Naruto ⓒ Masashi Kishimoto

This story pure is mine

`°•.¸¸.•°` `°•.¸¸.•°` `°•.¸¸.•°``°``°•.¸¸.•° `°•.¸¸.•°` `°•.¸¸.•°` `°•.¸¸.•°``°``°•.¸¸.•° `°•.¸¸.•°` `°•.¸¸.•°` `°•.¸¸.•°``°``°•.¸¸.•°

Genre:: romance/drama/tragic/hurt/comfort;dsb..

OOC;OC;misstypo;dsb..

Rating:: T/K+? (Author masih bingung. Tapi kaya'nya lebih ke T)

`°•.¸¸.•°` `°•.¸¸.•°` `°•.¸¸.•°``°``°•.¸¸.•° `°•.¸¸.•°` `°•.¸¸.•°` `°•.¸¸.•°``°``°•.¸¸.•° `°•.¸¸.•°` `°•.¸¸.•°` `°•.¸¸.•°``°``°•.¸¸.•°

Please Read n Review..!

I don't accept flame in my fict!

My Ending Immortal Like You : Part 1

Pagi itu Naruto berlari terhuyung-huyung menuju kelas. Dibukanya dengan kasar pintu itu. Bukan karena terlambat ia seperti ini, tapi karena ada masalah yang harus segera ia laporkan.

'Brugh!'

"Aduh! Naruto! Kau ini kenapa?" Bentak Sakura, gadis remaja berambut pink berwajah oriental dengan kelembutan matanya ini tidak bisa dibilang gadis berpenampilan sederhana. Penampilannya, rambutnya yang asli berwarna pink dimodel emo, dengan rias wajah yang juga layaknya emo girl, lalu gaya berbusana yang punky dan gothicly.

"Sakura, Kiba kemarin dipukuli oleh anak-anak sekolah Midoshi!" Seru Naruto.

Sakura menatap Naruto intens, "siapa?" Tanyanya.

"Kiba?"

"Kenapa mereka memukuli Kiba?" Tanya Sakura lalu melanjutkan pekerjaannya, yaitu menyalin peer Hinata.

"Mereka menuduh Kiba merebut pacar ketua gank di Midoshi. Kenyataannya Kiba tidak punya pacar dan dekat dengan gadis mana pun! Kau tahu itu 'kan? Sakura!" Jelas Naruto.

Sakura masih menulis.

"Sakura!" Panggil Naruto. "Hey, kita akan membalas mereka 'kan?" Tanya Naruto tak sabar.

Sakura masih tak membuka mulutnya, ia masih sibuk menulis.

"Kau mendengarkanku tidak sih?" Seru Naruto kesal.

Sakura menutup bukunya, lalu mengembalikan buku Hinata.

"Sakura!" Panggil Naruto.

"Siapkan saja mental dan fisikmu, kabari yang lain. Sepulang sekolah kita beri pelajaran pada mereka" ucap Sakura.

"Yes!" Seru Naruto. Lalu berlari keluar untuk mengabari teman-temannya yang lain.

Sakura berjalan ke jendela kelasnya, lalu menatap langit yang berwarna biru menyilaukan tanpa ada awan sedikit pun. Rambut pinknya tersibak tatkala angin menerpa tubuhnya.

"Sas, pekan depan sudah musim panas, kita mau buat acara apa musim panas ini?" Tanya seorang pemuda bernama Shino.

Sasuke, yang menjabat sebagai ketua OSIS diam memikirkan. "Tahun kemarin apa?" Tanyanya.

Sakura menatap kedua pemuda yang sedang berbincang itu. Ia ingin sekali dekat dengan Sasuke, namun statusnya sebagai ketua gank di sekolahnya itu membuatnya minder. Apalagi Sasuke adalah ketua OSIS yang berdisiplin tinggi. Beda sekali dengannya yang brutal dan tak karuan.

"Akan aku pikirkan nanti" ucap Sasuke mengakhiri perbincangan itu. Onyx Sasuke pun menangkap emerald Sakura yang memandanginya.

Sakura langsung membuang mukanya dari Sasuke. Ia lalu memakai headset handphonenya, lalu memutar lagu dari handphonenya itu agar Sasuke tak mencurigainya.

"Kau sedang melihatku?" Tiba-tiba sebuah suara mengalihkan perhatian Sakura.

"Tidak" sahut Sakura gerogi.

Sasuke, menatap Sakura intens. "Kau hanya akan menjadi sampah sekolah jika terus begitu" ucapnya dan pergi begitu saja, tanpa tahu ia memberikan Sakura sebuah pukulan keras yang tepat mengena di hatinya.

Sakura merunduk, lalu kembali menatap langit yang kini sudah tertutup segerombolan awan. Dikeraskannya volume musik yang mengalun dari handphonenya. Tak ada lagi yang bisa ia dengar selain musiknya, dan juga kata-kata terakhir Sasuke. Sebuah senyuman pahit menghiasi bibir mungil gadis bermarga Haruno itu.

Tiba-tiba sebuah tangan putih halus menepuk pundak Sakura. Ia lalu menatap sang empunya tangan. Lalu melepas headsetnya, "ada apa?" Tanyanya.

"Aku sedang mencari Sasuke, apa kau tahu dimana?" Tanya gadis manis berpenampilan sederhana itu.

"Tidak tahu" sahut Sakura acuh dan kembali memasang headsetnya.

"Tapi kau 'kan teman sekelasnya?" Sahut gadis bernama Ayame itu.

"Teman sekelas bukan berarti aku harus terus mengikutinya kemana pun ia pergi 'kan?" Sahut Sakura sarkastik.

