Okeh... kenapa saya ngangkat tema aneh nan mengerikan ini? Hanya tuhan yang tahu kwkwkw

Pokonya happy reading aja yah...

Bagi yang gak suka sama tema ini silahkan tekan tombol kembali di tempat terdekat okeh...

Lucid Dream

Disclimer: It isn't mine!

Warning inside: Typo-san,OOC,EYD ditelan bumi,garing,abal,gak nyambung,hambar,dll

DLDR!

Happy reading!

Ino POV

Namaku Ino Yanamaka , orang sering memanggilku Ino. Sedangkan kedua sahabatku memanggilku awalnya, aku sempat risih dipanggil dengan sebutan yang berasal dari antah berantah itu. Tapi lama ke laman, itu menjadi hal yang lumrah. Aku bersekolah di SMA Konoha High School, bersama dua sahabatku Hinta dan Tenten. Hinata adalah anak pemalu yang suka menghabiskan waktunya di perpustakaan. Jadi, dengan senang hati aku menganugerahinya sebutan 'kutu buku'. Menurutku penyakit pemalu yang dimilikinya adalah penyakit yang kambuh saat berhadapan dengan orang lain, selain Aku dan Tenten. Sedangkan Tenten, dia adalah seorang wanita yang memiliki kekuatan melebihi wanita seusianya. Dia tidak memiliki otot-otot super atau semacamnya. Kekuatan yang dimilikinya adalah kekuatan alami. Kami bertiga sangat senang berbagi cerita saat guru tidak datang atau terlambat. Yah seperti hari ini contohnya

"Hei... ada hal seru!" Pekik Hinata sambil menunjukkan wajah girangnya

"Apa?" Tanyaku sambil memalingkan pandanganku ke arah Hinata yang sedang berdiri di samping bangku tempatku berada.

"Kalau itu tentang misteri evolusi aku akan menutup telingaku rapat-rapat" Ucap Tenten sambil merapatkan posisinya ke mejaku

"Bukan! Ini tentang lucid dream" Ucap Hinata sambil menarik sebuah bangku kosong yang ada di dekatnya lalu ikut duduk bersama kami berdua

"Lucid dream?" Tanyaku dan Tenten serentak

"Shuuutt! Kalian tenang dong!" Ucap Hinata sambil meletakkan jari telunjuknya di bibir merahnya

"Apa itu lucid dream?" Tanyaku mulai tak sabaran

"Lucid dream juga disebut astral projection. Jadi saat kita tidur, roh kita terpisah dari tubuh..." Penjelasan Hinata terhenti dengan rentetan pertanyaan tak sabaran dari Tenten

"Terpisah dari tubuh, mati dong? Serem banget sih, emang ada yang pernah ngelakuin ya?" Tanya Tenten bertubi-tubi

"Sht..., diam dulu Tenten!" Ucapku geram. Jujur saja aku juga sangat tertarik dengan Lucid dream ini. Jadi menurutku akan lebih baik mendapatkan semua informasi yang diberikan oleh Hinata, tanpa ada satu pun yang tertinggal

"Jadi kita bisa pergi kemana saja. Ada beberapa orang yang berhasil pergi ke Paris, Jepang, atau bahkan antar galaxy" Hinata juga terlihat sangat tertarik dengan lucid dream ini, itu sangat terlihat jelas karena dia hampir berteriak saat berkata 'antar galaxy'

"Bagaimana caranya?" Tanyaku penasaran

"Ada banyak cara. Tapi kita memerlukan konsentrasi yang tinggi dan harus relax" Jawab Hinata sambil menaikkan kaca matanya yang turun ke batang hidungnya

"Sepertinya sulit" ucapku sambil mengerucutkan bibir ranumku

Tiba-tiba terdengar pintu kelas yang dibuka lebar. Terlihat seorang pria paruh baya dengan buku berwarna buah jeruk di tangannya. Dengan santai dia masuk dan duduk di singgasannya lalu, tersenyum manis menyapa semua muridnya

"Hehe... maaf ya... aku tadi tersesat..." Ucapan pria yang bernama Kakashi itu dipotong oleh suara murid-muridnya yang dengan senang hati menyambung kata-katanya

"Di jalan yang bernama kehidupan" Sambung semua murid dengan muka bosannya. Karena guru kesayangan mereka yang satu ini, selalu beralasan tersesat di jalan yang namanya 'kehidupan' setiap kali terlambat masuk kelas. Dulu kami sempat penasaran dengan apa yang sebenarnya dilakukan oleh Kakashi, sampai membuatnya sering terlambat. Dan setelah kami menemukan kenyataannya, kami memilih untuk tersenyum bungkam.

