Title: I'm Here For You
Cast: PaGa dan BuPan (?)
Summary: Ketika melihat manik matanya, aku hanya dapat melihat kekosongan disana. Kemana kebahagiaan dan pancaran semangat yang harusnya ada? Ia juga begitu dingin dan datar. Membuatku… ingin menaklukannya. Bad Summary. KrisTao/TaoRis. BL. DLDR.
Warning: Judul tidak sesuai dengan cerita. Typo(s). OOC (maybe).
Disclaimer: Semua cast disini merupakan milik Tuhan. Saya cuma minjem nama mereka buat dijadiin cast di fic saya ini~
-0-
Manik mata milik namja bersurai hitam itu hampir tak pernah lepas dari pemandangan yang ada di luar jendela. Para dokter dan perawat tidak tau apa yang sebenarnya dilihat oleh namja itu. Pohonnya? Awannya? Rumputnya? Atau… langitnya? Langit dimana semua orang yang ia sayangi kini berada.
Tak pernah terlihat ekspresi apapun di mata namja itu sejak pertama kali masuk ke rumah sakit. Tidak ada tangisan, tidak ada senyuman, tidak ada pancaran kesedihan. Tidak, tidak ada. Yang ada hanyalah kekosongan. Kekosongan yang membuat semua orang penasaran, sebenarnya apa yang sedang anak itu rasakan?
Para dokter dan perawat yang memperhatikan namja itu selalu menggumam sedih atau iba. Mereka tau dengan jelas apa yang terjadi pada namja itu, tapi, mereka tidak tau bagaimana perasaan dari namja bersurai hitam tersebut. Karena, sudah dijelaskan, kan? Tatapan matanya selalu kosong dan tidak menampilkan ekspresi apapun.
Berulangkali dokter yang menanganinya dirubah, dan berulangkali juga para dokter itu menyerah. Mereka menyerah karena kesabaran mereka telah habis. Mereka tidak dapat membuat namja bersurai hitam itu mengeluarkan kata-kata apapun. Mereka tidak dapat membuat namja bersurai hitam itu menatap mereka. Membuat mereka tidak dapat menjalankan pengobatan.
Harusnya, namja itu telah diusir keluar dari rumah sakit. Hanya saja, pemilik rumah sakit itu, Kim Jong In, sangat penasaran dengan anak itu. Ia juga ingin tau bagaimana sifat anak itu sebenarnya, jika berhasil disembuhkan. Maka dari itu ia berulangkali mencegah orang-orang untuk mengusir namja itu.
"Tao-ie, aku punya kabar gembira untukmu," kata dokter yang menangani Tao, Kim Jong Dae atau Chen "Kau tau, tidak? Kau akan ditangani oleh dokter baru. Kau pasti senang, kan? Kau pasti sudah bosan denganku."
Hening. Tidak ada balasan apapun dari Tao. Chen pun hanya menghela nafasnya. Ia sudah terbiasa dengan sikap Tao yang begitu dingin ini. Dan karena itu juga, ia pun memilih menyerah. Mengikuti jejak-jejak para dokter sebelumnya.
"Kris, perkenalkan diri-mu," bisik Chen "Dan jangan kaget kalau ia tidak membalas sapaanmu."
Chen berbisik dengan sangat pelan, namun namja bersurai hitam itu –namanya Tao- dapat mendengarnya dengan jelas. Tapi Tao tak mempedulikannya.
"Annyeong. Namaku Wu Yi Fan. Kau bisa memanggilku Kris. Aku akan menjadi dokter baru untuk-mu," kata sesosok namja tinggi berambut blonde "Dan kuharap, kita bisa menjadi teman."
Chen ingin sekali tertawa. Apa-apaan? Sejak kapan seorang Kris dapat mengatakan hal itu? 'Kuharap, kita bisa menjadi teman.' Rasanya Chen ingin tertawa saat itu juga. Ia tau sekali alasan Kris bersikap ramah pada namja dingin seperti Tao.
Kris hanya mengedikkan bahunya ketika tidak mendapat balasan apapun dari Tao. Ia menatap tajam Chen ketika melihat Chen tengah menahan tawanya.
