.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Ace of Diamond (c) Terajima Yuji
Snow White and Seven Dwarfs (c) Brother Grimm
Story (c) Panda Dayo.
AU. OOC. Typo (s). BL Content.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Mari berenang, berenang kwek kwek."
Tujuh manusia kerdil berjalan dengan rapi. Berbaris mengikuti pemimpin mereka yang paling depan, melintasi sungai kecil dengan berpijak pada bebatuan yang difungsikan sebagai jembatan.
Dari yang paling depan, adalah Kuramochi Yoichi dengan pakaian hijau. Disusul Kominato Haruichi yang malu-malu dalam balutan merah jambu. Kemudian Todoroki Raichi yang mengenakan baju serta topi merah dan asyik menyantap pisang colongan dari mongki and friends. Lalu di belakangnya adalah Furuya Satoru yang serba biru. Di tengah ada Narumiya Mei yang cengengesan tidak jelas sambil berkaca sendiri, memuji ketampanannya dalam busana kuning. Selisih beberapa langkah, ada Kijima yang nampak kebesaran pakaian berwarna ungunya dan Shirasu Kenjiro dengan identitas warna putihnya.
"Sampai kapan kita harus terjebak di dalam tubuh cebol ini, hah?!" Yoichi masih tidak menerima kenyataan bahwa mereka adalah korban kutuk seorang penyihir musuh bernama Akamatsu Shinji sejak delapan tahun silam.
"Un." Satoru mengangguk, tapi mengeluarkan aura kemarahannya.
"Furuya, tahan amarahmu." Haruichi mengingatkan.
"Kita harus tetap waspada." komentar Kijima.
"Wahai cermin, siapakah yang paling ganteng di dunia? Aku mengecil masih saja tampak lucu, hehehehe." Mei masih sibuk narsis ngaca-ngaca sendiri.
"Kita harus melepaskan kutukan Pangeran juga kalau ingin bebas. Karena Akamatsu sihirnya selalu sepaket dan tidak dijual terpisah." Shirasu turut menyumbang pendapat.
"Itu penyihir apa sales?" Haruichi swt, meski membenarkan hal tersebut dalam hati.
"Pisang nyam nyam nyam." Raichi tidak peduli selama ia masih dapat asupan gizi.
Tidak lama kemudian, mereka sampai pada sebuah pondok kecil di tengah hutan. Ketujuh kurcaci itu masuk dengan rusuh karena ingin melihat sang pangeran.
Beginilah rutinitas mereka tiap hari. Mencari makan saat pagi dan kembali ketika tengah hari lalu menunggui pangeran hingga tanggal berganti.
"Hari ini masak jamur saja, ya. Buahnya untuk bekal besok." Yoichi memutuskan. Untuk bekal mungkin memang sebaiknya yang segar-segar.
"Pangeran Koushuu belum bangun, ya? Apa dia akan seperti itu selamanya?" Satoru bertanya sambil memandang isi peti kaca.
"Kita harus bersabar sampai ada seseorang yang datang sesuai penglihatan Kijima-kun." Haruichi menata buah dalam lemari penyimpan.
Satoru mengeluarkan auranya.
"Biar aku yang melakukannya. Terlalu lama bila menunggu."
"Jangan, Furuya-kun." larang Haruichi.
"Tumbuhlah menjadi anak laki-laki yang sehat! Jangan makan pisang terus!" Yoichi menceramahi Raichi.
Baru saja dibicarakan, terdengar suara ketukan pintu yang lumayan keras. Seluruh personil kurcaci melirik waspada.
"Jangan-jangan itu petugas PDAM?" geram Yoichi.
"Di jaman ini belum ada PDAM, Kuramochi-san." Haruichi swt.
Setelah melakukan hom pim pa, maka terpilihlah Narumiya Mei sebagai tumbal. Sementara yang lain bersembunyi di bawah meja atau di balik lemari sambil menyiapkan masing-masing tulup*).
Mei menyimpan cermin kecilnya sebentar dan membuka pintu.
"Kami tidak menerima sumbangan!"
Alangkah terkejutnya Mei ketika sebuah tubuh ambruk begitu saja di sebelahnya dan mengeluarkan darah dalam jumlah banyak hingga menggenang. Mei menatap takut dan berteriak kemudian.
Shirasu yang pertama kali menghampiri tubuh korban di samping Mei, sebelum disusul oleh kurcaci lain.
"Hweeeeee, sereemmmm!" Mei menangis di pelukan Haruichi. Sementara yang dipeluk hanya tersenyum sambil menepuk-nepuk pelan kepalanya.
Kijima berujar setelah menginvestigasi raga tak berdaya tersebut, "Lukanya tidak terlalu parah, tapi perutnya robek. Kita harus segera menutupnya."
Bergotong royong, kecuali Mei dan Haruichi yang masih ngedrama ibu-anak, tubuh itu diboyong ke tempat yang lebih nyaman, kasur Raichi.
