Haloo lama tak jumpa~ ^^

Adakah yang merindukan diriku? #plak

Umm, jadi akhirnya aku berhasil mencoba buat fic baru

Ide dari fic ini muncul setelah aku menonton ulang drama Korea yang judulnya Secret Garden. Ada yang pernah nonton?

Bagi yang udah pernah nonton mungkin bakal bisa nebak fic ini ceritanya kayak apa, tapi aku nggak sepenuhnya ngikutin alur cerita di drama itu, aku Cuma ngambil "inti" ceritanya aja.

Jadi silakan baca jika berkenan ;)

Warning : Super gaje, OOC, typo bertebaran, dan keanehan lainnya.

Cerita ini Cuma fiktif belaka, jadi jangan dianggap terlalu serius dan juga jangan terlalu dipikirin dengan logika.

Disclaimer : Boboiboy dkk milik Animonsta Studios, atau Monsta? Entahlah, yang jelas mereka bukan punyaku.

Ide cerita ini berasal dari saya sendiri, tapi sedikit mengambil ide cerita Secret Garden.

Happy Reading ^^


Boboiboy's POV

Aku melangkahkan kakiku menyusuri tanah yang dipenuhi dedaunan kering. Sesekali kakiku menginjak ranting-ranting pohon yang juga berserakan dimana-mana dan suara saat kakiku menginjak ranting-ranting itu seringkali membuatku terlonjak. Aku memandang langit gelap diatas. Tak ada satupun bintang yang terlihat. Namun aku bisa melihat sedikit cahaya bulan yang tertutup dibalik awan gelap. Aku mendesah dan pandanganku beralih ke depan, kea rah seorang gadis yang sedang menunduk menatap sesuatu di tangannya.

"Umm, Yaya? Kau yakin ini arah yang benar?" tanyaku pelan.

"Ya … Tentu saja. Aku yakin ini arah yang benar," kata Yaya dengan nada yang sangat meyakinkan, namun walaupun keadaan saat ini cukup gelap, aku bisa melihat ekspresi khawatir di wajahnya.

Saat ini aku dan Yaya sedang berada di tengah-tengah hutan. Apa yang kami lakukan malam-malam di hutan? Sebenarnya kami sedang tersesat. Aku tau Yaya sedari tadi berusaha menyangkal bahwa kami tersesat, dan ia terus berusaha berjalan menembus hutan dengan mengandalkan kompas kecilnya yang untungnya bisa menyala dalam gelap. Tapi aku yakin kami memang tersesat.

Aku dan Yaya sedang mengikuti kemping bersama teman-teman sekelas kami di sebuah tempat di pinggir hutan ini. Dan kami berdua mendapat tugas untuk mengumpulkan kayu bakar.

Salahkan jiwa petualang yang dimiliki Yaya yang menyebabkan kami harus terjebak di tengah-tengah hutan belantara ini. Bukannya mencari kayu bakar, ia malah memaksaku untuk ikut dengannya menjelajahi hutan ini. Dan disinilah kami sekarang. Tersesat di tengah hutan belantara di malam yang gelap dan dingin ini. Untungnya aku membawa sebuah senter kecil, dan Yaya juga memiliki sebuah kompas di sakunya. Dengan hanya mengandalkan dua benda itu, kami pun mulai mencoba mencari jalan kembali ke perkemahan.

Angin dingin meniup helai-helai rambutku yang tidak tertutup oleh topi oranyeku. Aku menggigil kedinginan. Walau aku memakai jaket yang cukup tebal, namun udara malam ini tetap saja membuatku menggigil. Yaya yang berjalan di depanku terlihat tidak terpengaruh oleh udara dingin ini. Ia masih sibuk menerka-nerka arah mana yang harus kami lalui sambil tetap memandangi kompasnya. Namun tiba-tiba saja ia melemparkan kompasnya dan menjatuhkan dirinya di atas rumput.

"Argh! Kompas ini benar-benar tidak berguna! Kita benar-benar tersesat!" gerutu Yaya kesal. Akhirnya ia mengakui bahwa kami memang tersesat. Aku berusaha menahan tawaku melihat wajah cemberutnya.