"Kau tau, Kris? Kau tampak sangat bodoh," bisik Chen "Kuharap kita bisa menjadi teman? Mwo? Sejak kapan kau mau berteman dengan orang-orang?"
"Diam atau kurebut Kim Minseok dari-mu, Kim Jong Dae," balas Kris kesal "Kau hanya mengganggu pekerjaan-ku."
"Pekerjaan-mu? Haha! Baiklah. Aku akan tinggalkan kau berdua dengan Tao. Semoga kau bisa berteman dengannya, Kris," kata Chen sambil menatap Kris jahil
Chen pun melangkahkan kakinya cepat meninggalkan Kris berdua dengan Tao. Rasanya Kris ingin sekali melemparkan sepatunya kearah Chen. Tapi, tidak. Sepatunya terlalu mahal untuk kepala seukuran Chen.
"Nah, aku sudah membaca data-data tentang dirimu," kata Kris "Nama lengkap-mu, Huang Zi Tao, kan? Kau biasa dipanggil Tao. Lahir tanggal 2 Mei 1993. Kau beda 3 tahun denganku, dan, eum, itu sekedar informasi saja."
"Lalu, kau masuk ke rumah sakit ini tanggal 7 Mei. Karena… baiklah, ini tak akan kubahas," lanjut Kris "Baiklah. Sekarang, aku mau bertanya padamu. Apa warna favorit-mu?"
Sunyi. Tidak ada suara apapun. Hanya terdengar helaan nafas Kris dan Tao. Juga suara-suara berisik dari luar. Tidak ada suara Tao yang Kris harap bisa ia dengar.
"Tao?"
Tidak ada balasan apapun.
"Apakah aku perlu memanggil-mu dengan nama asli?"
Sama saja. Mata Tao tetap mengarah ke luar. Tidak menatap Kris.
"Huang Zi Tao?"
Bibir plump milik Tao tidak terbuka. Hanya helaan nafas Tao yang menandakan bahwa ia masih hidup.
"Kau mau aku main kasar, eoh?"
Kris mulai kehabisan kesabaran. Ia ingin sekali tetap bersikap lembut pada Tao, sebenarnya. Tapi bukan salahnya juga, kan, kalau ia akhirnya membentak Tao? Lagipula, kenapa Tao tidak membalas pertanyaannya? Padahal ia kan sudah bertanya dengan lembut.
"Baiklah. Aku akan mengajari-mu sopan santun, sekarang," kata Kris "Pertama, tatap mata orang saat orang itu berbicara, Huang Zi Tao!"
Kris pun berjalan dan berhenti tepat di depan jendela yang biasa Tao pandangi. Tapi Tao hanya diam. Tidak ada ekspresi terganggu atau apapun. Kris hanya bisa menggumam kesal karena fokus anak itu tidak pada dirinya.
"Yang kedua, tidak sopan kalau tidak menjawab pertanyaan dari orang yang mengajakmu berbicara!" kata Kris "Aku tau kau tidak bisu, Huang Zi Tao."
Kris perlahan melangkahkan kakinya mendekati Tao. Ia menunggu saat dimana Tao membuka mulutnya. Membuka mulutnya dan mengeluarkan suara yang ingin sekali Kris dengar.
"Tao?" Kris memandang Tao "Apa kau tetap ingin mengacuhkanku?"
Rupanya Tao tetap saja mengacuhkan Kris. Untung Chen tidak melihat hal itu, kalau Chen melihatnya, sudah pasti ia akan tertawa keras. Bahkan mungkin air matanya akan mengalir karena terlalu banyak tertawa.
"Haish!" Kesabaran Kris sudah habis "Begini ya, Tao. Aku itu sedang berusaha untuk menangani-mu. Aku sedang berusaha untuk membuatmu mau bicara dan mau menatapku! Apakah menatapku sangat susah itu, eh?"
"Apa kau tau bahwa aku dokter baru di sini? Dan baru masuk aku sudah dilimpahi tugas untuk menjaga-mu! Kukira kau mudah ditangani, kukira kau tidak seperti apa yang Chen ceritakan! Kukira apa yang Chen ceritakan itu hanya bualan belaka! Tapi ini? Astaga! Bahkan lebih parah!"