"Hahaha... Sekarang buka buku kalian!" Perintah Kakashi santai. Dan murid-murid mengambil buku mereka yang berada di laci, sehingga membuat ruangan sedikit bersuara. Setelah selesai dengan perkakas yang bernama buku itu. Mereka pun memulai peroses belajar yang sempat tertunda tadi

Skip Time*

Kediaman Yanamaka

"Iniii membosankan..." Ucapku sambil merebahkan tubuhku yang ramping ke atas tempat tidur kesayanganku. Malam ini benar-benar malam yang paling membosankan bagiku. Tidak ada tugas dan tidak ada yang harus ku lakukan.

"Lucid Dream..." Bisikku lirih dan entah rangsang dari mana aku langsung bangun dan membuka laptop ungu yang berada di atas meja berwarna coklat tua. Dengan cekatan aku mengetikan 'Lucid Dream' di sebuah kotak yang ada di layar Laptopku. Dalam hitungan detik, aku sudah mendapatkan banyak informasi tentang lucid dream. Seperti yang dikatakan Hinata, lucid dream itu bisa dikatakan seperti mimpi nyata. Mimpi yang bisa kau kendalikan sesuka hati mu. Jika kau terbangun dari tidur mu dan tidak memiliki mimpi. Kau salah, karena sebenarnya setiap kali kita tidur kita memiliki mimipi. Kita hanya tidak mengingatnya, ini adalah efek dari mengalami mimpi dengan mengalami lucid dream, kita dapat mengingat mimpi kita dengan jelas.

Selama dua jam aku berkutat di depan Laptopku. Mataku mulai menutup setengah, rasa letih merayapi punggungku. Ku lirik jam dindingku yang menunjukkan pukul 11 malam. Dan dengan gerakan super lamabat, kumatikan laptopku dan segera berbaring di atas ranjangku. Ku nyamankan posisiku senyaman mungkin. Ku tutup kedua kelopak mataku, sehingga tidak ada yang bisa ku lihat selain kegelapan dan sesekali ada cahaya yang bergerak lincah tak beraturan. Selama beberapa menit ku atur napasku senormal mungkin, seperti arahan yang ku baca di internet tadi.

'Aku harus mengalami lucid dream' ucap ku dalam hati. Tak lama kemudian, tubuhku mulai terasa berputar. Detak jantung dan napasku tidak terkontrol. Dan lama-kelamaan semuanya menjadi lebih gelap.

Beberapa detik kemudian pandanganku yang tadinya gelap berganti menjadi pandangan yang penuhi dengan beberapa sapu, pel, dan alat pembersih lainnya.

"Di mana ini?" Tanyaku tidak jelas untuk siapa, kulihat pintu yang letaknya tak jauh dari tempat ku berdiri. Dengan perlahan ku dekati pintu itu, dan bersiap untuk membukanya. Tapi saat tanganku menyentuh gagang pintu itu, tangan ku malah menembus gagang pintu. Awalnya aku terkejut sekaligus panik, namun begitu menyadarinya aku hanya bisa menertawai kebodohanku

"Aku inikan roh" Ucapku sambil menembus pintu itu dengan mudahnya. Hal yang pertama ku dapati di hadapanku, begitu melewati pintu itu adalah keramain. Ada beberapa orang yang menggunakan baju putih dengan steteskop di tangan mereka

"Rumah sakit? Untuk apa aku kemari?" Tanyaku bingung. Meskipun aku tidak tahu harus kemana tapi, tidak berarti aku harus menghabiskan lucid dream pertamaku di rumah sakitkan?

'Mungkin bisa melihat operasi secara langsung' ucapku dalam hati. Ideku ini memang sedikit gila, tapi untuk menyaksikan sebuah operasi secara langsung adalah hal yang untuk dapat menyaksikan sebuah operasi secara langsung, kau harus mengenyam pendidikan kedokteran selama beberapa tahun dan mencari kerja di rumah sakit terdekat. Jujur saja selama ini aku belum pernah mendengar ada orang yang menjual tiket untuk menyaksikan 'operasi' secara live.

