Dirinya hanyalah fragmen dari dunia 'suci' itu.
Hanyalah dirinya yang berpijak di atas tanah yang ia sucikan.
Sudah tak ada yang tersisa. Putih susu melapisi tiap inchi dari pijak kaki, tiap jengkal dari mega dan cakrawala. Sang hakim telah jatuh, si pedagang tak berkabar, menyisakannya dengan saklar yang masih menyala.
Akhir misinya satu langkah di depannya.
Bertengger ketakutan di hadapannya epilog dari cerita ini. "Hai, Pemain, izinkan aku untuk mematikan saklar ini," ucapnya mantap, tak ada ragu di dalamnya. Hanya dengan menekannya, kisah hina berkedok legenda heroik Sang Penyuci berakhir sudah. Segenap dosa suci yang dimilikinya akan kembali terhapus, pupus disapu jarum jam yang berputar terbalik.
Namun satu tubuhnya yang tanpa perintah bukanlah apa-apa disamping seenggok daging. Kedua tangannya mengepal, enggan bertemu penutup cepat-cepat. Ketiga rekan setia hanya dapat menggantung di atas kepala, terikat pada benang yang ditarik si pemegang kendali. Keempat mata hanya dapat bertanya-tanya, "Ada masalah apa, Pemain?"
Oi, bahkan orang yang lebih tolol dari bocah ingusan itu tahu apa yang salah, hei Pemukul! Apa mungkin kau yang memang tak punya otak di dalam kepalamu itu?
"Pemain?"
Bertanya pun kau tak akan ada yang menyahut. Dia yang dibalik layar disini hanyalah makhluk bisu yang menarik-narik syaraf demi syaraf tubuhmu. Lagipula, ini hanya tentang kau dan saklar itu, selesai.
Oh, apa mungkin boneka kita merasa lemah dihadapannya? Sepertinya "harga diri" yang dibanggakannya lepas hari memang hanya guyonan belaka.
Tik untuk tiap tok gemeretak jemari jam mengisi geming, dimana satu tangan baja hanya dapat menggantung, tak pernah menyentuh. Tidakkah itu tugas yang terlewat mudah jika dibandingkan dengan memenggal kepala seorang tuhan, maupun meremukan tenggorak dan membilas darah pada daging penciptanya.
"Ku mohon yang ada di atas sana, biarkan ku akhiri ini!" Ia memohon dengan sangat, namun geram tak dapat ditutupi. Tidakkah ia telah menuntun sang boneka sejauh ini untuk sebuah akhir yang sudah disuguhkan? Ini tidak masuk akal, pikirnya.
Tak ada gerakan sedikitpun, tidak pula macam mengecek menu maupun sekedar jalan berputar. Dirinya terjebak dalam limbo, menunggu di antara jawaban ya dan tidak.
Tak pernah ada reaksi maupun aksi.
Ia yang ada di atas sana, apa ia lupa? Apa ia lari? Apa keberaniannya sudah pupus?
Apa ia sebenarnya ada di sana?
Tak pernah si Pemukul tahu, di balik dunia putihnya, ia yang di atas sana termanggut. Dengan paras yang tak dapat ditafsir, ia terus bermain antara 2 pilihan. Mungkin ia akan menyesal, mungkin juga ia malah akan merasa terpuaskan.
Tanpa pikir lagi, "ya" menjadi jawaban absolut yang ia haturkan lewat tuts-tuts keyboard.
.
.
.
[Delete "Off" folder]
[Yes] [No]
