Europe
Kuroko no Basuke © Fujimaki Tadatoshi. Tidak ada keuntungan material apapun yang didapat dari pembuatan karya ini. Ditulis hanya untuk hiburan dan berbagi kesenangan semata.
Pairing: Aomine Daiki/Momoi Satsuki. Genre: Romance/Family. Rating: T. Other notes: ficlet/oneshot collection. 1/3.
(Keluarga Aomine dan keluarga Momoi mengadakan liburan bersama ke tiga negara di Eropa.)
#1 swiss: alps
Swiss sebenarnya bukanlah penempat daftar teratas dari tempat yang ingin Satsuki kunjungi. Tetapi karena keluarga Daiki-lah penanggung budget dan rencana kegiatan liburan mendadak antara dua keluarga ini, dia tidak protes. Tidak bisa dan tidak mau, sebetulnya. Ha, di mana letak empati dan naluri kesopanannya jika dia melakukan hal itu? Dia dikenal sebagai calon yang baik dari keluarga sebelah, tidaklah suatu keputusan yang baik jika dia tiba-tiba protes ingin ke Paris saja dan menolak ikut ke Swiss.
Dan tampaknya Satsuki mulai mengerti bahwa dia menjadi korban konspirasi antara dua ibu yang tampaknya telah mengatur beberapa perencanaan ketika di pesawat kemarin malam. Maksudnya—bagaimana bisa ibunya dan ibu Daiki yang seharusnya menemani mereka naik gondola ini tiba-tiba sakit perut secara bersamaan?
Gondola bergerak turun di tali baja dengan gerak lurus berubah beraturan; dua tiang penyangga tali baja yang ditancapkan di antara dua bidang yang kontras tingginya membuat gondola itu terasa lebih cepat gerak turunnya setelah lima menit mereka naiki.
Pegunungan Alpen adalah sajian yang menarik saat senja. Kelabu langit musim ini sepertinya sinkron dengan warna alam, membuat gradasi yang tersusun secara menarik. Beberapa bagian gunung yang telah terjun selimut saljunya berwarna hitam, kelabu di atas dan latarnya, serta putih di sekelilingnya. Hingga ke dasar. hingga ke bahwa kaki mereka. Putih-hitam-kelabu—Satsuki merasa semuanya sempurna hingga akhirnya dia pun mengangkat ponselnya untuk mengabadikan semua. Dia menyesal kenapa kameranya dia tinggalkan di dalam ransel di hotel sana.
Satsuki tak bisa membaca apakah Daiki menikmati perjalanan mereka.
"Kau mengantuk?"
Kelopak mata Daiki turun separuh, "Tidak juga," ironis, kelakuannya berlawanan dengan jawaban. Entah bagian mana yang dia palsukan; gerak matanya yang turun ataukah jawabannya.
"Nikmatilah~"
"Hn. Aku menikmatinya."
"Yang berbohong itu wajahmu atau lidahmu?"
Daiki diam saja. Satsuki tertawa mengejek, "Masih teringat dengan pekerjaan yang kau tinggalkan? Jangan konyol Dai-chan, nikmati liburanmu."
"Hm."
Satsuki bergeser di tempat duduknya, menempel pada jendela gondola di sisi lain, Shutter kamera terdengar. Dia memandang layar ponselnya dengan puas. Seakan salah satu sisi dunia telah berhasil dia tangkap. Ya, memang berhasil, setidaknya dalam bentuk kumpulan pixel dan kecil. Walau semuanya lebih sempurna jika dilihat dengan mata, dia merasa cukup bersyukur atas hasil tangkapan lensa ponselnya.
"Satsuki."
"Hng?"
"Mungkin kau akan melemparku keluar gondola setelah aku mengatakan ini."
Satsuki tidak bisa menghentikan jantungnya yang mulai mengacau detaknya, hanya karena menanti apa yang sekiranya akan dikatakan Daiki. Bukan, ini bukan pertanda gugup, ini hanya sebuah antisipasi akan hal yang bisa saja ditertawakannya setelah ini. "Apa?"
"Aku—" Daiki memalingkan wajahnya, berharap bahwa separuh dari rasa malu yang tampil di wajahnya bisa menguap seiring geraknya menghindarkan pandangan dari Satsuki, "Kurasa aku menikmati saat-saat begini."
