"Boboiboy! Kemarilah!" teriakan yang sudah menjadi sarapan di tiap paginya bagi seorang gadis serba oranye ini, wajahnya manis dan sangat cantik. Jika saja pakaian putihnya itu harum dan bersih mungkin aura kecantikannya akan lebih terpancar. Ia melangkah dengan cepat ke kamar sang Tuan Besar.
"Iya, Tuan Besar," gadis itu, Boboiboy menunduk memberi salam kepada seorang pria dewasa di hadapannya. Pria beriris amethys yang memukau, tapi sayangnya dia tak se-memukau tampangnya.
Pria itu melempar pakaian kotor pada Boboiboy yang disambut pasrah. "Cucikan pakaian kedua putriku! Sebelumnya buatlah sarapan!"
"Baik, Tuan Kaizo," gadis itu berjalan anggun keluar dari kamar Tuan Besan-nya, Kaizo. Kemudian pergi ke dapur membuat sarapan, sebelum ketiga orang yang membuat hidupnya suram kembali marah-marah.
Boboiboy Galaxy dan semua karakter yang aku culik disini semuanya milik Animonsta Studios.
AU! Cinderella! Genderbender! Typo(s), one-shoot, Drama, FangBoy pair, OOC. For #BBBTwistedFolkates #BBBDongengDunia
Selamat terhibur! /ngelempar kertas warna-warni ke udara.
Sebelumnya maaf yang tidak menyukai pair ini, don't like? Don't read, please don't leave negative coment. Thanks.
Cahaya mentari keluar dari balik awan pagi ini. Seorang gadis dengan gaun putih kotor dan kusut memulai pekerjaannya sebagai pembantu di rumahnya sendiri. Memasak, mencuci pakaian, menyapu, mengepel dan lain-lain sudah gadis itu lakukan sejak shubuh tiba.
Ingatannya tanpa permisi melintas, ketika kedua orang tuanya meninggal. Ayahnya yang sakit keras kemudian meninggal, sementara Ibunya memutuskan untuk menikah lagi dengan seorang pria yang sudah mempunyai putri kembar. Bagai tamparan yang menerjang, Ibunya ikut menyusul Ayahnya karena kecelakaan kapal.
Gadis itu menangis, tapi kemudian kembali cerah. Mengingat di rumahnya ia masih mempunyai Ayah dan dua saudara tiri. Namun, harapan hanyalah harapan. Ketiganya menjadikan gadis ini budak dan pembantu.
"Boboiboy!!" teriakan melengking itu berasal dari kamar si kembar, dengan gesit gadis ini berlari ke arah lantai dua. Dimana saudara tirinya menyebut sebuah ruangan sebagai kamar.
Gadis itu—Boboiboy mengetuk pintu dan kemudian masuk setelah diberi izin. Setelah pintu terbuka ketika lemparan pakaian mendarat di wajahnya. Boboiboy menatap bingung, namun tersenyum. Mungkin mereka ingin dirinya mencucikan pakaian ini.
"Cuci baju itu! Aku ada kencan hari ini!" perintah si gadis berbaju kuning-biru dengan cepat. Sementara gadis serba merah muda hanya tersenyum sinis.
"Baik, Nona Ying. Akan kucucikan," kata Boboiboy pada akhirnya. "Cuci yang bersih!" perintahnya—Ying lagi.
"Baik," Boboiboy berbalik keluar dari kamar dan segera pergi ke sungai, mencuci pakaian. Beberapa menit kemudian, pakaian sudah bersih dan siap dijemur.
Gadis itu segera pulang ke rumah untuk pergi menjemur, setelahnya ia langsung pergi ke kamarnya, di lantai paling atas. Lebih tepatnya loteng.
Pintu terbuka, disambut baik oleh empat ekor tikus dan dua ekor burung yang menjadi teman si gadis ini. Boboiboy tersenyum, membuat wajahnya yang kusut menjadi bersinar cerah.
