Midnight Sang Wali

(judul asli: Midnight Guardian)

Tahun Ke-3


Penulis: ksomm814

Dipublikasikan pada tahun: 2004

Penerjemah: Mini Marauder

Harry Potter Series © JK Rowling

Catatan Penerjemah:

"Thank you very, very much ksomm814 for allowing this masterpiece to be translated.

Now everyone who speaks my language are able to enjoy it as much as I do. God bless you!"

Sinopsis:

AU Tahun ke-3. Apa yang terjadi seandainya Paman Vernon bertindak terlalu jauh hanya karena terpicu oleh sebuah panggilan telepon? Kebenaran terungkap; tetapi kebenaran versi siapa yang akan Harry percaya? Masa lalu akan terungkap seiring munculnya kenalan-kenalan lama.


Bab 1 Musim Panas yang Berat

Untuk ketiga kalinya dalam seminggu, seorang bocah kurus, berambut hitam cepak dan berkacamata menyiangi rumput di kebun bibinya, Petunia Dursley, di Privet Drive Nomor Empat. Kebanyakan orang tidak ambil peduli pada bocah tanggung yang bekerja dari matahari terbit sampai matahari terbenam itu, separah apapun letih atau sakit yang dia mungkin rasakan. Semua orang tahu dia adalah seorang pembuat onar. Tidak lebih.

Betapa kelirunya mereka.

Harry Potter tidak seperti kebanyakan anak seumurannya. Selain memiliki bekas luka berbentuk sambaran petir di dahinya, Harry adalah siswa Sekolah Sihir Hogwarts. Sebuah sekolah yang hampir semua Muggle (komunitas non-sihir) tidak pernah dengar. Tidak ada yang tahu kalau dia adalah seorang penyihir sungguhan yang sedang bersekolah. Boro-boro, fakta bahwa penyihir itu ada saja, tidak ada yang tahu. Paman dan bibi Harry menyebarkan kebohongan kepada khalayak luas tentang sekolah tempat Harry belajar sesungguhnya.

Biasanya Harry bangga sebagai apa dia dilahirkan, tetapi tidak musim panas kali ini. Di minggu pertama liburan musim panas, dia mendapat telepon dari sahabatnya, Ron Weasley. Malangnya, Paman Vernon yang menjawab telepon. Setelah hampir satu jam berteriak-teriak soal kenekatan orang-orang aneh itu menelpon dan membuktikan keanehan mereka, Harry dihukum… berat. Hukuman itu masih menyisakan memar pada tubuhnya.

Malam setelah insiden telepon itu, Harry mengirim burung hantunya, Hedwig, agar menginap di rumah Ron sepanjang liburan. Hal terakhir yang ingin Harry lakukan adalah menambah marah pamannya. Dan sejak hari itu, dia mendapat daftar panjang berisi tugas-tugas rumah yang harus dia kerjakan. Dia akan dihukum kalau ada satu saja yang tidak tuntas sebelum petang.

Itu kejadian tiga minggu yang lalu. Dan daftar tugas semakin hari semakin panjang saja.

Sebagai tambahan, Harry juga masih punya PR yang bisa membuatnya dihukum oleh paman dan bibinya kalau ketahuan mengerjakan. Membuatnya memilih waktu-waktu larut dan subuh ketika semua orang sedang tidur, yang mana adalah jam-jam yang sangat dibutuhkan Harry untuk istirahat.

Harry mengembuskan napas panjang dan lelah sembari menyeka keringat di dahi dengan lengan bajunya. Hari ini, seperti minggu-minggu sebelumnya, cuaca terik. Pamannya bekerja di kantor, sedang bibinya dan Dudley melakukan apa saja yang biasa mereka lakukan setiap hari. Tidak ada yang mengabari Harry tentang dunianya. Dia toh tidak peduli. Selama keluarga Dursley maupun orang-orang dari kaumnya tidak ada yang mengganggu.

Setelah akhirnya selesai menyiangi rumput, Harry duduk di halaman sambil meringis. Dia menarik keluar daftar tugas rumah dari sakunya. Hari sudah sore, dan dia masih harus membersihkan garasi dan memasak makan malam. Kalau saja dunia sihir melihat dia sekarang, pikirnya getir.