Dengan perlahan ku langkahkan kakiku yang tidak menggunakan alas kaki di atas lantai rumah sakit yang lumayan bersih. Terlihat beberapa pamflet yang ditempel di sana sini. Tapi ada satu pamflet yang sangat besar dan bertuliskan 'Konoha Hospital'. Aku tak terlalu perduli dengan semua itu, yang ku cari saat ini adalah ruang opersi. Aku terus melangkah menembus orang-orang yang berlalu lalang sampai akhirnya

#Bruk...

Tubuhku yang hanya di balut dengan mini dress itu terpental ke lantai. Aku memang tidak merasakan sakit, tulangku tidak patah, atau semacamnya. Tapi, posisiku jatuh sangat tidak elite. Dengan cepat aku segera bangkit dari posisiku dan memberikan tatapan tajam ke arah orang yang ku tabrak. Tapi tunggu, aku adalah roh. Tapi kenapa aku tidak dapat menembusnya?

"Kau bisa melihatku?" Tanya kami bersamaan. Aku terdiam sejenak dan mulai meresapi

"Ka...kau mengalami lucid dream juga?" Tanyaku sedikit ragu

"Ti.." Ucapan laki-laki itu terpotong ketika dua orang suster dengan tergesa-gesa berlari melewati kami

"Operasi dadakan?" Tanya salah seorang suster sambil terus berlari kecil

"Iya, Kita harus segera ke ruang opersi" Jawab yang satunya lagi. Mereka terus berlari-lari kecil sampai punggung mereka yang dilapisi kain berwarna putih itu hampir menghilang. Sebenarnya itu seperti kabar baik untukku, yang ingin melihat opersi secara langsung

"Aku sepertinya harus pergi" Ucapku sambil bergegas pergi

"Kemana?" Tanya pria itu pontan

"Ruang operasi, Kau mau ikut?" Tanyaku hanya sekedar basa-basi dan lalu kembali berjalan mencari ruang operasi. Jauh dari dugaanku, ternyata pria itu mengikutiku. Sebenarnya aku tidak keberatan akan hal itu. Karena berjalan-jalan seorang diri sangatlah menyebalkan. Ketika kau ingin mengungkapkan sesuatu, kau tidak tahu kepada siapa kau akan mengatakannya. Dan saat orang lain berjalan bersama kelompoknya atau pasangannya kau malah berjalan sendiri. Seperti gadis yang tidak memiliki teman. Sebenarnya itu sedikit memalukan, walaupun pada kenyataannya tidak ada yang memperdulikan hal itu.

Aku menembus sebuah ruang yang terpencil itu. Terlihat beberapa orang menggunakan baju hijau tengah sibuk dengan berbagai perkakas di tangan mereka. Di dalam sini jauh lebih bersih dari pada di luar. Lantai dan perabotan yang mengkilap menunjukkan begitu sterilnya tempat ini. Aku memposisikan diriku di tempat yang paling nyaman. Tak lama kemudian seorang pria,yang kuyakini adalah dokter, dengan sarung tangan putihnya yang ketat memasuki ruangan. Semua orang yang ada di sana menunduk hormat, kecuali aku dan pria tadi pastinya. Salah seorang dari mereka menghidupkan sebuah lagu Bethoven

"Apa mereka akan membuat pertunjukkan orkestra disini?" Tanyaku dengan nada sedikit meremehkan

"Itu agar membuat aliran darahnya stabil"Jawab pria yang ku tabrak tadi, sambil terus memandangi sekelompok orang yang ada di depan kami

"Apa hubungannya?" Tanyaku lagi

"Detak jantung akan stabil saat mendengarkan lagu-lagu lembut. Jadi detak jantung yang stabil akan mengaakibatkan aliran darah yang stabil pula. Sehingga pada saat melakukan operasi aliran darahnya tidak terlalu cepat" Jelas pria itu

