Summary: Mereka adalah para raja muda. Raja-raja muda yang telah melepas mahkota mereka untuk menjelajahi rahasia dunia.
Sebuah senjata biologi mengawali kisah petualangan ini. Ivan Braginsky, sang calon Tsar Kekaisaran Vampir Rusia, nyaris kehilangan segalanya. Ayahnya meninggal, diperburuk dengan tersegelnya kekuatan dalam dirinya yang didalangi oleh para pelayan beserta sekutu-sekutunya sendiri sebelum diculik ke Prussia. Belum lama dijadikan budak di sana, Gilbert Beilschmidt, pangeran dari Kerajaan Prussia ingin menjadikannya pengawal dan rekan dalam misinya untuk menguasai dunia.
Maka ditemukanlah sebuah pemecah segel, sebuah resep ramuan dengan bahan-bahan yang sangat tidak biasa dan harus didapatkan dengan perjalanan jauh. Mengabaikan segala kesulitan, mereka pun melangkah keluar istana. Lalu datanglah raja-raja yang lain, dengan berbagai macam tujuan mereka menyatu menelusuri dunia.
WARNING: ALTERNATE UNIVERSE, HISTORICALLY IN-ACCURATE. This is a work of fiction. Any resemblance with names, places, and others are pure coincidential.
I do not own Hetalia. It is a famous work of Hidekaz Himaruya.
"K-kalian yakin akan m-me-melakukan ini?"
"Sudahlah, kau tenang saja. Ini adalah langkah paling terakhir dari rencana yang sudah disusun selama bertahun-tahun! Aku sudah mengkalkulasikan semuanya; jumlah, jenis, jeda waktu pemasukan bahan, waktu memasak, ketentuan tambahan, semuanya! Aku yakin resep rahasia leluhur Yang Mulia Raja pasti ampuh seribu persen!"
"T-tapi… G-gimana kalau minuman T-Tuan Muda malah tertukar d-d-dengan orang lain? Atau mungkin d-dia mengetahui 'tambahan' d-dari—"
"Target kita si putra mahkota itu. Monster yang telah mengkomando pasukan vampirnya untuk membunuh puluhan ribu manusia. Semua… akan baik-baik saja. Ini adalah permintaan Yang Mulia Raja Friedrich dan dua klan itu. Lagipula, s-setelah ini… kita akan merdeka."
# # # # #
Fate of The Kings
Chapter 1: The Fall of The Empire
Ivan berdiri menatap keluar lewat jendela kamar mansionnya yang gelap. Langit nyaris tak berawan, memperlihatkan kerlipan bintang serta sinar kemerahan bulan purnama yang menerangi tiap sudut Kota Moskow. Pria muda berpostur tinggi besar berambut pirang keperakan bermata violet itu tersenyum; besok adalah hari yang sangat penting dalam hidupnya. Besok malam, di Lapangan Merah, ia akan dinobatkan sebagai Tsar baru dari Kekaisaran Vampir Rusia menggantikan Vladimir Braginsky, ayahnya yang meninggal ketika memimpin perang melawan Kerajaan Prussia belum lama ini.
Ivan dianggap berjasa atas pengambilan alih komando darurat di masa perang. Di saat keadaan kekaisaran dalam kondisi kritis baik sosial dan politiknya, paham satu sama sama rata yang ia anut berhasil membawa semangat juang semua anggota keluarga bersama klan aliansi lainnya di Rusia, memukul balik kelompok manusia yang ingin menguasai mereka.
Toh memang seharusnya dia menjadi kaisar berikutnya, bukan kakak atau adik perempuannya, bahkan dari klan lain. Hanya saja dengan waktu yang terpaksa dipercepat telah menjadikannya kaisar termuda pertama dalam sejarah Russia yang naik tahta dengan status single.
Single? Iya. Ivan hanya belum menemukan orang yang pas. Ya, meskipun telah ada seorang wanita cantik jelita yang bersikeras untuk menjadi istrinya sejak satu abad lalu. Wanita yang notabene adalah adiknya sendiri itu tentu membuatnya merinding dengan hanya mengingat atau mendengar namanya saja. Gara-gara ulah adiknya pula, ia mulai agak alergi ketika mendekati lawan jenis. Ivan takut kalau wanita lain yang ia temui ternyata sama sintingnya dengan adiknya... atau lebih parah.
Kadang ia berpikir untuk menjadi jomblowan sejati sampai akhir hidupnya.