"Ciitt! Ciit?" ucap tikus itu bersamaan, jika diartikan. "Nona Boboiboy! Baik-baik saja?"
"Hahaha, aku baik-baik saja, tentu," balasnya sambil tertawa renyah.
"Cuitt? Cuit," dua ekor burung berwarna biru tua ikut menyahut. "Benar baik-baik saja? Kulihat wajahmu kusut."
"Aku baik-baik saja, hanya... Teringat Ayah dan Ibuku."
"BOBOIBOY!"
Ah, panggilan lagi. Ada perintah yang menunggunya.
"Semoga mereka tidak memberatkanmu, Nona," ujar teman-teman sang gadis menunjukkan raut khawatir.
"Jangan khawatir, aku akan segera kembali, kok. Tenang saja."
Boboiboy berlari meninggalkan loteng—kamarnya—menuju lantai satu, teriakan melengking yang berasal dari dua saudaranya mengarah pada ruang tengah. Maka, gadis inipun pergi kesana.
Awalnya ia menatap bingung, namun kemudian dia tersenyum miris. Ia berbuat kesalahan, dan ia juga sudah menyiapkan mental.
"Kamu tuh, bisa kerja nggak, sih?! Lihat bajuku jadi gosong kayak gini! Kalo mau nyetrika jangan di tinggal-tinggal!" teriak saudaranya Ying, gadis serba merah muda, Yaya.
"M-maaf Nona, maafkan saya," ciut Boboiboy.
"Memangnya masalah bisa selesai dengan kata 'maaf' saja?! Lalu bajuku ini bagaimana?! Aku 'kan mau memakainya untuk kencan dengan pria kaya dan tampan!" ujarnya lagi membentak.
Ying menatap Boboiboy sengit, "dasar tidak berguna. Sudah baik kami beri makan dan tempat tinggal. Kenapa melunjak?!"
"Ma-maaf saya akan memperbaikinya, Nona. Kumohon maafkan aku."
"Hei! Ini mahal! Kain sutra impor! Memangnya kamu bisa menggantinya?!" timpal Yaya terlihat sangat marah.
Sementara si Tuan Besar hanya duduk santai di sofa dengan wajah datar, amethys nya menatap gadis serba oranye ini tajam.
"Harusnya kau ikut mati saja dengan kedua orang tuamu! Tidak perlu hidup lagi! Kau tidak berguna, sama tidak bergunanya seperti kedua orang tuamu!" ujar Ying terdengar berlebihan yang diangguki Yaya.
DEG!
Boboiboy menggigit bibir bawahnya, jika mereka akan menghinanya hina saja ia, tak perlu membawa kedua orang tuanya yang sudah tiada.
"Ayahnya sakit keras, 'kan? Seharusnya penyakit itu menular pada anak ini!" tunjuk Ying pada Boboiboy. "Dia mati saja dengan dosa bersama Ayah misterius itu!"
"Benar! Ibunya juga kecelakaan di kapal pesiar, 'kan? Kenapa dia tidak ikut saja, sih?! Biar dia ikut mati dengan dosa bersama Ibunya," kompor Yaya mengikuti kata-kata Ying tadi.
"Hahaha, Ayah dan Ibunya 'kan pendosa? Apa dia anak haram?" ucap Yaya menatap Boboiboy.
DEG
Debarannya menguat, mungkin sudah cukup. Ia akan melawan.
"CUKUP! Kalian boleh hina aku! Tapi jangan Ayah dan Ibuku! Dan satu lagi, aku bukan anak haram! Kumohon hentikan."
Mata gadis itu mulau berkaca-kaca namun tidak menangis, "biarkan Ayah dan Ibuku bahagia di surga."
"Heh, apa peduli kami?"
"Sudahlah. Biarkan dia dihukum saja dengan sangat berat. Tidak usah diberi makan, mungkin," suara berat dari Tuan Besar akhirnya keluar.