Sang dokter mulai mengambil sebuah pisau dan menyobek bagian perut sang pasien. Cairan merah yang kental mulai mengalir keluar dari sayatan sang dokter. Merembes menghiasi kulit putih bersih sang pasien. Sang dokter mulai membuka sayatan itu. Dan semua terlihat jelas. Rasa jijik dan mengerikan naik ke penuh kehati-hatian dokter itu mengangkat sesuatu dari sana. Sesuatu yang bergerak lemah,dibaluri darah, dan hidup. Sesuatu yang terlihat seperti orang bernapas lega disana. Aku bisa melihat sang dokter tersenyum dari garis matanya yang naik. Ya semua orang tersenyum kecuali, aku. Aku memeluk pria di sampingku dengan erat. Jujur saja aku tidak sanggup lagi melihatnya. Aku ingin secepatnya pergi dari sini. Tapi rasa jijik sudah menghantuiku lebih dulu. Jadi hal terbaik yang bisa aku lakukan hanyalah memeluk pria ini dengan erat.

"Ayo kita pergi dari sini!" Ucap pria itu. Dalam sekejap dapat ku rasakan perubahan yang terjadi. Aku dapat mendengar keramaian di sekelilingku. Ini bukan di ruang operasi lagi. Ini di...

"Jalan Rue des...Pa-paris?"Aku terbata-bata mengucapkan kalimat tidak percaya di mana aku saat ini. Di mana kakiku berpijak, di mana aku menghirup udara ini. Ini sungguh menakjubkan. Saat ini aku berada di salah satu tempat yang sangat ingin ku kunjungi . Salah satu jalanan yang ada di paris, Rue des. Ini gila, terlalu gila untuk di jelaskan. Beberapa orang terus berjalan dengan pakaian musim seminya dan sebuah cup kopi panas di tangan mereka. Aku ingat, salah satu kedai kopi terkenal ada di sini 'kooka boora'. Sebuah kedai kopi yang biasa dikunjungi anak muda untuk sekedar berkumpul bersama teman mereka atau hanya membuka laptop mereka dan menikmati kopi panas mereka. Aku tersenyum melihat semua itu. Dimana pada akhirnya, aku bisa melihat semua ini secara langsung

Ino POV end

"Sampai kapan kau akan memelukku?"Tanya pria itu dingin. Ino segera melepaskan pelukannya dari pria itu dan mencoba menutupi rasa malunya

"Jadi, kenapa kau membawa kita ke sini?" Tanya Ino mencoba mencari topik pembicaraan. Sebenarnya dia sangat ingin mengucapkan terima kasih . Tapi, baginya lebih mudah untuk mengucapkan terima kasih kepada orang yang dikenal ketimbang orang yang baru di kenal

"Bukankah kau sudah tidak sanggup untuk melihatnya?"Tanya pria itu. Sebenarnya dia merasa kasihan terhadap Ino yang sudah kehilangan pikirannya saat melihat proses opersi tadi. Mungkin banyak orang yang bisa melihat darah dan berkata tidak jijik. Tapi begitu mereka melihatnya dalam skala besar, mungkin mereka sudah pingsan di tempat

"Aku tidak menyangka bisa semengerikan itu" Komentar Ino sambil mengerucutkan bibirnya. Pria itu memperhatikan ekspresi wajah Ino yang sedikit tidak enak. Dia jelas tahu bayang-bayang operasi tadi masih bergelayut manja di otaknya

"Aku membawa mu kesini untuk melupakan hal itu"Ucap pria itu yang lalu berjalan santai menembus beberapa orang di hadapannya. Ino segera menyusul pria itu dan menyamakan langkah mereka. Ino memerhatikan setiap inci dari wajah pria yang ada di sampingnya itu. Wajah yang tampan, bibirnya yang merah, kulit putih mulus, dan hidung yang sama sekali tidak bisa dikategorikan dalam kata 'pesek'

"Namaku Ino Yamanaka"Ucap Ino sambil tersenyum lebar

"Neji" Sahutnya singkat. Jawaban pria yang diketahui bernama Neji ini sukses membuat Ino bingung. Ino sangat ingin membicarakan sesuatu dengan pria ini atau mungkin menjadi akrab. Tapi jawabannya yang singkat sukses membuat Ino memutar otaknya untuk berpikir

"Jadi, kenapa kau membawa ku kesini? Maksudku, kenapa jalan rue des bukan menara eiffel atau tempat lainnya?" Tanya Ino mencoba mencari penjelasan

