Naruto © Masashi Kishimoto

Rated: T

Genre : Humor/Drama

Warning: AU! OOC DAN SANGAT TIDAK DISARANKAN UNTUK KESEHATAN JANTUNG.

Summary: Padahal mah neng Karin bukan cewe antagonis. Cewe muslimah, sholehah dan patuh pada orang tua di kampung. Jebolan pesantren pula. Plek masih jomblo. Sayang, di kampus kehidupan mah tidak semanis doujin midotaka :((


MASIH PROLOG

"Tante Karin pacaran sama om Sui, ya?"

"Loh, Sarada kok bilangnya begitu?"

"Habis om Sui kan sering main ke kosannya tante,"

Yah, namanya saja anak kecil. Umurnya baru 8 tahun dan belum paham dunia percintaan orang dewasa. Berkunjung ke rumah teman sendiri juga bisa dibilang pacaran, apalagi sampai pegangan tangan. Bisa hamil, katanya.

Karin mahasiswi semester 6, umurnya masih 20 tahun dan statusnya lagi-lagi lajang.

Eh? Lajang?

"Enggak kok sayang, tante enggak pacaran sama om Sui," Karin mengelus rambut Sarada, kemudian pergi ke dapur untuk membuatkan Sarada susu sebelum tidur.

"Kalau bukan pacar, terus apa dong tante?"

Karin memberikan gadis cilik itu susu coklat hangat yang baru dibuatnya. Sarada meneguk susu coklat hangat itu cepat, kemudian ia mengembalikan gelas itu pada Karin.

"Om Sui itu teman sekolahnya tante, Sarada."

"Oh... temennya tante," Sarada mengangguk seolah-olah mengerti.

"Iya sayang,"

Iya, Karin masih lajang. Plek belum pernah disentuh laki-laki karena dari dulu dia masuk pesantren. Baru menginjak tahun pertama di universitas dia bisa berkomunikasi dengan lawan jenisnya secara bebas (meskipun dia belum pernah melakukan skinship juga sih).

Tapi, baru jadi mahasiswa baru, Karin sudah mengundang simpati para haters. Bagaimana tidak? Konon katanya, Karin memiliki kedekatan khusus dengan Pak Sasuke, si dosen tampan yang sudah beristri. Bonus, punya satu anak perempuan. Padahal, faktanya Karin bekerja sambilan menjadi pengasuh Sarada—anak Sasuke—karena istrinya sedang dinas di luar kota.

Jadilah Karin dimusuhi gadis-gadis di universitasnya. Satu-satunya orang yang mengerti keadaannya hanya Suigetsu, anak laki-laki paling tua Pak Kisame, dosen dari Fakultas Perikanan sekaligus pewaris tambak ikan Sumber Jaya, milik keluarga Pak Kisame yang sudah berjalan 3 generasi.

Tapi memang dasarnya sudah dicap jelek, mau Karin melakukan apapun para haters tetap saja tidak berhenti. Habis masanya gosip perusak hubungan orang antara Karin dan si pak dosen, giliran Karin bersahabat karib dengan Suigetsu eh, dia kena batunya lagi.

Katanya, Karin hanya nebeng popularitas. Nebeng kendaraan lah dan nebeng nebeng lainnya yang bisa membuat telinga Karin panas.

Setelah mengantarkan Sarada ke kamarnya, Karin membereskan ruang tengah yang berantakan karena mainan masak-masakan Sarada. Memang khas mainan anak perempuan. Padahal belum tentu besarnya nanti dia bisa semahir dulu waktu masih main masak-masakan. Eh?.

Karin menghela napas.

Yah beginilah hidup mahasiswa perantauan, jauh dari orang tua dan uang bulanan sering nyandet. Ujung-ujungnya dia harus mencari pekerjaan sampingan untuk memenuhi kehidupan sehari-hari. Bonus mendapatkan banyak haters di kampus.

Mau dapet sesuap nasi aja deritanya gini banget Ya Gusti...

Tapi memang dasarnya Karin anak sholehah, mau dikasih ujian kaya gimana dia tetep sabar. Dikatain PHO ya senyum, dikatain cewe doyan nebeng ya senyum. Tidak sia-sia emak abah nyekolahin Karin jauh-jauh ke pesantren selama ini.

Karin meraih ponsel Nokaia 1100 miliknya yang tergeletak di atas meja untuk menghubungi Suigetsu.

Jangan tanya kenapa ponselnya Karin harus Nokaia berlayar kuning cerah yang masih ada permainan uler-uleran. Jawabannya simpel, hemat duit katanya. Karin kan bukan dari kalangan borjuis yang bisa beli ponsel mahal dengan gesek kartu plastik.

"Assalamualaikum, a Sui? Udah selesai laporan na?"

"Waalaikumsalam, udah neng, barusan aa selesai ngerjainnya. Tar malem aa anterin ke kosannya neng deh,"

"Oh, yaudah a, jangan malem-malem. Neng musti ke warnet mau ngeprint tugas,"

"Yaudah, tar aa anterin jam 5, gimana?"

"Boleh deh a,"

"Kalo gitu aa tutup dulu ya telepon na? Assalamualaikum."

"He'e a, waalaikumsalam."

Tut, tut, tut, tut.

Kemudian Karin memeriksa pulsanya.

Tinggal seribu perak lebih cepek.

"Duh, harusnya tadi sms aja deh," Karin menghela napas lagi. Persediaan uang di dompet bulan ini sedang kering kerontang, saking keringnya dia jadi lebih sering menemukan duit logam daripada duit lembaran.

"Kayanya nanti beli mie lagi deh,"

Ya, beginilah hidup anak kos kosan. Sarapan mie instan, kalau lagi untung bonus kerupuk harga gopean. Makan malam ya mie lagi, ditambah nasi deh biar kenyang sampai pagi.

Sukur-sukur si pak dosen pulangnya sore jadi Karin bisa kecipratan makanan. Karena si istri lagi dinas, mau tidak mau Pak Sasuke harus membeli makanan di luar.

Gak usah kecipratan makanan deh, gaji dimajuin aja sukur banget. Lumayan minyak goreng sama beras di rumah lagi abis.

Yang lain boleh deh jadi hatersnya Karin, bilangin biang antagonis gara-gara muka mengkeret, dikatain PHO sama mbak Karin yang ngerusuhin rumah tangga mbak Hana dari sinetron sebelah. Tapi faktanya, Karin hanyalah anak kos sederhana yang buat dapet duit pun harus gempur-gempuran amunisi sama hatersnya di kampus.

Kasian, Karin selalu dizalimi. Padahal Karin mah muslimah sholehah yang rajin menabung dan taat pada orang tua di kampung.

TBC

catetan: special dedicated buat budhe Karin :))