"Kan sudah kubilang dari tadi, kita tersesat," kataku kalem. Aku menjatuhkan diri di sebelahnya. Yaya menatapku dengan tatapan kesal, lalu tiba-tiba ia menundukkan wajahnya.

"Maaf, Boboiboy. Ini semua salahku. Gara-gara aku kita jadi tersesat di hutan ini," gumam Yaya pelan. Aku jadi salah tingkah dengan perubahan sikapnya. Aku sudah sangat terbiasa dengan sikap keras kepala dan juga sifat garang yang dimiliki Yaya, karena itu aku tak tau harus berbuat apa jika ia sudah menunjukkan sisinya yang seperti ini padaku. Ia jadi terlihat seperti…seorang gadis biasa.

"Umm, tidak apa. Kau tidak perlu merasa bersalah. Lagipula aku juga cukup menikmati petualangan kita tadi. Kecuali bagian tersesat ini," kataku berusaha tidak terdengar canggung.

Yaya tersenyum. Walaupun hanya dengan mengandalkan cahaya dari senter kecil milikku, aku bisa melihat betapa manisnya senyum gadis ini. Aku bisa merasakan wajahku memanas dan jantungku mulai berdetak lebih cepat dari biasanya. Aku segera bangkit berdiri agar Yaya tak bisa melihat perubahan ekspresiku.

"Ayo, kita lanjutkan mencari jalan kembali ke perkemahan. Kali ini biar aku yang berjalan di depan," kataku. Yaya mengangguk dan ia pun ikut bangkit.

Maka kami pun kembali berjalan menembus hutan berusaha mencari jalan keluar. Kali ini aku berjalan di depan dan Yaya mengikutiku dari belakang. Sepanjang jalan aku berusaha menghilangkan bayangan senyum Yaya dari benakku. Namun otakku malah memainkan sebuah film mini yang berisi berbagai ekspresi Yaya sejak aku mulai mengenalnya. Setiap senyumnya, tawanya, dan juga ekspresi marahnya yang terlihat imut bagiku.

"Aaaaaargh!" aku berteriak frustasi sambil memukul-mukul kepalaku sendiri untuk menghentikan pikiranku yang mulai semakin tidak jelas.

"Kau kenapa, Boboiboy?" tanya Yaya heran dari belakangku.

"Ah, tidak. Aku tidak apa-apa." Aku berusaha menjaga agar suaraku terdengar normal. Yaya hanya memandangku dengan tatapan heran, namun ia tidak bertanya-tanya lagi.

Aku pun kembali melanjutkan langkahku. Kali ini aku mencoba fokus dengan masalah yang tengah kami hadapi. Ya, hutan sialan ini. Kenapa sih hutan ini tidak segera berakhir? Rasanya kami sudah berjalan cukup jauh, tapi tidak terlihat tanda-tanda kami akan tiba di tepi hutan. Padahal seingatku tadi sore kami tidak memasuki hutan ini terlalu jauh. Apa jangan-jangan sekarang kami malah berjalan semakin jauh ke dalam hutan?

Aku memandangi pohon-pohon besar di sekelilingku yang tertutup bayang-bayang gelap. Aku bergidik memikirkan apa apa yang mungkin sedang bersembunyi di balik bayang, mengincar kami, dan bersiap menyerang.

"Ummm, Yaya? Apa menurutmu di hutan ini ada hewan buas?" tanyaku pelan. Tak ada jawaban dari Yaya. Aku berbalik dan mendapati Yaya tidak ada di belakangku.

"Yaya? Kau dimana?" Tak ada jawaban. Hanya gemerisik dedaunan yang tertiup angin yang terdengar. Kepanikan mulai melandaku. Dimana Yaya? Apa terjadi sesuatu padanya?

"YAYA! Dimana kau? Jawab aku!" Aku mengeraskan suaraku dan berlari ke arah yang kami lalui tadi.

"Aku disini, Boboiboy!" seru Yaya dari balik pepohonan. Aku hampir terjatuh saking leganya mendengar suara Yaya. Aku pun bergegas menghampiri Yaya yang tengah berdiri di sebuah area lapang di tengah hutan.