"Ayah! Itu nggak berat-berat amat! Gimana kalau kita menyuruhnya menari di sepatu besi? Tapi, yang sangat panas. Atau sepatu yang didalamnya ada besi runcing," ujar Yaya memberi ide mengerikan.
"Tidak, jika seperti itu hukumannya. Gadis ini bisa mati. Lalu, bagaimana nasib kita? Apa kau yang akan bekerja di rumah, Yaya?"
"Tidak juga, aku 'sih ogah."
"Aku juga, jadi biarkan dia hidup saja, deh," Ying mengibaskan tangannya.
"Sudah? LALU BAGAIMANA BAJUKU INI?"
Tuan Besar mendecih, "berlebihan sekali. Kita bisa membelinya lagi." Yaya mengangguk, membenarkan.
"Suruh gadis kotor ini yang membelinya," ucapnya lagi. "Di kota sebelah, dengan berjalan kaki."
Boboiboy terkesiap, namun hanya bisa tersenyum sendu. Inilah hukumannya.
Tiba-tiba bel rumah berbunyi, seolah menyelamatkan gadis itu sementara. Dengan sigap, Boboiboy berjalan ke arah pintu utama. Membukanya. Di hadapannya ada seorang pria tinggi dan tampan masih menunggangi kuda, memberikan sebuah benda.
"Ini kartu undangan dari Raja dan Pangeran Fang. Raja dan Pangeran mengundang semua gadis di kota ini untuk datang ke pesta dansa yang berada di istana. Raja berencana untuk menemukan jodoh bagi Pangeran Fang," jelasnya. Boboiboy tersenyum, melambaikan tangan.
Boboiboy menutup pintu utama, saat berbalik dua saudara tirinya sudah mengambil undangan berupa kartu berwarna emas.
"Pangeran Fang?! Yang benar saja?! Semoga aku yang menjadi permaisuri nya!" teriak Ying. "Hei, aku saja yang jadi permaisurinya! Kau dirumah saja," Yaya ikut beradu argumen.
"Ayah! Aku mau diberikan gaun paling indah dan paling baik disini. Riasan ku harus pas dengan wajahku, Ayah!" teriak Ying. "AKU JUGA!"
Rumah sedikit heboh, Boboiboy memegang siku kirinya. "Anu, apakah aku bisa ikut?"
Yaya dan Ying sontak menoleh, menatap Boboiboy. Kemudian tertawa keras.
"Kau? Akan ikut? Hahahaha, gaun saja tidak punya. Lagi pula acaranya malam ini."
"Kau tidak boleh ikut, aku hanya akan membawa dua putriku. Kau dirumah saja!" ucap Tuan Besar sedikit membentak.
"Tapi, Tuan Besar Kaizo. Bukankah semua gadis di kota ini diundang, lantas kenapa aku tidak?"
Kaizo menyeringai, "kau hanya pembantu kecil, kotor, kau tidak pantas berada di istana putih-emas itu."
"T-tapi aku..."
"SUDAH! Kubilang kau tidak boleh ikut!"
Boboiboy menunduk, "b-baik Tuan."
Pukul 07:00 malam akhirnya tiba. Ayah dan saudara tiri si gadis serba oranye itu sudah pergi ke istana dengan kereta kuda. Tentu saja gadis ini iri, setidaknya jika ia kotor dan kusut, ia bisa membersihkan diri dan berdandan. Mengubah diri menjadi seorang Putri.
"Ah, andai saja. Aku bisa ikut pergi," keluhnya. Kini ia berada di taman belakang rumah, duduk sendirian dengan memakai sweater tipis. Memeluk tubuhnya sendiri.
Cahaya terang bersinar sepuluh meter dari tempat gadis ini duduk, tepatnya tiga cahaya bersinar mendatangi dirinya. Boboiboy menutup mata erat saking silaunya. Tiga cahaya itu redup, tiga sosok mungil berkilauan dengan sayap mini di punggung dan tongkat putih di tangan berada di hadapan Boboiboy dengan ekspresi wajah berbeda-beda.