Benar, Satsuki menertawakannya. Bukan karena meremehkan, namun lebih kepada tidak terduganya kata-kata Daiki. "Kau kedengaran aneh."
Daiki terima saja jika Satsuki benar-benar melemparkannya dari atas sini. Mungkin rasa malu dan gengsinya bisa segera ditelan salju.
"Mungkin ini hanya karena," dia bergumam pada telapak tangannya sendiri. Satsuki harus pasang telinga baik-baik untuk menyimak kata-katanya yang teredam secara sengaja di tangan Daiki sendiri, "Kita sudah lama tidak menghabiskan waktu bersama."
Tawa Satsuki pudar, wajahnya mempertunjukkan senyum yang berbeda aura dengan tawa barusan. "Ah, ya. Kapan ya terakhir kita jalan berdua?"
Pekerjaan yang berbeda, faktor lain-lain seperti urusan kantor, pertemuan dengan klien-klien baru, kesibukan yang menyita waktu, semuanya pasti merupakan pemicu mengapa Daiki merasakan hal tak biasa itu. Satsuki juga, sebenarnya, namun euforia liburan singkat menutupi perasaannya.
Dalam hati, diam-diam dia bersyukur akan konspirasi ibunya dan ibu Daiki. Oh, mungkin dia harus berterima kasih dengan mengajak mereka main ski bersama besok siang.
"Rasanya ini semua tidak seperti dulu lagi."
Satsuki memiringkan kepalanya. "Kau tidak berniat memutuskan hubungan kita, 'kan, Dai-chan?"
Daiki menggeleng cepat—masih membuang muka, bibirnya masih tenggelam di telapak tangan, "Bukan seperti itu."
"Lantas?" Satsuki memancing. Dia tahu kemana arah pembicaraan yang dimaksudkan Daiki, tapi dia hanya ingin tahu apa cara yang akan dimanfaatkan pemuda itu dalam menyampaikannya. "Kau kangen dengan masa-masa kita waktu kecil dulu?"
Daiki hanya menyetujui dengan cara mengangkat alisnya, pertanda bahwa Satsuki tidak salah dalam mengarahkan target tebakannya. Wajah mereka belum beradu satu sama lain. "Pertemuan dan kebersamaan kita tidak sama seperti dulu lagi."
"Kau merasa kita kurang akrab sekarang?"
"... Begitulah."
Satsuki tersenyum lagi, seolah ada kebanggaan yang tiba-tiba melimpahinya dan dia rasa Daiki-lah penyebabnya. "Kurasa itu karena kau terlalu sayang denganku jadi kau takut terpisah dariku, Dai-chan," dia tertawa, ponselnya nyaris jatuh dari tangannya yang bersarung merah.
"Tch."
Kedewasaan menyulap beberapa sisi sifat Daiki menjadi lebih peduli dan penyayang, mungkin? Satsuki menyadarinya.
"Kita sudah mengenal selama ..." Satsuki mengangkat kesepuluh jarinya ke udara.
"Dua puluh," curi Daiki akan kesempatan di saat Satsuki terdiam karena mengingat-ingat. "Dua puluh tahun."
"Hm, iya. Wah, ingatanmu juga bisa diandalkan rupanya," Satsuki menurunkan tangannya untuk menemui jari-jemari Daiki yang tidak terbungkus sarung tangan. Satsuki tidak tahu mengapa Daiki tidak membungkus mereka dengan kain rajut yang telah dia selipkan ke dalam koper Daiki—entah karena malas atau penyakit lupanya kambuh di saat yang salah. "Kita sudah akrab selama berbelas-belas tahun sebelumnya, wajar kalau sekarang kita agak merenggang karena terlalu lama menghabiskan waktu bersama. Hal-hal di dunia berubah, 'kan, Aomine Daiki?"
Hanya sekian detik waktu yang digunakan Daiki untuk mencari tahu bagaimana Satsuki menghadapinya—ya, dia menemukan senyum yang sama, sama seperti bertahun-tahun, berbelas tahun yang lampau.
"Tapi bukan berarti ini hal yang buruk."
Daiki berhenti memandang jendela. Satsuki adalah objek di mana sinar pandangannya menemukan tempat mendarat.
