Naruto © Masashi Kishimoto

Warning : OOC , AU , TYPO , dan sebagainya

.

DON'T LIKE

.

DON'T READ !

.

PLEASE ENJOY

Chapter 1 – Pendant

HINATA POV

Mmmm… angin segar bertiup menari-nari di udara yang sangat menyegarkan di bumi ini. Aku sekarang berada jauh dari suatu tempat – seperti biasa – menyertakan kesendirianku. Aku ingin pergi jauh mengikuti ke mana arah langkahku. Kuhadapi kesendirian dan dinginnya sepi sekarang, lebih baik kunikmati hari-hari yang kujalani.

Sebuah kantong beludru berwarna merah pekat kuusap perlahan. Kantong ini berbau wangi tidak pernah hilang,sangat misterius dan menenangkan sekaligus menakutkan. Di dalamnya terdapat sebuah kalung dengan liontin foto kedua orang tuaku.

Sebenarnya,aku hanya mempunyai sebelah liontin yang berisi selembar foto ibuku. Pemilik panti asuhan menceritakan bahwa ketika aku dititipkan di depan panti asuhan tepatnya di depan pintu,aku mengenakan kalung yang liontinnya selalu kugenggam erat. Aku menangis sangat keras sehingga membangunkan seluruh penghuni panti di malam buta itu. Dan tidak mengetahui ataupun melihat siapa yang membawaku ke panti tersebut. Malang sekali nasibku tanpa orang tua.

Aku seorang anak yatim piatu mungkin kedua orang tuaku sudah meninggalkan aku,mungkin kedua orang tuaku sudah tiada,mungkin kedua orang tuaku sedang bahagia bersama keluarga baru dan melupakan aku yang ditinggalkan. Tetapi kehidupanku terus berjalan seiring waktu dan tidak pernah berhenti.

Aku merindukan orang tuaku dan ingin mengetahui siapa dua orang dalam foto ini. Beberapa bulan yang lalu ketika usiaku genap sembilan belas tahun,seorang pria berwajah tenang datang ke panti asuhan. Rambutnya hitam lurus panjang seperti perempuan. Beliau adalah Orochimaru,usianya sudah tua tetapi tidak terlalu tua. Dia mencariku dan memberikan sebelah liontin lain berisi ayahku. Tanganku bergetar menerima liontin itu. Sisi luarnya kusam dan berkerak hitam, sama seperti sisi luar liontin foto ibuku. Tetapi tampak lebih indah dengan ukiran-ukiran yang bercekung. Mungkin itu seharusnya cekungan untuk batu mulia. Cekungan-cekungan itu tampak kosong.

Foto yang tertampang bukanlah wajah yang kuharapkan. Wajah itu tampak sombong dank eras. Tidak terlalu menakutkan tapi cukup membuatku bergetar ngeri sesaat. Dia terlihat sangat gelap dan mungkin ibuku bisa jatuh cinta apalagi menikah dengan pria ini?

Liontin itu digabungkan oleh Orochimaru,terdengar bunyi klik dan dua belah liontin itu menyatu lagi. Yang membuatku heran,setelah liontin itu disatukan,foto wajah kedua orang tuaku seperti membawa kedamaian dan keteduhan. Ayahku tidak terlihat keras walaupun garis wajahnya masih tampak dan tajam. Setelah memperhatikan lebih teliti lagi ternyata ayahku lumayan tampan. Kenapa foto orang tuaku terlihat sangat kuno? Well, mungkin mereka menyukai setting kuno,konservatif,dan berderajat bangsawan. Tapi, tetap aku adalah anak yang tidak bisa mengenal mereka lebih jauh. Orochimaru mengatakan bahwa ibuku meninggal ketika melahirkanku dan ayahku meninggal beberapa bulan setelahnya karena sakit yang adalah pegawai di rumah orang tuaku. Dialah yang mengurus semua keperluan dan kebersihan rumah. Setelah kedua orang tuaku meninggal,Orochimaru terpaksa menjual rumah berserta isinya untuk mentutupi hutang. Sungguh menyedihkan,bertemu Orochimaru sedikit mengobati rasa rinduku mendengarkan cerita tentang orang tuaku.

Hal yang membuat terkejut Orochimaru dating tidak hanya membawa sebuah liontin tetapi dia juga membawa surat rekomendasi untuk menempuh pendidikan di Jurusan Kedokteran Universitas Harvard.

Oh Tuhan,benarkah?

Ini pasti sangat tidak percaya dengan semua ini. Karena,aku tidak pernah mengajukan proposal beasiswa ke Harvard, walaupun sebenarnya aku sangat ingin menuntut ilmu di universitas manapun. Keadaan tidak memungkinkan untuk menuntut ilmu setinggi itu.