"Yaya! Kau hampir membuatku mati kena serangan jantung! Kenapa kau tiba-tiba menghilang?" seruku marah. Namun aku benar-benar lega sahabatku ini baik-baik saja.

"Maaf, maaf. Aku tidak sengaja melihat ini. Karena penasaran, jadi aku menghampirinya," ujar Yaya dengan nada menyesal. Aku baru menyadari Yaya tengah berdiri di hadapan sebuah batu besar yang aneh. Batu itu berwarna putih dan berkilau samar dengan cahaya keperakan. Dan di permukaannya terukir sesuatu yang kelihatannya adalah sebuah tulisan. Hanya saja itu tertulis dalam bahasa yang tidak kuketahui.

"Batu apa ini?" tanyaku heran.

"Entahlah, aku juga tidak tau. Tapi batu ini indah kan? Lihatlah cahaya yang dikeluarkannya. Dan juga huruf-huruf Rune yang terukir di atasnya! Kurasa huruf-huruf itu memberitahukan sesuatu," kata Yaya antusias.

"Huruf Rune? Darimana kau tau itu huruf Rune? Mungkin saja itu bahasa alien kan?" Aku memandangi huruf-huruf itu sambil mengernyit.

"Itu bukan bahasa alien, Otak Jeruk. Aku yakin sekali itu huruf Rune. Dulu aku pernah mencoba mempelajarinya," ujar Yaya. Aku selalu merasa kesal jika ia memanggilku dengan sebutan Otak Jeruk, tapi disaat bersamaan aku juga menyukai julukan yang diberikannya untukku itu. Argh, aku benar-benar benci dengan diriku sendiri.

"Baiklah, kalau menurutmu begitu, Nona Pintar. Jadi, apa kau bisa membaca apa yang tertulis di batu itu?" kataku.

"Aku sudah lama tidak belajar Rune lagi. Jadi aku tidak terlalu bisa membaca ini. Tapi aku bisa menangkap beberapa kata." Yaya terus memandangi tulisan di batu itu dengan bantuan cahaya senterku dan juga cahaya aneh yang dikeluarkan oleh batu itu.

"Nah, apa yang bisa kau baca?"

"Sesuatu tentang pertukaran jiwa dan pengorbanan. Tapi aku tidak terlalu yakin."

"Oke, apa maksudnya itu?" Aku mulai bergidik dan menatap sekeliling kami dengan gugup.

Yaya memutar bola matanya. "Mana aku tau, Otak Jeruk. Berhentilah bertanya yang tidak penting," kata Yaya.

"Hei, aku kan cuma ingin tau," kataku sambil cemberut. Angin dingin mulai bertiup dan membuat bulu kudukku berdiri.

"Kurasa sebaiknya kita segera pergi dari sini dan meneruskan mencari jalan kembali ke kemah Yaya," ucapku sambil menarik Yaya agar menjauh dari batu itu.

"Tunggu dulu. Aku bisa membaca kata lain lagi. Bulan purnama?" ucap Yaya.

"Bulan purnama? Apa maksudnya?" tanyaku bingung.

"Entahlah." Yaya terlihat merenungi kata-kata aneh yang terukir di batu itu..

"Sudahlah, ayo kita pergi." Aku kembali menarik Yaya, dan kali ini dia menurutiku. Kami pun berjalan meninggalkan tempat itu. Namun baru beberapa langkah, tiba-tiba tempat itu bersinar dengan cahaya keperakan aneh. Aku dan Yaya berbalik dan melihat batu itu kini menyala terang dengan cahaya yang agak menyilaukan. Aku ternganga memandangi cahaya itu. Yaya menarik-narik tanganku dan menunjuk ke atas. Awan gelap yang sedari tadi bergulung-gulung di langit, kini tersibak dan memperlihatkan bulan purnama yang bersinar indah dengan cahaya keperakan.

Yaya menarikku kembali ke arah batu yang kini bercahaya semakin terang.

"Lihatlah, Boboiboy! Batu ini cantik sekali!" kata Yaya sambil memandangi batu yang bersinar itu dengan mata berbinar-binar.

