a/n: oke jadi kumpulan drabble iseng ini lahir karena saya terlalu sering berdelusi soal pangeran berkuda putih yang melamar saya dengan menyanyikan lagu marry your daughter ke ayah saya. intinya kumpulan drabble ini adalah kumpulan drabble romance dan segala aspeknya, mulai dari cinta monyet sampai established relationship. saya akan pakai berbagai jenis pair dan prompt, dan kalau ada reader yang mau request pair dan prompt, silakan, akan saya buat kalau kebetulan pas dengan muse saya :D
kenapa drabble? biar … biar asik dicemil? #apa
mungkin akan ada yang AU, atau canon, atau modified canon, tapi yang pasti drabble-drabble ini (sepertinya) tak akan berkorelasi satu sama lain
shingeki no kyojin properti milik isayama hajime, arisa yukishiro hanyalah orang iseng yang membuat tulisan-tulisan ini tanpa mengambil keuntungan apapun.
.
intertwined
[ let's take an oath and be together, forever. ]
.
1. eternal fireworks (jean/sasha)
"O-oi!" Suara bariton itu menggema dari kejauhan. "Jangan terlalu cepat!"
Sasha berputar, lalu menjulurkan pipinya meledek. Jean harus mengakui bahwa kekuatannya sebagai pria sebetulnya bisa dikalahkan oleh Sasha yang antusias, namun jika Jean berbesar hati untuk mengakui hal tersebut itu artinya bentuk Bumi ini sudah belah ketupat. Napasnya sudah terengah-engah mengejar Sasha yang tampak lincah berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lain seperti kutu loncat yang tak pernah kehabisan energi. Jadi untuk hal-hal seperti ini semua roti dan kentangnya pergi, begitulah yang Jean pikirkan sementara Sasha sudah berpindah tempat ke depan seorang penjual permen kapas yang sedang melayani kerumunan anak-anak.
"Kau payah, Jean!"
"Kau yang seharusnya santai sedikit!" Terengah-engah, Jean menghampiri gadis yang tengah memesan dua permen kapas itu. "Demi Tuhan, kau bertingkah seperti kanak-kanak yang belum pernah menghadiri pesta tahun baru!"
"Dan aku merasa seperti kanak-kanak yang datang ke pesta tahun baru bersama kakeknya."
"Sasha."
"Jean."
Jean menarik kuncir rambut Sasha dan gadis itu tertawa lepas. Mendengar tawa yang bahagia itu membuat Jean refleks menyunggingkan sebuah senyum tipis namun ikhlas. Gadis itu, dengan wajah dan tingkah polah polosnya yang kekanak-kanakan, tak pernah bisa membuat Jean membencinya. Tidak pernah; tidak akan pernah.
"Setelah ini, kau mau pergi kemana, hm?" Tanya Jean sambil menerima sebatang permen kapas berwarna merah muda cerah dari Sasha. "Jangan lari-lari. Kau bisa jatuh …."
"Tuh, kan, kau betul-betul seperti kakekku!" Seru Sasha setengah meledek.
"Maksudmu bukan begitu …" Jean menggaruk tengkuknya, kikuk. "Aku ingin kita berjalan berdampingan. Bersama-sama. Berpegangan tangan."
"… Eh?"
"Maksudku agar kau tidak jatuh."
Respon dari Sasha adalah dua pipi merah yang menggembung. Jean tertawa.
"Kalau begitu sih, lebih baik aku betul-betul pergi bersama kakekku!"
Jarang-jarang Jean melihat Sasha ngambek seperti ini, sehingga pemuda itu hanya bisa tertawa kecil ("Sasha yang begini cukup menggemaskan, mungkin sekali-sekali akulah yang harus membuatnya kesal") dan segera meraih tangan Sasha yang terbalut sarung tangan hijau lumut. Awalnya, Sasha yang malu-malu (dan masih ngambek) bersikap reluktan, namun akhirnya ia luluh dan balas menggenggam tangan Jean dengan erat.