Orochimaru hanya tersenyum kutanyakan hal ini. Apapun itu,yang pasti tujuanku sekarang adalah ke sana. Universitas Harvard Jurusan kedokteran. Dan,aku sangat bersemangat sekali. Pemilik panti asuhan yang kuanggap ibuku sendiri sangat sedih sekaligus bangga melepas kepergianku. Beliau dan adik-adikku di panti asuhan selalu mendukungku di malam-malam sepi ketika aku merindukan ayah dan ibuku. Yeah,sudahlah ini saatnya aku harus pergi menyusuri hidupku dan aku akan pulang dengan banyak hal yang bisa mereka banggakan.

xxx

Perkenalkan,panggil aku Hinata…. Itu namaku…. Hinata…Hyuuga…

"Oh…,baiklah." Petugas itu kembali mencatat tiket yang kupesankan. Apalah arti sebuah nama bagi seorang pengelana? Jadi,sekarang aku sudah berada di ruang tunggu yang cukup besar. Berbagai suku bangsa dan bahasa terdengar di hanya diam dan menikmati keramaian ini. Kubaca buku kesukaanku,Vampire sembari menunggu. Kuhirup udara yang tercium,kurasakan dinginnya pendingin ruangan dan aroma berbagai parfum. Oh,cukup nyaman merasakan kesendirian dalam keramaian atau….,menyedihkan tepatnya.

Seorang pria duduk di ,ia sudah memandangiku sejak lama. Kualihkan pandanganku. Pria itu memang sedang melihat ke arahku tetapi tidak sedang memandangku. Matanya lurus menatap layar televise yang ada di dekatku. Kulihat layar televisi,sedang ada tayangan berita tentang sebuah kasus pembunuhan. Lagi-lagi pembunuhan. Lagi-lagi tentang kehilangan,tangis,dan kesendirian. Bukan hal yang baru bagiku. Kubaca bukuku lagi.

"Bagaimana menurutmu tentang pembunuhan itu?" Tanya pria di sebelahku. Kupikir ia tidak sedang berbicara denganku,baru kemudian kusadari ketika ia mulai memperhatikanku lebih dekat.

"Oh,rupanya Anda sedang berbicara dengan saya. Maaf,yeah semua pembunuh pasti puas dengan apa yang telah mereka lakukan. Jarang yang menyesali perbuatannya. Bukan begitu?"

"Pembunuh itu pasti gila. Apa yang sebenarnya dicari orang seperti itu? Sudah berapa orang yang dibunuhnya dan semua rata-rata pemuda bertubuh besar. Bagaimana mungkin pemuda-pemuda itu tidak bisa berkutik dan mati konyol di tangan pembunuh itu?" Rupanya pria ini sangat memperhatikan kasus pembunuhan yang sedang disiarkan di televisi.

Aku? Aku mana tahu. "Itulah yang dinamakan kepuasan,"komentarku seadanya.

Rasanya,aku sedang tidak ingin berbincang-bincang dengan orang ini,apalagi mengenai suatu …Aku langsung berdiri dan beranjak pergi. Kutarik napas lega. Aku sedang ingin sendiri dan sungguh menyenangkan ketika aku mengetahui bahwa toilet di ruang tunggu ini sangat nyaman untuk gadis yang sedang sendiri dan ingin sendiri ini. Aku tersenyum,lalu mengambil iPod pink dari dalam tas. Kuputar lagu penyemangat sambil merebahkan tubuh di sofa empuk yang ada di toilet itu. Sepi dan akhirnya aku tertidur.

xxx

Aku terbangun ketika seorang wanita menggoyangkan terbangun,aku berusaha memfokuskan mataku. Wanita tersebut menyentuh dahiku. "Maaf Nona,apakah Anda sedang sakit?" tanya wanita itu.

"Oh, saja tidak."

"Ups,maafkan saya telah lancang membangunkan Anda. Saya kira Anda sedang sakit,"kata wanita itu sambil tersenyum dan memandang penuh penyesalan.

"Tidak apa-apa,Nyonya. Hendak berpergian jauh juga rupanya?" tanyaku basa-basi.

"Yah,begitulah. Nona hendak kemana?"