"Cantik apanya? Batu ini mengerikan Yaya! Ayo, kita segera pergi dari sini!" ucapku ngeri.

Tiba-tiba batu di hadapan kami mengeluarkan cahaya emas yang sangat menyilaukan sehingga aku harus memejamkan mataku. Saat aku membuka mataku, aku melihat cahaya dari batu itu kini menyelubungi diriku dan Yaya. Kami seolah ditutupi oleh sebuah sangkar raksasa berwarna perak keemasan.

Yaya memandangku dengan tatapan ngeri, namun ia tidak berkata apa-apa. Kami seolah membeku dan tak bisa berbuat apa-apa. Aku terus bertatapan dengan Yaya hingga cahaya itu perlahan meredup dan hutan kembali diselimuti kegelapan. Aku sempat mendengar Yaya membisikkan namaku sebelum aku terjatuh dan tak sadarkan diri.

.

.

.

Yaya's POV

Aku membuka mataku perlahan. Dengan bingung aku menatap pepohonan di sekelilingku. Awalnya aku lupa sedang berada dimana, kemudian aku ingat tentang petualangan kecilku bersama Boboiboy yang menyebabkan kami tersesat di hutan ini.

Aku mengangkat kepalaku yang terasa berat dan memposisikan diriku duduk. Terdengar suara erangan kecil di sebelahku dan kulihat Boboiboy tergeletak tak sadarkan diri di sebelahku.

"Boboiboy!" Aku mengguncang-guncangkan tubuhnya hingga akhirnya pemuda itu membuka matanya dan menatapku dengan bingung.

"Yaya? Apa yang terjadi? Dimana kita?" tanya Boboiboy pelan.

"Aku juga tidak tau apa yang terjadi. Dan kita sepertinya masih di dalam hutan," ujarku. Aku membantu Boboiboy duduk. Ia memegangi kepalanya yang pasti terasa sakit seperti kepalaku.

"Kenapa kita ada disini? Bukankah tadi kita ada di batu aneh itu? Kemana batu itu?" Boboiboy kembali mengajukan pertanyaan bertubi-tubi.

Aku berdecak kesal. "Sudah kubilang aku tidak tau, Boboiboy. Berhentilah bertanya. Lebih baik kita segera mencari jalan keluar dari sini." Aku segera bangkit dan menarik Boboiboy yang masih terlihat linglung.

"Ya, kau benar. Kita harus keluar dari hutan ini." Boboiboy meraba saku jaketnya dan ternyata senter kecilnya ada disana, syukurlah.

Kami kemudian melanjutkan perjalanan untuk menemukan kembali perkemahan. Aku melangkah terseok-seok di samping Boboiboy. Kepalaku masih terasa sedikit pusing, namun Boboiboy sepertinya sudah cukup pulih dari pusingnya. Matanya terlihat menyipit berusaha menembus kegelapan di sekeliling kami. Senter kecil yang dipegangnya hanya sedikit membantu, karena hutan ini benar-benar diselimuti kegelapan. Bulan purnama yang tadi bersinar terang pun telah ditutupi kembali oleh awan.

Aku memandangi sekelilingku dan aku mulai merasa takut. Aku sebenarnya bukanlah gadis yang penakut. Aku senang menjelajah dan selalu ingin tahu berbagai hal. Biasanya sifatku itu sering membawaku ke dalam masalah. Dan kali ini sepertinya aku ikut menyeret Boboiboy ke dalam masalah karena keingintahuanku yang berlebihan. Aku awalnya hanya berniat menyelidiki hutan ini, tapi pada akhirnya kami malah tersesat.

Kejadian di tanah lapang di tempat batu aneh tadi lah yang mulai membuatku takut dengan hutan ini. Rasanya hutan ini menyimpan banyak rahasia dan aku mungkin akan terlibat lebih banyak masalah jika mencoba mencari tahu rahasia itu.