"Maaf" gumam Ayame.

Sakura pergi dari kelasnya, ia berpapasan dengan Sasuke di depan pintu dan mengacuhkannya. Walau sulit bagi Sakura untuk mengacuhkannya.

Sasuke menghampiri Ayame, "ada apa?" Tanyanya.

"Siang ini jadi 'kan membahas tentang liburan musim panas nanti?" Tanya Ayame.

"Hn," sahut Sasuke. Lalu mengamati Ayame dari ujung kepala sampai ujung kaki. "Kau kembar dengan 'nya', tapi kenapa sikap kalian jauh berbeda. Dia lebih banyak menyusahkan daripada membantu" ucap Sasuke lalu duduk di kursinya.

Ayame mengikuti Sasuke dan duduk di sisinya, "Sakura memang begitu sejak orang tua kami meninggalkan kami. Ia lebih depresi dari siapapun diantara kami bertiga" jelas Ayame.

"Tak ada yang membimbingnya?" Tanya Sasuke.

"Dia kasar, sulit mengaturnya. Bahkan bagi kakak kami yang merupakan polisi" jelas Ayame lagi. "Terkadang kakak harus menebusnya di kantor polisi karena terlibat perkelahian. Sakura sebenarnya baik, hanya saja banyak orang yang tak bisa melihat kebaikannya" sambungnya lalu tersenyum.

"Bahkan senyum kalian terlihat sama" ucap Sasuke. "Kembalilah ke kelasmu, kau tak akan membolos 'kan?" Sambungnya.

"Ya, kalau begitu aku pergi dulu. Dah!" Ucap Ayame dan pergi. Sebelum sepenuhnya pergi, diliriknya Sasuke lagi dan tersenyum sendiri. Lalu ia pergi kembali ke kelasnya.

~ MEI LiYo ~

Sakura menatap langit dan menghirup udara pagi yang masih segar itu. Ia hanya sendirian di atas atap sekolah. Tak ada seorang pun di sana karena memang saat ini sedang jam pelajaran. Begitulah Sakura saat sedang stres, ia lebih suka menyendiri sembari mendengarkan musik. Tak perduli ia akan ketinggalan pelajaran.

Sakura lalu merebahkan dirinya, kedua lengannya ia lipat saling tumpang tindih menjadi alas kepalanya. Ia lalu memejamkan matanya menikmati alunan musik yang keluar dari headsetnya dan udara yang menerpa tubuhnya, seolah membawa jiwanya melayang meninggalkan raganya entah kemana.

3 jam setelahnya, Sakura turun dari atap setelah merasa hari sudah mulai panas.

Sakura menapaki koridor yang masih sepi, istirahat akan dimulai 5 menit lagi. Ketika dipertengahan jalan menuju kelasnya, bel tanda istirahat berdering.

Semua siswa dan siswi berhamburan, entah mereka pergi ke toilet ataupun ke kantin, ataupun kemanapun mereka mau.

'Brakh!'

Sakura menghentikan langkahnya dan menatap kelas yang ada di sisinya.

"Jangan dekatinya lagi! Kau mengerti!" Seru seorang gadis berambut merah dengan kacamata kotak.

"Tapi kami sama-sama anggota OSIS" sahut Ayame.

"Menyentuhnya satu jari saja, maka aku akan membuatmu menye-"

"Sal?"

Ayame dan gadis itu menatap ke asal suara.

"Sakura?" Gumam Ayame.

"Kau menyentuhnya sama saja kau menyentuhku. Dan aku tak ingin kau menyentuhku" ucap Sakura datar namun tatapannya sungguh penuh dengan kebencian.

Karin mendecih lalu pergi. Ia tahu kekuasaannya di sekolah itu tak sebanding dengan kekuasaannya Sakura, ia pun memilih menjauhi Sakura.

Setelah Karin pergi, Sakura pun ikut pergi meninggalkan kelas itu.

"Sakura!" Panggil Ayame.

"Hn?" Sahut Sakura.

"Terima kasih."

"Hn."

Sakura memasuki ruang kelasnya, tak banya murid di sana. Hanya beberapa yang sepertinya sibuk mencatat pelajaran sebelumnya.

Sakura duduk di kursinya, lalu menelungkupkan kepalanya.

"Sakura!" Suara bising muncul dari pintu.

Sakura mendongak dengan malas, "apa?" Sahutnya.

"Kau terlihat tak sehat?" Ucap Naruto.

"Tidak" sahutnya datar.

"Kalau kau tak sehat, kita bisa tunda penyerangan" ucap Naruto sambil duduk di sisi Sakura.

"Aku tidak apa-apa. Semuanya akan baik-baik saja" jawab Sakura, lalu ia tersenyum dengan terpaksa.

"Jangan senyum kalau tak ingin, menjijikan" sahut Naruto.

Sakura mendengus, masa' iya senyum menawan gadis manis itu dibilang menjijikan?

"Sakura, apa kau pernah membayangkan sebelumnya akan menjadi ketua gank?" Tanya Naruto.

Sakura menatap Naruto sepintas, "pernah" jawabnya datar.

"Bagaimana dirimu dalam bayanganmu? Apa visi dan misimu saat itu?" Tanyanya lagi.

"Kau seperti wartawan" decih Sakura.

"Aku 'kan hanya bertanya" sahut Naruto.

"Eh, dengar ya? Aku pasti bisa mengumpulkan anak buah dari seluruh sekolah di Jepang ini" ucap Sakura sembari melingkarkan lengan kanannya pada leher Naruto yang duduk di sisi kanannya.