"Aku hendak ke… "

Sebelum aku menyelesaikan kalimat,terdengar pengumuman yang memanggil namaku sebagai penumpang terakhir yang sedang ditunggu di pesawat. "Aku hendak ke sana,"kataku sambil tersenyum menunjuk kea rah pengeras suara. Segera kusambar tas dan iPod-ku. Aku berlari sepanjang lorong yang ramai,mencari pintu keberangkatan menuju pesawat. Tak kukira aku tertidur di toilet dan tidak mendengar pemberitahuan untuk boarding sama sekali. Mungkin aku terlalu keras menyetel iPod atau aku terlalu lelah. Sudahlah,semoga pesawat dan semua penumpang di dalamnya mau memaklumi keterlambatanku.

Akhirnya,sampai juga di pintu pesawat. Pramugari itu telah menunggu dengan raut muka yang cukup dalam untuk ditekuk sehingga mungkin aku bisa menjepitkan ujung sepatuku di antara hidung dan bibirnya.

"Maaf,aku harus…."

"Silahkan duduk. Kursi Anda telah menunggu,penumpang yang lain juga sudah menunggu."

Oh,sungguh kata-kata yang sangat pedas. Aku berjalan ke kursiku,beberapa penumpang di deretan depan sedikit menggerutu dan memandangku dengan wajah yang jengkel. Ups,sorry ladies and gentlemen. Penumpang di sebelahku adalah seorang pemuda usianya kira-kira sedikit di atasku. Sangat rapi,sopan,sorot matanya yang tajam dan sangat misterius. Wajah yang keras menurutku dan berambut pirang. Kesimpulannya,wow keren menurutku. Agak sedikit kikuk duduk di sebelah cowok ganteng. Aku tidak popular di sekolahku dulu atau di lingkungan panti,jadi aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan supaya tidak terlihat membosankan. Ah,sudahlah aku ingin menikmati perjalanan tanpa mengganggu ataupun diganggu siapapun. Memikirkan sesi wawancara dan tes tertulis untuk mendapatkan beasiswa di Harvard saja sudah membuatku mulas. Pramugari menutup pintu. Pesawat sudah bersiap-siap take off. Pramugari mulai mempersiapkan peralatan untuk memperagakan cara keselamatan dan menawarkan berbagai fasilitas di pesawat.

"Selamat pagi, Bapak dan Ibu sekalian,selamat datang di pesawat kami dengan tujuan….."

Apa?

Ke mana tujuan pesawat ini?

Oh,Tidak! Aku berada di pesawat yang salah saudara-saudara!

Oh,Tidak!

Aku mulai gelisah. Sungguh,aku ingin turun saja dari pesawat ini. Tapi,bagaimana? Apakah aku harus berdiri dan berteriak untuk diturunkan atau segera mendatangi pramugari itu dan memohon untuk diturunkan karena salah naik pesawat? Sial! Membuatku frustasi! Pemuda di sampingku mengetahui kegelisahanku.

"Nona, apa anda baik-baik saja? Ini hanya take off biasa. Apa anda sudah naik pesawat sebelumnya?" tanyanya dengan cengiran di wajahnya.

"Eh, aku tidak tahu ada apa denganku hari ini. Sungguh, ini hari yang sial bagiku. Tadi, aku terlambat masuk pesawat, dan sekarang aku baru mengetahui kalau ternyata aku salah masuk pesawat."

Mataku mulai berkaca-kaca karena kesal. Mengapa permulaan perjalanan ini sungguh buruk? Lalu,bagaimana koperku? Untunglah isinya hanya pakaian. Semua barang yang penting kubawa dalam ranselku.

"Anda salah pesawat?"

Aku mengangguk lemah. "Ya. Konyol, bukan? Aku harus bagaimana kalau begini? Tidak mungkin aku berteriak-teriak minta diturunkan. Ini kesalahanku sendiri. Oh,sungguh awal yang baik," keluhku pelan.

"Apa yang akan Anda lakukan?" tanya pemuda itu.

"Tidak ada. Apa yang harus aku lakukan?" jawabku kebingungan sambil mengetuk-ngetuk sandaran kursi dan melihat keluar jendela. Semakin gelisah hatiku hingga selapis keringat tipis mulai membasahi dahi. Membayangkan masalah-masalah yang mungkin timbul membuatku merasa mulas. Masalah yang harusnya tidak perlu kukhawatirkan kalau saja aku tidak tertidur.

"Ini pertama kalinya Anda berpergian jauh? Tidak heran kalau anda begitu. Takut tersesat,sendirian…"

Pemuda ini semakin menambahkan kegelisahanku. Walaupun aku seorang gadis,sendirian, dan belum berpengalaman berpergian dengan pesawat, aku menganggap diriku cukup dewasa. Dia tidak berhak untuk menakut-nakutiku seperti itu.

"Cukup,Man! Apa aku terlihat begitu ketakutan? Aku tidak butuh komentarmu!" semprotku, tapi nada suaraku tidak jauh dari suara yang menyedihkan.

