Saat daun berguguran di Beijing, dengan bermandikan sinar matahari yang hangat.

Di sudut kelas kosong,

Bagaimana, kenapa, mengapa bisa menjadi seperti ini?

Aku sendiri juga tidak 'percaya'.

Tapi,

Hanya satu hal yang ku tahu...

Bahwa aku menjadi pengantin.

Pengantin dari dia,

Kris,

Seorang demon.

Namaku adalah Huang Zi Tao. Aku pindah dari Qingdao ke Beijing untuk melanjutkan sekolahku di salah satu universitas disana.

Aku hanyalah anak yatim piatu yang ditinggal sejak berumur empat tahun, lalu di asuh oleh nenek. Aku bersyukur setidaknya walau hanya hidup berdua dengan nenek dalam keadaan ekonomi yang pas pas-an, aku sudah sangat bahagia.

Namun sepertinya Tuhan kembali mengujiku. Setelah ia mengambil kedua orang tuaku, nenek menjadi target selanjutnya.

Dua bulan yang lalu, sehari setelah upacara kelulusan ia tiba-tiba mengalami serangan jantung mendadak dan seketika itu nenek meninggalkanku sendiri dengan rasa kehilangan dan kesepian yang mendalam.

Tetapi aku mencoba tegar. Dibalik cobaan pasti ada hikmah.

Seminggu kemudian aku mendapatkan surat. Dan surat itu berisi bahwa aku mendapatkan beasiswa di salah satu universitas Beijing. Aku senang sekaligus sedih. Senang karena bisa melanjutkan sekolah di universitas ternama dan sedih karena harus pergi meninggalkan Qingdao. Disini sudah terlalu banyak kenangan yang tak bisa kulupakan.

Tetapi,

Seperti kata orang, kita tidak boleh terlalu larut dalam masa lalu. Karena itu akan menghambat langkah kita untuk menuju masa depan.

Dan aku mencoba,

dengan tekad dan keinginan yang besar aku pergi meninggalkan kampung halamanku. Mungkin ini salah satu jalan yang diberikan Tuhan agar aku bisa mewujudkan cita-citaku.

Aku tersenyum.

Berpikir positif semoga di sana aku diberi segala kemudahan.

Ya, semoga.

Kumohon, mudahkanlah aku.

Dan kisahku dimulai,

Ketika aku tanpa sengaja mendengar suara desahan

Aku ingat, ketika itu aku sedang berjalan sendirian. Mengintari kampusku yang begitu megah dan luas. Meneliti setiap tempat seperti ruang perpustakaan yang didalamnya begitu banyak buku yang berjejer rapi, ruang olahraga indoor dan outdoor yang lengkap dan luas, kelas-kelas pembelajaran dengan fasilitas lengkap juga taman yang dipenuhi dengan segala tumbuhan yang dirawat dengan baik.

Dan sekarang tujuanku adalah taman belakang. Satu hal yang aku pikirkan ketika sampai di sana adalah indah.

Taman belakang begitu berbeda dengan taman yang aku lihat di depan kampus. Disini terlihat lebih asri dan seperti hutan mini. Dengan ditumbuhi pohon-pohon tinggi dan juga dipojok sana terdapat rumah dengan arsitektur mediterania yang begitu kental.

Aku berpikir kenapa di belakang kampus ada rumah yang walaupun tidak terlalu luas tetapi terlihat begitu mewah ada di sini. Apakah itu semacam mess untuk pekerja bersih-bersih disini?

Karena penasaran sekaligus terpesona dengan keindahan rumah itu, aku melangkah mendekat. Ingin melihat bagaimana arsitektur khas 90-an dengan dekat.

Indah.

Namun terlihat menyimpan kemisteriusan.

Aku mencoba membuka pintu kayu yang penuh dengan ukirannya yang khas itu. Rasa penasaranku semakin memuncak ketika pintu itu ternyata tidak terkunci. Setelah memasukinya, aku bisa melihat dengan jelas dekorasi yang berada didalamnya. Sesuai dengan arsitektur rumah yang bergaya tahun 90-an.

Melangkahkan kaki-kaki kecilku, aku menemukan kembali sebuah pintu. Ukirannya sama dengan pintu depan yang aku lewati tadi. Sedikit penasaran aku membukanya, hanya sedikit. Cukup untuk aku menyembulkan kepala untuk mengintip sedikit didalamnya.

Tapi,

Aku menyesal. Seharusnya aku tidak terpesona dengan rumah ini sehingga mencoba mendekatinya. Merasakan rasa ketertarikan untuk memasuki kedalamnya dan mengikuti rasa penasaran untuk menjelajah isi dari rumah ini.

Aku menyesal.

Sekali lagi aku menyesal.

Sangat menyesal.

Karena aku telah melihat semua yang ada didalam. Melihat sesuatu yang seharusnya tidak kulihat.

Suara desahan itu menggaung disana. Aku bisa melihat bagaimana sepasang anak adam mencari sebuah kenikmatan dunia.

Aku malu. Tapi aku tidak bisa mengalihkan pandanganku terhadap manusia itu.

Namun, baru kusadari selain mereka yang sedang mengejar kepuasan aku melihat sosok lain. Pria berperawakan blasteran dengan mata biru terang menatapku di tempat dimana ia duduk sambil meminum wine berwarna merahnya.

Mata kami yang saling bertaut, membuatku merasakan hawa dingin yang tak nyaman. Pria itu memberikanku sebuah senyum,

senyum mengerikan yang membuatku langsung berlari kencang. Meninggalkan tempat ini secepat mungkin. Mencoba menghilangkan memori yang baru saja ia bawa di otakku. Bibir berkomat-kamit meyakinkan diri bahwa yang dilihat hanyalah ilusi.

Ya, ilusi yang begitu nyata.

Karena belum sampai aku pada pintu depan, pria itu mencekal lenganku dan mengukungku di antara dinding dan badannya yang tinggi. Membuatku tak bisa bergerak walau hanya satu centi saja.

"Kau sudah melihatnya..."

Nafas beraroma mint memasuki indra penciumanku ketika aku mendongak, mencoba sekali lagi menatap mata biru itu.

"Kau melihat apa yang terjadi"

Ulangnya lagi,

"Jadi sudah kuputuskan—

"—bahwa kau akan menjadi pengantinku."

Dan aku merasa bahwa, perjalanan hidupku akan semakin sulit

(Kesalahan terbesarmu adalah, kau menuruti apa yang ada didalam hatimu. Sehingga kau harus bertemu dengan iblis seperti diriku)

When demon saw it...

TBC

Masih awal ya...

Kalau berminat ya baca. Kalo ga suka jangan hujat. Fanfic ini juga di publish di akun wattpad aku.

Mind to review?????