Pintu kayu berornamen emas kamar itu terketuk tiga kali, disusul dengan suara seseorang dari balik pintu, "M-maaf mengganggu M-Master Braginsky. Kepala Klan Ludwig Beilschmidt dari Klan Enzi Jerman dan Pangeran Feliciano Vargas dari Kerajaan Vampir Italia Utara sudah menunggu di ruang pertemuan."
"Da, Toris! Aku segera ke sana!" sahut Ivan riang. Toris Lorinaitis, kepala pengawal yang dulunya adalah petinggi negara dari Lithuania—salah satu negara aliansi Prussia sewaktu perang—tersebut memang rajin sejak petama kali bekerja di mansion Braginsky. Ivan berjalan ke cermin yang hanya di samping jendelanya dan memeriksa penampilannya sejenak. Baju kurung hitam tebal berkerah tinggi bertepi dan berkancing kuning, celana hitam yang dari ujung sampai bawah lutut dimasukkan ke sepasang sepatu bot tinggi kulit bertali putih yang serasi, serta jubah merah bertepi kuning dengan beberapa lencana penghargaan tersemat di dada kirinya. Ivan tersenyum bangga sambil menjilat kedua taringnya, ia nampak gagah malam ini. Kemudian, Ivan mengambil sebuah syal sepanjang lutut berwarna merah muda keputihan pemberian kakaknya yang terlipat rapi di sisi tepi ranjang. Dililitkannya syal itu di leher sebelum melangkah keluar kamar.
Seorang pria muda berambut cokelat sebahu bermata zamrud mengenakan baju kurung putih beraksen kuning bercelana biru tua serta membawa sebuah tombak membungkuk hormat sambil meletakkan telapak tangan kanannya di dada kiri menyambut Ivan.
"Semua jamuan telah di persiapkan Eduard dan Raivis, Master Braginsky. M-mari saya kawal Anda ke ruang pertemuan," kata Toris, sang kepala pengawal.
"Cepat dan tepat seperti biasa, Toris! Spasibo!(1)" ucap Ivan berseri-seri dan mulai berjalan, Toris mengikutinya di belakang.
Sesampainya di ruang tamu, ia disambut dengan kehadiran dua pria yang masing-masing sedang duduk di salah satu kursi kayu elegan yang mengitari meja kayu bundar besar di tengah-tengah ruangan. Pria pertama, Ludwig, mengenakan topi pet hitam bertepian putih yang menutupi rambut pirang kelimisnya, mata biru langitnya terlihat jelas meski ruangan itu hanya diterangi sinar beberapa lilin besar di atas meja. Ia mengenakan atasan hitam bertepian dan berkancing putih, bawahan yang serasi, jubah kerah tinggi berwarna hitam bertepian merah, dan sebuah sabuk luar terpasang rapi di pinggangnya. Ia mengenakan sarung tangan putih dan sebuah pin iron cross di pangkal kerah bajunya. Sementara Feliciano, lelaki yang nampak jauh lebih muda, rambutnya coklat kemerahan dengan sehelai lengkung aneh mencuat keluar di sebelah kiri kepalanya. Ia mengenakan baju panjang selutut kerah tinggi berwarna putih dengan aksen keemasan, sebuah rompi panjang berwarna merah marun berhiaskan bintang putih, celana panjang putih dan sepasang sepatu kulit berwarna coklat gelap.
"Ah, dobri vyecher, moi tovarishchi(2). Tak kusangka kalian datang tepat waktu seperti yang kalian bicarakan, da?" sapa Ivan dengan sopan.
"Ve~ Buonasera(3), Ivan!" balas Feliciano riang.
"Guten abend(4), Ivan. Sebenarnya, kami berencana ingin sedikit lebih awal… Kalau orang aneh ini tidak ribut masalah baju yang akan dipakainya," ucap Ludwig melirik kesal pada Feliciano.
"Uhh… Luddy, itu kejam…" gumam Feliciano sambil cemberut.
"Hahaha, kalian benar-benar lucu seperti biasa!" Ivan berkomentar lalu mengambil kursi kosong diantara kedua tamunya. "Sebenarnya aku ingin mengajak rekan-rekan lain. Sayang mereka benar-benar tidak bisa diganggu…" keluhnya.
"Ve~ tidak apa-apa, Ivan. Semua teman-teman kita pasti akan hadir besok malam!" hibur Feliciano. "Aku janji akan membawakan banyaaaak sekali pasta untuk semuanya!"