Tahu dia tak boleh berlama-lama, Harry menyakukan kembali daftar tugasnya itu seraya pelan-pelan berdiri. Membereskan garasi bakal membutuhkan beberapa jam, mungkin lebih lama mengingat rusuknya hari ini sakit sekali. Sungguh hebat bagaimana tiga orang bisa membuat garasi sangat berantakan. Padahal, membereskan garasi sejatinya tugas mingguan.

Harry menghela napas sekali lagi sebelum terpincang-pincang memasuki garasi. Kaki kanannya berdenyut-denyut nyeri. Dia yakin Paman Vernon mematahkan tulangnya karena 'salah Harry', boro-boro menyuruhnya berobat. Dalam hati, Harry bertanya-tanya apa ini betul salahnya. Pamannya memang sejak dulu sudah tegas dan keras, tapi tidak pernah sampai sejauh ini. Bagaimana mungkin sebuah panggilan telepon bisa mengubah seseorang menjadi seekstrim ini?

Memasuki garasi, Harry tidak sadar sepasang mata biru mengawasi setiap rasa sakit yang menghalangi geraknya, menginginkan tidak lebih dari menghampiri bocah tanggung itu dan menceritakan segalanya, tetapi tahu dia harus bersabar. Bocah itu dipekerjakan seperti budak dan tak lama lagi akan butuh pertolongan. Itu pasti.


Seperti malam-malam sebelumnya, Harry menyajikan makan malam untuk keluarganya, kemudian keluar dari rumah untuk menikmati sandwich buatannya sendiri. Dia belajar untuk tidak mengharap ada sisa makanan, terlebih kalau Dudley menyantap makan malamnya seperti sekarang. Meski katanya diet, Dudley masih gemuk seperti biasa dan sama sekali tidak kelihatan ada penurunan berat badan.

Berbaring di halaman sambil menatap bintang-bintang, Harry memberitahu dirinya sendiri bahwa apa yang dia alami tidak terlalu buruk. Dia tahu dia akan kesulitan menjelaskan luka-luka yang didapatnya. Berapa orang akan percaya alasan 'jatuh dari tangga'?

Harry baru akan memulai gigitan pertama pada sandwich-nya ketika dia merasa seperti diawasi. Mengabaikan sakit dan nyeri otot-ototnya, Harry duduk dan memandang berkeliling. Dia hampir saja berlari kembali ke rumah ketika dia mendengar suara rintihan binatang di semak-semak di dekatnya.

Perlahan dan berhati-hati, Harry mendekati semak-semak dan berlutut. Ada teriakan di belakang kepalanya agar dia menjauhi bahaya yang mungkin datang dari binatang buas, tapi sesuatu di hatinya memaksa dia menolong binatang itu. Dia harus menolong.

Menyibak dedaunan semak belukar, Harry menunduk dan menemukan seekor anjing hitam besar bermata biru tengah berbaring mengamatinya dengan sedih. Anjing itu menguik, tetapi tidak bergerak. Anjing yang aneh.

"Eh—halo," sapa Harry, gugup. "Kamu tersesat?" Pertanyaan bodoh, Harry. Bodoh sekali. Dia sama sekali tidak tahu apa yang harus dia lakukan atau katakan pada anjing tersesat. Berganti posisi agar nyaman, Harry menyobek sandwich-nya menjadi dua, lalu menawarkan salah satu potongan kepada anjing itu. "Isinya ayam," katanya pelan. "Anjing suka ayam, kan?"

Anjing itu akhirnya bergerak. Harry menonton anjing itu perlahan mengambil potongan sandwich dan memakannya. Memakan porsinya sendiri, Harry tidak mengalihkan mata dari anjing itu yang tatapannya juga tidak lepas dari Harry sepanjang waktu. Harry tidak tahu apa yang anjing itu pikirkan, atau barangkali terbelit pilihan akan memakan Harry juga atau tidak.

Setelah gigitan ketiga, Harry tidak dapat menahan ketakutannya. "Kau tahu, ayamnya akan lebih enak kalau kau tidak makan sambil memandangiku seperti itu," ujarnya jujur. "Aku tahu kamu lapar, tapi cuma ini yang aku punya untuk makan malam. Aku bisa mengambilkanmu lebih banyak makanan setelah mereka tertidur semua, tapi pamanku tidak boleh tahu apapun soal ini. Setuju?"