"Kasurku~!" Raichi mewek dan ikut menangis di pelukan Haruichi bersama Mei. Mei yang risih ada orang selain dirinya menatap tajam Raichi.
"Haruichi punyaku."
Raichi balas menatapnya, "Sejak kapan orang narsis. Huahahahahahaha!"
Satoru mendadak muncul di belakang Haruichi dan mengeluarkan aura jahatnya (?)
"Ampun, ndoro!" Mei beserta Raichi langsung sembah sujud.
"Kurasa sudah oke." Yoichi memutus perban. Tubuh orang nyasar ini setidaknya takkan mengalami luka lebih parah lagi.
"Menurut kartu tanda penduduk yang kutemukan ini, namanya Sawamura Eijun." Kijima memberitahu. Shirasu dan Yoichi turut melihat kartu nama tersebut.
"Status, belum kawin." mereka salah fokus.
Raga pemuda bernama Sawamura Eijun itu tiba-tiba bergerak mendadak. Mereka bertiga kaget, dikira si pemuda tengah mengalami sakaratul maut.
"Uhuk! Uhuk!" ia membuka mata. Manik emasnya terlihat dan nampak melirik ke sana ke mari.
"Aku di mana?" ia bertanya. Ia lalu melihat ketiga makhluk kerdil di dekatnya. Pupilnya mengecil.
"Setaaaaannnn!" serunya.
"Kami bukan setan, bodoh." Yoichi menginjak dadanya tanpa ampun dan netranya berkilat merah.
"Adudududududuh." rintih orang di bawahnya.
"Tenang, Yoichi. Kita harus memastikan dia musuh atau bukan." Kijima mengeluarkan pisau kecil dan diarahkannya ke leher Eijun.
"Darimana asalmu?"
"Biarkan aku duduk dulu!" protesnya. Akhirnya mereka membiarkan Eijun duduk bersila. Sedikit terbatuk, Eijun menjelaskan kronologis mengapa ia bisa sampai ke mari.
Awalnya Eijun sedang berkebun apel seperti biasa. Ia memang selalu memasok apel kepada siapapun pembelinya serta sering mengantar ke pasar, dan hari ini seseorang bernama Akamatsu Shinji memesan sekeranjang apel terbaik. Eijun menjalankan tugasnya seperti biasa, mengantar buah tersebut ke kerajaan Daikyou. Namun saat hendak kembali pulang, Akamatsu menahannya dan memaksanya tetap tinggal di istana.
Kontan Eijun melarikan diri. Tapi, sebuah kesalahan melawan Akamatsu yang seorang penyihir. Ia dikejar hingga perbatasan hutan dan terluka akibat serangan pasukan kerajaan. Ia lalu terlunta-lunta hingga tiba di sini.
'Tapi, lukanya menutup sangat cepat, ya.' Yoichi membatin.
"Aku harus pergi dari sini secepatnya. Aku tak mau melibatkan kalian dengan dia." Eijun berusaha berdiri, tapi masih sakit rasanya.
"Tidak bisakah kau tunggu hingga besok, Sawamura-san? Hari mulai sore dan sebentar lagi malam." Shirasu menepuk bahunya.
Eijun pasrah.
"Oh, aku ingin bertanya satu hal. Usia kalian berapa? Tidak takut hidup begini di tengah hutan?"
Yoichi mengeplak kepalanya dari belakang.
"Kami ini sudah dewasa, bodoh! Kami terkena kutukan dari si brengsek Akamatsu!"
Eijun tidak berkomentar lagi, ia hanya diam dan tengah memikirkan sesuatu.
"Akan kubuat kau melupakan pangeran bodoh itu."
Eijun menggelengkan kepalanya, teringat perkataan Akamatsu. Penyihir itu akan menemukannya cepat atau lambat di sini. Eijun harus kabur nanti malam, disaat semua sosok kerdil ini terlelap.
"Bagaimana kondisimu?" Haruichi baru bergabung dan melihat kondisi Eijun.
"Ah, aku baik-baik saja." Eijun tersenyum, tapi beberapa detik setelahnya ia memuntahkan darah.
"!"
Semua kurcaci tampak kaget. Begitu pula Eijun. Apa yang terjadi? Ia selama ini sehat-sehat saja, ataukah ini karena lukanya tadi?
"Uhuk!"
Eijun memuntahkannya kembali.
"Akamatsu pasti memberi sebuah kutukan kepadanya, kita harus mencari cara menyelamatkannya." Mei mengambil kesimpulan.
"Tapi, bagaimana? Kalau untuk pangeran, kita tahu obatnya, kalau Sawamura-san..." Satoru berpikir keras.
Haruichi seperti menyadari sesuatu. Ia melirik ke arah Yoichi, begitu pula sebaliknya.
"Jangan-jangan, Sawamura-san..."
"Heh? Apa?" Raichi ketinggalan.
