End of Pain
By Jiyeoon
Cast : Cho Kyuhyun and others.
Genre : Family, Angst(?), Tragedy(?)
Rate : T
Chapter 1 of 2
Summary : Kenapa bunuh diri di haramkan, padahal kematian bisa membebaskanku dari kesakitan?
WARNING : KALIMAT YANG SAYA GUNAKAN DI SUMMARY DAN BEBERAPA BAGIAN DI CERITA INI SESAT DAN HANYA UNTUK KEPENTINGAN CERITA, MOHON JANGAN DIIKUTI. Dilarang Copy Paste sebelum izin. Super Junior mambers milik diri mereka sendiri, saya hanya pinjam nama. maafkan saya sudah menistakan Kyuhyun di setiap ff saya.
3 Februari 2015
Dua bersaudara bermarga Jung dengan setelan jas hitam itu tersenyum, tersenyum miris didepan sebuah figura hitam dengan latar belakang seorang pemuda manis berwajah pucat. Pemuda dengan bibir tebal merah ranum, berambut cokelat madu lurus yang menutupi sebagian dahinya, jangan lupakan onyx caramel bulat yang memancar sangat bening.
Pemuda dalam figura itu tersenyum menawan, walau tidak begitu lebar, hanya bibir ranum yang melengkung keatas, namun terpancar aura ketulusan dan kebahagiaan, membuat siapapun yang melihatnya pasti tidak sadar akan tersenyum juga.
Tidak ada orang lain selain mereka berdua di ruang penghormatan terakhir itu, benar-benar tidak ada, hanya dua bersaudara bermarga Jung itu, memberi kesan bahwa si pemuda manis tak memiliki siapapun.
Sang kakak, Jung Yunho, maju pertama beberapa langkah, menyisahkan satu meter jaraknya dengan figura itu, menunduk dalam, memberikan penghormatan terakhirnya kepada sang pemuda manis yang wajahnya tercetak di figura itu. Selanjutnya sang adik, Jung Changmin menyusul, ia menunduk lebih dalam dibanding sang kakak, cukup lama, sampai akhirnya meletakkan sebuah bunga putih tepat didepan figura itu.
Tanpa ia sadari air mata menetas saat ia menatap kembali senyum itu. Senyuman itu, senyuman pertama yang ia lihat dari si pemuda manis tersebut, ia tak menyangka jika senyuman itu juga adalah senyuman terakhir.
Air matanya semakin deras ketika mengingat kembali bahwa ia sendiri yang mengambil gambar si pemuda manis yang kini terpajang di figura itu.
"Changmin, ia masih 17 tahun. Sebenarnya apa yang membuatnya berakhir seperti ini? dan kenapa kau mau repot-repot mengurus jasad seseorang yang baru kau kenal selama sebulan? Dimana keluarga anak ini Changmin?" sang kakak dibelakangnya bertanya panjang, mengeluarkan semua rasa penasarannya yang sejak pagi ia rasakan, sebenarnya ada seribu pertanyaan lain yang ingin ia ajukan tentang pemuda di balik figura itu.
Satu fakta lagi yang kita dapatkan, bahkan dua pemuda bermarga Jung itu bukanlah sanak keluarga dari si pemuda manis. Tak ada keluarga, teman ataupun kerabat dari si pemuda manis disisinya bahkan ketika ia telah menjadi abu seperti ini.
"Nanti akan aku ceritakan." Changmin menjawab singkat sembari menghapus air matanya pelan. Mendengar itu membuat Yunho terdiam, enggan bertanya lebih, setelah melihat air mata sang adik, ia menyimpulkan sang adik tengah begitu terpukul akan kepergian si pemuda manis itu. Dan itu semakin membuatnya heran.
"Jika aku tahu lebih awal, pasti aku akan memilih untuk mengenalnya dari dulu hyung. Aku menyesal baru mengenalnya." Changmin menangis lagi, suaranya parau, menandakan ia benar-benar kehilangan seoraang pemuda yang baru dikenalnya selama sebulan ini.
Kepergian pemuda ini begitu cepat, usianya masih menginjak 17 tahun hari ini. Namun takdir sudah menggariskannya. Takdir? Oh lupakan tentang itu ketika kau mendengar tentang kisahnya.
.
.
"Kenapa bunuh diri diharamkan, padahal hanya kematianlah yang dapat membebaskanku dari kesakitan?"