"Lihat gunung itu. Besar di bawah, begitu ke atas, mengecil dan semakin mengecil, bukan?" telunjuk Satsuki menempel pada kaca, meminta Daiki untuk mengikuti arah yang ditunjukkannya. "Kita sama. Interaksi kita banyak, dahulu, sewaktu kita kecil. Keakraban kita juga erat. Kita punya banyak kenangan di masa lalu. Kebersamaan kita terjadi setiap hari. Tapi semakin lama, jumlah kebersamaan itu semakin kecil. Semakin sedikit dan semakin sedikit."
Daiki tidak mengerti apakah ini sebuah keberuntungan ataukah sebuah kerumitan hidup: memiliki seorang kekasih yang punya pola pikir tidak terduga; cenderung rumit. Atau otaknya yang tak punya kapasitas cukup untuk menyeimbangkan apa yang sering Satsuki pikirkan?
"Tapi bukan berarti kita tidak bisa berdiri kokoh berdua, bukan? Kita sudah punya dasar yang kita perlukan untuk hubungan kita selama kita dewasa: kebersamaan yang besar sewaktu kecil yang memupuk rasa pengertian satu sama lain antara kita berdua. Jadi," Satsuki bersandar pada punggung bangku kecil yang memenuhi sisi gondola di seberang Daiki, "Karena kita sudah punya masa lalu yang luar biasa dan pengalaman yang panjang, kita tidak perlu takut kita akan berpisah di masa depan hanya karena hal-hal kecil."
Daiki mengembuskan napas panjang-panjang, dan di seberangnya Satsuki menempelkan pipi ke jendela. Satsuki seolah melupakan apa yang barusan dibicarakan. Wajahnya yang santai tidak seperti wajah yang seharusnya dibuat seseorang yang baru saja menguras pikirannya untuk menghibur kekasihnya. Amat tenang.
Satsuki memejamkan mata sebentar. Dia mulai berniat untuk membuka matanya ketika suhu di sekitarnya menghangat—oh, ternyata Daiki mencuri ciuman kesekian dari bibirnya. Ketika dia membuka pandangan, yang dia dapati adalah Daiki yang sudah mundur namun masih memejamkan mata.
"Merasa sedikit lebih tenang dengan apa yang kukatakan, Dai-chan?"
"... Haruskah aku mengucapkan terima kasih?"
Satsuki menggeleng. "Kau sudah mengatakannya," dia menempelkan telunjuk pada bibirnya sendiri.
Daiki menyematkan kesepuluh jarinya satu sama lain, dan duduk dengan sedikit membungkuk. "Apa orang tuamu sudah memberitahumu?"
"Tentang?"
"Aku akan datang melamar secara resmi ke rumahmu satu minggu setelah kita pulang liburan."
"Oh—" segeralah senyum serupa muncul di wajah Satsuki, "Sudah. Tadi malam mereka sudah membicarakannya denganku."
"Pastikan kau memakai gaun terbaikmu."
"Aku akan membelinya besok dengan ibu. Hihi~" Satsuki mengembuskan napas di permukaan jendela, kemudian mengukir namanya sendiri di sana. Dia melakukannya lagi, lagi, dan lagi, hingga dia keasyikan sendiri.
Daiki mencondongkan tubuhnya dan lagi-lagi mengecup Satsuki, sekarang di pipinya, wangi parfum segarnya—sepertinya lemon kali ini—tercium hangat di hidung Daiki.
"Dai-chan, bisakah musim dingin tahun depan, kita datang ke sini lagi? Hanya kita berdua, maksudnya," Satsuki mencoba memberi teka-teki dengan kode. Bertaruh dengan dirinya sendiri, apakah Daiki mampu memecahkannya.
"Tidak," geleng Daiki, sambil memandang langit Swiss yang sudah jadi lebih gelap. "Terlalu lama. Aku akan membawamu liburan ke luar negeri pada musim panas, menikmati pantai Spanyol."
Satsuki menaikkan kedua alisnya.
"Hanya kita berdua. Bulan madu."
A/N: hai multichap aomomo lagi hahahehehe tapi yeah cuma tiga part kali ini. kebanyakan takut jadi ngebosenin. mmm—ini dibuat karena begitu pengennya aku liburan ke eropa jadi yaaaaa wujudin lewat tulisan aja dulu deh wwwww
oh, ada yang bisa nebak chapter depan negara mana? =))
