Disclaimer: Naruto © Masashi Kishimoto

Story by Shizukano Aizawa

Warning: AU, OOC (sepertinya sangat), typo(s), etc.

Pairing: SasuXSaku

.

.

I Love My Sister

Seperti biasa, pagi ini aku kembali terbangun ke dunia nyata yang sebenarnya tidak pernah ku harapkan. Ke dunia dimana aku kembali melihat gadis merah muda itu. Gadis yang beberapa bulan ini baru kuketahui bahwa dia bukan adik kandungku. Ya, dia adalah anak yang diangkat oleh kedua orang tuaku kedalam keluarga ini. Keluarga Uchiha.

Aku tidak pernah tahu alasan apa yang dimiliki oleh orang tuaku hingga mereka mengangkat gadis yang lebih muda 2 tahun di bawahku ini sebagai anak mereka, sebagai salah satu keluarga Uchiha. Dulu memang aku menyayanginya. Ya, aku menyayanginya karena aku mengira bahwa dia adalah adik kandungku. Tapi setelah aku tahu dari kakak sulungku, Uchiha Itachi bahwa dia bukan adik kandungku, aku tidak pernah lagi ingin mengenalnya, melihatnya, ataupun menyebut namanya. Aku membencinya, amat sangat membencinya.

Kini aku berjalan menuju kamar mandi yang ada di kamarku ini. Jam sudah menunjukkan pukul 6:34. Aku memang tidak perlu terburu-buru karena memang sekolahku tak jauh dari rumah kami. Hanya butuh waktu 10 menit untuk sampai disana.

Setelah memakai seragam sekolahku, aku bergegas turun menuju ruang makan. Kulihat disana sudah ada tou-san, kaa-san, dan juga gadis itu. Cih! Aku benar-benar membencinya. Dan aniki? Ia sekarang sedang di New York untuk melanjutkan study-nya, karena itu sekarang di rumah hanya ada kami berempat. Hidupku semakin membosankan setelah aniki pergi.

"Ah, Sasuke-kun. Ohayou, ayo sini kita sarapan bersama." Ucap Kaa-san sembari menyiapkan beberapa makanan di atas meja. Aku menatapnya tengah tersenyum padaku.

"Ohayou aniki." Kulihat gadis itu juga tersenyum padaku. Senyum yang biasa ia tunjukkan padaku saat dulu kami masih sering bermain bersama, saat dulu aku belum tahu yang sebenarnya.

"Ohayou." Ujarku datar sembari berjalan keruang makan.

Aku melihat tou-san tengah membaca koran pagi miliknya. Kini aku duduk di kursi tepat di depan tou-san, gadis itu dan kaa-san pun juga ikut duduk. Setelah semuanya siap, tou-san pun menutup korannya dan ikut bersiap-siap untuk sarapan pagi ini.

"Ittadakimasu." Ucap kami bersamaan.

Kini ruang makan menjadi hening. Dari dulu memang tou-san mengajarkan untuk tidak berbicara saat sedang makan.

Setelah beberapa menit, semuanya selesai. Aku menaruh sumpitku di atas mangkuk tempat aku menyantap makananku.

"Gochisousama deshita." Ucap kami bersamaan. Aku pun kemudian berjalan kearah dapur dan meletakkan peralatan makanku disana. Setelahnya aku berjalan kembali dan berpamitan pada tou-san dan kaa-san.

"Aniki… Chotto mate kudasai." Aku sungguh mengenal suara ini. Ya, suara gadis berambut merah muda itu.

"Kenapa kau mengejarku?" Ucapku dingin.

"Etto ne… Kenapa akhir-akhir ini aniki selalu menjauhiku? Apa aniki membenciku?" Cih! Aku paling tidak suka ini. Raut wajah sedihnya hanya membuatku bertambah muak saja.

"Ya, aku membencimu! Amat sangat membencimu! Jadi pergilah dari hadapanku sekarang!" Teriakku. Dan kulihat kini ia membelalakkan matanya terkejut. Ia menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Kulihat kini air mata jatuh dari kedua iris emerald-nya. Ia menatapku tak percaya, dan pergi begitu saja meninggalkanku.

Aku melihatnya berlari menjauhiku. Aku tidak begitu peduli, toh hari ini aku merasa lega karena tidak ada gadis itu disampingku. Gadis merah muda itu. Uchi- ah Haruno Sakura. Namanya yang sebenarnya.

.

.