Boboiboy terlonjak, hampir saja jatuh dari kursi dan hampir saja berteriak.
"Tenanglah~, perkenalkan aku Taufan. Tidak usah histeris begitu. Kami tahu kamu tampan," ucap salah satu dari tiga sosok mungil itu dengan pakaian dominan putih-biru yang selalu menyengir lebar, mengibaskan tangan.
"S-siapa kalian?!" teriak Boboiboy cemas dan takut.
"Tenanglah, kami mendapat perintah untuk menghampiri dirimu, Boboiboy," kini sosok mungil serba hitam-kuning yang menyahut dengan senyum super manisnya.
"P-perintah siapa?!"
"Ck, tidak usah berteriak. Teriakan gadis sangat membahana, aku bisa tuli," kini sosok berpakaian dominan hitam-merah berujar dengan wajah datar. "Kami Peri Dimensi, mendapat perintah untuk membuatmu bahagia, kau mau pergi ke pesta dansa itu, 'kan? Maka, kami akan menolongmu."
Peri dengan senyuman super manis menatap Boboiboy dengan kagum, "kau cantik sekali. Ah, maaf lancang sekali, kami bahkan belum memperkenalkan diri. Peri dengan wajah jutek itu Halilintar." Peri ini menunjuk Peri yang berwajah datar.
"Dia Taufan," menunjuk peri yang selalu menyengir lebar. "Dan aku Gempa. Salam kenal." ucapnya menunjuk diri sendiri.
Boboiboy tergagap, "a-ah a-aku Boboiboy."
"Kami sudah tahu, itulah sebabnya kami diutus untuk menemuimu."
"Bajumu kotor dan kusut, aku mau merubahnya jadi gaun indah. Apa kau keberatan?" tanya Taufan dengan nada ceria.
"Ga-gaun indah? Ah tidak, jangan. Aku tidak akan pantas memakainya," Boboiboy menggeleng.
Taufan terlihat cemberut, "hei, tapi siapa peduli."
Sring.
Ayunan tongkat putih Taufan menyebabkan cahaya bersinar pada gaun putih kotor, kusut milik Boboiboy.
Gaun yang asalnya kusut dan kotor itu kini sudah berubah menjadi gaun oranye yang megah sekali. Pernak-pernik gaun membuatnya terlihat berkilauan. Rambut pendek Boboiboy kini sudah tergelung rapi entah kenapa.
"H-hei, a-apa ini?" Boboiboy menatap Taufan meminta penjelasan.
"Tenang saja, gadisku. Kau akan segera berada di dalam istana itu."
"B-bukan itu maksudku. Kenapa..."
"Kau cerewet sekali, sih. Bukannya kau mau menghadiri pesta dansa itu? Lalu kenapa sekarang banyak tanya?" sewot Halilintar.
Boboiboy menatap Halilintar dengan cemberut, "hei, aku bahkan tidak tahu kalian ada selama ini. Sang Peri, aku hanya bisa membayangkannya saja. Tapi, sekarang terasa nyata. Dan juga... Aku tidak tahu apakah kalian baik atau tidak."
Halilintar menatap Boboiboy, "jadi kau kira kami jahat begitu?! Aku sih malas menjalankan tugas, tapi ini juga terpaksa. Aku malas bertemu dengan manusia. Mereka cerewet."
"Ah, sudahlah. Kenapa kalian jadi berdebat seperti ini. Tujuan kami kesini hanya untuk membantumu menghadiri pesta dansa. Kau tenang saja," Gempa menengahi.
"Dan, apa kau punya labu besar atau buah yang besar?" lanjutnya.
"Untuk apa?" nampaknya gadis ini bisa mengontrol ketakutannya.
Halilintar berdecak, "bisakah kau tidak bertanya terus-terusan? Tunjukan saja jalannya dan ikuti setiap arahan kami."
