Author Note

Mungkin di versi Inggris, fic macem ginian udah merebak dari dulu, dan aku sendiri penasaran gimana reaksi kalian kalau aku bikin 10th walker fic versi Indonesia. Oh ya, buat yg baca novel LOTR sampai ujung banget mungkin sadar kalau Arathorn meninggal waktu Aragorn umur dua tahun. Nah, kalau di sini aga beda, Arathorn meninggal waktu Aragorn umur lima tahun, dan di saat yg sama juga Gilraen udah hamil umur satu bulan.

Disclaimer:J.R.R Tolkien

Pohon Birch mulai menggugurkan daunnya yang kering. Angin musim gugur yang sejuk berembus lembut, membelai Rivendell dengan penuh cinta, tak peduli dengan bayangan Mordor yang kian mencekam dan panjang.

Di tengah suasana damai tersebut, di antara gemuruh air terjun Rivendell, denting pedang yang beradu saling bersahut-sahutan. Di tengah sebuah lapangan kecil, Elrond tengah beradu pedang dengan seorang pria yang sangat mengingatkannya pada Estel.

Perawakan pria itu sangat mirip dengan anak angkatnya. Hanya warna mata dan warna rambut yang membedakan mereka berdua, dan tingkah laku mereka berdua juga cukup bertolak belakang. Jika Estel, atau Aragorn memiliki mata biru secerah langit di musim panas, beda halnya dengan pria di depannya. Warna matanya sehijau rerumputan di musim semi, sorot matanya juga terhitung jenaka dan santai. Rambutnya juga cenderung sewarna dengan ilalang saat musim gugur menyapa.

Kedua matanya yang tajam melihat ada celah yang terbuka pada pria tersebut. Elrond akhirnya mengarahkan sebuah tendangan ke perut pria bertubuh tinggi itu. Tapi dengan cepat pria beriris hijau rumput itu, yang masih memegang kedua pedangnya dengan posisi serangan cepat, lalu menangkap kaki Penguasa Rivendell tersebut, dan melemparkannya ke semak di pojok kiri lapangan.

Salah satu dari pemegang tiga cincin itu mendarat di semak dengan napas yang memburu. Pria berambut pirang kecokelatan di depannya juga berusaha mengatur napasnya yang putus-putus, sebelum tangan kekar dan penuh luka pria itu terulur untuk membantu Penguasa Imladris berdiri. Elrond menyambut baik bantuan itu, lalu tersenyum puas.

"Baguslah. Bahkan kini kau sedikit lebih kuat dari Estel, Aranhil," ujar Elrond. Aranhil terkekeh kaku. Elrond memasukkan pedangnya ke sarung pedang di pinggangnya.

"Anda terlalu memujiku, Lord Elrond. Kakakku tetaplah yang terbaik dari kami," balas Aranhil sambil memasukkan kedua pedangnya ke sarung pedang di pinggangnya.

"Kuanggap itu pujian, tapi kau salah alamat."

"Tapi aku tidak sepenuhnya salah alamat, toh kakakku tumbuh di sini."

Elrond tersenyum tipis. Jika dibandingkan dengan Aragorn, adiknya ini jauh lebih jenaka darinya, membuat Aranhil cocok sebagai pencair suasana. Tapi setelah Aranhil menggodanya, mereka berdua langsung sedikit terkejut dengan kedatangan Gandalf yang tiba-tiba.

Penyihir kelabu itu memberi hormat pada Elrond. Dalam sepersekian detik, wajah tuanya langsung berubah cerah saat melihat Aranhil yang sudah segar bugar. Aranhil hanya melambaikan tangan kanannya untuk menyapa Gandalf, karena penyihir kelabu itu sudah digiring Elrond ke tempat lain, meninggalkan Aranhil yang memilih untuk mencari rerumputan untuk berbaring.

"Gandalf, kenapa kau kemari? Bagaimana dengan para halfling itu?" tanya Elrond yang terlihat sedikit terkejut.

"Aku dari Isengard, dan ada baiknya Anda tidak mempercayai Saruman lagi, My Lord," balas Gandalf. Elrond mengerutkan dahi. Perasaannya mendadak tidak enak.

"Apa dia mengkhianati kita?"

"Anda benar, Lord Elrond. Saruman telah memakai Palantir Orthanc, lalu dia terjerat oleh Sauron."

"Kalau begitu, kau tidak usah menjelaskan luka-lukamu. Rawatlah dulu semua itu."

Gandalf mengangguk pelan. Dari kejauhan, Lindir datang menghampiri mereka berdua dengan tergesa-gesa. Setelah berada di dekat Elrond, Lindir mengatakan jika Glorfindel telah kembali dari patroli.

