Duh, cerita baru di Fandom DC Indo…selamat membaca!
~~ Right Decision ~~
By Shoojo
Genre : Romance/Angst/Friendship
Pairing : MitsuAi, GenAyu, hint ConAi ini this chapter
Rating : K+
Point of View : Third POV
Disclaimer : Duh! Masih mikir aku yang empunya Detective Conan? Cape deehh…. *kepala miring ke belakang, punggung tangan kanan di dahi*
"percakapan"
-pikiran Conan-
~pikiran Ai~
Epilogue
Broken Heart : End Story to The New Beginning
"Kudo-kun?"
"Hmm..???"
"Temui aku di rumah hakase sepulang sekolah."
"Eh? Memangnya ada apa? Apa hakase mengacau lagi dengan penemuannya? Atau dia kena kolesterol? Atau…"
"Hakase tidak apa-apa, Kudo-kun. Ya ampun, kau kayak ibunya saja…"
"Oke, kalau begitu ada apa?"
"Kau akan tahu setibanya di rumah hakase." Dengan selesainya kalimat itu, gadis itu memutar kakinya, bersiap menuju pintu kelas, menikmati waktu istirahat yang diberikan di luar. "Dan kujamin, kau akan senang…"
Anak berkacamata dengan rambut hitam lebat itu terheran melihat temannya, gadis yang bernasib sama dengannya, yang selalu menjadi pelengkap dalam setiap kasus, bertingkah aneh. Tentu, dia aneh setiap hari, tapi kali ini, sepertinya ada yang beda dari biasanya, dan itu menambah penasaran bagi otaknya yang serba ingin tahu.
*******************
"Oke, kita sudah sampai, jadi apa maumu?"
Gadis itu tidak menjawab apapun, hanya terdiam, sama seperti ketika mereka berdua jalan pulang dari sekolah. Tapi itu bukanlah hal baru bagi gadis itu, tidak bagi orang-orang di sekitarnya, termasuk dia. Sebaliknya, jawaban yang diberikan hanyalah tatapan dingin sedingin es, dan senyum menyeringai khas yang menghiasi bibir kecilnya. Anak itu menghela nafas tanda kekecewaan, meskipun dia tahu ini akan datang, dia tidak mengharapkan hal ini, melainkan jawaban yang pasti.
-Tipikal kau, selalu menyembunyikan jawaban pasti, dan meninggalkan teka-teki sebagai penggantinya-
-Kau kadang bisa terbuka, tapi setelahnya, kau kembali tertutup-
-Setiap aku mencoba membuka hatimu, yang ada adalah kegelapan-
-Tidak ada cahaya yang kau sediakan, membuatku bingung arah-
-Kapankah kau membuka dirimu seutuhnya?-
-Agar aku lebih tahu banyak hal tentang kau-
-Aku tahu masa lalumu suram, tapi tak bisakah kau mencoba apa yang ada sekarang?-
-Dan melihat ke masa depan yang cerah di depan sana?-
Memutuskan bahwa gadis itu tidak mungkin memberikan jawabannya sekarang, anak berambut hitam itu mengganti topik. "Ngomong-ngomong, di mana hakase? Aku tidak melihatnya saat ini."
"Oh, hakase sedang mengikuti pertemuan ilmuwan." jawab gadis itu singkat, menyibakkan rambut yang mengganggu mata kirinya dengan sekali belaian. Cahaya matahari yang masuk lewat jendela membuat rambut pirangnyanya berkilauan emas. Anak itu mau tidak mau mengagumi keindahan yang diberikan Tuhan kepada gadis di depannya, dan cemberut sedikit mengingat bagaimana takdir justru memilih yang terburuk buatnya. Jika tidak, mungkin dia bisa jadi gadis yang ceria dan anggun, dan tentu tubuh cantik sebagai tambahan…
"Hmm? Kudo-kun, kenapa kau cemberut?"
Omongan gadis itu menyadarkan laki-laki itu dari pikirannya. "Oh, tidak, tidak apa-apa."
"Kau pembohong yang buruk. Aku tahu kau sedang bersedih." ~Walaupun sebenarnya, akulah yang harusnya bersedih…~
"Kau banyak tahu tentangku, ya…" balas anak itu dengan sarcasm. –Tapi aku tidak tahu banyak tentangmu. Ironis, bukan?-
Gadis itu memberikan tatapan malas ke arah anak itu, lalu berbicara lagi, "Ayo, kita segera ke basement. Jangan buang-buang banyak waktu. Kau pasti akan senang melihat apa yang akan kau temui."
Anak itu mengangkat bahu, lalu mengikuti saja gadis di depannya menuntun ke ruangan yang dia tahu, selalu menjadi "tempat kesukaan" si gadis untuk menyendiri dan melakukan apa yang dia mau…
*******************
Gadis itu membuka pintu di depannya, menunjukkan ruangan yang diisi kegelapan. Dia meraba-raba dinding di samping pintu, dan ketika meraba saklar lampu, dia segera menekannya, memunculkan cahaya dari neon yang digantung di langit-langit. Tanpa membuang waktu dia segera ke meja kesukaannya yang selalu menjadi tempat dia melakukan eksperimennya. Bocah laki-laki, yang tadi mengikuti gadis itu di belakang, terdiam saja di ambang pintu, menunggu tindakan si gadis.