Tanpa sadar aku menggenggam tangan Boboiboy yang berada tepat di sampingku. Aku merasakan firasat yang tidak enak dan aku takut dia akan menghilang dan meninggalkanku sendirian di hutan gelap ini. Namun aku bisa merasakan jari-jarinya yang hangat menggenggam balik jemariku dan aku merasa lega karena ia ada disini bersamaku.

Kami terus berjalan selama beberapa menit berikutnya (yang bagiku terasa berjam-jam) hingga akhirnya kami mendengar seruan beberapa orang yang memanggil namaku dan juga Boboiboy.

"Itu mereka! Kita berhasil, Yaya!" seru Boboiboy gembira. Ia menarik tanganku dan kamipun berlari menghampiri suara-suara itu.

"Hei! Kami disini!" teriak Boboiboy. Aku akhirnya bisa melihat beberapa orang yang kini berlari menghampiriku dan Boboiboy.

"Boboiboy! Yaya!"

"Itu benar-benar mereka!"

"Boboiboy dan Yaya sudah kembali!"

"Cepat beritahu yang lain!"

Orang-orang itu terlihat saling berseru untuk mengabari kepulangan kami. Aku tidak bisa melihat wajah mereka dari jarak ini karena suasana hutan yang masih cukup gelap, walaupun pepohonan sudah tidak terlalu rapat. Sebelum aku bisa memastikan siapa saja orang-orang itu, sesuatu (atau seseorang) menubrukku hingga aku hampir jatuh terjengkang jika saja Boboiboy tidak menahanku.

"Yaya!" seru Ying gembira. Aku mengenali suara dan logatnya walaupun aku tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas.

"Astaga, Yaya! Darimana saja kau? Aku hampir gila karena khawatir tau! Hei, Boboiboy! Kau apakan sahabatku, hah?" Ying terus berbicara dengan bertubi-tubi dan kini ia mulai menuduh Boboiboy.

"Ya ampun, Ying. Sudah berapa lama kita bersahabat? Masa kau tega menuduhku? Seharusnya kau tau kan siapa yang menyebabkan semua ini?" Aku bisa merasakan tatapan Boboiboy padaku dan aku hanya bisa nyengir malu.

Ying menghela nafas. "Maaf, Boboiboy. Aku tau ini semua pasti gara-gara si Nona Ingin-Tau-Segalanya ini." Ying menjitak kepalaku yang tertutup kerudung. Aku hanya tertawa kecil.

Kemudian, tiba-tiba saja seseorang menubruk Boboiboy dan langsung memeluknya dengan sangat kuat sehingga Boboiboy terlihat sesak nafas.

"Boboiboy! Aku khawatir sekali! Kau tidak apa-apa? Apa kau terluka?" Gopal menghujani Boboiboy dengan pertanyaan bertubi-tubi, membuat pria berdarah India itu terdengar seperti seorang ibu yang mengkhawatirkan anaknya.

"Aku…tidak…apa…apa." Boboiboy berusaha menjawab di bawah tekanan pelukan maut Gopal.

"Sudahlah, Gopal. Kau bisa membuat Bobobioy mati sesak nafas," kata Ying sambil tertawa geli.

Aku ikut tertawa melihat penderitaan Boboiboy. Gopal pun akhirnya melepaskan pelukannya dan Boboiboy bisa bernafas lega.

"Maaf, Boboiboy," ujar Gopal sambil cengengesan. Boboiboy hanya menggerutu pelan sambil memijat dadanya.

"Dimana yang lain?" tanyaku.

"Beberapa orang masih di kemah. Pak Guru menyuruh yang lainnya untuk berpencar mencari kalian. Tapi aku sudah menyuruh Fang untuk memberitahu mereka kalian sudah kembali," jelas Ying.

"Kalau begitu ayo kita kembali ke kemah. Aku lelah sekali," keluh Boboiboy. Aku mengangguk setuju. Kami berempat kemudian berjalan bersama-sama kembali ke kemah. Aku akhirnya bisa menghembuskan nafas lega saat melihat cahaya api unggun yang berasal dari perkemahan kami. Aku menolehkan kepala ke samping dan bertatapan dengan Boboiboy yang juga terlihat lega. Aku dan Boboiboy tersenyum penuh syukur, namun senyuman itu langsung menghilang saat sesuatu mengantam kepalaku dan selanjutnya kepala Boboiboy.