Eijun berhenti terbatuk. Ia menyeringai, lalu tertawa pelan dan mengangkat wajahnya.
"Rasanya menyenangkan bisa mengambil alih tubuh ini." suara Eijun berubah.
"Sawamura-san?" Shirasu memanggil.
"Aku? Sawamura?" ia tertawa keras, "Aku Akamatsu Shinji."
Mereka bertujuh langsung bersikap waspada.
"Tubuh yang lemah memang bagus. Ngomong-ngomong jika kalian tak membangunkan Koushuu-sama hingga bulan purnama, ia akan mati."
"Jangan menipu kami, Akamatsu!" Yoichi marah. Bisa-bisanya Akamatsu memanfaatkan tubuh orang lain.
"Kuberitahu satu hal. Penyembuhnya adalah pemuda yang sedang kurasuki ini," jeda, "tapi, ada resikonya."
"Resiko?" Haruichi penasaran.
"Karena ia kukutuk mati bila mencium cinta sejatinya. Kalian bisa pilih menyelamatkan pangeran atau Sawamura ini." Eijun terpingkal-pingkal,―sebenarnya berisi Akamatsu.
"Sialan kau, Akamatsu!" Kijima turut emosi.
"Selamat menikmati permainan ini, sampai jumpa." perlahan tubuh Eijun melemas dan kelopaknya tertutup sebelum jatuh tak berdaya.
"Tidak kusangka Akamatsu selicik ini." Raichi jadi tidak doyan pisang sekarang.
"Kita harus membunuh Akamatsu si tukang kutuk itu." Mei mengambil jalan pintas.
"Menyusup ke tempatnya saja sudah mustahil. Membunuhnya pun kita perlu bantuan. Kita pernah bertujuh menghadapinya tapi ia menang, cih." desis Yoichi.
Satoru yang berpikir akhirnya menemukan sebuah ide.
"Lalu, apa yang akan terjadi jika Sawamura-san mencium pangeran? Bukankah ia adalah cinta sejatinya berdasar pengakuan Akamatsu?" Satoru menatap ke-enam kurcaci lainnya bergantian.
"Pangeran akan bangun, dan Sawamura-san meninggal?"
Bulan purnama tinggal tujuh hari lagi.
.
.
Raichi yang semula tidur nyenyak, terbangun ketika mendengar sebuah suara berisik. Awalnya Raichi tak peduli, tetapi suara-suara itu masih terdengar. Raichi pun bangkit dari kasurnya dan menelusuri sumber suara. Raichi tiba di dekat pintu pondok, ia mendengar sesuatu dari luar sana. Perlahan, ia membuka kusen tanpa menimbulkan decit, sedikit mengintip.
Di luar, pemuda bernama Eijun itu berjalan menjauhi pondok sambil berbicara sendiri entah apa. Raichi yang hanya mampu melihat punggungnya akhirnya memutuskan membuka pintu dan mengejarnya.
"Sawamura-san!"
Ia tak melihat, Eijun masih tertidur lelap di dalam bersama kurcaci lainnya.
.
.
.
.
"Raichi~"
Ke-enam kurcaci sibuk mencari maniak pisang itu pagi ini. Tumben mereka tidak menemukan Raichi di mana-mana, padahal spot favoritnya adalah lemari penyimpanan, namun tak ditemukan juga.
"Boleh aku membantu mencarinya?" Eijun bertanya.
"Kondisimu begitu sebaiknya jangan." saran Yoichi.
"Tapi, aku berhutang budi pada kalian semua. Biarkan aku membalasnya." Eijun memohon.
"Terserahmu sajalah." Yoichi mengalah. Eijun berbinar dan semangat mencari Raichi. Ia ikut menelisik tiap sudut ruang, siapa tahu Raichi di sana. Namun hingga menjelang pukul sembilan, Raichi masih tidak ditemukan walau sudah dicari hingga lingkungan sekitar.
Haruichi mencari ke semak-semak sedari tadi, tapi yang ia dapat hanya guguran ranting atau daun.
"Aku akan kembali dan mengusulkan mencari ke tempat yang agak jauh." gumamnya. Haruichi berbalik dan mulai berjalan, namun sesuatu yang menetes dari atas mengenai dahinya. Haruichi menyangka sedang hujan wewe gombel wel keduwel; hujan dalam kondisi terik. Sedetik kemudian, ia terperangah. Suaranya tercekat di tenggorokan begitu melihat apa yang ada di atas kepalanya.
"Ra..Raichi..."
Haruichi tidak tahan untuk tidak berteriak.
(Kepala Todoroki Raichi digantung dengan keji pada dahan yang kokoh)
.
.
.
.
.
.
.
.
Bersambung
.
.
*)tulup : semacam bambu kecil yang digunakan untuk menyerang lawan. Biasanya berisi jarum yang dapat ditiup. Kalau di sini namanya tulup.
thanks for read
siluman panda