"Kau ingin menjadi super banchou?" Ucap Naruto terkesiap.

Sakura mengangguk pasti.

"Aku akan mendukungmu, berarti siang ini jadi 'kan? Melawan ketua gank Midoshi?" Ucap Naruto.

"Pasti lah.." Sahut Sakura.

Tak lama segerombolan pemuda berseragam amburadul memasuki kelas Sakura dan mengelilinginya. Mereka semua duduk sesuka hati mereka, ada yang duduk di kursi, di meja, ada juga yang berdiri saja.

Sakura dan Naruto diam saja dan menatap intens semua dari mereka satu persatu.

"Kami sudah siap!" Seru salah satu pemuda.

Sakura tersenyum, "pertama, biarkan aku turun tangan sendirian melawan ketuanya. Jika perlu, kalian tidak usah turun tangan" jelas Sakura.

"Baik! Banchou!" Seru semuanya serentak.

"Menyingkir" tiba-tiba sebuah suara mengalihkan perhatian mereka semua.

"Aku hanya duduk sementara di sini" sahut pemuda yang duduk di kursi depan Sakura.

Sakura menatap orang yang sepertinya mulai marah karena kursinya diduduki itu.

"Aku bilang menyingkir" ucapnya lagi dengan dingin.

"Aku bilang AKU HANYA DUDUK SEMENTARA DI SINI!" Sahut pemuda yang merupakan anak buah Sakura itu. Ia lalu mulai berdiri dan mengajak Sasuke - pemilik kursi berkelahi.

'Brakh!'

Sakura sudah duduk di atas mejanya dan mengaitkan lengannya pada leher anak buahnya itu. "Berhenti menggeretak dan membuat keributan. Kita bukan gank kampungan!" Ucap Sakura yang diakhiri dengan bentakan.

"Maaf" gumam anak buah Sakura itu.

Sakura lalu mendorongnya, lalu memberi isyarat pada yang lain untuk pergi dan meninggalkan Sakura berdua dengan Sasuke.

"..."

"..."

Tak ada yang memulai pembicaraan.

"Kau harus mengajari mereka sopan santun" ucap Sasuke akhirnya membuka pembicaraan sembari duduk di kursinya.

Sakura lalu menggebrak meja Sasuke, "kau memang ketua OSIS. Tapi bukan hakmu meremehkan orang lain!" Seru Sakura.

"Aku tidak meremehkan, itu kenyataan" sahut Sasuke.

Sakura semakin kesal, "ketika aku berhasil mengumpulkan seluruh sekolah menjadi satu. Aku akan membuatmu sadar, bahwa 'gank' tidak selamanya dicap BURUK!" Ucap Sakura dan meninggalkan Sasuke dan kelasnya.

Ketika keluar kelas, ia sudah disambut oleh anak buahnya.

"Sakura! Apa yang terjadi? Kau baik-baik saja?" Tanya Naruto.

"Hn" sahut Sakura.

"Mana nungkin Sakura kalah dengan pemuda cupu sepertinya. Bahkan Sakura saja sudah mengalahkan 5 gank sekolah lain. Mana mungkin kalah hanya dengan pemuda seperti itu" ucap salah satu pemuda.

"Naruto, bisa kau cari informasi seluruh sekolah di Jepang? Dan cari tahu banchou dari setiap sekolah itu" perintah Sakura.

"Baiklah" sahut Naruto.

"Dan lagi, suruh Ayame membawa tasku pulang. Aku akan pulang lebih dulu" ucap Sakura kemudian.

"Loh? Kau yakin akan pulang? Lalu kami? Bagaimana penyerangan kita?" Tanya salah satu pemuda.

"..." Sakura diam.

"Aku akan pergi ke 'tempat' saat jam pulang sekolah. Saat ini aku ingin berada di kamarku" jawab Sakura.

"Apa perlu kami antar pulang?" Usul pemuda lain.

"Tidak usah. Kembalilah ke kelas kalian. Balajarlah yang benar" pesan Sakura dan pergi.

"Kenapa dia?" Tanya pemuda lain lagi.

"Entahlah" sahut Naruto.

Sakura terus berjalan, sampai ia bertemu dengan kakaknya yang sedang berpatroli.

"Kenapa kau di sini? Bukankah ini jam sekolah?" Tanya Sasori.

"Aku tidak enak badan" sahut Sakura.

"Kalau begitu, naiklah! Aku akan antar kau pulang" suruh Sasori.

Sakura menggeleng, "nanti aku dikira anak nakal yang membolos" ucap Sakura.

"Memenag kenyataannya begitu 'kan? Mana tasmu?" Sahut Sasori.

"Ayame akan membawakannya" jawab Sakura.

"Cepatlah naik!" Perintah Sasori.

"Aku bilang tidak!" Sahut Sakura.

"Naik!"

Pada akhirnya Sakura diantar Sasori. Sesampainya di rumah, Sakura langsung menuju kamarnya dan mengistirahatkan tubuh serta pikirannya. Entah kenapa seharian ini ia merasa apapun yang ia lakukan berhubungan langsung dengan Sasuke.

"Aku bisa saja membencinya, namun juga tak bisa sekaligus mengentikan perasaanku padanya" gumam Sakura dan memejamkan matanya.

~ MEI LiYo ~

Ayame berjalan menuju kelas Sakura dan mengambil tas Sakura.

Tanpa sengaja ia melihat Sasuke yang berjalan masuk untuk mengambil tasnya.

"Loh? Sasuke belum pulang?" Tanya Ayame.

"Hn" sahut Sasuke.