"Boleh sekali, Feliciano moi tovarish! Ah, iya aku hampir lupa," Ivan lalu menepuk kedua tangannya tiga kali, "Eduard! Raivis!"
Dua pelayan mansion, pemuda pirang berkacamata bernama Eduard dan seorang remaja bernama Raivis muncul dari salah satu pintu dan cepat-cepat berlari menghadap tuannya.
"Y-ya, Master?" tanya Eduard.
"Sepuluh untuk tiga orang, da?" pinta Ivan.
"M-maaf sebelumnya, Master. Saya kira dua puluh botol itu terlalu—" belum selesai Raivis berbicara, Ivan sudah menatapnya dengan senyuman polos khasnya, yang terkenal sebagai topeng penutup hasrat untuk menggorok leher seseorang saat itu juga.
"I-i-i-iya, M-M-Master B-Braginsky!" Raivis tersentak dan segera berlari bersama Eduard ke dapur terdekat. Ivan tersenyum puas. Ludwig hanya bisa geleng-geleng kepala.
Tak lama kemudian, kedua pelayan tadi itu pun datang dengan kereta makan berisi dua puluh botol kaca berisi minuman favorit sang calon tsar, Ivan kembali berseri-seri dan pandangannya kini hanya terpaku pada botol-botol tersebut. Keduapuluh botol kaca itu pun diletakkan pada meja hidangan bertaplak putih di belakang Ivan yang tidak begitu jauh dari situ. Ia begitu memperhatikan bagaimana Eduard menata rapi minuman beracun itu hingga tak menyadari kalau Ludwig melirik tajam pada Feliciano, menatapnya tegas sambil mengangguk sekali. Feliciano sedikit kaget, pada akhirnya mengangguk mengerti.
Ketika Eduard akan menuangkan salah satu isi botol ke tiga gelas yang ada, Feliciano berdiri dari kursinya dan menghampiri pelayan muda berkacamata itu, "Tidak perlu, biar aku saja ya, ve~"
"O-oh… Baiklah Yang Mulia Vargas," kata Eduard sambil membungkuk hormat. Ia merogoh kantung seragam pelayannya dengan cekatan, mengambil sesuatu kemudian dimasukkannya ke kantung jubah sang pangeran. Ia pun pergi keluar ruangan… hanya untuk bersembunyi di balik pintu bersama Raivis.
"Lho, Feliciano?" Ivan menatap pangeran Italia itu bingung.
"Sudah, santai saja, Ivan!" ujar Feliciano riang sambil menuangkan tiga shot vodka ke tiga gelas wine mereka.
Ludwig menyeringai kecil. Pria Enzi itu pun mengajak berbicara dengan Ivan mengenai masalah-masalah persiapannya nanti ketika sudah diangkat. Tidak perlu waktu lama, mereka pun terbenam pada percakapan yang cukup serius namun santai, benar-benar mengalihkan perhatian dari sang putra mahkota.
Diam-diam, Feliciano merogoh kantong jubahnya, mengambil sebuah tabung kecil berisi cairan sebening air murni. Ia membuka tutupnya pelan-pelan, sepelan mungkin sehingga suara letupan dari terbukanya tutup tabung itu tak terdengar sama sekali. Ia sedikit menoleh ke belakang, mendapati Ludwig masih asik berbicara dengan Ivan yang kini sudah sangat terfokus pada entah apa yang sedang dibicarakan. Sesekali ia melihat Ludwig melirik ke arahnya, memberi sinyal untuk bersegera. Feliciano mendadak ragu, ia yang masih menoleh ke belakang dengan linglungnya menuangkan sepertiga dari isi tabung itu ke salah satu gelas. Ketika ia menoleh kembali pada tiga gelas dihadapannya, ia mulai panik.
Sebentar.
Tadi dituangkan ke gelas yang mana?!
Ludwig mulai berkeringat dingin ketika sempat melihat kelinglungan Feliciano. Bisa gawat kalau berakhir ke gelas yang salah. Namun, ia cepat-cepat kembali ke percakapannya dengan Ivan yang kini sedang tertawa setelah membahas sesuatu yang lucu. Ketika ia melirik pada Feliciano lagi, kedua matanya sempat melebar panik karena mendapati Feliciano malah menuangkan SELURUH isi tabung ke ketiga gelas yang ada.
"Ada apa Ludwig?" tanya Ivan, membuat Ludwig tersentak kaget.
