbang kembali ke akhirat.

"Aku yakin dia akan baik-baik saja," bisik Harribel, menyaksikan punggung Ulquiorra menjauh.


Oke, untuk chapter pertama sampai sini dulu yaaaaa. Kita lihat berapa review yang bisa saya dapatkan. Jadi gimana? Aneh? Sedih? Konyol? Wow, rasanya Grimmjow akrab banget ya sama Ulquiorra. Sejak kapan Grimmjow merasa kasihan ke Ulquiorra? (sejak aku menulisnya begitu) Silakan pencet tombol dibawah dan tinggalkan komentar. Kalo bisa jangan pake flame ya!

Ja-nee~!

Akane Higabana