Anjing itu merangkak mendekat dan menjatuhkan kepalanya di pangkuan Harry, memandanginya dengan mata memohon yang membuat Harry mengerang frustrasi. Dia betul-betul tidak punya tenaga untuk memenangkan gulat sepihak melawan seekor anjing malam ini.

"Dengar, aku minta maaf," dia berkata sebenar-benarnya. "Tapi pamanku—aku tidak tahu apa yang salah dengannya. Dia marah sekali musim panas ini. Aku bisa mengatasinya, tapi aku tidak ingin dia melampiaskan kepada orang lain."

Di luar kesadarannya, Harry mulai membelai kepala anjing itu. Meski dia baru pertama kali bertemu anjing itu, ada rasa-rasa familiar yang tidak bisa Harry abaikan. Dia tidak tahu kenapa baru sekarang dia merasakannya atau sebelumnya, tapi saat ini Harry tidak peduli. Dia membutuhkan teman bicara, dan saat ini hanya si anjing yang bersedia mendengarkan.

"Kadang aku penasaran, apa hidupku juga ikut dikutuk pada malam yang sama Voldemort gagal menghabisiku," katanya tiba-tiba. "Semakin tahun, hidupku semakin sulit. Sepuluh tahun aku tidur di lemari di bawah tangga, tahu bahwa aku—ng—berbeda, lalu aku pergi ke sekolah dimana ujung-ujungnya aku bertarung demi bertahan hidup. Maksudku, mau berapa kali Voldemort berusaha kembali?"

Si anjing mengangkat kepalanya, terkejut, tetapi Harry terlalu larut dalam pikirannya sendiri untuk sadar. "Kurasa ini salahku sendiri," lanjut Harry. "Aku yang mencari tahu tentang Batu itu dan aku yang masuk ke Kamar itu atas kemauanku sendiri. Aku merasa seperti akulah satu-satunya yang harus menghentikannya. Dia membunuh orangtuaku. Dia adalah alasan aku terjebak di sini… bersama mereka."

Harry menghela napas dan menggeleng pelan. "Menyedihkan sekali," tangannya bergerak ke dirinya dan si anjing. "Aku tidak seharusnya kecewa terhadap diriku sendiri seperti ini. Hanya akan membuat segalanya lebih buruk dari yang sebenarnya. Bagaimana aku bisa menyembunyikan ini semua dari teman-temanku? Bagaimana aku bisa menyembunyikan ini dari Dumbledore? Kalau dia tahu bagaimana rasanya di sini…"

"POTTER!"

Teriakan dari pamannya membuat Harry mengeluarkan erangan frustrasi. Dia buru-buru menghabiskan sisa sandwich-nya lalu melihat si anjing. "Tetaplah bersembunyi," kata Harry pelan. "Aku akan membawakanmu yang lain kalau mereka sudah tidur."

Ketekerjutan Harry melihat anjing itu bergegas ke semak-semak dan sembunyi, belum memaparkan apa yang dia rasakan. Anjing itu seperti betul-betul tahu apa yang Harry katakan, tapi itu tidak mungkin. Anjing tidak bisa bahasa manusia, setidaknya yang berupa kalimat utuh apalagi argumentasi.

Satu teriakan baru Paman Vernon mengembalikan Harry ke alam nyata. Berdiri, Harry tidak bisa mencegah dirinya meringis ketika rasa sakit menggelenyar di rusuknya. Tidak ingin mendapat teriakan atau hukuman lagi, Harry bergegas masuk ke rumah dan menghabiskan sejam setengah berikutnya membersihkan dapur. Dia hapal rutinitasnya sekarang. Kalau ada satu saja titik noda di dapur, dia dihukum. Pada dasarnya, kalau Harry melakukan apa saja yang membedakannya dari Peri Rumah, dia akan dihukum.

Dia akhirnya selesai, hanya untuk mendengar keluarga Dursley naik ke kamar mereka di lantai dua, hendak tidur. Mengembuskan napas lega, Harry membuat sandwich-sandwich baru sepelan mungkin. Dia tidak tahu berapa banyak sandwich cukup untuk anjing tersesat, tapi mengingat betapa kurusnya anjing itu, lebih banyak lebih baik.