"A-ah, tidak apa-apa… hanya… tiba-tiba ingatan yang c-cukup menggangguku di masa lalu muncul begitu saja, haha…" jawab Ludwig canggung. Pada saat itu, tiga gelas vodka 'berbumbu' itu pun datang.
"I-ini dia, ve~" ucap Feliciano sedikit gemetar sambil meletakkan tiga gelas itu ke hadapan dua temannya. Melihat Ludwig yang melirik marah padanya, ia harus siap mental sebelum diberi semburan dua jam non stop.
"Akhirnya!" seru Ivan, kemudian mengangkat gelas wine-nya dan tersenyum ke arah Ludwig dan Feliciano, "Toust?"
Feliciano dan Ludwig berpandangan sejenak sebelum akhirnya mengangkat gelas mereka dan tersenyum canggung pada Ivan, "T-toust."
"Ada apa sih, kalian?" tanya Ivan heran.
"Ah, lupakan saja. Tak ada apa-apa, kok. Jadi…" Ludwig menghela nafas sejenak kemudian tersenyum, "Untuk Sang Tsar Rusia yang baru."
"Untuk Tsar Rusia baru, ve~!" Feliciano menimpali.
"Bol'shoe spasibo(5)!" Ivan tersenyum lebar dan mendentingkan gelasnya pada tiga gelas lain sebelum didekatkan pada bibirnya. Melihat kedua rekannya terlihat ragu dalam meminumnya, ia berhenti sejenak dan menatap mereka bingung.
Ludwig tersenyum canggung dan mendekatkan tepi gelas pada (pinggir) bibirnya kemudian 'diminum', membiarkan vodka yang sudah terkontaminasi itu tumpah perlahan di pundaknya. Terima kasih pada keadaan ruangan yang cukup gelap, aliran air susah untuk dilihat. Senyuman cerah Ivan pun kembali, ia pun mulai meminum vodkanya. Saking menikmatinya, ia tidak melihat Feliciano yang menumpahkan vodkanya ke pot tanaman dibelakangnya kemudian pura-pura meminumnya juga.
"Selesai, ve~!" seru Feliciano riang sambil meletakkan gelas yang sudah (sengaja) kosong di meja, disusul Ludwig.
Tinggal seperempat sisa vodka yang ada di gelas Ivan ketika ia berhenti minum mendadak. Kedua mata violetnya terbelalak, pegangan pada gelasnya mengendor, gelas kaca pun jatuh berkeping-keping di lantai marmer putih itu. Ia memegang tenggorokannya yang terbakar hebat; bukan sensasi panas seperti biasa ketika ia menegak vodka. Ini lebih seperti ratusan duri-duri kecil menusuk tenggorokannya sekaligus. Ia pun mulai terbatuk-batuk sampai perutnya pun terasa sakit.
"A-apa—uhuk! K-kenapa ini?! Uhuk, uhuk!" Ivan bertanya pada dirinya sendiri, lalu melirik pada Ludwig berharap mendapat jawaban, hanya mendapati pria berpakaian serba hitam itu menyeringai licik padanya.
"L-Luddy?!" Feliciano panik.
"Tenang, Feliciano," balas Ludwig ringan. "Memang sudah seharusnya begini."
Ivan menggeram pelan, justru membuat tenggorokan bahkan badannya semakin sakit. Ia pun melemas, bayangan kedua 'rekannya' mulai mengabur, "K-kalian—uhuk! Apa maksud dari—uhuk! Semua ini?! Kukira vampir macam kalian—uhuk!"
Ivan makin dikejutkan lagi dengan ketiga manusia yang adalah bawahan terbaiknya, sang kepala pengawal Toris serta kedua pelayannya, Eduard dan Raivis, berjalan ke belakang Ludwig. Senyuman lega terukir di ketiga wajah itu.
Kedua mata vampir bermata violet itu membulat, "T-tidak… Kalian juga?!"
"Maafkan kami, Master Braginsky," kata Toris halus.
"Itu saya yang buat lho~" timpal Eduard tersenyum bangga.
"S-semua ini sudah direncanakan sejak lama sekali, Master Braginsky," tambah Raivis, seringai puas terukir di wajah mudanya.
"Ghh… P-pengkhianat…" gumam Ivan, makin lemas dan lemas di tiap detiknya. Ia pun merasakan semacam aliran energi aneh di sekujur tubuhnya yang terasa seperti aliran-aliran listrik. Ketika ia mengamati tangannya, ia terkejut melihat telapaknya yang memucat dan tampak mengecil dan mengecil, juga dengan bobotnya yang makin ringan dan ringan.