"Bisa nggak sih kalian berdua berhenti nyusahin orang?" Itu suara Fang. Dan sepertinya ia benar-benar kesal saat ini. Aku berbalik dan mendapati Fang berdiri di belakang kami sambil menyilangkan lengan di dada. Tangannya terlihat memegang sebuah senter besar yang pastilah digunakan untuk memukul kepalaku tadi.

"Fang! Kau bisa membuat kami gegar otak tau!"seru Boboiboy kesal sambil mengelus-elus kepalanya yang tertutup topi.

"Sepertinya kalian harus dibuat gegar otak dulu baru bisa berhenti nyusahin orang," balas Fang kesal.

"Apa kau bilang?!" Boboiboy terlihat siap memulai pertengkaran dengan Fang, namun aku menyela mereka sebelum mereka benar-benar berkelahi.

"Sudahlah. Jangan berkelahi lagi. Ayo kita segera kembali," kataku lelah.

Boboiboy dan Fang saling melempar tatapan kesal sebelum akhirnya mengikuti Ying, Gopal, dan aku kembali ke kemah.

Aku dan Boboiboy harus menjelaskan panjang lebar mengenai hilangnya kami. Wali kelasku menuntut cerita detail tentang apa yang terjadi di hutan. Aku dan Boboiboy berusaha menceritakan sebaik mungkin mengenai semua hal yang kami alami, namun kami telah berkomunikasi dalam diam lewat tatapan mata untuk tidak memberitahu insiden batu-bercahaya-aneh itu. Entah kenapa aku menganggap memberitahu mereka semua mengenai hal itu merupakan ide buruk. Maka aku dan Bobobioy menyimpan rapat-rapat rahasia kecil kami.

Hujan gerimis mulai turun saat aku dan Boboiboy menyelesaikan cerita kami. Wali kelas kami membubarkan kami smeua dan menuruh semuanya agar kembali ke tenda dan tidur. Akhirnya aku bisa kembali ke tenda dan beristirahat. Aku dan Ying segera masuk ke tenda kami. Ying langsung masuk ke dalam kantung tidurnya untuk menghangatkan diri sedangkan aku harus berganti baju dulu sebelum akhirnya aku ikut masuk ke kantung tidurku sendiri dan bergelung nyaman di dalamnya.

"Hei, Yaya. Apa terjadi sesuatu antara kau dan Boboiboy di hutan tadi?" tanya Ying pelan.

"Sesuatu apa?" aku berkata dengan suara mengantuk.

"Yaah, 'sesuatu' yang biasanya terjadi kalau ada sepasang remaja yang berdua-duaan di tengah hutan gelap," kata Ying sambil tertawa. Aku memutar bola mataku.

"Ya nggaklah. Nggak terjadi apa-apa kok. Jangan mikir yang macam-macam deh dasar otak mesum," kataku. Ying memanyunkan bibirnya saat aku mengatainya otak mesum. Aku hanya tertawa geli melihat ekspresinya.

Setelah itu Ying memejamkan matanya dan langsung tertidur. Aku bisa mendengar suara nafasnya yang pelan dan teratur. Suara tetesan hujan diluar terdengar seperti nyanyian nina bobo untukku. Mataku yang sedari tadi sudah sangat berat, segera terpejam saat aku mulai memasuki alam mimpi dengan terus ditemani oleh suara lembut tetesan hujan di luar.

.

.

.

Boboiboy's POV

Aku menggeliat pelan dan akhirnya berhasil memaksa mataku untuk membuka. Namun pemandangan yang kusaksikan membuatku kembali memejamkan mataku. Setelah beberapa saat, aku membukanya kembali. Oke, sepertinya aku memang belum terbangun dan masih bermimpi, karena di hadapanku kini ada Ying yang sedang tertidur dengan wajah yang sangat imut. Mulutnya sedikit terbuka dan aku bisa mendengar hembusan nafasnya yang pelan dan teratur. Rambut hitamnya yang biasanya dikuncir dua, dibiarkan tergerai dan terlihat agak kusut.