"Sasuke-kun… Apa sedari tadi kau tidak melihat Sakura-chan saat pulang sekolah? Atau apa dia tidak memberitahumu dia akan kemana?" Kini aku sedang duduk di sofa ruang keluarga. Kaa-san tengah sibuk menanyakan keberadaan gadis itu. Jam memang sudah menunjukkan pukul 7 malam, dan gadis itu belum juga kembali. Padahal sekolah sudah selesai sejak jam 4 sore tadi. Gadis ini benar-benar merepotkan!

"Tidak kaa-san. Dia tidak memberitahuku." Ucapku malas. Ya, sepertinya dia pergi karena bentakkanku tadi pagi. Sekarang aku merasa sedikit bersalah karena sudah membentaknya. Tapi, sudahlah. Lebih baik begini kan? Aku juga senang menjadi satu-satunya anak dikeluarga ini, ya selama Itachi nii-chan ada di New York.

"Bagaimana ini Sasuke-kun? Kaa-san sudah menelpon ke rumah Yamanaka-san dan Hyuga-san , tapi mereka tidak tahu dimana Sakura-chan. Kaa-san sangat khawatir dengan keadaannya. Sasuke-kun, ayo cepat kau cari dia." Kaa-san kini berdiri dihadapanku dengan raut kekhawatiran di wajahnya. Mau tidak mau, aku harus mencari gadis itu. Huh! Merepotkan.

"Baiklah, kaa-san. Kaa-san tenangkan diri dulu, okay? Aku akan mencarinya. Jika dia pulang sebelum aku pulang, segera hubungi aku." Ucap ku dan bergegas pergi setelah sebelumnya mengambil jacket yang ada di kamarku.

"Baiklah, Hati-hati Sasuke-kun." Ucap Kaa-san, dan aku pun segara keluar mencarinya.

.

.

Sebenarnya ada apa dengan gadis itu? Kenapa kaa-san selalu saja mengkhawatirkannya. Aku bingung pada mereka semua. Aniki pun begitu, selalu saja menanyakan kabarnya jika menelpon. Apa bagusnya dia! Cih! Dia itu menyebalkan, cerewet, menyusahkan! Dari mana mereka bisa menyayangi gadis menyusahkan itu!

Sekarang dimana dia? Sudah jam segini juga! Ah, itu dia! Apa yang dia lakukan di taman itu? Menangis? Huh! Dasar wanita, kerjanya hanya menangis saja. Aku segera mendekatinya. Sepertinya dia tidak tahu aku datang.

"Kaa-san, tou-san, apa aku hanya bisa menyusahkan saja? Kenapa kalian tidak ikut membawaku bersama kalian saat itu? Kenapa kaa-san, tou-san?" Aku terkejut saat mendengar perkataannya. Apa maksudnya? Jadi dia tahu siapa kedua orang tuanya? Kenapa mereka tidak membawa anak mereka? Kenapa dia tidak ikut orang tuanya? Apa dia anak…haram?

Aku membelalakkan mataku saat pikiran itu terbesit. Tidak! Jika dia anak haram, tidak mungkin kaa-san, tou-san, dan aniki begitu menyayanginya. Lalu kenapa? Sudahlah. Lebih baik aku membawanya pulang. Kaa-san bisa akan lebih khawatir jika dia belum pulang juga sampai jam segini.

"Kaa-san mengkhawatirkanmu!" Ucapku dingin. Kulihat ia menatapku terkejut. Ia segera menghapus air matanya, dan kembali menatapku.

"Kenapa aniki membenciku?" Ucapnya sembari menatap langsung pada manic sewarna onix milikku.

"Pulanglah. Kaa-san benar-benar mengkhawatirkanmu." Ucapku lagi tanpa menjawab pertanyaannya. Ia menatapku tak percaya. Ia kembali berlari meninggalkanku. Kenapa wanita suka sekali berlari saat sedang menangis? Menyusahkan! Aku pun berlari mengejarnya.

"Sakura… Kenapa kau lari dariku, hah?"

"Sasuke-nii tidak pernah mengerti perasaanku! Dengan seenaknya mengatakan kau membenciku! Kau bukan aniki-ku! Jangan kejar aku lagi!" Aku mendengar teriakannya, sangat jelas. Apa yang kulakukan selama ini? Aku… menyakitinya? Karena dia bukan adik kandungku, aku membencinya begitu saja? Apa yang sudah ku lakukan? Ya, aku salah. Aku lah yang salah selama ini. Membencinya begitu saja, tanpa adanya sebab. Aku bodoh! Aku bukan aniki yang baik.