"Baiklah kalau begitu," ujar Ludwig sambil mengeluarkan masker dari balik trenchcoat-nya, dan mengambil sesuatu berbentuk seperti granat. Tindakan Ludwig yang diketahui sebagai sinyal bagi Feliciano dan ketiga bawahan Ivan itu mendorong mereka untuk mengambil masker mereka masing-masing—entah dari mana.
"A-apa yang akan kalian lakukan—uhuk, uhuk!" Ivan menahan sakit di tenggorokannya, ia juga menyadari kalau suaranya berubah seperti ia masih kecil dulu.
Ludwig melemparkan sesuatu mirip granat tadi ke atas dan meledak, mengeluarkan kabut putih tebal ke seluruh penjuru ruangan.
"Bawa dia. Kita kembali ke Königsberg."
Kedua kelopak itu terbuka perlahan, memperlihatkan sepasang iris violet yang bersinar di tengah gelapnya ruangan. Ivan menoleh ke sekeliling, hanya mendapati dirinya tengah dikelilingi tembok-tembok batu hitam membentuk suatu ruangan kosong. Sebuah obor yang terpasang di salah satu sisi ruangan menjadi satu-satunya penerangan. Sebuah ventilasi kecil bersarang di pojok atas ruangan, satu pintu baja berjendela jeruji memperlihatkan sisi luar ruangan itu yang hampir sama gelapnya.
Ia mencoba berdiri meski kepalanya berdenyut-denyut. Ivan memeriksa pakaiannya, kaget mengetahui ia tidak lagi mengenakan baju royalnya. Ivan hanya mengenakan baju kurung lengan panjang berwarna putih dengan bawahan merah, paling tidak syal kesayangannya masih terpasang di lehernya. Kemudian, Ivan berjalan mendekati pintu dan mencoba membuka kenopnya, namun sia-sia, pintu itu dikunci dari luar. Pada saat itu juga ia baru menyadari ada perubahan yang sangat mencolok dari tangannya, begitu juga dengan badannya yang tidak lagi hampir setinggi pintu rumah.
Ivan ada dalam tubuh kecilnya seperti saat ia berusia delapan tahun.
Ia teringat sesuatu; dia dikenal sebagai vampir terkuat di klannya, mampu mendobrak pintu baja hanya dalam sekali serangan. Ivan melangkah mundur sampai ujung ruangan, kemudian berlari sekuat tenaga dan menerjang pintu besi itu, hanya membuatnya terpental jauh dengan sisi kanan tubuh yang terasa sangat sakit.
Nampaknya kekuatan fisik mengecil seiring mengecilnya tubuh, bukan…?
Tiba-tiba, terdengar suara 'klik' dari pintu itu. Sebuah pintu yang terbuka memang sebuah peluang besar untuk kabur, namun akibat tumbukan antara badan dengan baja barusan membuatnya mati rasa.
"Wah wah… mencoba kabur, ya?" celetuk suara seorang pria. Ivan melirik padanya, mendapati dua orang penjaga berbaju zirah tengah berdiri pada pintu yang sudah terbuka.
Salah satu dari mereka menarik tubuh Ivan cilik dengan kasar pada syalnya, membuat nafasnya sedikit tercekat, "Selamat datang di Prussia, nak. Kau punya banyak sekali tugas yang harus kau selesaikan!"
Ivan mencoba meronta, namun kedua pria yang bertubuh jauh lebih besar dan bertenaga lebih dari dirinya itu membuatnya tidak berdaya ditambah dengan terpasangnya borgol besi di kedua pergelangan tangannya. Tangannya ditarik dan diseret dengan kasar hampir membuatnya jatuh. Sebesar apapun bencinya ia mengakui ini; dengan posisinya sekarang, dirinya tak bisa melakukan apa-apa kecuali mengikuti kedua penjaga itu.
Setelah ia sampai diluar penjara bawah tanah, ia dikejutkan dengan betapa silaunya chandelier lorong, meskipun hanya mengeluarkan cahaya kekuningan. Kemudian, ia dibawa ke salah satu ruangan dimana terdapat banyak sekali perangkat pembersih ruangan. Salah satu dari penjaga tadi melepas borgolnya, kemudian memberi ember plastik, sabun pel, sebuah jirigen berisi air dan sebuah sapu pel padanya.