Cho Kyuhyun
3 Februari 1998 – 3 Februari 2015
.
.
Jika kau hidup sendiri, benar-benar sendiri, kau pikir berapa lama kau bisa bertahan?
Dewakah dia? Tidak, ia hanya manusia biasa, manusia biasa yang mempunyai hati, hati yang pada akhirnya hancur karena selalu ditimpa kesakitan, membuat tahun ke tujuh belasnya adalah tahun terakhir ia bertahan.
.
.
Februari 2004
"Andwae." Wanita cantik dipertengahan usia tiga puluh itu mengenggam erat tangan suaminya yang baru saja berusaha membuka knop pintu kamar anak semata wayang mereka.
"Kau selalu tau bukan? Jika kita bertengkar, anak itu akan selalu menjadi sasaran amukanku. Karena dia tidak berguna, karena kehadirannya tak merubah apapun!"
Wanita itu segera menjadikan tubuhnya sebagai benteng didepan pintu kamar itu, berusaha sekuat tenaga menghalangi sang suami masuk kekamar itu.
"Minggir!" bentak sang suami.
"Tidak, hentikan! Memukul Kyuhyun tak merubah apapun! Kita memang tak bersatu dari awal! Seharusnya aku tak perlu mangandungnya, ini sia-sia!" sang isteri masih berdiri tegap diddepan pintu itu.
.
Suara ribut itu menghentikan goresan crayon anak bernama Kyuhyun itu di atas buku gambarnya. Membuatnya mengenggam erat crayon yang ditangannya sampai patah, tubuhnya yang gemetar semakin menambah kesan bahwa anak itu benar-benar ketakutan. Ia sudah hafal, biasanya setelah berkelahi seperti itu, sang ayah akan menyeretnya keluar kamar, memukuli tubuhnya sedimikian sadis untuk meluapkan kemarahannya.
Ia sudah melupakan gambar yang sebentar lagi selesai, gambar sang ibu, ayah beserta dirinya yang diapit dan bergandengan tangan dengan kedua orang tua itu, gambar yang hanya akan menjadi khayalannya sampai kapanpun.
.
"Kehadirannya membuat segalanya semakin runyam!" sang suami yang seharusnya bersikap lembut kepada isteri kini mulai menghempas kasar tubuh sang isteri dari depan pintu.
Pria itu membuka bahkan membanting kasar pintu kamar anak yang sedari tadi mereka bicarakan. Menyeret anak semata wayang mereka yang masing menggenggam crayon ditangannya.
"Appa..." ucap anak itu takut.
"Diam!"
Pria itu terus menyeret sang anak sampai keluar kamar, membanting tubuh kecil itu tepat disamping sang isteri yang masih terduduk dilantai. Tanpa perduli tindakan kasar itu menyakiti tubuh mungil yang masih sangat rapuh ini, Kyuhyun meringis begitu perih saat luka pecutan yang diterimanya minggu di punggung membentur lantai.
"Lihat ini Hana! Dia yang tak berguna! Jika kau masih tetap ingin pergi, aku akan membunuhnya!" ancam sang suami kasar.
Kyuhyun anak cerdas, ia tahu dan hapal betul tabiat sang ayah. Setiap orang tuanya bertengkar dan sang ibu meminta ingin berpisah, sang ayah selalu menjadikannya ancaman agar sang ibu tak pergi. Menendang tubuhnya membabi buta, memukulnya dengan rotan, memecut tubuhnya dengan sabuk pinggang atau bahkan memukulnya dengan tangan kosong saja hingga sang ibu urung pergi dari rumah itu.
Namun yang tak Kyuhyun mengerti adalah kenapa dirinya yang selalu disalahkan sang ayah setiap mereka bertengkar?
Sang isteri menarik nafas dalam, menatap Kyuhyun datar dan setelahnya memutuskan keputusan yang menjadi awal neraka bagi anak semata wayang mereka. "Terserah, bunuh saja. Aku tetap akan pergi, aku sudah menyiapkan untuk pergi dari dulu. Kita tak bisa bersama sampai kapanpun." Dengan pandangan kosong, sang isteri berucap datar dan pasrah, menandakan ia lelah atau memang ia sudah tak perduli dengan anak semata wayang mereka? entah, hanya wanita itu yang tahu.
"Eomma..." gumam Kyuhyun terkejut.