"Hari ini jadi 'kan membahas tentang acara liburan kita?" Tanya Ayame.

"Hn, aku bereskan tasku dulu" jawab Sasuke.

Setelah beres, mereka berdua berjalan beriringan menuju rumah kediaman keluarga Haruno.

~ MEI LiYo ~

Sakura membuka matanya setelah alarm yang ia setel berbunyi. Kemudian Sakura mencuci muka dan mengganti pakaiannya. Setelah siap dengan penampilan emonya yang punky, ia turun menuju lantai satu. Namun ia terdiam di pertengahan tangga ketika melihat Ayame sedang duduk berdua dengan Sasuke. Mereka terlihat sangat dekat.

Sakura menelan salivanya dengan susah payah. Ia merasa ada sesuatu yang meluap di hatinya, entah itu rasa cemburu atau apa. Ia pun berusaha mengacuhkan keberadaan mereka berdua.

"Sakura! Kau mau kemana?" Tanya Ayame saat melihat Sakura.

Sasuke menatap Sakura intens.

Sakura menatap mereka berdua bergantian, nafasnya berderu semakin cepat, gejolak di hatinya membuat jantungnya berdetak lebih cepat daripada keadaan normal. "Aku harus pergi, jangan katakan apapun pada kakak" jawab Sakura dan pergi.

Ayame mendengus, "pasti mau berkelahi lagi. Padahal luka di belakang kepalanya masih belum sembuh" ucap Ayame.

"Luka apa?" Tanya Sasuke agaknya penasaran.

"Aku dengar, saat berkelahi melawan banchou sekolah lain, belakang kepala Sakura dipukul dengan senjata tumpul. Ketika diperiksa di rumah sakit bersama kakak, kata dokter akibat benturan keras itu selaput meninges Sakura menjadi berlubang hingga tulang tengkorak dalamnya dan mengakibatkan pendarahan, jika ia mengalami benturan lagi otak Sakura bisa kacau" jelas Ayame.

Sasuke bangkit dari duduknya, "jika benar ia keluar untuk berkelahi, seharusnya kau mencegahnya" ucap Sasuke.

"Sakura keras kepala, ia tidak akan menurutiku. Dia bisa saja membentakku balik" jawab Ayame.

"Kalau begitu, aku yang akan mencegahnya" ucap Sasuke.

"Tapi Sasuke!" Seru Ayame.

Sasuke mengacuhkan Ayame begitu saja dan mengejar Sakura.

Entah kenapa sepertinya Sakura cepat sekali jalannya hingga Sasuke yang setiap pagi berolahraga saja tak bisa mengejarnya.

Sampai di sebuah tempat sepi, Sasuke melihat Sakura dengan anggota ganknya yang tidak bisa dibilang sedikit bergerombol.

Sakura sudah mengalahkan 5 banchou dari sekolah lain, anggap saja 1 sekolah anak buah banchou itu sekitar 150, kalau 5 berarti ada 750! Tapi di tempat itu sepertinya tidak semua anak buah Sakura terkumpul.

Sasuke menghampiri gerombolan itu untuk menghentikan Sakura. Namun usahanya nihil, ia dihalangi Naruto, sahabat Sakura.

"Apa yang kau lakukan di sini?" Tanya Naruto.

"Kau sebagai sahabatnya seharusnya tak membiarkannya melakukan hal semacam itu!" Bentak Sasuke.

"Menjadi banchou seluruh Jepang adalah impian Sakura. Aku sebagai sahabat harus membantunya" sahut Naruto.

"Tapi tidak seperti ini!" Seru Sasuke.

Tiba-tiba seluruh pemuda di sana berseru dan bersiul menyoraki.

Sasuke menatap mereka heran.

Naruto tersenyum, "kau lihat? Sakura tak mungkin kalah. Menjadi banchou adalah jiwanya" ucap Naruto.

Sasuke mendecih dan menyusup untuk berdiri di depan agar Sakura dapat melihatnya.

Sakura tersenyum menatap kekalahan banchou lawannya itu. Lalu ia berbalik hadap, senyumnya hilang ketika ia melihat Sasuke menatapnya tak suka. Sakura berjalan perlahan menghampiri Sasuke.

"Sakura!" Teriak Sasuke.

'Dughh! Beukh!'

Sakura ambruk ketika seseorang memukulnya dengan balok kayu tepat di belakang kepalanya.

'Dugh!'

"Hentikan!" Teriak Sasuke lagi ketika orang itu kembali memukul belakang kepala Sakura beserta tubuh Sakura.

Seluruh anak buah Sakura berhambur memukuli orang itu hingga terjadi tawuran. Sepertinya anak buah banchou lawan Sakura tak terima banchounya kalah melawan gadis seperti Sakura.

Sasuke mendekap Sakura, "sadarlah! Hay!" Panggil Sasuke.

"Bawa ke rumah sakit sebelum polisi datang!" Perintah Naruto.

"Lalu kau?" Tanya Sasuke.

"Aku harus menghentikan mereka" jawab Naruto.

Sasuke pun membawa Sakura ke rumah sakit terdekat.

Setelah lama menunggu, dokter akhirnya keluar. "Kau siapanya?" Tanya dokter itu.

"Aku teman sekelasnya" jawab Sasuke.

"Mana keluarga atau walinya?" Tanya dokter itu sambil celingukan mencari keberadaan orang lain di koridor itu.

"Kakaknya sedang bekerja, saudarinya sedang dalam perjalanan kemari. Bisakah anda menjelaskan pada saya apa yang terjadi padanya? Jadi saya bisa jelaskan pada keluarganya" ucap Sasuke tak sabar.