Mengabaikan rasa lelahnya sendiri, Harry menyelinap ke halaman belakang lagi dan terpincang-pincang ke tempat anjing itu bersembunyi. Si anjing sepertinya tahu kedatangannya dan pelan-pelan beranjak keluar dari semak-semak. Hal sesimpel anjing tersesat dapat membuat seorang anak senang itu aneh, tapi anjing ini membawa kesan kenormalan tentang si anak. Bagi anjing itu, Harry bukan orang aneh atau Anak Yang Bertahan Hidup. Harry hanyalah Harry.

Mereka duduk di sana dalam diam selama si anjing makan. Rasanya ganjil melihat anjing makan pelan-pelan padahal jelas-jelas kelaparan, tapi Harry tidak menyuarakan pendapatnya itu. Dia terlalu takut kehilangan teman barunya itu.

Menyadari hari sudah terlampau larut, Harry tahu kalau dia tidak segera memulai mengerjakan PR-nya dia tidak akan mendapat apa-apa malam ini. Dia masih harus mengerjakan Ramuan, Sejarah Sihir dan Transfigurasi yang mana sulit sekali dan membingungkan. Profesor McGonagall adalah seorang yang sangat tegas dan ingin yang terbaik dalam Transfigurasi, Profesor Snape tidak adil dan kejam dalam Ramuan, dan Profesor Binns luar biasa membosankan dalam Sejarah Sihir. Dia tidak terlalu mendapatkan banyak motivasi untuk menyelesaikan sisa PR-nya itu.

Sesuatu yang basah menyentuh punggung tangannya, menyadarkan Harry dari lamunan. Dia cepat-cepat menunduk dan menemukan sepasang mata biru menatapnya dengan khawatir. "Kau tahu, kalau kau ingin terus bersamaku, aku harus memberimu nama," kata Harry seraya nyengir. "Midnight—bagaimana menurutmu?"

Si anjing menyalak senang, Harry buru-buru menoleh ke jendela kamar tidur keluarga Dursley. Untungnya tidak ada yang mendengar suara berisik itu. Mengusap belakang lehernya yang nyeri, Harry mengembalikan perhatiannya kepada Midnight. "Jangan berisik," kata Harry pelan-pelan. "Aku tidak mau Paman Vernon atau Bibi Petunia melihatmu. Mereka bisa menghukumku."

Midnight mengeluarkan geraman yang membuat Harry tertawa. "Aku juga tidak menyukai mereka," kata Harry terus terang, lalu berubah serius. "Susah bisa menyukai seseorang yang memperlakukanmu seperti kotoran. Di waktu-waktu seperti inilah aku heran bagaimana ibuku bisa bersaudara dengan mereka, saudara jauh sekalipun. Orang bilang ibuku baik hati dan pintar. Aku ingin bisa mengingatnya. Aku ingin bisa mengingat kedua orangtuaku. Setidaknya aku tahu ada yang menyayangiku."

Harry mengembuskan napas dan menggeleng. Dia benar-benar harus berhenti memikirkan kehidupannya yang menyedihkan. Itu hanya akan membuatnya merasa lebih buruk, padahal itulah hal terakhir yang Harry butuhkan sekarang ini. Yang harusnya dia pikirkan adalah bagaimana cara bertahan hidup sampai akhir bulan tanpa harus menerima banyak hukuman.

Memandang kejauhan, Harry tidak menyadari kesedihan di mata Midnight. Tepat pada saat itu, si anjing tahu rencana telah berubah. Dia sudah mendengar banyak masalah mendesak. Dia akan melakukan segalanya untuk meyakinkan si tolol itu, Dumbledore, tentang apa yang sebenarnya terjadi di Privet Drive Nomor Empat.


Di sepanjang minggu-minggu terakhir, sulit sekali bagi Harry tanpa ditemani teman barunya, Midnight, selagi dia mengerjakan tugas-tugasnya setiap siang. Harry menyelundupkan makanan ke anjingnya dan menghabiskan waktu luang bersama peliharaan setianya itu sesempatnya. Setiap malam, Harry akan mencurahkan frustrasinya dan bahkan membeberkan apa yang dia alami pada si anjing. Anehnya, Midnight seperti menikmati.