Elf itu juga mengatakan jika Glorfindel membawa Frodo yang ditusuk Pedang Morgul, pedang para Nazgul. Selain itu, Aragorn yang berjalan kaki mengekor di belakang Glorfindel bersama tiga halfling lain yang mengikuti Frodo.

Gandalf sangat terkejut saat mendengar semua itu. Tapi Elrond dengan cepat meminta Lindir untuk menyiapkan semuanya, lalu pergi bersama pelayan setianya tersebut. Gandalf sekarang memutuskan untuk mencari arah lain untuk mengobati luka-lukanya.

Dedaunan kering yang sudah berjatuhan terinjak-injak, menimbulkan bunyi yang terdengar sangat renyah. Uap putih mengepul keluar saat mereka bernapas, menandakan suhu udara yang semakin rendah. Aragorn terus-terusan menggigiti bibir bawahnya, berusaha mengendalikan emosi yang nyaris meledak.

Sepanjang jalan sejak dirinya berpisah dengan Glorfindel, Aragorn berjuang untuk tidak menanggapi serbuan pertanyaan dari para hobbit yang mengikuti Frodo. Telinganya sudah panas sejak berjam-jam lalu, dan wajahnya juga sudah memerah karena menahan kesal.

"Kalian bertiga tenanglah. Aku kenal baik dengan Elf tadi, dan dia tahu betul ke mana harus membawa Frodo," tutur Aragorn yang mulai emosi.

"Apa kau berani memberi jaminan, Strider?" tanya hobbit yang sedikit gemuk. Aragorn menghela napas. Tapi sebelum menjawab, dirinya sudah dikagetkan dengan seseorang.

"Hei kalian, pelankan suara kalian. Aku sedang mencoba tidur di sini!"

Aragorn dan ketiga hobbit di dekatnya langsung bersiaga. Tetapi hanya Aragorn saja yang tidak menghunus pedangnya, selagi ketiga hobbit di dekatnya sudah menghunus belati pemberian Aragorn. Saat mereka semua melihat Aranhil keluar dari balik semak-semak, Pippin, Merry dan Sam langsung menghela napas lega.

Sementara Aragorn langsung menatap tajam iris hijau rumput Aranhil. Aragorn menanyakan siapa Aranhil, dan juga kenapa dirinya berkeliaran di dekat Rivendell. Pria berambut pirang kecokelatan itu mengatakan jika dirinya sedang menjalani pemulihan di Rivendell. Aragorn dan ketiga hobbit tampak kebingungan saat mendengarnya. Aranhil tersenyum kecil, lalu berceloteh tentang reaksi Sam, Merry dan Pippin yang terlihat sedikit ketakutan.

"Sepertinya kalian sudah bertemu lawan yang menakutkan," ujar Aranhil sambil berjalan mendekati rombongan Aragorn.

"Saking menakutkannya, jantungku masih berdebar sampai sekarang," balas Pippin. Aranhil tersenyum kecil, lalu berlutut untuk menyamakan tingginya dengan para hobbit.

"Semengerikan itu kah?"

"Tentu saja! Mereka semua hitam dan menyeramkan seperti tengkorak!"

"Apa itu para Penunggang Hitam?"

Pippin, Merry dan Sam mengangguk. Aragorn semakin waspada dengan keberadaan Aranhil di dekatnya. Pria berambut pirang kecokelatan itu berdiri, lalu mengatakan jika Rivendell sudah sangat dekat dari sini.

Awalnya mereka bertiga meminta agar Aranhil menjadi penunjuk jalan. Tapi pria yang memakai syal abu-abu di lehernya itu menolak dengan lembut, lalu mengatakan jika Aragorn adalah penunjuk jalan terbaik di antara para Ranger.

Merry sempat mengatakan jika Aranhil jauh lebih hangat dari Aragorn. Pria beriris hijau rumput itu tersenyum kecil, lalu pergi meninggalkan mereka berempat. Sam menoleh ke belakang, mendapati Aragorn yang menghela napas penuh kelegaan.

"Apa kau mencurigainya, Strider?" tanya Sam. Aragorn mengangguk pelan dan kembali berjalan menuju Rivendell. Merry, Pippin dan Sam mengikuti di belakangnya.

"Curiga dan merasa tidak asing," balas Aragorn.

"Tapi kau antar dulu kami ke Rivendell, Strider!" Sahut Merry. Aragorn mengangguk pelan, dan kembali berjalan dengan pikiran yang dipenuhi sosok Aranhil.

AUTHOR NOTE 2

Absurd? Kalau menurut aku sendiri sih iya..oh ya, cerita di sini bakal sedikit beda dari yang asli. Sebab di sini Sauron sama Saruman lebih kuat dari pada di cerita asli..