Kris memang tidak berharap banyak, tapi ia setidaknya mengira Tao akan menatapnya. Menatapnya saja. Tapi, tidak. Tao tidak menunjukkan reaksi apapun. Yang ia lakukan hanya menatap lurus kearah Kris. Hanya kearah Kris. Namun tatapannya tidak tepat berhenti di Kris. Di pandangan Tao, mungkin ia hanya memandang Kris sebagai bayangan, yang sosoknya tidak kelihatan.
Kris pun menghela nafas kesal. Ia pun mengisi kertas yang ada di tangannya, lalu ia melangkahkan kakinya keluar dari ruangan Tao. Kris terlihat sangat kesal.
-0-
"Bagaimana, Kris hyung? Apakah ia menunjukkan perkembangan?" tanya seorang namja berkulit tan "Kau mengajaknya berbicara, kan?"
"Aku memang mengajaknya berbicara, Kai-ah," jawab Kris "Hanya saja… ia tidak menunjukkan reaksi apapun. Bahkan ia tidak bereaksi ketika aku marah padanya. Entahlah, aku merasa kalau anak itu benar-benar… hhh."
"Kau, marah padanya?" Kai menaikkan alisnya "Huaa, daebak. Padahal baru sehari tapi emosi-mu sudah terpancing oleh-nya."
"Daebak, katamu?" Kris menatap Kai tajam "Apa maksudmu?"
"Tentu saja daebak," balas Kai cuek "Sudahlah, itu tidak perlu dibahas. Dan, seharusnya kau tak langsung marah seperti itu, hyung. Tao memang tidak pernah berbicara ataupun menatap mata orang lain, tapi tetap saja, ia masih memiliki perasaan, masih memiliki emosi."
"Lalu? Jadi maksudmu dia marah, begitu?" tanya Kris "Wah. Kukira ia bahkan tak bisa marah."
"Ya, ya. Mungkin menurutmu begitu. Tapi, percaya atau tidak, saat aku melihatnya masuk ke sini, aku melihat ekspresi terakhir yang dia ciptakan. Ekspresi yang penuh dengan kesedihan dan kehilangan," jelas Kai "Alasannya menjadi seperti itu adalah, kau sudah tau, kan?"
"Ya," balas Kris malas "Lalu?"
"Ayolah, hyung. Anak itu kehilangan keluarga serta teman-teman dalam satu hari sekaligus. Ia menjadi satu-satunya orang yang selamat dari kecelakaan pesawat itu. Apakah kau tidak mengerti? Bagaimana perasaanmu jika terbangun dengan rasa sakit yang sangat, lalu melihat orang-orang yang kau sayangi terbaring di dekatmu, dan sudah tidak bernyawa? Bagaimana perasaanmu ketika melihat semua orang di sekeliling-mu sudah tidak bernafas lagi? Bagaimana perasaanmu, hyung?" tanya Kai "Bagaimana perasaan-mu ketika semua orang memandang iba pada-mu, menggumamkan kata-kata kasihan dan sebagainya, tapi sesungguhnya mereka tidak pernah tau apa yang benar-benar dirasakan olehmu?"
Kris hanya diam. Ia terdiam mendengar penuturan Kai yang panjang itu. Dalam hati, ia membenarkan ucapan Kai. Bagaimana rasanya menjadi Tao? Bagaimana rasanya kehilangan semua orang yang kau sayangi dalam satu hari sekaligus?
"Hhh, baiklah. Aku mengerti," gumam Kris "Nanti sore, aku akan kembali lagi kesana."
"Bagus, ku kira kau langsung menyerah, hyung," kata Kai sambil tersenyum sumringah "Baiklah. Sekarang kau bisa keluar dari ruangan-ku. Aku mau melanjutkan kegiatan-ku yang tertunda."
"Kau mengusir-ku?" balas Kris "Hhh, dasar bocah."
Kris pun melangkahkan kakinya keluar dari ruangan Kai. Ia menghela nafasnya.