"Bersihkan semua bagian dari istana ini segera!" begitulah pernyataan dari salah satu penjaga.
Ivan menganga.
"Tenang saja. Yang Mulia Raja Friedrich telah mengurus 'rumahmu', nak. Dengan batalnya kau menjadi penguasa baru di negaramu, Yang Mulia berhasil mengambil alih kekuasaan atas tanahmu tadi malam."
Secepat itu?! Tapi apa boleh buat, ia pun mengakui kalau Kerajaan Prussia bukan kerajaan manusia sembarangan.
"Sekarang, kami akan antar kau ke koridor di lantai lima. Kamu mulai dari situ, bersihkan semuanya, jangan sampai ada satu titik debu pun tersisa!" perintah si penjaga itu lagi lalu menyeret Ivan keluar ruangan.
Setelah menaiki tangga lima, akhirnya ia sampai pada koridor yang dimaksud. Ia pun ditinggal sendiri, kedua penjaga itu berjalan kembali ke tempat asalnya. Dengan kesal, ia menuangkan setengah jirigen berisi air itu dan mencampurkan sabun pel secukupnya, seperti yang ia perhatikan dari Toris, si kepala pengawal serbaguna. Kemudian, ia mencelupkan sapu pelnya, memerasnya, dan mulai mengepel lantai marmer putih tersebut.
Salah satu pintu di koridor itu terbuka, memperlihatkan sosok lelaki albino bermata rubi mengenakan baju kurung tebal berwarna biru tua dengan tepian putih, celana biru tua dan sepatu tempur bertali yang serasi. Sepasang armor tangan perak sepanjang siku terpasang rapi di lengannya, kalung iron cross mengalungi kerah bajunya. Sebuah mantel putih sepanjang betis berlambang elang hitam tersemat rapi pada pundaknya.
"Hmm, kau si anak baru itu ya?" kata lelaki itu. Ivan berhenti dari kegiatannya dan menatapnya dengan kedua alis terpaut. Oh, betapa dia mengenal orang dihadapannya.
"Kesesese, baru tahu ada seorang calon Tsar langsung banting setir jadi pembantu."
Ivan cemberut, wajah bundarnya memerah.
"Hahahaha! Tapi, kau tahu? Biarpun ayahku yang HEBAT itu menyuruhmu untuk jadi pembantu di sini membuatku sedikit… merasa tanggung padamu. Aku punya tawaran yang lebih HEBAT buatmu, meski tidak sehebat kedudukanku sekarang sih."
Ivan memiringkan kepalanya sedikit, merasa penasaran sekaligus curiga pada pangeran narsis itu. "Tawaran apa?" tanyanya setelah sekian lama tidak mengatakan apa-apa seharian.
"Dari dulu aku ingin sekali memiliki pengawal pribadi sekaligus partner dalam bertempur. Aku ingin KAU ada dalam posisi itu untukku. Bagaimana? Hm?" tawar pemuda albino itu sambil menyeringai.
Sekilas, vampir cilik itu berpikir bahwa pangeran ini ngawur. Memberi promosi pada musuh besar yang bisa menggorok lehernya kapan saja? Yang benar saja?
Tapi, tak ada kerja yang merepotkan. Tak ada penurunan harkat, martabat, dan derajat… sebentar, itu sedikit. Yang pasti, Ivan tahu kalau dia bersungguh-sungguh. Jika Ivan menyetujui permintaan manusia satu ini, ia bisa mendapatkan kekuatannya kembali perlahan-lahan…
Kemudian merebut kembali apa yang seharusnya menjadi miliknya.
"Da!" seru Ivan. "Tentu saja, Kak Gilbert! Aku akan sangaaaat senang!"
"Eit! Panggil aku Gilbert Beilschmidt Yang HEBAT! Besok aku akan menjadi menggantikan ayahku menjadi penguasa baru Prussia, kau tahu?!" sela Gilbert.
Ivan tertawa canggung. Dasar, pangeran sok ini tak ada habis-habisnya membanggakan dirinya sendiri.
# # # #
(1) (спасибо – dibaca 'spasiba')= Terima kasih (Russian)
(2). (Добрый вечер, моитоварищи) = Selamat malam, rekan-rekanku (Russian)
(3). Selamat malam (Italian)
(4). Selamat malam (German)
(5). (Большое спасибо!) = Terima kasih banyak! (Russian)
Baiklah, review akan sangat kami harapkan! :D
(Edited: 5 Januari 2013)