"Maaf, bukan maksudku menakut-nakuti. Cobalah tenang, nikmati perjalanan ini. Nanti setelah pesawat ini mendarat, konfirmasikan bagasimu ke armada pesawat dan belilah tiket untuk pulang. Selesai. Bagaimana? Sungguh, bukan maksudku membuatmu panik. Karena,aku pun pernah salah pesawat sebelumnya," kata pemuda itu.

Matanya memandang penuh pengertian. Aku sedikit terpana dibuatnya dan tidak menyadari itu sampai dia memanggilku. Betapa memalukan.

"Nona….?"

Aku terkejut dengan rona merah di pipiku. Mungkin aku terlalu cepat emosi menanggapi pemuda ini. Setelah kupikirkan,aku memutuskan untuk mendengarkannya. "Maafkan aku, aku panik. Aku juga bingung. Terima kasih. Akan kulakukan semua yang kau katakana setelah pesawat ini mendarat nanti."

"Perkenalkan, aku Naruto. Uzumaki Naruto," katanya sambil mengulurkan tangan.

"Hinata… Hyuuga Hinata." Sekilas kulihat senyum di wajahnya. Sangat ringan dan menyenangkan. Pemuda ini memang sungguh tampan,sekarang semakin jelas. Rambutnya yang pirang dan bola matanya yang indah berwarna biru. Kami tidak begitu banyak mengobrol. Yang kuketahui,dia adalah seorang mahasiswa tingkat akhir Jurusan Hukum Harvard. Bukankan itu menyenangkan sekaligus melegakan? Aku tidak sendirian di kampus tertua di Amerika itu. Penampilannya sungguh hangat dan suaranya pun dapat menggetarkan jiwaku. Ah,konyol! Mungkin ini karena aku belum pernah berkencan dengan seorang pemuda. Memalukan! Aku seperti gadis kampungan yang tiba-tiba harus berhadapan dengan dunia luas.

"Maaf Naruto sebelumnya, sungguh aku tidak enak kalau mengganggu kegiatanmu. Tetapi,maukah kau menolongku setiba kita nanti di tujuan? Aku sungguh tidak bisa melakukan ini sendirian, please. Bisakah kau membantuku? Maaf,aku tahu ini kedengerannya terlalu kekanak-kanakan dan konyol sekali," pintaku.

Sesungguhnya,aku tak mau bergantung padanya. Tapi bagaimanapun, aku membutuhkan seseorang untuk menemaniku. Kuharap Naruto tidak berpikir yang macam-macam, seperti pikiran aku akan menggodanya atau berniat one night stand. Tidak!

"Ya, aku akan membantumu," jawabnya dengan cengiran di wajahnya. Kubalas dengan tersenyum. Semoga saja aku tidak terlihat seperti gadis kuper. Suara,wajah,dan penampilannya memang mempesona. Tapi apakah ia cukup cerdas? Atau, penampilannya saja yang mempesona,sementara apa yang ada di benaknya pun ia sendiri sama sekali tidak tahu? Oh ayolah,mahasiswa Harvard tidak mungkin bodoh. Aku tertwa sendiri karena apa yang kupikirkan.

"Ehm,maaf,ada sesuatu yang lucu?" tanya Naruto karena ingin tahu. Baru kusadari kalau Naruto mendengar suara tawa kecilku. Dengan wajah memerah karena malu, aku meminta maaf. "Maaf,bukan lucu. Aku hanya merasa seperti seorang yang baru,punya semangat baru. Mungkin cukup aneh bagimu,beberapa menit lalu aku kelihatan sangat panik dan bingung,sekarang aku memiliki tenaga dan keberanian baru. Sepertinya kita butuh tantangan untuk dapat bersemangat lagi."

"Well,senang melihatmu bersemangat lagi. Dan, jadi tidak cengeng tentunya," kata Naruto dengan senyum manisnya.

Kualihkan pandanganku ke jendela, tidak terasa sudah beberapa lama pesawat meninggalkan bandara. Sekarang, yang terhampar di bawah sana seluruhnya hijau dengan sedikit warna putih di sana-sini. Mungkin kami sedang melintasi hutan. Warnanya sungguh menyenangkan.

"Ternyata, naik pesawat menyenangkanjuga,ya?" komentarku

"Tergantung, kalau kau senang berpergian,maka setiap perjalanan akan terasa menyenangkan. Bila kau tidak suka berpergian, setiap perjalanan akan membosankan dan menyakitkan."

"Ini cukup menyenangkan dan ini perjalanan pertamaku."