Tunggu dulu. Kenapa aku malah memimpikan Ying? Pikirku heran. Padahal kan biasanya Yaya yang selalu setia hadir dalam mimpi-mimpi indahku?

Oke, abaikan yang terakhir.

Aku mengerutkan keningku dengan bingung. Ying yang berada di hadapanku terlihat sangat nyata, tidak seperti berasal dari dunia mimpi. Aku mencoba menyentuh pipinya dengan jari-jariku. Terasa dingin. Ying sedikit mengigau dalam tidurnya, dan kemudian ia berbalik membelakangiku dan melanjutkan tidurnya.

Aku langsung melompat keluar dari kantung tidurku dan hampir tersandung tas ransel yang berada di dekat kakiku. Jantungku berdebar-debar dan kepanikan melandaku.

Oh, tidak! Apa yang telah kulakukan? Kenapa aku bisa tidur dengan Ying? Apa yang telah kuperbuat pada Ying? Kepanikan membuat pikiranku mulai ngawur.

Aku memegang kepalaku dan menyadari bahwa kepalaku tertutup sesuatu yang seperti kain. Sebuah kerudung. Aku menunduk dan memerhatikan penampilanku dari bawah. Aku memakai celana yang berbahan agak tebal berwarna merah. Tubuh bagian atasku tertutup oleh kaos lengan panjang yang berwarna merah muda. Dan kepalaku juga tertutup kerudung dengan warna yang sama dengan kaos yang kukenakan.

Hanya satu hal yang terlintas di pikiranku saat ini.

"WAAAAAAAAA!"

.

.

.

Yaya's POV

Aku membuka mataku yang terasa berat. Badanku terasa pegal-pegal karena petualanganku kemarin. Ditambah lagi kepalaku yang terasa sedikit pusing, membuat perasaanku semakin tidak enak saja.

Sekarang, setelah aku membuka mataku, sepertinya aku masih berada di alam mimpi. Padahal aku yakin sekali aku sudah terbangun. Kenapa aku menganggap aku masih bermimpi? Karena sekarang aku sedang menatap wajah Fang yang sedang tertidur, padahal seharusnya Ying yang tidur di sebelahku.

Astaga, Yaya. Sejak kapan kau jadi gadis mesum yang suka memimpikan laki-laki yang sedang tidur? Apalagi ini Fang! Makiku pada diriku sendiri. Ayolah, Yaya. Cepat bangun, kau tidak boleh memimpikan hal-hal seperti ini! Aku memejamkan mataku kembali dan mencubit-cubit pipiku sendiri.

"Enggh."Sebuah suara lain mengagetkanku, sebelum aku sempat melihat asal suara itu, sebuah kaki telah mendarat di atas perutku dan sebuah lengan memelukku dari belakang seolah aku ini sebuah bantal guling. Aku mencoba menyingkirkan tangan dan kaki itu dan membalikkan tubuhku. Ternyata yang memelukku adalah Gopal.

Aku memandangi Gopal yang sedang mendengkur di sebelahku kananku. Kakinya masih berada di atas perutku. Dan aku pun memandang Fang yang juga tengah tertidur dengan sedikit iler mengalir dari mulutnya di sisi kiriku.

Oke, sepertinya ada sesuatu yang tidak beres. Ini tidak terlihat seperti mimpi sama sekali. Kalau ini mimpi, kenapa rasanya tidak elit sekali? Tapi, kalau ini bukan mimpi berarti….

1 detik

2 detik

3 detik

"KYAAAAAAAAAAAAA!"

.

.

.

TBC

Bersambung dulu ya. Mwehehehe

Umm sebenarnya fic iini semacam ide spontan yang muncul di kepala aku pas nonton Secret Garden, jadi aku masih belum yakin lanjutannya bakal kayak apa, jadi mungkin aja bakal discontinued.

Tapi aku usahain nggak kok, jadi kalau kalian punya saran untuk lanjutannya, please let me know ;)

Oiya, bagusnya Boboiboy dan kawan2 disini punya kekuatan atau nggak?

Review please ^^