"Jadi kau ingin aku membawa mu ke menara eiffel?" Tanya Neji to the point. Jujur saja, Ino lebih suka menikmati pemadangan dari atas menara eiffel dari pada di jalannan rue des. Di sana kita bisa melihat jelas setiap bagian dari Paris. Dan lagi, menara eiffel juga terkenal sebagai salah satu tempat romantis

"Bisa di bilang begitu. Karena seharusnya untuk melupakan sesuatu yang mengerikan kau harus mendapatkan sesuatu yang sangat bagus sehingga mampu melupakan sesuatu yang menegrikan itu" Jelas Ino sambil tersenyum penuh makna

"Apa kau tahu?"Tanya pria itu dengan tatapan lurusnya

"Apa?"Tanya Ino bingung

"Lupakan!" Ucap pria itu sambil terus berjalan

"Hei,Katakan padaku!" Ucap Ino yang sudah tenggelam dalam lembah penasaran

"Kau yakin?" Pria itu berhenti dan hanya melirik Ino dengan ekor matanya

"Iya, aku yakin" Ucap Ino lantang

"Menara Eiffel dulunya adalah tempat orang bunuh diri" Ucap pria itu sambil tersenyum simpul ke arah Ino yang terkejut mendengar perkataanya barusan

"Be...benarkah?"Tanya Ino terbata-bata. Ino tidak percaya dengan apa yang dikatakan pria yang baru dikenalnya ini. Ino jelas mengingat bagaimana diagung-agungkannya menara eiffel dengan ke romantisannya. Bagaimana romantisnya setiap film-film yang berlokasi di menara eiffel. Seluruh saraf ino dengan tegas menolak semua yang di katakan pria itu.

"Tidak mungkin!"Ino membantah pria itu dengan lantang

"Kau mau menolak kenyataan?"Pria itu menaikkan alis sebelah kanannya dan memasang senyum sinisnya ke arah Ino

"Kau merusak moodku" Ucap Ino menundukkan kepalanya dan melanjutkan jalannya mendahului Neji

"Hei!" Neji memegang bahu Ino yang lumayan kecil. Ino menghentikan langkahnya tapi tidak menoleh sedikit pun ke arah Neji.

Kenapa seorang Neji melakukan ini? seorang yang jarang perduli dengan persaan orang lain. Neji sangat ragu untuk melanjutkan perkataanya. Ragu untuk melontarkan kata-kata yang begitu rancu di kepalanya atau di lidahnya. Kata-kata yang berbau kepedulian. Neji memutar otaknya mencari cara lain. Cara lain agar dia tidak perlu melontarkan kalimat 'asing' itu.

"Ada apa?"Tanya Ino yang pada akhirnya membalikkan tubuhnya, menatap mata Neji. Pada awalnya Ino sama sekali tidak berniat untuk membalikkan tubuhnya dan menatap wajah dingin Neji. Tapi, karena setelah menunggu sekitar 5 menit dan mendapati Neji hanya diam saja. Ino pun memutuskan sebaliknya

"Ikut aku!" Neji menarik Ino mendekat ke arahnya. Ino terkejut dengan apa yang di lakukan oleh Neji. Dia sangat bingung apa yang sedang dilakukan oleh Neji atau mungkin lebih tepatnya kemana Neji akan membawa Ino. Namun saat Ino hendak melambungkan pertanyaanya di udara, semua sudah berubah. Mereka sudah berpindah tempat. Mereka tidak berada di jalan rue dess lagi melainkan di salah satu teater terkenal di kota Paris. Pemandangan yang tadinya dipenuhi oleh bangunan-bangunan dan keramain kini berganti menjadi sederetan bangku kosong dan sebuah penggung besar. Di panggung besar itu terdapat beberapa orang yang tengah sibuk membenahi panggung. Tampak beberapa dari mereka berbincang-bincang sambil menunjuk-nunjuk ke arah bangku penonton. Ino memandangi semua itu dengan mata berkaca-kaca. Senyuman manis tersemat di bibir tipisnya.