Dokter itu mengajak Sasuke duduk di kursi tunggu, ia menepuk pundak Sasuke.

"..?" Sasuke heran dengan tingkah dokter itu.

"Sakura beberapa minggu lalu sudah sering kemari, namun minggu-minggu ini ia tak datang untuk ceck up. Ia ingin semua yang terjadi pada dirinya dirahasiakan, apalagi pada walinya. Jika pada walinya saja tidak ingin diberitahu, apalagi dirimu yang hanya teman sekelasnya" jelas dokter itu prihatin.

Sasuke diam, ia berpikir apa yang sebenarnya terjadi. Dari pengetahuan yang ia dapat dan dari kabar yang ia dengar dari Ayame, Sasuke pun berucap "apakah ada masalah dengan otak Sakura? Sistem sarafnya?" Tebak Sasuke.

Dokter itu terlihat terkejut, walau ia agaknya berusaha menyembunyikan ekspresi itu.

Tak lama Sasori dan Ayame datang dan menghampiri dokter itu.

"Bagaimana keadaan adikku?" Tanya Sasori gugup.

"Ikut ke ruanganku" ucap dokter itu dan pergi diikuti Sasori.

Ayame duduk di samping Sasuke, "seharusnya aku bisa menghentikannya" gumamnya terisak.

"Bukan salahmu. Ini salahku. Aku sudah mengejarnya hingga ke sana, tapi tetap tak bisa melindunginya" ucap Sasuke.

Ayame terdiam, apa maksud kata 'melindunginya' yang baru saja diucapkan Sasuke? Apakah Sasuke ingin 'melindungi' Sakura dengan arti lain? Atau arti sesungguhnya? Yang berkaitan dengan saudari dari orang yang spesial? Itu tak mungkin. Ataukah 'melindungi' dalam arti lain? Misalkan Sakura adalah orang yang berharga dan patut 'dilindungi'?

Sasori datang dengan raut wajah syok, ia duduk di sisi Ayame.

"Apa katanya?" Dokter maksud Ayame di sini.

"..." Sasori diam.

"Kak!" Panggil Ayame.

"Apa yang dokter katakan?" Tanya Sasuke ikut penasaran.

"Sakura akan baik-baik saja" jawab Sasori dan pergi ke toilet untuk mencuci muka, menyegarkan wajahnya agar terlihat lebih cerah.

Ayame menatap kepergian kakaknya dengan tanda tanya. "Jika Sakura baik-baik saja, kenapa ia seperti itu?" Gumam Ayame.

"Ia bilang, Sakura 'akan baik-baik saja', bukan berarti 'baik-baik saja'. Jadi belum tentu Sakura akan benar-benar baik" ucap Sasuke lalu menengok Sakura yang terbaring di ruangannya dari balik jendela melingkar pada pintu ruangan itu.

Ayame merunduk, "apa yang sebenarnya terjadi?" Gerutu Ayame.

~ MEI LiYo ~

Seminggu setelah kejadian itu..

Sakura duduk di bawah pohon sakura yang sejak kecil ia tanam di pekarangan belakang rumahnya yang cukup luas. Ia mengelus-elus pohon itu.

"Sudah seminggu aku bolos sekolah" ucapnya sambil tersenyum pahit. Sakura lalu menghela nafas panjang.

"Sakura, mengertilah.. Kau harus terapy, sekolahmu untuk sementara kau tinggalkan saja dulu..

Kau mengidap 3 penyakit sekaligus!

Epilepsi, afasia dan ataksia.

Jika tidak ada yang menjagamu, tidak ada yang bisa membantumu menghentikan kambuhnya ketiga penyakit itu!"

Sakura tersenyum, "untuk apa diobati? Toh, aku juga akan mati" ucapnya. Sakura lalu bangkit dan membersihkan jeans pendek yang ia kenakan. Setelah itu berjalan ke kamarnya. Ia mengganti pakaiannya dengan pakaian sekolah, dan pergi ke sekolah sendirian membawa kurang lebih sepuluh macam obat.

Sesampainya di sekolah ia berjalan memasuki kelas. Setelah duduk dengan tenang, seseorang menepuk pundaknya.

"Haruno, kelasmu bukan di sini. Kelasmu ada di lantai dua" ucap seorang pemuda menegurnya.

Sakura tersenyum, "maaf. Aku lupa" ucap Sakura dan pergi.

"Afasia atau kehilangan daya ingat terjadi karena kerusakan pada otak besar bagian tengah.

Perlahan kau akan kehilangan daya ingatmu, kau jadi pelupa seperti orang tua. Tapi ini bukan alzhaimer."

Keceriaannya yang sebelumnya meredup.

Ketika ia berpapasan dengan Hinata, Sakura pun mengikuti Hinata ke kelas. Ia takut salah masuk kelas lagi. Sesampainya di kelas, ia duduk di kursinya.

Tak lama Sasuke memasuki kelas, ia melihat Sakura yang melamun pun dihampirinya. "Kau sudah masuk sekolah?" Tanya Sasuke.

Sakura menatap Sasuke, "Sake" gumam Sakura.

Sasuke menatap Sakura heran, "namaku Sa-su-ke" eja Sasuke, "bukan Sa-ke" koreksinya.

"Maaf.." Gumam Sakura. Ia jadi lebih banyak diam setelahnya.

Sasuke diam-diam mengamati Sakura yang berubah.