Ibunya memang tak pernah melindungi tubuhnya secara langsung saat ia disiksa sedemikan rupa oleh sang ayah, namun sang ibu selalu dapat menghentikan siksaan sang ayah ditubuhnya jika wanita cantik itu mengalah dan berkata ia akan tetap tinggal, anak kecil yang polos dan naif itu selalu menganggap itu sebagai bentuk kasih sayang sang ibu selama ini.
Namun tadi, apakah anak kecil ini salah dengar? Ibunya sudah berencana pergi? Ibunya bahkan mempersilahkan sang ayah membunuhnya? Kenapa bisa sang ibu memutuskan seperti itu? Apakah dirinya benar-benar tak berarti?
"Hana?" sang ayah bahkan terkejut dengan ucapan ibunya.
Ibunya tersenyum sinis melihat keterkejutan sang ayah, lalu dengan pelan ia bangkit berdiri menatap datar pada anak mereka yang masih terduduk dilantai yang entah sejak kapan telah menangis dalam diam.
"Aku menyerah, kau harusnya bisa memilihku, tapi kau tak mau meninggalkan semua ini. Lakukan apapun yang kau mau pada anak itu, aku ingin mencari kebahagiaanku sendiri." Ucap wanita itu sinis.
"Aku pergi." Lanjut wanita itu. Sang suami masih terdiam tak menjawab apapun, namun tatapan mata yang tajam itu menandakan bahwa pria sangat marah. Tak perduli dengan tatapan sang suami, wanita cantik itu melangkah menuruni tangga, menuju kamar dan mengambil koper besarnya. Wanita itu memang benar akan pergi, ia sudah muak dan tak perduli dengan apapun sekarang, walaupun itu nyawa sang anak sendiri.
Melihat langkah ibunya membuat rasa takut menyergap dada anak itu. Apa? Ibunya benar-benar akan pergi? Tidak, jangan, ia tak ingin ditinggal.
"Eomma.. andwae.." Kyuhyun meracau, ia bangkit dengan cepat mengabaikan punggungnya yang begitu sakit, berlari cepat menuruni tangga dan menyusul sang ibu, tak perduli dengan tatapan membunuh sang ayah yang sedari tadi diam tak melakukan apapun. Pria itu, walaupun terkejut sepertinya sudah memperkirakan ini, cepat atau lambat sang isteri pasti pergi.
"Eomma.." Kyuhyun berteriak memanggil wanita cantik yang sudah menggiring koper besarnya menuju pintu utama.
Wanita itu berbalik, dan menghentikan langkahnya.
"Eomma." Kyuhyun berlari kearah sang ibu, mengenggam erat tangan putih itu. Kyuhyun terkejut bukan main saat sang ibu memberikan tatapan tak suka kearahnya.
BRUKK
Belum hilang rasa terkejutnya, lengannya sudah disentak begitu keras membuat genggamannya terlepas sekaligus menambah nyeri dan perih dipunggung yang kembali terbentur lantai marmer itu.
"Eomma...hiks.." Kyuhyun menangis dan menatap tak percaya sang ibu, ibunya memang tak pernah memperhatikannya, tapi ini adalah pertama kali sang ibu mendorong dan menyakiti tubuhnya, biasanya sang ibu hanya diam ketika sang ayah sibuk memukulinya habis-habisan, ibunya tak pernah melakukan kekerasan fisik sebelum ini.
"Kau pembawa sial, jangan mencariku. Tinggal saja berdua dengan ayahmu!" ucap sang ibu kasar.
Air mata Kyuhyun semakin keluar dengan deras, bukan karena sakit di punggungnya, tidak.. itu tidak seberapa di banding pukulan rotan yang ia terima hampir setiap hari dari sang ayah, tapi kalimat 'pembawa sial' itu yang membuat hatinya begitu sakit. Kyuhyun masih 5 tahun, namun ia cerdas, ia mengerti tentang makian seperti itu, yang ia tak mengerti adalah alasan sang ibu tega mengatakan itu.
"Ikut, Kyu ikut." Kyuhyun memohon lirih, mencoba mengabaikan makian sang ibu.
Sayang sekali, gelengan tanda tak setuju dan tatapan menusuklah yang Kyuhyun dapat setelah memohon begitu lirih dengan tangisannya.