"Ini... benar-benar indah!" Ucap Ino dengan antusias. Neji tersenyum tipis melihat hasil kerjanya

"Aku sudah sangat lama ingin ke sini... Terima kasih..." Ino memeluk Neji dengan erat dan tampa rasa canggung. Itu benar-benar sebuah pelukan antusias. Neji yang dipeluk terbelalak kaget. Jujur saja, ini adalah pertama kalinya dia di peluk oleh seorang wanita selain ibunya. Ino melepaskan pelukannya dengan cepat dan tersenyum lebar ke arah Neji

Deg

'A..apa yang wanita ini lakukan? Kenapa senyumannya terlihat begitu tulus?' batin Neji

Neji memandang lekat-lekat ke arah Ino. Ini pertama kalinya dia diberikan senyuman setulus itu. Senyuman yang hanya didapatkannya dari Ibunya bukan orang asing seperti Ino. Bahkan sahabatnya sendiri Sasori tidak pernah memberikannya senyuman itu. Ino tidak begitu memperdulikan pandangan Neji itu. Dia sibuk mencari posisi yang pas untuk menonton

"Ayo... duduk di sini saja!" Ucap Ino sambil menepuk pelan sebuah kursi di sampingnya. Dengan perlahan Neji duduk di kursi yang ditepuk oleh Ino tadi. Saat ini mereka tengah duduk di posisi tengah, dimana semua terlihat dengan jelas. Posisi yang banyak dicari oleh orang banyak. Tak lama kemudian, sekelompok orang datang memasuki gedung teater. Mereka datang dan langsung duduk di bangku-bangku kosong yang tersedia. Perbincangan menghiasi kedatangan mereka. Semua pengunjung yang datang untuk menonton gedung teater ini memasang wajah bahagia mereka. Mereka datang ke sini berharap untuk dihibur dan melepas penat mereka. Mereka datang bersama teman-teman mereka atau bahkan sendiri hanya untuk menikmati pertunjukkan di gedung teater ini. Pertunjukkan yang hanya berdurasi kurang lebih satu jam.

Seorang pria bersetelan formal, berjalan dengan tegap ke tengah panggung. Semua mata tertuju ke arahnya. Dia tersenyum dengan manis dan memulai tugasnya sebagai pembawa acara. Dan semenit kemudian pertunjukkan pun dimulai. Penampilan para pemain itu sungguh menakjubkan. Meskipun Ino tidak mengerti bahasa yang digunkan oleh para pemain, dia bisa mengikuti alur ceritanya melalui gerak-gerik mereka. Hal yang aneh adalah saat penonton lain tertawa dengan puasnya, Ino hanya mampu terdiam mencari hal apa yang membuat mereka tertawa. Ino sedikit sedih akan hal itu, melewatkan bagian menyenangkan dari menonton sebuah teater. Tapi mau bagaimana lagi? Ini adalah resiko dari para penonton 'gelap'

"Neji, Lihat wanita i..." Kalimat Ino terputus begitu melihat orang yang berada di sampingnya bukanlah Neji. Neji yang seharusnya duduk di sampingnya malah berganti menjadi sesosok pria gemuk yang tengah menyantap popcornnya. Pria itu mengingatkan Ino pada Chouji,temannya di kelas 3 smp dulu. Dia adalah sosok pria yang sangat suka makan popcorn saat sedang menonton. Ino ingat saat dulu ada teman kelasnya sedang berkelahi, semua orang mencoba merelai mereka. Bagaimana dengan Chouji? Dia memilih duduk dan menyantap popcorn, menikmati pemandangan di hadapannya. Ino sempat marah padanya dan berkata "Teman macam apa yang menikmati perkelahian temannya sendiri!" Dan dengan santainnya Chouji menjawab "Kau bergabunglah bersama ku! Kau mau menyia-nyiakan kesempatan menyaksikan perkelahian secara live ini?" Ino tergoda dengan rayuan maut Chouji dan akhirnya ikut menyaksikan perkelahian itu. Dan ternyata itu menyenangkan

"Ne...neji" Ino memanggil Neji sambil melihat ke kanan dan ke kiri, rasa panik merayapi Ino

"Aku di sini" suara Neji yang sedikit berbau kekesalan berhasil membuat Ino menoleh kebagian belakang pria gemuk tadi. Dan ternyata dari tadi, pria gemuk itu duduk di atas Neji. Neji yang pada dasarnya adalah mahluk astral, yang tidak dapat dilihat maupun didengar harus pasrah dengan perbuatan pria gemuk yang menyebalkan itu. Sebenarnya sudah sejak lama Neji ingin pidah karena diduduki oleh orang lain itu, sedikit meberikan kesan menjijikkan dan mengesalkan. Namun begitu melihat wajah Ino yang begitu serius menyaksikan pertunjukkan teater itu, Neji memutuskan untuk mengatup kedua bibirnya rapat-rapat