"Haduh, Halilintar serius sekali, aku saja tidak~," kata Taufan masih dengan nada ceria.
"L-lewat sini, ayo."
Gaun oranyenya ia angkat sedikit, karena memang terlalu panjang. Dulu saja, ia hanya bisa membayangkan tapi sekarang tak perlu berhalusinasi lagi.
Mereka sampai di kebun milik Tuan Besarnya. Ada sebuah semangka paling besar, tapi itu 'kan untuk menghadiri acara kontes minggu depan, bisa-bisa ia dimarahi. Pandangannya beralih, ada juga sebuah labu super besar tersembunyi, ia sendiri yang merawatnya. Mungkin tak apalah.
"Itu," tunjuknya.
Gempa tersenyum, mengayunkan tongkat ajaibnya.
Sring.
Dengan ajaib labu super besar itu berubah menjadi sebuah kereta kuda ala bangsawan. Sangat megah, hingga gadis ini terpana.
"Ah, kenapa kalian berbuat seperti ini? Aku bisa saja tidak perlu datang."
"Tidaklah~. Kau harus datang kesana, ikut menikmati pesta dansa, dan mempunyai stok untuk berdansa dengan Pangeran," ucap Taufan kelewat ceria.
"Stok? Kau kira barang?" sewot Halilintar, sepertinya mood si Peri serba hitam-merah itu buruk.
"E-eh, tentu saja tidak."
"Sudah jangan berdebat lagi! Kita membutuhkan kuda dan kusir," kata Gempa menengahi kemudian menatap sekeliling. Pandangannya terhenti pada emapt ekor tikus dan dua ekor burung temannya Boboiboy yang sedang menatap khawatir.
"Hei, itu temanmu 'kan? Apa tidak apa, aku... "
"Cepatlah, waktunya tidak banyak," peringat Halilintar.
"B-baik." Sring, dan lagi ayunan tongkat ajaib milik Gempa merubah empat ekor tikus menjadi empat empat ekor kuda putih yang gagah, dua ekor burung berubah menjadi kusir.
Beginilah, semuanya indah. Boboiboy tak bisa membayangkan bahwa ia terpilih untuk bisa bertemu dengan para Peri.
"Sekarang pergilah~, selamat berbahagia. Tenang saja saudara dan Ayahmu, tak akan mengetahui jika ini adalah dirimu."
Boboiboy mengangguk senang, bibirnya menipis mengulas senyuman manis tanda terima kasih. "Terima Kasih, sungguh. Aku sangat berterima kasih," katanya yang hanya diangguki Taufan dan Gempa.
Boboiboy akan naik sebelum suara dingin dari Halilintar terdengar, "tunggu."
Boboiboy berbalik, "k-kenapa? Apa ada yang salah?"
Halilintar menunjuk kebawah, tepat ke kakinya. "Kenapa dengan kakiku?"
"Kau... Mau ke pesta dansa dengan sepatu seperti itu? Jika aku jadi kau sih, aku nggak mau."
"Ini sepatu milik Ibuku, apa terlihat buruk?"
Halilintar tak menjawab, malah mengerutkan kening seperti sedang berpikir. "Apa Ibumu keberatan aku mengubahnya?"
Sebelum gadis itu menjawab, ayunan tongkat Halilintar mengayun sambil merapalkan mantra. Cahaya kini lebih terang, kemudian sepatu lusuh itu kini berganti menjadi sepatu yang nampaknya bercahaya dengan kilauan. Sepatu Kaca!
"H-hei? Apakah ini kaca? Bagaimana jika pecah?"
Halilintar menarik satu sudut bibirnya. "Jadi kau meragukan aku? Begitu..."
"Ah, tidak. Tentu saja."
"Sekarang cepat pergilah," ujar semua peri bersamaan.
"Terima kasih banyak, Tuan Peri. Sungguh terima kasih."
"Aduh~, jadi terharu..."