"Tidak, aku tidak sudi merawatmu! Aku menyesal melahirkanmu! Aku menyesal menikah dengan ayahmu itu! "
Debaran jantung Kyuhyun semakin tak karuan, makian itu begitu menusuk hati kecilnya. Ini pertama kali sang ibu memakinya.
"Eomma wae?" tangis anak itu semakin menjadi.
Kyuhyun ingin tau jawabannya, kenapa ia dibenci sang ayah? Kenapa ibunya tak pernah memperhatikannya? Kenapa ia diperlakukan sedemikian buruk oleh mereka? kenapa ia berbeda dengan anak seuisianya.
Bukannya jawaban, tatapan menusuk dan dengusan berat lah yang kembali didapat Kyuhyun, dan tanpa berkata apapun wanita itu kembali menyeret koper besarnya.
Kyuhyun, dengan sisa tenaganya, menahan sakit dipunggung kecilnya, berusaha sekuat tenaga berdiri, walau beberapa kali jatuh, ia akhirnya berhasil mengejar sang ibu sampai halaman depan, namun terlambat, mobil sedan hitam itu telah menutup sempurna.
Anak malang itu memukul keras pintu mobil yang sudah terkunci rapat, bahkan saat mobil itu melaju menjauh, kaki kecilnya ia paksa berlari, berlari ketengah jalan, menerobos hujan salju hanya dengan pakaian tipisnya, tanpa alas kaki. Kaki mungil yang sudah membengkak itu terus berlari mengejar mobil sang ibu.
"Eomma..kajima..hiks..kajima.." Kyuhyun berteriak benar-benar keras, nasib malang kembali menimpanya saat kaki mungilnya tak mampu menopang tubuhnya lagi, membuat ia jatuh dengan dagu yang berhadapan dengan aspal. Sakit, dagunya jelas sobek beigitu lebar, ia merasa darah menetes dari dagu yang sobek itu, tapi ia tak perduli, yang Kyuhyun butuhkan hanya eomma, ia takut tinggal berdua dengan sang appa yang suka memukulinya, ia butuh eomma. Sehingga dengan sekuat tenaga ia bangkit duduk, namun lagi-lagi kakinya tak bisa begerak, tulang kakinya terasa nyeri dan begitu sakit.
"Hiks..." Kyuhyun menangis kencang saat pandangannya tak mampu lagi menangkap mobil hitam sang ibu. "Eomma, jangan pergi, Kyu takut.."
"Eomma, eomma.." masih di tengah jalan yang sepi itu, di tengah hujan salju yang begitu dingin itu, Kyuhyun terus terduduk memanggil sang eomma berulang-ulang. Berharap sang ibu kembali dan ikut membawanya pergi bersama, tapi sampai ia benar-benar merasa membeku, sang ibu tak juga datang. Hal yang Kyuhyun sadari, Ia ditinggalkan, ia tak diinginkan.
Sebuah luka ditorehkan dihati suci anak malang itu.
.
.
.
June 2013
Kyuhyun kecil tumbuh menjadi remaja pendiam, ia tak punya teman, orang-orang menganggapnya aneh. Ia bukannya tak mau berteman, Kyuhyun ingin, sungguh sangat ingin punya teman. Yang ia tak ingin adalah ayahnya semakin murka, memiliki teman mungkin akan membuatnya tak kesepian, dan dapat membuatnya tersenyum.
Ayahnya selalu murka melihat senyum Kyuhyun. Kyuhyun tak boleh bahagia. Itu perintah mutlak yang tak bisa di tolak. Sehingga tumbuhlah Kyuhyun menjadi anak pendiam, anti sosial, anak dengan wajah sendu setiap saat.
Layaknya pembantu rumah tangga, selain sekolah, setiap harinya Kyuhyun memasak, membersihkan rumah. Setelah ibunya pergi, keadaan rumah besar itu bak neraka yang paling dasar, tak ada pembantu di rumah besar itu, sang ayah sengaja memecat semua maid kecuali supir pribadinya tepat setelah wanita berstatus ibu Kyuhyun itu pergi. Ayahnya suka melihat Kyuhyun kelelahan dan kesakitan, Ayahnya semakin gencar memukulnya setiap hari tanpa atau ada kesalahan yang dibuatnya, entah penyakit mental apa yang sedang diderita pria tua itu.
Suara pintu utama yang terbuka membuat Kyuhyun semakin mempercepat kegiatannya, memasak. Ia harus menyajikan beberapa macam makanan di meja di saat waktu makan malam sebelum sang ayah pulang. Sangat sial, kenapa tadi ia ketiduran sehingga sedikit terlambat.