Aku menghentikan langkahku. Menatap punggung kecil yang bergetar itu, berlari menjauh meninggalkanku. Kini aku terdiam ditempatku, merenungkan apa yang baru saja terjadi, yang selama ini sudah terjadi. Aku sadar, membencinya selama ini tidak ada gunanya.

.

.

Aku kembali berjalan. Aku yakin sekarang Sakura sudah ada dirumah, makan malam bersama kaa-san dan tou-san. Ya, memang ini kesalahanku. Sebaiknya malam ini aku diluar saja.

Aku melirik jam tanganku, sudah pukul 9:23 malam. Sudah larut ternyata. Aku terus berjalan, menghiraukan apapun yang ada. Aku melihat beberapa orang berkumpul di jalanan di depanku. Aku tidak terlalu peduli dan melewati kerumunan orang-orang tersebut, mungkin itu hanya anak-anak yang sedang bertengkar saja.

Aku melirik telephone genggamku yang bergetar, kaa-san? Apa dia mencemaskanku? Ah, atau ingin memberitahuku bahwa Sakura sudah dirumah. Ya, pasti ingin mengabarkan hal itu.

"Moshi moshi."

"Sasuke -kun , kau kemana saja? Apa sudah menemukan Sakura-chan? Kenapa lama sekali? Kaa-san dan tou-san benar-benar mencemaskan kalian berdua." Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan sekarang, aku sangat terkejut karena Sakura ternyata belum sampai dirumah. Kini aku benar-benar mencemaskannya.

Kerumunan tadi? Apa yang ada di sana? Perasaanku kini benar-benar kacau. Aku tidak tahu lagi apa yang kupikirkan. Aku menutup telephone kaa-san, lalu kembali berlari kebelakang. Saat melihat kerumunan itu, aku mencoba memasukinya, tanpa peduli perkataan orang-orang itu. Setelah melihat kedalam kerumunan itu, kini aku benar-benar terkejut.

"SAKURA?!" Aku menatap matanya yang kini juga menatap kedalam mataku. Ia tersenyum, walau air matanya kini jatuh deras dari pelupuk matanya.

"Aku akan membawamu kerumah sakit! Tahanlah!" Ucapku lalu menggendong tubuhnya kecilnya, berlari kearah rumah sakit terdekat. Kakinya mengeluarkan darah yang cukup banyak hingga membuat bajuku basah oleh darah dikakinya.

"Apa yang terjadi? Kenapa begini?" Teriakku marah. Aku tidak tahu apa yang kukatakan, perasaanku kacau, ia hanya tersenyum, kemudian merangkul leherku. Aku tahu ia menangis.

"Gomen ne, aniki. Aku merepotkanmu. Gomen ne." Aku hanya diam mendengarnya, tidak tahu apa yang harus ku jawab. Aku kembali memberanikan diriku bertanya.

"Apa yang terjadi padamu? Kenapa begini, Sakura?" Ia melepaskan rangkulannya dan menatapku.

"Aku-kakiku terlindas oleh kendaraan yang lewat saat aku terjatuh. Gomen ne, aniki."

"Tidak perlu minta maaf. Tahanlah, okay?" Ucapku sembari menatapnya sedih. Aku mencium keningnya lembut, ia tersenyum.

"Aniki kembali." Aku hanya tersenyum mendengar ucapannya. Kini aku sudah sampai di rumah sakit. Aku segera berlari membawa Sakura. Para suster terkejut akan kedatangan kami. Mereka langsung menyuruhku membawa Sakura. Setelah diminta menunggu, aku kembali mengabari kaa-san dan tou-san. Betapa terkejutnya mereka saat tahu Sakura mengalami kecelakaan. Dengan segera kaa-san dan tou-san mendatangi rumah sakit. Setelah mengabari kaa-san dan tou-san, aku segera menghubungi Itachi-nii. Ia terkejut mendapati kabar seperti itu. Ia mengatakan padaku akan pulang besok untuk melihat keadaan Sakura.

Ini salahku. Jika saja aku tidak membencinya, jika saja aku tidak dingin padanya, Sakura tidak akan mungkin seperti ini. Ya, dia tidak mungkin seperti ini. Ini salahku. Maafkan aku, Sakura.

.

.

Beberapa bulan berlalu sejak kejadian itu, kejadian dimana Sakura kehilangan kedua kakinya. Kini dia sudah tidak lagi bisa berjalan. Ini semua kesalahanku. Akulah penyebabnya, karena itu aku tidak akan pernah meninggalkannya lagi. Never.