Hanya butuh dua hari bagi Harry untuk menyerah dari tatapan memohon anjing itu dan menyelundupkan Midnight ke dalam rumah. Sejak saat itu, Midnight tidur di kaki tempat tidur Harry. Harry tidak bisa menjelaskan, tapi dia merasa aman dengan adanya anjing besar itu di sisinya meskipun justru keamanan anjing itulah yang Harry cemaskan setiap waktu, setiap siang dan malam. Dia benar-benar memaksudkan semua yang dia katakan pada anjing itu. Bahwa dia bisa menerima hukuman-hukuman itu sendiri, tapi tidak kalau hukuman-hukuman itu dilayangkan kepada orang lain.

Daftar tugas rumah Harry yang semakin panjang tidak memperbaiki keadaan. Sudah jadi kebiasaan bagi Harry tertidur di waktu-waktu tidak semestinya, lalu terbangun oleh Midnight menjilat-jilat tangannya. Otot-ototnya selalu nyeri, dia merasa lemah dan mulai merasa panas dingin yang membuatnya sebal bukan kepalang. Melihat bayangan dirinya setiap pagi di cermin, Harry tahu dia sakit. Masalahnya, Paman Vernon tidak peduli. Dia masih menuntut semua pekerjaan beres tepat waktu.

Tertidur lelap di Jumat malam, Harry tidak sadar tempat tidurnya berguncang ketika Midnight melompat turun. Dia terlalu lelah untuk mencerna keadaan. Dia menggigil karena demam, yang menyebabkannya meringis ketika rasa ngilu menggelenyar di rusuknya. Harry menggigit bibir bawahnya dan merintih. Bertahun-tahun pengalaman ditelantarkan mengajarkan Harry agar tidak menjerit kesakitan. Itu hanya akan membuat Paman Vernon lebih marah.

Sebuah tangan menyentuh lembut wajah Harry seperti malam-malam sebelumnya. Tangan itu terasa dingin, kontras dengan wajahnya yang serasa terbakar. Dia menelengkan kepala ke arah dinginnya tangan itu saat jari-jari menyisiri rambutnya. Kalau Harry terbangun, dia mungkin akan ketakutan melihat orang asing di kamarnya dan mungkin akan lebih takut lagi melihat keadaan si orang asing.

Dibalut jubah hitam compang-camping di atas pakaiannya yang robek-robek, seorang laki-laki mengamati bocah tanggung tak berdaya itu dengan rasa bersalah. Dia ngeri mendengar bagaimana sulitnya anak kehidupan anak itu sejauh ini. Tinggal bersama keluarga yang membencinya, tidak tahu menahu apapun tentang orangtuanya, dua kali dalam entah berapa tahun menghadapi Voldemort, dan bahkan membunuh Basilisk adalah hal-hal yang seorang anak tidak sepantasnya lakukan. Laki-laki itu ingin sekali menyembunyikan anak itu agar dia aman, tetapi itu tidak akan pernah terjadi. Dia tidak bisa menculik anak itu sekarang, walau seperti apapun keadaannya.

Kaki anak itu patah, dan setidaknya beberapa rusuk juga selain banyaknya memar dan otot pegal-pegal hasil dari perbudakan yang dia jalani sepanjang hari. Pada pertemuan pertama, dia kaget melihat kecilnya anak itu dibanding anak-anak seusianya, tapi setelah beberapa cerita, jelaslah bahwa anak itu memang mendapat tidak kekerasan (secara fisik, verbal dan emosi) dan juga ditelantarkan. Laki-laki itu marah sekali ada orang yang memperlakukan anak-anak sedemikian rupa, terutama anak ini.

Harry Potter adalah anak yang baik dan penuh kasih sayang yang membutuhkan seseorang untuk menyayanginya. Mengapa tidak ada yang tahu? Mengapa tidak ada orang yang mengecek anak ini atau keadaan rumah tinggalnya? Semua orang yang tahu tentang keluarga Lily Potter pasti tahu kalau Petunia Dursley membenci segala sesuatu yang berhubungan dengan sihir. Mengapa Harry Potter dititipkan di sini dari banyak tempat lainnya?

"Jangan khawatir, Kiddo," kata laki-laki itu, lirih. "Aku akan mengatasi semuanya. Aku berjanji."


(revisi 27/12/2013)