"Kurasa untuk menyembuhkan Tao masih perlu waktu yang sangat panjang…,"
-0-
"Hai, Tao," sapa seorang perawat, Xi Luhan, ketika tengah mengantarkan makanan ke ruangan Tao "Sekarang menu makanannya adalah makanan favorit-mu. Bagaimana, kau bersemangat?"
Tao tidak membalas kata-kata Luhan. Ia hanya terdiam. Matanya tetap mengarah ke pemandangan di luar jendela. Luhan hanya tersenyum hangat ketika tidak mendapat balasan apapun dari Tao.
"Baiklah, sekarang aku akan meninggalkan makanan di sini, oke?" Luhan menaruh nampan berisi makanan yang ia bawa "Nanti aku akan datang sekitar jam empat sore, dan kau harus memastikan bahwa makananmu sudah habis sebelum aku datang."
Luhan pun menatap Tao. Hanya keheningan-lah yang ia dapat. Tidak ada balasan apapun dari Tao.
"Baiklah, aku pergi dulu, ne? Masih ada beberapa pasien yang harus aku urus,"
Luhan berjalan meninggalkan Tao. Tao pun kini tertinggal sendirian di dalam ruangannya.
Lalu, saat ia sudah benar-benar sendirian, Tao menggerakan tangannya. Kepalanya juga ia gerakkan. Kini matanya menatap kearah makanan yang ada di nampan yang ditinggalkan oleh Luhan. Tao mengambil nampan itu dan meletakannya di pangkuannya. Ia meraih sendok dan mulai menyendokkan makanan itu ke dalam mulutnya.
Tao memang begitu. Ia tidak pernah mau bergerak di depan orang lain. Ia akan diam seperti patung. Tapi, ketika tidak ada orang lain, ia akan bergerak sedikit. Hanya sedikit, memang. Seperti menggerakan kepala atau pun membaringkan tubuhnya untuk tidur.
Tidak ada yang pernah menyaksikan Tao bergerak. Ketika Tao tidur, mereka hanya dapat melihat posisi tidur Tao, tidak dapat melihat pergerakan dari namja manis itu. Membuat orang-orang benar-benar penasaran.
Tidak lama berselang, pintu menjeblak terbuka. Tao sangat kaget, sebenarnya. Tapi ia tidak menunjukkan hal itu. Yang terjadi hanyalah nampan makanan yang terjatuh dengan seluruh alat makan dan makanan yang berada di atasnya.
"Ups," Kris, orang yang membuka pintu itu, terlihat kaget ketika melihat nampan makanan yang terjatuh "Maaf, ku kira kau sedang melakukan kegiatan seperti biasanya."
Tao hanya diam. Ia hanya menundukkan wajahnya. Tidak mau menatap wajah Kris.
"Tao, mianhae, ne? Aku benar-benar tidak sengaja," kata Kris menyesal "Begini saja, aku akan meminta makanan baru pada salah satu perawat. Siapa perawat yang mengurusmu? Xi Luhan, kan? Aku akan meminta makanan baru padanya."
"Maaf, ne? Aku benar-benar menyesal," kata Kris "Aduh. Maaf. Sekali lagi maaf."
Kris berjalan mendekati Tao. Ia ingin tertawa ketika melihat sedikit noda makanan yang ada di pipi Tao. Tapi, ia tidak tertawa. Karena rasanya suasana-nya tidak pas untuk tertawa. Ia hanya mengambil selembar tisu, lalu mengusapkan tisu itu ke pipi Tao.
"Kau ini, makan yang rapi sedikit," kata Kris "Apa kau tidak bisa makan dengan rapi?"
Kris mengusap wajah Tao dengan pelan dan lembut. Kris mengakui bahwa pipi Tao begitu lembut dan tembam, membuatnya gemas.
"Baiklah, sudah selesai. Sekarang pipi-mu sudah bersih," kata Kris sambil tersenyum hangat "Nah, sekarang, aku akan mengambilkan-mu makanan baru. Tunggu, ne?"
Kris langsung beranjak dari tempatnya dan berjalan ke luar, berniat untuk mengambil makanan baru untuk Tao.
Tanpa Kris sadari, saat Kris membalikkan tubuhnya dan berjalan pelan, Tao menatap punggung Kris itu. Menatapnya.