Dan kini aku juga sudah tahu kenapa Sakura di angkat oleh kedua orang tuaku sebagai anak mereka. Saat usia Sakura menginjak 2 tahun, sebuah kecelakaan terjadi, sebuah kecelakaan yang menewaskan kedua orang tua Sakura. Dalam kecelakaan itu, hanya Sakura lah yang selamat, anak tunggal dari keluarga Haruno. Karena orang tuanya dan orang tuaku sudah lama bersahabat, maka Sakura diangkat menjadi anak oleh kaa-san dan tou-san. Ya, kini aku mengerti. Kenapa saat itu Sakura mengatakan ingin ikut kedua orang tuanya.

Kini aku berjanji pada diriku sendiri, untuk menjaga Sakura apapun yang terjadi. Aku tidak akan membiarkan siapapun menyakitinya. Ya, siapapun.

.

.

"Ohayou, aniki." Suara itu sudah kuhapal diluar kepalaku. Siapa lagi, jika bukan gadis berambut merah muda yang kini tengah berada disamping tempat tidurku. Kebiasaannya yaitu mencubiti hidungku sampai aku terbangun. Hmm… Sudah lama sekali aku tidak merasakan ini, sejak dulu aku tahu bahwa kami bukanlah saudara kandung. Dan sekarang, setelah lama aku tahu kami bukan saudara kandung dan aku dekat lagi dengannya, aku merasakan sebuah perasaan yang seharusnya tidak boleh ini tumbuh begitu saja. Aku mencintainya.

Aku tidak tahu sejak kapan perasaan aneh ini muncul, tidak pernah tahu. Dan yang tahu akan perasaan ini hanya aku, Itachi-nii, dan Kami-Sama. Itachi-nii hanya tersenyum dan menggodaku saat ia tahu aku mencintai Sakura. Memang baka aniki itu selalu saja senang menggodaku dan mengerjaiku.

Aku menatap iris emerald-nya sembari tersenyum. "Ohayou, imou." Kulihat ia tersenyum senang, lalu menarikku hingga aku duduk ditepi tempat tidurku. "Apa yang membuatmu datang ke kamarku pagi-pagi begini, Sakura?" Tanyaku lembut, ia menggerakkan kursi rodanya hingga mendekatiku. Aku tersenyum, masih merasa bersalah akan kejadian yang merenggut kedua kakinya itu.

"Aku ingin bercerita." Ucapnya senang. "Sasuke-nii kenal dengan Sasori-senpai kan?" Ucapnya lagi, kini ia tampak antusias. Melihatnya begini membuatku ingin 'menyerangnya'.

"Ya, tentu aku mengenalnya, imou. Ada apa dengannya?" Ucapku tersenyum, hanya padanyalah aku bisa tersenyum seperti ini, tidak dengan Itachi-nii, tou-san¸ dan juga kaa-san. Hanya dengan Sakura lah, aku bisa tersenyum seperti ini.

"Aku menyukainya, aniki." Mendengarnya mengatakan itu, raut wajahku berubah seketika, aku kesal, ada rasa sakit dihatiku saat aku tahu Sakura menyukai Sasori, teman satu team basket ku.

"Kenapa, kau bisa menyukainya, Sakura? Dia itu kan terkenal sebagai player yang suka memainkan perasaan gadis-gadis." Ucapku yang ingin membuat Sakura merubah fikiran dan tidak menyukai pemuda itu.

"Tapi dia baik padaku, aniki. Dia pernah mengatakan bahwa aku gadis yang manis. Aku jadi menyukainya." Ucapnya dengan semburat merah tipis dikedua pipinya. Tidak! Sakura tidak boleh menunjukkan ekspresi itu pada siapapun atau untuk siapapun, dia tidak boleh! Sakura hanya boleh memberikan ekspresi itu untukku, hanya untukku!

"Aku melarangmu mendekatinya! Dia tidak baik, Sakura." Aku mulai meninggikan suaraku. Ia tampak kesal. Ia melemparkan boneka yang sedari tadi digenggamnya padaku, boneka dolphin hadiah ulang tahun dariku untuknya.

"Aniki no baka! Kimi no koto ga kirai desu!" Setelah mengatakan itu, Sakura menggerakkan kursi rodanya keluar dari kamarku. Aku mendengarnya terisak. Apa aku salah? Aku sudah menyakitinya lagi. Tapi aku tidak ingin dia melihat orang lain selain aku! Cih!

.

.