"Aku mau lihat kembang api."
Nah, begini dong. Kita terlihat seperti pasangan yang normal jika kau menggenggam tanganku seperti ini.
Mereka sampai di lantai lima sebuah pusat perbelanjaan yang memanfaatkan momen tahun baru untuk menyelenggarakan diskon besar-besaran sampai dini hari—dan beruntunglah dompet Jean karena Sasha sama sekali tidak berminat untuk memborong benda-benda bermerek menggunakan uang pacarnya. Gadis itu hanya punya satu permintaan sederhana di malam ini, yaitu melihat kembang api. Bersama Jean.
"Dari sini pasti kelihatan sangat jelas!" Sasha melepaskan genggaman tangannya, lalu berlari menuju jendela kaca. Jean menggeleng-gelengkan kepala—pada kondisi seperti ini ia tidak akan keberatan jika disangka sebagai pengasuh Sasha—lalu menyusul Sasha yang sudah menempelkan tangannya pada kaca. Benar kata gadis itu, jendela kaca itu pasti akan menampilkan kembang api di langit secara sempurna, seperti film yang diproyeksikan kepada layar.
"Menurutmu warna apa yang akan lebih dulu muncul?" Iseng Jean bertanya.
"Hmmm …" Sasha menunduk, menyangga dagu dengan kepalan tangannya, berpose seolah ia adalah filsuf yang tengah memikirkan hakikat dunia. "Biru!"
"Kalau menurutku, merah lebih dulu."
"Biru!"
"Merah!"
"Kalau kau salah, belikan aku es krim di bawah. Tiga scoop."
"Siapa takut! Kalau kau salah, belikan aku es krim di bawah—lima scoop!"
Mereka hanya bisa tertawa terbahak begitu melihat kembang api yang pertama kali diluncurkan ternyata berwarna jingga. Jean menyatakan bahwa tidak ada yang menang dalam taruhan ini, namun Sasha bersikeras meminta lima scoop es krim untuk dirinya; Jean menolak dengan alasan Sasha baru saja makan kembang gula dan menakut-nakuti gadis itu soal berat badan yang akan bertambah. Sasha terpaksa menurut, namun ia tidak terlalu kecewa karena Jean berjanji akan membelikannya es krim nanti. Nanti yang entah kapan.
"Kautahu Jean? Kembang apinya lebih bagus daripada kembang api tahun lalu." Komentar Sasha. "Percikannya lebih indah, kalau menurutku …."
"Kau pengamat yang baik, Sasha," Jean mengangguk-angguk. "Untuk hal-hal yang tidak penting."
Hadiah dari kalimat barusan adalah sebuah cubitan di lengan. Jean tertawa.
"Oke, oke, bercanda, maafkan aku." Pinta Jean di sela-sela tawanya. "Oh ya, aku punya ide bagus. Bagaimana kalau aku memotretmu dengan latar belakang kembang api? Pasti akan bagus."
"Wah, ide bagus, ide bagus!" Sasha langsung menyisir rambutnya dengan jari, menatanya serapi mungkin lalu mulai mencoba berbagai macam pose. "Seperti ini? Atau lebih baik seperti ini?"
"Kau selalu lucu apapun posemu, Sasha, jadi terserah kau saja," Jean melangkah menjauh dari Sasha untuk mencari tempat memotret yang pas, dan begitu menemukan tempat itu ia langsung mempersiapkan kamera ponselnya. "Begitu juga lucu, kok. Oke, siap ya!"
"Siap!"
"Satu, dua, tiga … say cheese!"
"Potato!"
Di foto itu, ada dua kembang api yang tertangkap kamera. Satunya lagi berpendar oranye di langit malam, satunya lagi meledak dalam kedua mata Sasha, mengisi keduanya dengan pendar-pendar cahaya kebahagiaan. Satunya hanya abadi dalam foto, namun yang satunya lagi, akan selalu abadi di hati Jean.