Sakura menggenggam pulpennya ketika guru biologi mereka mulai mencatat sesuatu di papan tulis. Namun tiba-tiba genggamannya lepas begitu saja, jari-jemari tangannya sulit digerakkan. Sakura mulai gugup dan panik, ia takut tangannya tak dapat digerakkan lagi.

"Haruno? Bisa kau tuliskan ke depan sistem saraf pusat terdiri dari apa saja?" Pinta guru biologi berambut ikal panjang bermata ruby seperti kakaknya, Sasori.

Sakura diam, nafasnya mulai berderu. "Maaf.." Gumamnya.

"Maaf?" Tanya guru bernama Kurenai itu bingung.

Sasuke menatap Sakura, "kau baik-baik saja?" Bisik Sasuke menanyai.

Sakura tiba-tiba berlari keluar kelas tanpa permisi. Ia langsung menuju atap, walau beberapa kali ia harus terjatuh akibat tidak bisa menyeimbangkan tubuhnya.

"Ataksia adalah penyakit degenerasi akibat mengecilnya otak kecil. Gejala yang dialami penderita ataksia yaitu kesulitan mengontrol gerak tubuh, tersedak saat minum, dan kesulitan melafalkan kata-kata.

Kau semakin lama menjadi lumpuh, dan semakin lama lagi mengalami kelumpuhan total. Hingga.."

"Aku akan mati" gumam Sakura. "Apa yang terjadi padaku jika aku lumpuh, jika aku kehilangan semua ingatanku? Apa yang akan terjadi? Apakah aku akan jadi idot?" Gumamnya lagi berlanjut.

Diputarnya sebuah musik dari handphonenya.

So much for my happy ending

Oh oh, oh oh, oh oh...

So much for my happy ending

Oh oh, oh oh, oh oh...

Let's talk this over

It's not like we're dead

Was it something I did?

Was it something You said?

Don't leave me hanging

In a city so dead

Held up so high

On such a breakable thread

You were all the things I thought I knew

And I thought we could be

You were everything, everything that I wanted

We were meant to be, supposed to be, but we lost it

And all of the memories, so close to me, just fade away

All this time you were pretending

So much for my happy ending

Oh oh, oh oh, oh oh...

You've got your dumb friends

I know what they say

They tell you I'm difficult

But so are they

But they don't know me

Do they even know you?

All the things you hide from me

All the shit that you do

You were all the things I thought I knew

And I thought we could be

You were everything, everything that I wanted

We were meant to be, supposed to be, but we lost it

And all of the memories, so close to me, just fade away

All this time you were pretending

So much for my happy ending

It's nice to know that you were there

Thanks for acting like you cared

And making me feel like I was the only one

It's nice to know we had it all

Thanks for watching as I fall

And letting me know we were done

You were everything, everything that I wanted

We were meant to be, supposed to be, but we lost it

And all of the memories, so close to me, just fade away

All this time you were pretending

So much for my happy ending

You were everything, everything that I wanted

We were meant to be, supposed to be, but we lost it

And all of the memories, so close to me, just fade away

All this time you were pretending

So much for my happy ending

Oh oh, oh oh, oh oh...

So much for my happy ending

Oh oh, oh oh, oh oh...

So much for my happy ending

Oh oh, oh oh, oh oh...

- (Avril Lavigne - My Happy Ending) -

"My happy ending" senyum menghiasi wajahnya. "Epilepsi, afasia, ataksia.. Ini ceritaku, ini hidupku, aku akan membuatnya berakhir bahagia" ucapnya kemudian menyemangati dirinya sendiri. Lalu tiba-tiba ia merasa kehilangan kesadaran, tubuhnya mengejang dan bergetar hebat dengan sendirinya.

Tiba-tiba Sasuke muncul dan menggendong Sakura ke UKS, pada awalnya, namun ia berpikir dua kali akhirnya ia bawa ke rumah sakit.

Di rumah sakit, Sasuke berpikir 'epilepsi, afasia, ataksia? Apa itu?'.

Sasuke menuju ruangan dokter dan bertanya, "dok, apa maksudnya epilepsi, afasia dan ataksia?".

"Epilepsi adalah kelainan pada neuron-neuron di otak akibat kelainan metabolism, infeksi, toksin, atau kecelakaan. Penderita epilepsi tidak dapat merespon rangsang pada saat kambuh. Bahkan otot-otot rangka berkontraksi dan tidak terkontrol.

Afasia adalah kelainan yang membuat penderitanya kehilangan daya ingat karena kerusakan pada otak besar bagian tengah.

Ataksia adalah penyakit degenerasi akibat mengecilnya otak kecil. Biasanya gejala yang dialami pasien penderita ataksia yaitu kesulitan mengontrol gerak tubuh, tersedak saat minum, dan kesulitan melafalkan kata-kata" jelas dokter.

"Apakah ada kemungkinan, Sakura mengidap itu semua?" Tanya Sasuke.

Dokter terdiam, ia menatap dalam mata Sasuke, mencari sebuah celah untuk membuktikan bahwa pemuda di hadapannya sedang berbicara serius.

"Jawab dokter!" Seru Sasuke.

"Kau teman sekelasnya 'kan?" Tanya dokter itu.

"Ya" jawab Sasuke.

"Mungkin kau bisa menjaganya. Ia butuh seseorang sebagai penyemangat, walau pada akhirnya mungkin ia akan melupakanmu, tapi paling tidak kau akan selalu mengingatnya" pinta dokter itu. "Sakura pernah menyelamatkan keluargaku" cerita sang dokter.

"Apa? Menyelamatkan anda?" Tanya Sasuke tak percaya.