Bel istirahat berbunyi. Aku berjalan menuju kelas Sakura. Kelas 10-2. Tapi saat aku sampai di kelasnya, aku tidak menemukannya. Tidak sama sekali. Aku melihat Hinata tak jauh dari pintu kelas, aku pun berjalan kearahnya.

"Hinata, dimana Sakura?" Aku melihat Hinata terkejut atas kedatanganku.

"Sasuke-nii? Sakura tadi pergi keluar saat ia melihat Sasori -senpai melewati kelas, sepertinya dia mengikutinya."

"Baiklah, arigatou, Hinata." Ucapku dan bergegas mencari Sakura.

Aku tidak melihatnya dikantin maupun taman sekolah. Lalu dia dimana? Aku pun mendudukkan diriku dibawah pohon rindang di belakang sekolah. Samar-samar aku mendengar seseorang menangis. Saat aku mengikuti suara itu, aku melihatnya. Sakura tengah menangis diatas kursi rodanya.

"Sakura? Apa yang terjadi padamu?" Tanyaku panik. Aku mendorong kursi rodanya kearah pohon tempat aku beristirahat sejenak tadi.

"Aniki benar. Sasori-senpai tidak menyukaiku. Dia hanya mempermainkanku. Dia mengatakan padaku bahwa aku tidak pantas untuknya. Orang yang tidak bisa berjalan sepertiku tidak pantas untuknya. Aku…" Aku menatap Sakura kembali menangis. Air mata begitu deras jatuh dikedua pipinya. Ia menutup wajahnya dengan kedua tangannya.

Melihatnya begini lebih membuatku sakit. Aku akan membuat perhitungan nanti dengan si brengsek Sasori itu! Aku kini menggenggam kedua tangannya, manghapus air matanya dan segera memeluknya. Aku mengusap rambut merah muda panjangnya.

"Jangan menangis untuknya, Sakura. Aku tidak mau melihatmu mengeluarkan air mata hanya untuk pemuda brengsek sepertinya. Aku menyayangimu, ah tidak. Aku mencintaimu, jadi jangan menangis untuknya, okay?" Ucapku jujur. Ia mengangguk dipelukanku. Setelah melepaskan pelukanku, ia tersenyum.

"Aku juga mencintaimu, aniki." Ucapnya, tapi kulihat sepertinya ia tidak mengerti maksudku.

"Tidak, Sakura. Maksudku, aku mencintaimu tidak sebagai seorang kakak kepada adiknya, tapi sebagai seorang laki-laki kepada perempuan." Ucapku tersenyum. Kulihat ia memebelalakkan matanya tak percaya.

"Itu tidak mungkin, kan?" Ucapnya terkejut.

"Itu benar, Sakura. Dan aku sangat mencintaimu."

"Tapi…" aku mengacak rambutnya, dan ia hanya memejamkan matanya.

"Tunggu saja sampai kita dewasa, dan aku akan mengatakannya pada tou-san dan kaa-san, dan aku akan melamarmu. Sampai saatnya tiba, aku akan membuatmu begitu mencintaiku." Dia menatapku tak percaya.

"Tapi, aku begini…" Ia menatap kearah kedua kakinya. Aku tersenyum menatapanya.

"Aku mencintaimu tidak seperti si brengsek itu, Sakura. Aku mencintaimu apa adanya. Jadi bersiaplah. Aku akan membuatmu begitu mencintaiku." Ucapku, dan kulihat wajahnya yang bersemu merah. Ia tersenyum, dan kupikir inilah senyumannya yang termanis. Aku begitu mencintainya. Amat sangat mencintainya.

"Sakura, boku wa anata no koto ga suki. Eien ni." Ucapku lalu mencium lembut keningnya. Ia hanya tersipu. Dan aku sangat menyukai semua ekspresinya. Ekspresi dari wajah manisnya.

"Aishiteru yo, hime."

.

.

END

Author's note:

Hi, minna~ XD

Huaaaaaa~~~~~ Lama nggak jumpaa ya~ XD *plaaaaaaaaaaaakkkkkk

Dan saya malah meng-update fanfict lain~ . *digantung* Padahal ff ku yang lain belum selesai~ . / Hohohohoho~ XD Baiklah, bagaimana cerita kali ini? Aneh kah? Hancurkah? Ah~ Aku tidak tahu juga karena aku buat ini tengah malam ampe jam setengah 2~ . /

Hohohohohohoho~ XD

Ne, kalau begitu, jangan lupa tinggalkan jejak kalian di kotak review ya~

Arigatouuu, minna~