"Apa kau baik-baik saja?"Tanya Ino ragu-ragu. Neji hanya diam tidak berniat untuk menjawab pertanyaan Ino

"Ayo kita pergi dari sini!" Ajak Ino sambil menggengam tangan Neji

"Kau tidak berniat menonton teaternya sampai selesai?" Tanya Neji dengan wajah datarnya

"Tidak begitu menyenangkan saat hanya aku saja yang bisa menikmatinya" Ucap Ino tersenyum dan menutup ke dua matanya. Neji menatap wajah Ino lekat-lekat. Memperhatikan setiap lekuk wajah Ino yang cantik. Neji tidak biasa melakukan hal ini. Hal yang di anggapnya sangat tidak penting di hidupnya

Mereka kembali berpindah tempat. Kini mereka barada di sebuah tempat yang asing. Tempat yang sangat jarang dijamah oleh manusia. Sebuah pohon tua yang rindang tumbuh di sana. Sekitar 4 meter dari tempat mereka berdiri, sebuah danau yang bersih bersemayam dengan tenangnya. Ino membuka ke dua matanya dan tersenyum ke arah Neji. Neji tidak membalas senyumannya dia hanya menatapnya datar

"Dimana ini?" Tanya Neji

"Ini adalah tempat spesial" Ucap Ino sambil berjalan mendekati danau. Merentangkan ke dua tangannya dan menikmati hembusan semilir angin yang melewati tubuhnya

"Tempat spesial?" Tanya Neji heran

"Iya, ini adalah tempat spesial. Hanya kakek, nenek, ibuku, kau dan aku yang pernah kesini" Ucap Ino yang kembali dengan senyumannya. Ino berjalan mendekati sebuah pohon tua dan memandangnya lekat-lekat

"Kakek dan nenekkulah yang menanam pohon ini" Ucap Ino yang lalu membelai pelan pohon tua itu

"Mereka berdua menanam pohon ini karena mereka ingin bertemu lagi" Sambung Ino sambil tersenyum

"Bertemu lagi?" Tanya Neji

"Nenek dan kakeku sudah berteman sejak mereka kecil. Pada saat usia mereka 16 tahun, nenekku harus pindah ke Itali karena ayah nenekku yang kehilangan pekerjaannya. Jadi mereka menanam pohon ini sebagai kenang-kenangan dan berjanji akan bertemu lagi di sini" Ino tersenyum lembut ke arah Neji yang berdiri diam sejauh dua langkah darinya

"Ayahmu tidak tahu tempat ini?" Tanya Neji datar

"Tidak, dia tidak tahu tempat ini. Yang dia tahu hanyalah, cara untuk terus menghasilkan uang. Tidak ada waktu untuk keluarga kecilnya. Sampai akhrinya ibu meninggalkan kami dan tempat ini hanyalah menjadi tempat spesial bagi nenek, kakek, ibu dan aku" air mata Ino mulai turun membasahi ke dua pipi ranumnya. Neji mendekat dan mencoba untuk menenangkan Ino. Namun saat dia hendak menyentuh Ino tangannya malah menembus tubuh Ino

"I..ino?"

To Be Countinued...

Author's Note
Readerssssssss...# ujan lokal
Gimana? Gimana? Gak asik ya ?

Gomen...
hm... kalau kalian punya pertanyaan silahkan tanya di kotak ripiew ya...
kalo kalian mau tahu tentang lucid dream yang sebenarnya kalian bisa nanya aja sama mbah google, dia baik kok orangnya :)
jujur, saya emang ngangkat cerita ini dari tema yang NYATA, tapi berhubung saya lebay dan suka ngayal jadi fic ini sedikit menyipang melewati garis lurus # alias sesat hehehe
dan soal deskrip yang mungkin sedikit atau EYD yang jatuh ke dalam retakan bumi ...
Gomennnn...
jangan lupa mampir lagi di next chapter plus tinggalkan ripiew ya...