Terlambat, baru ketika ia hendak meletakkan masakannya, sang ayah ternyata sudah duduk di meja makan dengan raut wajah bengisnya, tak pantas sungguh, dengan setelan jas mahal beserta statusnya sebagai CEO namun menampilkan wajah bengis bak iblis yang siap membunuh Kyuhyun kapanpun.
Kyuhyun urung meletakkan piring berisi makanan lezat itu diatas meja makan, ia lebih menunduk dalam, menelan salivanya gugup, sedikit gemetar, ia takut untuk melangkah lebih, hingga akhirnya ruang makan dengan perabotan mewah itu semakin sunyi.
Ayahnya menatapnya, menatap dengan raut wajah tak suka seperti biasa. "Terlambat menyiapkan makan malam, bocah sial? Kau tau apa hukumanmu." Ayahnya berucap tajam.
"Maafkan aku appa. Aku ketiduran, aku kelelahan sehabis sekolah, maafkan aku." Kyuhyun memohon maaf sembari menundukkan wajahnya dalam-dalam, ia masih belum berani mengangkat wajahnya, kedua tangannya yang mengenggam piring itu semakin gemetar.
Sepasang onyx caramelnya menangkap ujung sepatu sang ayah, ternyata ayahnya sudah berdiri di depannya. Membuat tubuhnya melemas seketika, aura ayahnya sangat menakutkan. Pelan-pelan Kyuhyun akhirnya memberanikan diri menatap wajah ayahnya, memandang dengan tatapan memohon kepada pria tua yang mulai menunjukkan seringai menakutkan.
"Appa, maaf, maafkan aku. Tidak akan ku ulangi. Jangan pukul lagi, sakit appa." Lagi Kyuhyun memohon maaf sembari menatap sendu pria tua itu.
Namun seringai sang ayah malah semakin lebar, membuat tenggorokan Kyuhyun semakin tercekat. Setelahnya Kyuhyun merasa tubuhnya terlempar, punggung dan kepala bagian belakangnya menubruk laintai begitu keras, makanan ditangannya berhamburan mengotori lantai, pecahan itu tak sengaja menancap di telapak kakinya yang tak memakai alas. Sakit di telapak kaki yang berdarah itu hanya sesaat karena setelahnya sang ayah menendangnya, menendangnya begitu keras tanpa perduli tendangan itu begitu menyakitkan.
Sakitkah pria tua ini? hanya karena Kyuhyun terlambat menyiapkan makanan ia menendang anak kandungnya itu membabi buta? Salah apa kah Kyuhyun sebelumnya?
Tendangan menyakitkan lagi-lagi ia dapat, tak terhitung sudah berapa kali sepatu mengkilap sang ayah bersentuhan dengan dengan punggung, perut serta dadanya. Sakit, dapat Kyuhyun rasakan tulang belakangnya sedikit remuk. Darah segar keluar dari mulut dan hidungnya, dadanya nyeri, perutnya benar-benar sakit, Kyuhyun sadar salah satu tulang rusuknya pasti sudah bergeser atau mungkin patah. Kyuhyun masih dengan posisi seperti itu, tertidur menyamping karena begitu lemas, menggulung tubuhnya sedemikian rupa saat sakit diperutnya semakin menjadi.
"Ukh.." lagi, Kyuhyun terbatuk dengan darah segar, membuat ayahnya semakin jijik melihatnya. Kyuhyun mengerang kesakitan saat rambut tebalnya di jambak dengan paksa, membuatnya mau tak mau mendongak menatap wajah bengis penuh kebencian sang ayah.
"Aku tak menyuruhmu bicara, anak sial! Kau tau aku benci mendengar suaramu, sudah berulangkali aku katakan jangan bicara tanpa izinku!" bentak sang ayah begitu kasar.
Satu hal lagi yang kita ketahui, ayahnya selain murka melihatnya tersenyum, ia juga begitu murka mendengar suara Kyuhyun.
'Appa Wae? Sakit appa.' ringis Kyuhyun dalam hati.
Kyuhyun merasa kepalanya begitu pusing, setelah membentur lantai dengan begitu keras, rambutnya di jambak sedemikian rupa, ia merasa beberapa helai surai madunya lepas. Sangat sakit.