Boboiboy menaiki kereta kudanya, di dalamnya ternyata lebih megah. "Tunggu!" ucap Gempa.
"Kenapa?"
"Kau... ah, maksudnya. Sihir itu tak bisa bertahan lama. Paling lama sampai pukul dua belas malam, dan semua akan kembali menjadi seperti semula. Pulanglah sebelum jam dua belas malam tiba, maaf tak bisa menjadikan sihir ini lebih lama."
"K-kenapa minta maaf? Justru aku berterima kasih. Aku akan mengingat peringatanmu. Terima kasih banyak, Tuan Peri," ia mengulas senyum manis.
Kereta kuda berjalan dengan sangat cepat. Senyuman manis tersungging di bibirnya.
Beberapa saat kemudian, kereta kuda berhenti di sebuah istana megah berwarna putih dengan aksen emas. Boboiboy menatap kagum, yang biasanya hanya bisa ia lihat dari loteng kamarnya kini ia bisa menatapnya langsung.
Boboiboy melangkahkan kaki dengan balutan sepatu kaca, menaiki belasan anak tangga dengan hati-hati. Dan diatas ia sudah disambut baik oleh prajurit istana yang nampaknya terpana.
Boboiboy berjalan lurus, dan mendapati lautan manusia—kebanyakan perempuan—dengan busana indah yang berbeda-beda dari kerajaan lain maupun rakyat biasa.
"Sudah ada yang menarik perhatianmu, Pangeran?" tanya sang Raja kepada putranya.
Rambut berwarna ungu, manik tajam amethys, pakaian bangsawan yang membuatnya menjadi semakin tampan. Dan membuat para gadis tanpa jelas jerit-jerit di bawah sana.
Pangeran mendecih, "tidak ada sama sekali."
"Hei, Pangeran Fang. Apakah gadis itu bisa menarik perhatianmu?" tanya salah seorang dayang menunjuk satu gadis belia dari kerajaan sebelah.
"Terlihat biasa saja," ucap Fang datar.
Entah kenapa semua para undangan menoleh ke arah tangga. Disana nampaklah seorang gadis, berbusana oranye tengah turun dari tangga. Otomatis Fang ikut menatapnya, dan binar matanya telah menunjukan bahwa ia tertarik dengan gadis itu.
"Aku ke bawah dulu."
Sang Raja hanya menggelengkan kepala, "dasar anak muda."
Fang berlari, menghalau kerumunan. Dan kini sudah berada di hadapan si gadis dengan gaun oranye.
"Mau berdansa denganku?"
Gadis itu nampak gembira, ia mengangguk. Menerima uluran tangan dari Pangeran.
Dansa telah dimulai, gadis yang diajak oleh Pangeran—Boboiboy—merasa bahagia karena kebagian berdansa dengan Pangeran.
"Ugh Ying, siapa sih gadis itu?! Dia 'kan baru saja datang, berbeda dengan kita yang sudah datang dari tadi," kata Yaya ketus.
Ying memutar mata, "mana kutahu."
"Tapi aku seperti sudah pernah melihatnya," ujar Kaizo.
"Ha? Siapa Ayah? Dari kerajaan mana?"
"Aku juga tidak pasti, wajahnya seperti tidak asing bagiku."
Baiklah, Yaya dan Ying hanya bisa menatap iri gadis yang berdansa dengan Pangeran Fang.
Mereka berdansa, lama sekali... Hingga sang Pangeran memutuskan untuk membawa gadis di hadapannya ke sebuah taman rahasia.
"Tempat ini... Tidak ada yang mengetahuinya lagi, kau orang pertama yang mengetahuinya. Jadi..." Fang berlutut. "Maukah menikahiku?"
Boboiboy membulatkan matanya, dan matanya sedikit berkaca-kaca.
Boboiboy menyuruh Pangeran berdiri, "hei asal kau tahu Pangeran. Aku bukanlah gadis cantik seperti sekarang, aku juga bukan dari kerajaan manapun, aku hanyalah seorang pembantu. Apakah kau masih mau menerima diriku?"