Melihat rekannya masih membatu saja di tempatnya berdiri, gadis itu memutar bola matanya dan menegurnya. "Kau mau diam saja di situ seperti patung atau cepat kemari!?"
Mendengar ejekan yang dialamatkan ke arahnya, bocah itu menggerutu malu dengan pelan, dan segera menghampiri gadis itu.
"Jadi, apa yang kau mau tunjukkan?"
"Oh, itu adalah kejutan buatmu. Pertama, tutup matamu." perintah si gadis.
Bocah itu hanya mengerang kesal, namun toh dia melakukannya, tahu bahwa berdebat hanya membuat percakapan ini tambah panjang. Dia menutup matanya, dan beberapa detik kemudian dia merasa bosan, untung gadis itu menyuruhnya membuka matanya lagi, dan ketika dia membuka matanya, dia terkejut melihat pil kecil berwarna merah dan biru di depannya, kedua ujungnya digenggam oleh jari mungil si gadis.
"Er..apa maksudmu?" tanya bocah itu keheranan.
"Duh, kau ini telmi sekali…" kata si gadis, memutar bola matanya untuk kedua kalinya. "Ini penawar APTX 4869, tahu!"
"Eh…apa?" Bola mata lelaki itu melebar shock bercampur tidak percaya.
"Penawar obat bodoh yang menyusutkan tubuhmu. Dengan ini kau bisa kembali ke tubuhmu semula." kata gadis itu menjelaskan apa maksudnya, kepalanya digelelengkan tanda tidak percaya betapa bodohnya lelaki di depannya ini.
"Ta-tapi…kau…bagaimana bisa…" Diam sesaat, lelaki itu berusaha menemukan kata-kata yang tepat dan suaranya yang seperti terhambat di tenggorokannya. Dan ketika dia berhasil menemukannya, yang dilakukannya adalah berteriak histeris penuh kegirangan. "Wow! Haibara, kau berhasil! Arigatou! Arigatou!" Dan secara tanpa sadar, dia memeluk gadis itu, yang sekarang membatu.
Pipi gadis itu memerah, tahu bahwa badannya sekarang bersentuhan dengan badan lelaki di depannya. Dia berharap pelukan itu tidak akan berakhir. ~Kehangatan ini…aku akan merindukannya…~
Setelah dia dalam posisi yang sama dalam waktu yang lama, keduanya mulai melepaskan diri. Lelaki itu mengambil pil dari tangan gadis itu dengan tak sabar, memeriksanya dengan seksama seolah benda itu adalah benda berharga. –Dengan ini, aku bisa menjadi Kudo Shinichi lagi, sekolah di SMA, tinggal di rumahku yang sebenarnya, memecahkan kasus seperti biasa, dan terlebih menyatakan perasaanku kepada Ran…-
Tiba-tiba dia teringat sesuatu. "Hei, bagaimana denganmu?"
"Sebenarnya aku membuat beberapa. Sayangnya, hanya satu saja yang berhasil, yang ada di tanganmu. Tapi yah…aku merasa aman dengan keadaan seperti ini." kata gadis itu terburu-buru, ketika tahu bocah itu ingin memotongnya.
"Kau serius?" tanyanya lagi, kali ini cemas kepada gadis itu.
Gadis itu memasang senyum palsu dan berkata, "Tenang saja, aku tidak apa-apa dengan kondisi ini."
Bocah itu hanya mengangguk kepala, tampak puas dengan jawaban yang diberikan, dan melanjutkan menatap pil itu.
Gadis itu melihat bocah itu memandang pil yang dipegangnya seperti bayi yang merindukan mainannya. Dia tersenyum senang, melihat lelaki itu bahagia, tapi juga sedih, mengingat harga yang harus dibayar dengan membiarkannya mendapatkan kehidupan semulanya. Tapi itu 'kan pantas, mengingat dialah yang menghancurkan hidup sempurnanya.
~Tapi bagaimanapun, hatiku terus berharap…~
~Hari ini tidak pernah datang~
~Karena aku tahu bahwa saat itu pula~
~Mimpi terindahku akan hancur…~
"Jadi, apa yang kau mau lakukan?" Kata-kata itu keluar begitu saja dari bibir si gadis.
Bocah itu tersadar dari lamunan kegembiraannya, dan sekarang memandang gadis itu dengan keheranan.
"Apa maksudmu?" tanya bocah itu.
Gadis itu tidak bereaksi apa-apa, tapi melanjutkan, "Kau sekarang punya pil itu, jadi kau mau kembali ke tubuh semula, atau…tinggal seperti ini?" Kalimat yang terakhir sangat pelan diucapkan, hampir menyerupai bisikan, tapi bocah itu bisa mendengarnya.