"Sudah appa, sudah hentikan, ampun..sakit..ampun." karena tak tahan akhirnya tanpa sadar Kyuhyun memohon lagi.
Kembali mendengar suara Kyuhyun, emosi Tuan Choi semakin tersulut. "Sudahku bilang jangan mengeluarkan suara!" sang ayah semakin berteriak marah. Kyuhyun merasa dadanya ikut begitu sakit, ucapan itu begitu menyakitinya. Walaupun sudah ribuan kali ia dengar tetap saja sangat sakit. Kenapa? Itu hanya suara, bukankah setiap manusia berhak berbicara? Kenapa sekedar suara pun begitu menjijikkan di hadapan sang ayah?
Sang ayah menghempas kasar kepalanya, sehingga kepalanya membentur lantai begitu keras sekali lagi, bunyi dengungan terdengar begitu jelas saat telinganya menyentuh lantai. Membuat ia takut setengah mati, telinga adalah satu dari dua aset berharga ditubuhnya yang paling ia lindungi, tidak, sudah cukup kepalanya dipukul, ia tak mau telinganya semakin berdengung dan rusak.
PLAKK
Seolah menjadi santapan akhir dari sang ayah, tamparan begitu keras ia dapatkan, lebam kebiruan di pipi tirus dari luka sebelumnya semakin menjadi, bahkan telah berubah menjadi keunguan, membuat kesan anak menyedihkan semakin sempurna untuk sosoknya.
"Bereskan kekacauan ini." suara terakhir sang ayah yang telah menghilang dibalik pintu ruang kerja masih mampu ia dengar.
Gilakah pria tua itu? Tak lihatkah ia anak sialannya ini sudah tak bisa bergerak sedikitpun? Kyuhyun ingin pingsan, setidaknya sakit ditubuhnya tak akan terasa jika ia pingsan, tapi tak bisa, nyatanya ia masih sadar dengan nafas yang begitu lemah.
'Eomma sakit, Tolong.. Kyuhyun sakit eomma.' Kyuhyun berucap dalam hati, bersamaan dengan itu air mata lolos begitu saja dari onyx caramel itu. Sakit, Kyuhyun merasa begitu sakit karena hanya mampu bersuara dalam hati, berteriak dalam hati meminta tolong kepada wanita yang entah berada dimana sekarang.
.
.
Kekerasan fisik dari sang ayah membuat tubuh Kyuhyun selalu dipenuhi luka, tak masalah karena Kyuhyun bisa menutupinya dengan baju dan jaket tebal, namun yang menjadi masalah ketika sang ayah kalap dan memukul wajahnya habis-habisan, ia semakin dianggap aneh dengan wajah penuh luka oleh orang-orang di Junior High School itu.
Seperti saat ini, syukurlah tak ada luka goresan merah yang mengeluarkan darah dari wajahnya. Namun lebam dan bengkak keunguan di pipi tirus itu tetap menarik perhatian siswa-siswa lain saat ia berjalan di koridor. Membuat Kyuhyun semakin menunduk dalam saat berjalan, sebenarnya Kyuhyun memang selalu menunduk ketika berjalan, lantai sekolah dan aspal yang dilaluinya selama berjalan jauh lebih baik dilihat dibanding tatapan aneh atau meremehkan dari siswa-siswa lain. Karena tak ada satupun dari mereka yang mengetahui Kyuhyun adalah anak seorang pengusaha sukses, yang mereka tahu Kyuhyun adalah anak aneh, misterius namun cerdas.
Seperti biasa, setiap hari selama jam istirahat Kyuhyun menghabiskan waktunya diruang musik yang berada di bagian paling pojok di sekolah itu, ruangan yang selalu sepi, beberapa bulan terakhir klub musik di sekolah elite itu dibubarkan karena kurangnya anggota.
Kyuhyun bersyukur akan itu, itu berarti ia bisa menghabiskan waktu istirahatnya di ruang musik setiap hari, memainkan piano sambil bernyanyi. Ia pun tak ingat sejak kapan ia suka bernyanyi dan bermain piano, yang Kyuhyun tahu, ia selalu merasa senang ketika bisa bernyanyi sembari bermain piano sejak sekolah dasar walaupun intensitasnya tak sesering sekarang, ia tak pernah diajari siapapun, ia belajar segalanya secara otodidak setiap ada kesempatan.
