Sudah setahun sejak "the final battle" berakhir. Di tanganku, pecahan bola empat arwah menyatu menjadi sebuah bola utuh. Kekuatan yang begitu besar, belum pernah q rasakan sebelumnya. Kubawa pulang ke duniaku, karena di sini dia tak akan bisa digunakan. Begini akan jauh lebih baik, daripada Naraku-Naraku selanjutnya lahir.

Setahun yang lalu, panah suci milikku, bergabung bersama panah suci Kikyo sang Miko, dan serangan pedang Tesaiga secara bersamaan berhasil mengahancurkan tubuh Naraku.

Setahun yang lalu, jiwa Naraku terbakar api abadi. Tapi dia berhasil membawa Kikyo terbakar bersamanya. Meskipun sedih,, itulah yang di harapkan Kikyo sejak dia dibangkitkan. Mati. Di saat yang bersamaan, seluruh anak buah dan siluman bawahan Naraku berubah menjadi debu dan tertiup angin. Segala kutukan Naraku menghilang.

Setahun yang lalu, Lubang Angin milik Miroku tertutup seiring matinya Naraku, kutukan berakhir. Bersama Sango, mereka membuat pusara untuk Kohaku dan korban kejahatan Naraku yang lainnya.

"Pertempuran dengan Naraku telah berakhir, dan kutukan lubang angin ini hilang. Maukah kau melahirkan anakku, dan kita hidup bersama?" Mata Miroku menatap lurus pada Sango. Sango mengangguk, sebutir air mata haru jatuh ke pipinya. Sebuah momen yang sangat indah. Aku tak akan melupakannya.

Minggu lalu aku pergi mengunjungi mereka. Sango dan Miroku tengah menanti kelahiran anak pertama mereka. Miroku tampak ke-bapak-an, namun kebiasaan menggoda nya masih terus berjalan. Meski tak segencar dulu.

Shipo dan Kirara masih sangat akrab. Kini mereka tinggal bersama Sango dan Miroku. Such a happy family, isn't it?

Kudengar Koga dijodohkan dengan seorang gadis dari klannya. Meski awalnya menolak, akhir2 ini mereka tampak mesra. Aku masih ingat ketika dia dulu sering bersitegang dengan Inuyasha.

Inuyasha,,,

Air mata ini tak bisa terbendung lagi. Setiap kali nama itu melewati pikiranku, ingatanku langsung menuju ke manusia setengah siluman itu. Tentang bagaimana kami bertemu. Bagaimna kami bertengkar. Bagaimana dia lebih menyukai keripik kentang dan mie instan dibandingkan dengan masakanku. Bagaimana sikapnya yang membuat jantungku ingin melompat. Suaranya. Senyumannya. Tertawanya. Kehangatannya.

Dan bagaimana dia hilang dari hadapanku. Berlari menyusul Kikyo, melompat ke api abadi. Aku tau, dia mengerti dia tak akan selamat. Aku tau, dia melakukan itu dengan sadar. Aku bisa membaca dari matanya.

"Inuyasha bodoh. Inuyasha, duduk!"

Suara benturan membuyarkan lamunanku. Mataku basah oleh air mata. Seisi kelasku sedang menertawakan sesuatu. Lalu kulihat seseorang mencoba berdiri di depan papan tulis. Mungkin dia terpeleset.

Guru memperkenalkannya sebagai anak baru. Seorang lelaki pindahan dari daerah pinggir kota. Aku tak memperhatikan. Atau mungkin aku tak berusaha. Aku sibuk menata pikiranku kembali dan mengeringkan air mataku. Kemudian pikiran itu terlintas begitu saja.

"Duduk", kataku pelan.

BRAKK! Murid baru itu terjatuh lagi. Pak guru menolongnya berdiri. Kelasku kembali riuh dengan suara tawa.

Sekali lagi, aku hanya ingin memastikan. Maafkan aku, entah siapa namamu. "Duduk", mataku menatap sosok yang sedang bertumpu pada meja guru.

BRAKK! Tangannya tergelincir. Dia tampak bingung. Pak guru mulai was was. Teman-teman berhenti tertawa dan mulai menyadari ada keanehan.

Kecuali aku. Air mataku kembali turun. Aku telah menemukanmu. Aku menemukanmu lagi. Inuyasha, atau kubilang, reinkarnasimu.

Mulai sekarang, sedikit demi sedikit, akan kuceritakan segalanya padamu.

-end-

Mohon komeng/kritik/saran/voucher makan ^^

/bricked

Disclaimer:: Rumiko Takahashi