Title: Please Come Back
Pairing: MattxMello
Summary: Setelah perdebatan keras, keesokannya, Matt menemui dirinya berada di rumah sakit dan seorang cowo blonde ada di hadapannya. Itu memang Mello tapi, kenapa Matt malah bertanya, "Siapa kamu?"


"Mello, kamu tidak bisa melakukan ini." Matt berkata setelah mendengar rencana Mello. "Well, rencanamu memang bisa menutup kasus kali ini tapi, bagaimanapun juga, aku tidak mau ada korban."

"Matt, sesekali seseorang harus berkorban. Kau turuti saja kataku dan bunuh orang itu." Mello terus mendesak.

"Kalau aku tidak mau, bagaimana?"

"Aku akan menghajarmu." Katanya tegas.

"Mello, kenapa kamu selalu bersikap begini? Pasti ada jalan lain kan?"

"Jalan yang mana lagi, Matt?"

"Bekerja sama dengan Near."

"Apa? NEAR?! Bisa-bisa dia yang akan menerima seluruh puja dan puji!"

"Mello, tolong. Ikuti caraku kali ini. Aku tidak mau ada korban.."

"Tapi aku tetap tidak mau bekerja sama dengan Near, ok?!" Teriaknya.

"Kamu ini keras kepala!!!"

"Aku? Aku?! Kamu yang keras kepala!!!"

"Mello! Kamu harus mengakui Near yang kamu benci itu memang lebih pintar dari kamu! Apa itu susah?!" Matt memukul meja kayu dihadapannya. "Apa itu sakit?!"

"SAKIT!! Harga diriku mau ditaruh kemana?!"

"Persetan dengan harga diri!!! Kamu memang tidak punya itu! Kalau kamu punya, kamu akan bertindak lebih manusiawi tahu?!!"

"Matt, kamu sudah berani bicara begitu kepadaku." Mello menatap ke mata lawan bicaranya itu.

"Aku capek, Mello. Aku sudah capek menuruti semua perintahmu!!"

"KALAU KAMU SUDAH CAPEK, SANA PERGI!!!!!!!" Bentak Mello.

Matt terdiam sebentar, kaget dengan ucapan Mello. "Kalau itu yang kamu mau..." Ia berjalan ke arah pintu. "Aku akan pergi. Lakukanlah semuanya sesua dengan keinginanmu." Matt membanting pintu apartermenya dan berlari keluar.

Mello memang selalu memerintah Matt. Ia sudah tidak kuat lagi. Malam itu sangat dingin, hujan membasahi tempat itu. Matt berlari entah kemana, tanpa tujuan, tanpa arah. Ia masuk ke sebuah gang yang sepi dan duduk disana. Ia menangis sepuasnya. Mello yang ia sayangi memang tak pernah peduli kepadanya. Apapun yang terjadi kepadanya, bukan apa-apa bagi seorang Mello yang tangguh. Keberadaannya hanya seperti debu. Tidak pernah dilihat. Yang ia mau hanyalah keperdulian dari Mello, apa itu terlalu egois? Apa permintaan itu terlalu berlebihan?

Dengan segala emosi; rasa sedih, rasa sepi, rasa marah, ia berteriak sekuat yang ia bisa. Perlahan, ia menutup matanya dan berdoa agar Tuhan bisa menghapus segala rasa duka yang ada di dalam hatinya. Ia tidak mau hidup seperti ini, sudah cukup. Bahkan seorang Matt tidak tahu untuk apa dia dilahirkan. Apakah itu untuk merasakan rasa pedih? Hanya untuk disakiti terus menerus?

Matt mengumpulkan seluruh kekuatannya dan berlari pergi dari tempat itu, ia mau melupakan semua kejadian yang ada di dalam hidupnya. Ia terus berdoa di dalam hatinya agar Tuhan bisa menolongnya pergi dari semua masalah ini, melupakan segalanya... Jadi dia tidak usah hidup dalam kepedihan...

Tiba-tiba ia mendengar suara klakson yang sangat kencang dan...

Semuanya menjadi hitam.

x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x

Matt mulai tersadar. Ia dapat mendengar suara 'bip bip' pelan di sekitarnya. Ketika matanya telah terbuka, ia berada di rumah sakit. Seorang dokter berdiri di hadapannya.

"Kamu sudah sadar, beruntung sekali." Dokter itu tersenyum. "Apakah kamu punya saudara atau teman yang mau dihubungi? Mereka pasti bisa menemanimu."

Perlahan, Matt menggeleng. "Terima kasih."

Sang dokter mengangguk pelan. "Kalau kau butuh apa-apa tekan tombol ini dan seorang suster akan langsung ke sini. Sekarang, istirahat saja dulu." Katanya lalu pergi.

"Sial, sial." Seseorang berlari di luar. "MAIL JEEVAS, KECELAKAAN KEMARIN MALAM, KAMAR BERAPA?!" Ia berteriak kepada sang respsionis.

"Ma-maaf tapi anda-"

"SUDAH, BERITAHU SAJA!!"

"Ba-baik, kamar 179..."

Dengan cepat, Mello berlari ke arah lift yang tidak kunjung terbuka. Karena kesal, tanggalah yang menolongnya. Ia menaiki setiap anak tangga itu dengan bunyi yang keras.

Ruangan 179, ia melihat seorang dokter di depan pintu. "Mail Jeevas." Kata Mello sambil menarik napas.

"Anda... Apakah anda temannya?" Ia bertanya.

"What do you think?!" Mello langsung membuka pintu ruangan itu dan melihat cowo berambut merah terbaring dengan selang infus dan masker oksigen. "Matt!! Matt!! Kamu ceroboh sekali!!!"

"Ah.." Dengan pelan ia merespon kedatangan tamunya.

"Kamu tidak apa-apa kan?!"

Matt menggeleng. "Tidak."

"Syukurlah..."

"Maaf, anda siapa ya?" Tanyanya pelan.

"Apa?" Mello bingung dengan pertanyaan Matt.

"Tiba-tiba khawatir begitu... Dan aku kan Mail, bukan Matt. Anda salah orang ya?"

Mello mengernyitkan alisnya dan berbisik, "Matt..."


To be continued...

Agak pendek ga sih? Anyway, review yah~