Itulah kenapa telinga adalah bagian tubuh yang paling ia lindungi dari amukan sang ayah selain pita suara tentunya.
Kyuhyun ingin menjadi penyanyi, ia suka bernyanyi. Ia berharap suatu saat nanti ayahnya akan berhenti membenci dirinya saat mendengar ia bernyanyi.
Kyuhyun menundukkan dirinya di sebuah grand piano putih, benda yang menjadi alasan mengapa ia semangat datang kesekolah. Kyuhyun tak punya piano dirumah, jangankan bermain piano dan bernyanyi, mendengar suaranya saja ayahnya muak, hanya disekolah ia berani bernyanyi, itupun diam-diam tanpa ada seorangpun yang tahu.
Ting
Kyuhyun menekan telunjuknya diatas tuts putih piano itu, dentingan pertama terdengar, selanjutnya jemari-jemarinya yang lain mulai ikut bergerak menghasilkan musik yang begitu indah.
Hanbeonman nal saranghaejwoyo
Ttakhanbeon michidorok bulleobwado doenayo
Naemamhana deohaejuryeo geudaegyeote ireoke gakkai gallaeyo
Kyuhyun mulai mengeluarkan suara merdunya, sembari menekan tuts piano dengan penuh perasaan. Ia bernyanyi seirama dengan musik yang dihasilkan dari piano yang dimaikannya, sangat indah, lagu yang dimainkan dan dinyanyikannya menggambarkan perasaan yang dimilikinya.
(Kumohon, sekali saja cintai aku
Sekali saja bisakah aku meneriakkan namamu sekuat tenaga?
Karena hatiku ini, aku ingin lebih dekat denganmu)
'Sampai kapan appa? Sampai kapan aku bisa bertahan menunggumu berubah? Sakit, aku sakit.' Kyuhyun melirih dalam hati sembari terus menekan tuts piano itu dengan mendayu-dayu. Lalu ia melanjutkan nyanyiannya kembali.
Gwaenchantago malhaeyo. Yeogijigeum isseoyo. Geudaeyeo
Naegaseume geudael pumeoseo meongideureo naega apado geudaemaneul ojigwonhaeyo
(Kukatakan bahwa aku disini baik-baik saja
Walaupun aku terluka saat memelukmu dalam hatiku
Walaupun menyakitkan, aku hanya menginginkanmu)
-Kyuhyun-Just Once-
Kyuhyun menghentikan nyanyian dan permainan pianonya, tanpa bisa dihalaunya, cairan bening menetes dari mata indah yang selalu terlihat redup itu.
'Eomma..Apakah kau tak pernah berniat untuk kembali? Kau dimana? Kyuhyun ingin eomma..' Kyuhyun hanya bisa mengucapkannya dalam hati lagi.
Kyuhyun menjatuhkan kepalanya diatas paino, wajahnya yang bersentuhan dengan tuts piano itu menimbulkan suara nyaring yang memekakkan telinganya sendiri.
Buliran air mata itu semakin deras, Ia seperti merasa benar-benar putus asa. Waktu yang dilaluinya, harapan yang dibangunnya, rasa sakit yang ditahannya tak pernah menghasilkan apapun sampai sekarang, sudah 10 tahun semua tetap sama. Ibunya tak kembali, ayahnya terus membencinya, sakit.. itu sangat sakit.
Kyuhyun mengenggam erat dada kirinya, letak dimana jantungnya berada, daerah itulah pusat kesakitannya selama ini, mengalahkan semua rasa sakit dari luka-luka ditubuhnya.
'Sakit..eomma, appa, Kyuhyun sakit..'
.
.
Kyuhyun kini tengah menunduk dalam dari tatapan membunuh seluruh teman kelas dan juga wali kelasnya. Choi Siwon, anak konglomerat penyumbang dana bantuan ke yayasan sekolah kehilangan dompet yang pasti berisi uang banyak mengingat statusnya. Dan sialnya, saat penggeledahan, Kyuhyun tak tau bagaimana bisa dompet itu bisa berada di tas sekolahnya.
"Cho Kyuhyun, bisa kau jelaskan kenapa dompet Siwon bisa berada di tasmu?" Lee songsaenim bertanya lebih tepatnya mengintimidasinya.
"Aku tidak mencuri, percayalah songsaenim, aku tidak mencuri."
"Tidak mencuri?" Lee songsaenim melipat tangannya didepan dada sembari tersenyum geli.