-0-
"Makanan untuk Tao?" Luhan menaikkan alisnya ketika mendengar permintaan Kris "Untuk apa?"
"Tadi Tao kaget, karena kedatanganku yang tiba-tiba," jelas Kris "Jadi, makanannya tumpah."
"Eh? Jinjja? Baiklah. Kyungsoo! Siapkan menu yang sama untuk Tao!"
"Ya, Luhan hyung!"
Luhan-pun kembali menatap Kris. Matanya terlihat menelusuri wajah Kris.
"Kenapa kau mau repot-repot datang ke sini? Bukankah tinggal memencet tombol bantuan yang ada di sisi kanan pasien?" tanya Luhan heran "Dan, yang kutahu, seharusnya dokter sepertimu tidak usah melakukan hal semerepotkan ini."
"Memang kenapa?" balas Kris "Aku hanya merasa bersalah karena telah membuat makanan Tao jatuh. Jadinya, aku ingin membawakannya makanan baru, dan mungkin…, ah tidak. Lupakan saja."
Luhan menahan tawanya, "Baiklah. Aku tidak akan bertanya lagi. Tapi, aku beritahu saja, ya. Tao tidak akan mau makan jika kau masih ada di ruangan yang sama dengannya. Ia hanya akan memandangi nampan makanan atau pemandangan di luar jendela jika kau masih ada, tanpa menyentuh makanannya sama sekali. Ia tidak mau bergerak di depan orang lain,"
"Benarkah? Ya, liat saja nanti," balas Kris cuek "Lagipula aku kan dokternya."
"Hhh, kau ini benar-benar. Kai sajangnim saja, yang pertama kali membawa Tao kesini dan merawatnya pertama kali, tidak pernah bisa membuat Tao bergerak di hadapannya. Sungguh, aku sendiri bingung. Kenapa anak sepertinya bisa berdiam seperti patung untuk waktu yang begitu lama? Ia bahkan seperti tidak berkedip sama sekali! Yang menandakan ia masih hidup hanyalah helaan nafasnya saja,"
"Aku tau, itu," kata Kris "Kai sudah menceritakannya padaku, berulangkali. Aku juga tau kalau ia tidak pernah menatap wajah orang lain. Bahkan tidak pernah menatap tubuh orang lain, ya, kan?"
Luhan menganggukan kepalanya cepat. Lalu, terdengar suara bel yang dibunyikan, suara yang menandakan bahwa makanan sudah siap.
Luhan segera berjalan meninggalkan Kris dan kembali membawa nampan yang berisi makanan di atasnya. Luhan menyerahkan nampan itu pada Kris.
"Maaf, Kris-ssi," kata Luhan "Tapi aku tidak bisa membawakan makanan ini untuk Tao, aku masih sangat sibuk."
"Tidak apa," balas Kris "Aku memang berniat untuk mengantarkan makanan ini dengan tanganku sendiri."
"Bagus, kalau begitu. Ya sudah, sana, cepat. Aku khawatir Tao akan kelaparan," kata Luhan seolah mengusir Kris "Dan ingat, Kris-ssi. Kuharap kau meninggalkannya, ia tidak akan mau makan jika masih ada kau di ruangannya."
"Iya, iya. Aku tau," balas Kris dengan sikap acuh tak acuh "Tapi aku akan mencoba agar ia mau makan di hadapanku."
Kris berjalan dengan cepat menjauhi Luhan. Luhan hanya dapat menggeleng-gelengkan kepalanya melihat Kris.
"Baru pertama kali aku melihat dokter yang sebegini bersemangatnya terhadap Tao. Ckck," gumam Luhan "Yah, semoga saja ia tidak gampang menyerah."
-TBC-
Hyaa bawa FF baru lagi , Otte? Gaje yah? Huwaa mianhaeyoo u,u *deep bow* Tiba-tiba pengen aja bikin FF yang isinya Kris tuh berusaha mati-matian buat ngedapetin Tao xD Dan akhirnya jadilah fic ini~
Aku butuh pendapat kalian soal FF ini. Jadi, review, ne? xD gomawo~