"Tentu saja!" Fang menjawab cepat. "Nyatanya aku telah jatuh hati padamu saat pertama kali melihatmu."
"Jadi, maukah menikahiku?"
Boboiboy menggigit bibirnya, merasa senang dan terharu juga. "Ak..."
Ucapan gadis itu terpotong, sebuah bunyi dentangan jam raksasa di atas istana ini berbunyi. Boboiboy segera menatap jam kecil yang menggantung. Pukul dua belas malam!
Boboiboy tampak cemas, "maafkan aku Pangeran. Tapi, aku harus segera pergi."
Tepat setelahnya, Boboiboy berlari cepat sebelum sihirnya hilang. Fang jelas terkejut dan segera mengerjarnya.
"Hei, kau mau kemana?!"
"Prajurit! Cepat halangi gadis itu. Jangan sampai kabur dan jangan lukai dia." katanya lagi.
Boboiboy cemas, cahaya yang menyinarinya perlahan pudar. Dan di belasan anak tangga, sepatu kacanya tertinggal. Mau mengambilnya tapi takut tertangkap, jadi ia meninggalkannya saja.
Pak Kusir di kereta kuda segera membuka pintu, kereta berjalan sampai tak terlihat lagi.
Fang menatap kereta kuda yang menjauh dengan pasrah, namun tatapannya teralihkan pada sepatu kaca yang tergeletak di atas anak tangga. Ia mengambilnya, merasa masih punya harapan untuk mendapat jawaban dari pertanyaan nya tadi.
Besok paginya, Raja mengumumkan bahwa mereka akan mendatangi setiap rumah yang didalamnya terdapat para gadis. Mencocokkan sepatu kaca itu di kaki mereka. Perjalanan sudah semakin jauh dan selama itu pula belum ada yang mencocoki sepatu ini.
"Kau dengar, Ying? Raja akan mendatangi rumah ini. Cepat berdandan yang rapi. Siapa tahu sepatu itu cocok di kaki kita, 'kan?"
Ying mengangguk, "benar itu, Yaya. Aku harus tampil cantik di hadapan Raja dan Pangeran."
"Baguslah, cepat berdandan." ujar Kaizo du tengah-tengah putrinya.
"Dan Ayah jangan lupa kurung si gadis sialan itu, jangan sampai dia mempunyai kesempatan untuk mencoba sepatu kaca itu." kata Ying.
"Sudah beres, tentu saja."
Bel rumah berbunyi, "hei cepat mereka sudah datang."
Kaizo dengan cepat mendatangi pintu utama, menbukanya kemudian tersenyum manis menyuruh semua yang datang untuk masuk. Di sofa ruang tamu, duduklah dua gadis itu. Masing-masing mencoba namun sayang, sepatu itu tidak cocok di kaki mereka.
Sementara itu...
"Hei, mereka sudah tiba. Pasti Yaya dan Ying sudah mencoba sepatu itu," kata gadis itu, Boboiboy pada enam hewan yang menjadi temannya. Memegang sebelah kiri sepatu kaca.
"Anehnya, hanya sepatu kaca ini yang tidak kehilangan sihir. Apa Halilintar begitu kuat, ya?"
"Ciitt, citt! " cicit para tikus. "Mungkin mempunyai sihir abadi!"
"Bisa jadi," Boboiboy mulai bernyanyi riang, suaranya sangat merdu. Memutuskan berdiam disini tanpa mencoba sepatu kaca miliknya. Karena pintu kamar lotengnya sudah terkunci, dikunci oleh Kaizo.
Para burung dan tikus yang mendengar Boboiboy bernyanyi, membuka jendela dengan bekerja sama.
"Apa kau tidak mempunyai gadis lain, disini?" tanya salah satu prajurit. Kaizo jelas sekali menggeleng.
"Tentu saja tidak, mereka berdua lah putriku, tidak ada yang lain lagi."