"Tentu saja aku akan kembali ke tubuhku semula. Kenapa kau bertanya seperti itu?" balas si bocah keheranan. –Ada apa dengannya? Sedetik lalu dia memberikan pil ini dengan sukarela, sekarang dia tampak seperti mencegahku meminum pil ini-.
Si gadis menundukkan kepalanya, sekarang ragu-ragu mengucapkan kata. "Mu-mungkin, kau betah tinggal seperti ini, tidak perlu bersembunyi dari mereka lagi setelah mereka jatuh, jadi…"
"Dengar, Haibara. Aku tidak tahu apa yang kau maksud, tapi tentu saja aku senang dengan keadaanku yang sekarang juga. Maksudku, orang-orang yang kita temui selama ini baik-baik, tapi bukan berarti hanya karena itu aku tidak boleh kembali ke ukuran semula. Mungkin aku agak menyesal karena harus berpisah dengan yang lain, tapi, yah, tampaknya semua akan lebih baik kalau aku kembali."
Bocah itu bermaksud pergi setelah mengucapkan "Arigatou" lagi, tapi tiba-tiba sesuatu yang halus memegang pergelangan tangannya erat-erat, membuatnya terhenti sesaat. Dia berputar ke belakang, melihat bahwa yang menahannya adalah gadis itu.
"Ha-Haibara?" ucap bocah itu, kekhawatiran muncul di wajahnya melihat gadis itu tampak murung, sepertinya ada sesuatu yang disembunyikan.
~Kau adalah matahari bagiku~
~Cahaya dan kehangatamu itu sangat kunantikan~
~Tapi kau akan pergi~
~Haruskah aku membiarkannya begitu saja?~
Mendengar namanya dipanggil, gadis itu tambah sedih, tapi dia tidak ingin membuat lelaki di depannya tambah cemas lagi, jadi dia tersenyum palsu lagi, menahan air mata yang ingin jatuh di pipinya. "Tidak ada, hanya, sayonara…"
~Tapi aku tahu, kau membutuhkan malaikatmu~
~Dan dia membutuhkanmu juga~
~Jadi ini memang yang terbaik~
~Aku tidak ingin menambah dosa lagi dengan memisahkan kalian berdua…~
Bocah itu mengangkat alisnya. "Kau aneh sekali, Haibara. Seperti kita akan berpisah saja."
Gadis itu mengangkat wajahnya, dan berbicara dengan nada sarcastic yang biasa, menyembunyikan perasaannya yang biasa. "Cuma bercanda."
Seperti yang diduga oleh bocah itu. Kini dia mau pergi, jadi dia menggoyangkan tangannya yang dipegang, dan tangan gadis itu perlahan pergi. Ketika bocah itu di ambang pintu, gadis itu berbisik pelan.
"A-Aishiteru…" Tapi sayangnya bocah itu menyangkanya "Arigatou."
"Tidak perlu berterima kasih, justru aku yang harus berterima kasih…" Dan dengan kata-kata itu, bocah berkacamata itu pergi ke lantai atas, meninggalkan gadis itu sendirian.
Mendengar jawaban bocah itu, gadis itu terdiam beberapa saat, dan kemudian semua kesedihannya tercurah keluar, bersamaan tetesan air mata tulus dan bisikan kesedihan, "Baka…Baka…"
Di luar, langit menumpahkan air matanya, menjadi saksi kesedihan si gadis.
Kesedihan akan cinta tak terbalas….
*******************
"Anak-anak, Edogawa Conan hari ini pindah ke Amerika mengikuti orang tuanya. Dia berpesan kepada ibu tadi agar kalian terus semangat."
"EEHHH!??" suara anak-anak bergema di ruangan, tidak percaya mendengar perkataan Kobayashi-sensei di depan kelas. Terutama tiga anak tertentu.
"Ke-kenapa Conan-kun pergi tanpa bilang-bilang? Padahal akhir minggu ini kita akan ke pantai, Ayumi mau menunjukkan baju renang Ayumi yang terbaru…" isak Ayumi sambil mengeluarkan air mata.
"Sial! Sekarang tidak ada yang akan mengajari kita main bola, juga membantu memecahkan kasus…" gerutu Genta.
Sementara itu, seorang lagi, bocah berambut hitam dengan bintik-bintik di pipinya, memandang ke gadis pirang, gadis yang dikaguminya, lalu ke bangku kosong di sebelahnya. Gadis itu terlihat sangat sedih. Saat itulah dia tahu.
Ternyata gadis itu sangat kehilangannya. Sangat.
"Haibara…" bisiknya pelan.
Wahaha…cerita baru nih! Dasar author gaje, cerita yang lain aja belum kelar, buat yang beru lagi…tapi apa boleh buat, soalnya ide ini udah ada di kepalaku sejak lama. Ini kayaknya fanfic MitsuAi pertama deh di fandom DC Indonesia…gak tau apa ada fans Mitsu Ai gak di tanah air tercinta ini….tapi semoga ada, ya…
Review ya…biar aku tahu pendapat kalian. ~_^