"Lalu bagaimana bisa dompet itu berada di tasmu Kyuhyun? apa dompet itu terbang?" kali ini sang pemilik dompet, Choi Siwon berucap geli. Diiringi tawa mengejek dari semua siswa, Siwon tidak masalah kehilangan dompet sebenarnya, ia punya banyak uang karena ia anak orang kaya, namun mengetahui Kyuhyun yang mengambilnya membuat ia dengan senang hati mengejek dan menyalahkan temannya itu, Kyuhyun adalah anak aneh dan paling mudah di bully karena tak pernah melawan, semua orang disekolah itu tau tentang itu.
"Aku tidak mencuri Siwon-ssi, aku juga tak tau bagaimana bisa dompet itu berada di tasku." Kyuhyun tetap menolak keras tuduhan itu. Ia tak mencuri, walau ia tak pernah diberi uang, tapi ia takkan pernah mencuri.
"Sudah hentikan, Kyuhyun. Bukti sudah ada. Terpaksa aku harus memanggil orang tuamu kesekolah. Ikut aku keruangan guru." Tegas Lee Songsaenim, selanjutnnya ia melangkah keluar kelas, diikuti Kyuhyun yang menunduk malu. Ia begitu malu, semua orang akan menganggapnya pencuri sekarang.
"Aku tak menyangka anak aneh itu berani mencuri, cih." Siwon berucap meremehkan, ia lalu membuka dompetnya, memeriksa setiap benda dan uang yang ada didompet itu. "Hull, sangat malang, ia bahkan belum sempat mengambil sedikitpun uang, haha." lalu murid paling tampan itu duduk kembali di kursinya.
"Kami menjebaknya. Maaf tidak memberitahumu dari awal." Heechul salah satu sahabat Siwon berucap diiringi anggukan dari temannya yang lain bernama Kangin.
"Mwo?" Siwon terkejut, ya tentu saja.
"Jangan keras-keras, nanti ada yang tahu." Kangin segera menegur dan duduk di dihadapan Siwon.
"Kami tau ia penyebab kau selalu menduduki peringkat dua, jadi dengan menjebaknya mencuri pasti ia akan mendapat hukuman skorsing, kau tau bukan kalau besok adalah ujian semester, jadi ia tak akan ikut ujian semester kali ini, sehingga nilainya akan menurun dan kau bisa mendapat peringkat satu seperti keinginan appamu. Bagaimana? Kami baikkan?" Heechul menjelaskan.
"Tapi tidak perlu dengan kasus mencuri, ini sedikit berlebihan, sekarang ia akan di cap sebagai pencuri." Siwon berucap pelan, sedikit prihatin dengan si anak aneh sepertinya.
"Siwon-ah, hei, sadarlah. Bukankah image anak itu memang sudah buruk? Kau lihatlah wajahnya yang selalu memar? anak itu pasti bukan anak baik-baik dan suka berkelahi diluar sana, cih murid terbaik apanya? Sudahlah, tugasmu sekarang adalah belajar sungguh-sungguh dan menjadi peringkat satu!" Kangin berucap.
"Ah ne terimakasih." Jawab Siwon seadanya.
Setelahnya ketiga sahabat itu mulai bersikap biasa, melontarkan candaan satu sama lain khas anak remaja pada umumnya, tanpa mengetahui dibalik tawa bahagia mereka, seorang anak remaja lain kini begitu menderita akibat ulah mereka.
.
"Kau sudah menyelesaikannya?"
"Ya tuan."
"Bagus, cepat bawa anak sial itu kemari, aku tak sabar ingin memberinya hukuman."
TBC
Semangat jika reader ada yang UN senin ini ^^
Tanyakan tentang ff aku yang masih proses ataupun updatenya kapan di PM atau twitter aku aja ya (syasya1408), karena aku sedikit susah balas review ff sekarang.
Ini ff pertama yang saya ngerjainnya lama banget, dari senin sampai hari ini. jadi mohon reviewnya, kritik saran diterima asal menggunakan kata yang sopan.
Ini awalnya oneshot tapi kayaknya akan kepanjangan, jadi FF ini cuma dua chapter, chapter dua aku update besok atau malam ini kalau reviewnya bisa melibihi 50, bukan pasang target, cuma pengen bikin penasaran aja. *peace
Last, sorry untuk TYPO nya yah.