"Syukurlah kalau begitu. Ini perjalananku yang ke sekian dan aku sedikit bosan," kata Naruto. Dia mencondongkan tubuhnya mendekati jendela. "Lihat kita sedang melewati hutan dan sebentar lagi akan ada sedikit guncangan."

Tepat seperti apa yang Naruto katakan, baru saja ia menyelesaikan kalimatnya, lampu dan bel peringatan menyala. Penumpang diperingatkan untuk segera mengenakan sabuk pengaman. Aku mengenakan sabuk pengamanku dengan perasaan sedikit waswas sekaligus ingin tahu, akan seperti apa guncangan ini. Tanganku memegang erat sandaran kursi dengan mata tetap melihat keluar jendela. Seperti yang kuperkirakan, rasanya hampir sama seperti naik bus yang sedang melewati jalanan berbatu. Guncangannya tidak begitu keras,seperti bergoyang ke kanan,kiri,atas,bawah. Kemudian tenang lagi. Bergucang lagi. Tenang. Berguncang. Dan tenang melihat Naruto sedang memandang ke luar jendela tetapi matanya sendu dan berwajah muram. Mulutnya terkatup rapat.

"A-ano Naruto, P-pesa-wat su-sudah te-tenang s-se-seka-rang."

Sebelum Naruto menjawab, pesawat kembali berguncang. Kali ini lebih keras dari sebelumnya, aku mulai panik berat. Kupandangi Naruto yang sedang merebahkan tubuhnya ke sandaran kursi dan memejamkan mata. Tiba-tiba terdengar bunyi ledakan keras sekali dari arah jendela. Otomatis aku menoleh dan melihat asap hitam mengepul dari bagian sayap pesawat. Kuraih tangan Naruto dan menggenggamnya. Naruto membuka matanya dan meraih punggungku dengan cepat, lalu mendorongku ke bawah supaya aku merunduk di antara kedua kakiku. "Menunduklah, kau akan selamat."

Guncangan itu semakin keras dan penumpang lainnya berteriak-teriak. Pramugari memerintahkan langkah-langkah keselamatan dan berlari di koridor untuk memeriksa penumpang. Kemudian,terdengar lagi sebuah ledakan,kali ini lebih keras disertai suara angina yang menderu. Pesawat mulai oleng dan aku agak terlempar, tapi tangan Naruto meraihku kembali. Jantungku berdetak cepat dan aku tidak siap untuk mati. Aku masih ingin hidup dan merasakan kuliah di Harvard.

Pikiran tentang ayah dan ibuku juga terlintas. Seandainya aku mati,ayah ibuku sudah menunggu di surga. Jadi hidup dan mati sama-sama pilihan yang menyenangkan. Aku terdesak maju ke depan karena pesawat mulai menukik jatuh. Barang-barang dari kabin berjatuhan dan sebagian menimpaku. Ini tidak seberapa sakit bila dibandingkan dengan maut yang sudah di depan mata. Tangan Naruto masih menggenggamku,tapi aku tidak bisa melihatnya karena tumpukan bagasi menutupi kami. Pesawat terasa semakin menukik tajam dan meluncur dengan cepat. Mendadak kepalaku mulai pusing dan telingaku terasa sakit. Sangat sakit dan luar biasa. Kututup mataku berusaha menahan sakit. Ketika kemudian terdengar suara benda bertabrakan dan aku terlempar entah kemana. Rasa sakit itu hilang.

-TBC-

Yap! Ini dia vampire fict versi naruto … Cerita ini sebenarnya terinspirasi dari sebuah novel ALMOST TWILLIGHT karya uhm siapa ya? *bletak*… Ada yang tahu? *haha* Karya dari Noey Moore. Bagian depannya tidak diubah tetapi tenang saja saya akan merubahnya di perjalanan ceritanya di tengah sampai akhir jadi chapter 1 sama dengan cerita aslinya dan chapter 2 akan dirubah dari cerita aslinya… Yah mungkin bisa dibilang dirubah sedikit #lho?

Pokoknya lihat nanti saja yahh ! *plak* Emang nanti jalan ceritanya agak sedikit sama tetapi saya kurang puas dengan bagian finally Almost Twillight *dicincang author Almost Twillight* Maka dari itu saya akan merubahnya. Mohon maaf jika fic ini kurang memuaskan… Flame saya terima tapi tolong baik-baik ya.

Tolong kritik dan saran dari readers semua… Mohon bimbingannya dari kalian semua XD #hoho

Makasih yang sudah membaca :-)

Lanjut or delete? Banyak yang review semakin cepat update *bletak* Jaa ! See you next chap XD

_Tsuki-Chan_