"Ya. Suatu malam, aku dan keluargaku pulang dari acara makan malam. Tiba-tiba segerombol preman jalanan mencegat kami, mereka berusaha merampok kami walaupun saat itu kami berada dalam mobil yang melaju cukup kencang.

Saat keadaan mulai menegang, Sakura tak sengaja lewat dan mengusir para preman itu. Sakura seperti disegani oleh para preman itu. Aku sempat berpikir dia adalah ketua dari para preman itu dan akan merampok kami. Tapi sebaliknya, dengan senyum ia menyuruhku cepat pulang dan mengatakan hati-hati di jalan.

Penampilan Sakura yang seperti anak brutal dan nakal sebenarnya berbanding terbalik dengan sikapnya yang bijaksana, ramah, berani dan tidak takut melindungi yang benar.

Kenapa Tuhan memberikannya cobaan seperti ini?" Lanjut dokter itu bercerita.

"..."

~ MEI LiYo ~

Sakura membuka matanya, ia mendengar seseorang bergumam dan tiba-tiba mengacak rambutnya frustasi. Setelah matanya mulai menyesuaikan dengan keadaan sekitar, ia seperti melihat Sasuke berdiri sembari menunjuk sesuatu di atas meja.

"Epilepsi.. Afasia.. Afasia.. Afasia.. Epilepsi.. Eh?" Ucap Sasuke sedang menghapal obat-obatan yang diberikan dokter untuk Sakura dan Sasuke harus menghapalnya jika suatu saat penyakit Sakura kambuh.

Obat-obat itu hanya mengurangi efek dari penyakit Sakura. Bukan menyembuhkannya.

Sakura bangkit dari posisi tidurnyaa untuk menghampiri Sasuke yang sepertinya tidak menyadari kalau Sakura sudah sadar karena keasyikan menghapal obat-obatan itu.

"Apa yang kau lakukan?" Tanya Sakura ketika ia berdiri di sisi Sasuke.

Sasuke melompat terkejut, "kau mengejutkanku!" Serunya sambil memusut-musut dadanya.

Sakura menatap meja dan melihat obat-obat Sakura itu, ia terbelalak dan langsung melempar semuanya.

"Apa yang kau lakukan?" Seru Sasuke berusaha menenangkannya.

"Jauhkan obat-obat itu dariku! Aku tidak ingin melihat mereka!" Serunya.

Para suster berhamburan masuk ke dalam ruangan itu.

"Sakura! Sadarkan dirimu! Tenang! Ada aku di sini!" Seru Sasuke dan berusaha mendekap Sakura.

"Sadarkan aku! Ini hanya mimpi! Aku sehat, aku tidak butuh mereka. Aku baik-baik saja" isak Sakura yang mulai tenang dalam pelukan Sasuke.

Sasuke mendekap erat gadis pink yang dulu sempat ia benci karena kebodohannya dan kebrutalannya di sekolah. Entah mengapa ia ikut merasakan penderitaan Sakura.

"Hiks.. Aku sehat.. Hiks.. Aku baik-baik saja.." Isak Sakura lagi.

"Ya, kau baik-baik saja. Kau akan baik-baik saja.." Ucap Sasuke.

Setelah tenang, Sasuke mengajak Sakura ke taman rumah sakit untuk menghirup udara segar.

Sakura hanya diam, ia jadi tak banyak bicara. Pandangannya kosong, seolah jiwanya menghilang meninggalkan raganya yang masih bernafas itu. Sakura menjadi seperti patung hidup.

"Tuhan sepertinya sudah memberi takdir yang salah padamu" gumam Sasuke.

Sakura mendengarkan, tapi ia tetap pada posisinya. Pikirannya melayang entah kemana.

"Andai aku bisa bicara dengan Tuhan, aku akan meminta agar waktu diputar ulang dan aku akan membawamu-"

"Waktu tidak akan berjalan mundur" ucap Sakura menyela pembicaraan Sasuke. "Waktu terus berjalan maju" sambungnya.

"Seharusnya aku membawamu pergi saat itu" sesal Sasuke.

"Kau tidak salah. Dan tidak ada yang bersalah di sini. Apa yang aku lakukan saat itu tidak ada hubungannya denganmu" ucap Sakura.

"Berhentilah jadi banchou" ucap Sasuke.

Sakura menatap Sasuke, "penyakit ini adalah takdirku. Banchou adalah impianku" ucap Sakura.

"Itu hanya akan memperburuk keadaanmu" ucap Sasuke memaksa Sakura untuk berhenti jadi banchou.

"Sejak awal, aku sudah bertekad akan menjadi banchou seluruh Jepang. Tapi.." Ucap Sakura menggantung.

Sasuke terus memperhatikan gadis itu, tanpa berniat menatap pepohonan hijau dan rerumputan yang bergoyang. Pemandangan yang cukup indah, tapi baginya gadis di hadapannya yang terlihat pucat itu sudah cukup indah.

"Apakah kelak aku akan terus ingat impianku? Apakah aku akan terus ingat tekadku? Dan bahkan, aku akan melupakanmu, kakakku, Ayame, teman-teman yang lain, Naruto dan juga semuanya. Aku akan melupakan kalian semua. Aku akan lumpuh, aku akan menjadi anak idiot setelahnya. Dan mati begitu saja" ungkap Sakura, air matanya menetes. Sejak sekian lama Sakura tak menangis, ini kali keduanya ia menangis setelah sebelumnya di ruangan tadi saat ia hilang kendali emosionalnya.

"Kau akan baik-baik saja! Semangatlah! Kejar impianmu!" Semangat Sasuke.

Sakura menatap lembut Sasuke lalu tersenyum, "semangat ya?" Gumamnya.

Sasuke tersenyum dan mengangguk.

Sakura menatap langit siang itu, menyilaukan.

Ketika Sasori tahu Sakura yang masuk sekolah tanpa memberitahunya pun dengan tegas melarang Sakura sekolah. Dan sejak saat itu pula Sakura ditetapkan sebagai penghuni akut rumah sakit. Ia tetap tinggal di sana sembari terus terapy.

~ MEI LiYo ~

Suatu hari, Sasuke datang menjenguknya. Sebenarnya setiap hari Sasuke terus menjenguk Sakura. Ia melihat semangat yang membara dalam diri Sakura. Walau ia tahu sebenarnya terapy-terapy yang menyakitkan itu tak akan menyembuhkannya, tapi terus melakukannya tanpa menitikkan air mata dan mengeluh. Sakura juga tak pernah mengeluh ketika harus menelan obat-obatan yang berukuran besar dan banyak itu.

"Sakura, coba lihat aku bawa apa" ucap Sasuke dan duduk di sisi ranjang Sakura.

Sakura yang rebahan pun langsung duduk tegap dan menatap senang Sasuke siapa tahu lelaki itu membawakannya sepohon sakura yang berbunga? Itu jelas tak mungkin! Musim semi sudah lama berlalu. Lagipula, pohon? Kau kira mudah membawa pohon?

"Ini" Sasuke menyerahkan kertas tempel pada Sakura.

"Untuk apa ini?" Wajah cerianya hilang begitu saja ketika melihat hadiah Sasuke.

"Afasia akan membuatmu kelak menjadi pelupa, tulis saja apa yang ingin kau selalu ingat, lalu tempel di dinding-dinding rumah sakit ini. Setiap hari harus dibaca agar terus ingat" ucap Sasuke.

Sakura diam, tak lama senyum menghiasi wajahnya. Spontan Sakura langsung memeluknya. "Terima kasih banyak, Sasuke" gumamnya.

Sasuke membalas memeluknya dan bergumam "sama-sama."

Sakura mengambil sebuah spidol dan mulai menulis. Di kertas pertama ia menulis:

Impian:

Menyatukan seluruh remaja Jepang dan mengajarkan mereka disiplin, kebijaksanaan, tolong menolong dan saling menjaga.

Setelah selesai, Sakura melompat dari ranjangnya dan menempelkan pada dinding yang kosong. Dilihatnya hasil karyanya itu.

Sasuke menghampiri Sakura.

"Bagaimana?" Tanya Sakura.

"Hn" sahut Sasuke.

"Apanya yang 'hn'? Hanya ada dua pilihan jawaban, 'bagus' atau 'tidak bagus'. Tidak ada 'hn'!" Ucap Sakura.

"Ya.. Bagus" jawab Sasuke akhirnya. "Apa lagi? Masa' cuma ini?" Tanya Sasuke kemudian.

Sakura tersenyum dan kembali ke ranjangnya, ia mulai menulis lagi, namun tiba-tiba tangannya tak dapat digerakan membuat spidol yang ia pegang lepas dari genggamnya. Sakura mulai panik, nafasnya menjadi tak beraturan.

Sasuke menggenggam tangannya, berusaha menenangkannya. "Aku ada di sini" gumamnya sambil tersenyum.

Sakura menatap Sasuke, tiba-tiba rasa paniknya menghilang begitu saja.

"Aku yang tulis, kau ucapkan saja" ucap Sasuke dan mengambil alih kertas serta spidolnya.

Sakura tersenyum, "tekadku, aku akan menjadi banchou di Jepang, bukan hanya di sekolah. Setelah menjadi banchou, aku akan mengabulkan impianku" ucap Sakura.

Sasuke menyerahkan kertasnya pada Sakura dan membiarkan gadis itu menempelnya sendiri.

Sakura mengambil kertas itu dengan tangan kirinya, lalu menempelkan kertas itu di sisi kertas sebelumnya.

"Semoga tercapai" ucap Sasuke.

"Hn" jawab Sakura. "Maukah kau menuliskan beberapa lagi untukku?" Pinta Sakura.

"Tentu saja, apapun" jawab Sasuke dan siap-siap menulis.

"Tuliskan namamu di selembar kertas itu. Lalu nama kakakku di selembar kertas lain. Setelahnya nama Ayame di kertas lainnya lagi" ucap Sakura.

Sasuke menatap Sakura penuh pertanyaan, "kenapa namaku?" Tanyanya.

"Karena aku ingin terus mengingat namamu, nama kakakku dan juga Ayame. Walau mungkin suatu saat nanti aku tak akan ingat apa yang sudah kalian lakukan untukku, tapi aku ingin mengenang nama kalian dalam tidur panjangku" jelas Sakura.

Raut wajah Sasuke langsung berubah marah, "kau tak akan tidur panjang! Kau hanya akan tidur 8 jam sehari seperti orang-orang pada umumnya!" Seru Sasuke.

Sakura tersenyum melihat reaksi Sasuke, "tulis saja apa yang aku pinta" ucap Sakura. Baginya bentakan, teriakan, cacian, hinaan itu seperti alunan lagu rock dari headset yang biasa ia pakai.

Sasuke pun menulis apa yang Sakura pinta. Dalam hatinya ia juga berharap akan Sakura kenang, tapi kenapa ucapannya harus diakhiri dengan 'tidur panjang'?

~ MEI LiYo ~

To be continued

Fict ini aku bagi jadi dua part, mungkin kepanjangan dan membosankan. Maafkan aku... maafkan aku...