Prajurit itu memicingkan matanya, "kau yakin?"
"Tentu saja, aku sangat yakin, Prajurit Gopal."
Gopal mengangguk, "baiklah. Terima kasih atas waktunya." ucapnya kemudian keluar dari rumah itu.
"Bagaimana?" tanya Fang di dalam kereta kuda. Gopal menggeleng, sebelum menangkap nyanyian merdu yang sedikit samar.
"Sstt, sstt." ujar Gopal menyuruh mereka tak berisik untuk sementara.
"Kalian dengar suara itu? Berasal dari lantai paling atas," Gopal menengadah, menangkap sosok gadis cantik dibalik jendela. "Hei, bukankah itu seorang gadis," tunjuk Gopal.
"Benar," kata Pangeran Fang. "Aku akan ikut pergi ke atas, aku memiliki firasat."
Gopal kembali mengetuk pintu, yang langsung dibuka dan dihalau tatapan heran.
"Ada apa, permisi?" kata Kaizo yang memang orang yang membuka pintu.
"Aku ingin kau mengantar kami ke lantai paling atas!" itu kata Fang. Kaizo mengernyit.
"T-tapi itu hanyalah gudang tidak terpakai."
"Jangan berani membantah, jika kau tidak mau tinggal didalam jeruji besi." kata Gopal.
"Kubilang tidak ada siapa-siapa!"
"Cepat tunjukkan jalannya!"
Mereka berjalan ke lantai paling atas, menaiki tangga. Kaizo membuka kunci, saat pintu terbuka. Sontak gadis itu langsung menoleh, iris amethys tajam itu menyorot lembut terhadap dirinya.
"A-ah ada apa ini?" Boboiboy berdiri.
"Apakah kau gadis yang kemarin?" tanya Fang. "Aku sangat ingat."
Boboiboy menggigit bibir bawahnya, inginnya menjawab 'iya'.
"Tanpa basa-basi lagi," Gopal menghampiri Boboiboy, menyuruhnya duduk kembali untuk mencoba sepatu kaca ini.
Kaizo memutar mata, kemudian kecelakaam tak terduga terjadi. Gopal terjatuh karena kaki Kaizo. Di hadapannya sepatu kaca terpecah, Gopal memelotot pada Kaizo. Fang ikut memelotot.
Boboiboy tersenyum, malah ia yang menghampiri Gopal. Dipegangnya bahu sang prajurit, dan diberikannya sebelah sepatu yang masih tersisa.
Gopal menatap gadis di hadapannya kemudian beralih ke sepatu kaca gadis ini, begitu seterusnya. Gopal menerimanya, menyuruh Boboiboy duduk. Tanpa memulihkan sepatu yang sudah pecah punpun, mereka sudah tahu bahwa gadis inilah yang dimaksud.
Setelah sepatu sebelah kiri terpasang manis di kaki kirinya, cahaya menyilaukan memenuhi ruangan ini. Dan setelah redup, gaun oranye yang kemarin malam membalut tubuhnya kini sudah terpasang manis di badannya plus senyuman manis.
Yaya dan Ying yang berada di ambang pintu karena penasaran dengan apa yang terjadi, ternganga lebar. Ternyata dia yang berada di pesta kemarin, dan berkesempatan untuk menghabiskan malam bersama Pangeran.
Fang terkesiap, tanpa permisi memeluk gadis ini dengan erat. Sementara ia tak keberatan sama sekali, setelahnya Fang menarik tangan Boboiboy.
"E-eh, mau kemana?" tanyanya.
Fang menoleh, "ayok ke KUA!" katanya dengan semangat.
"Ha?"
Gopal berdeham, "tunggu dulu sebentar, Fang. Aku 'kan kawan baik kau sejak lama, jadi..."
Fang mengerutkan kening, "jadi...?"
"JADI JANGAN LUPA ADAIN BANYAK MAKANAN!"
Fang sweatdrop, 'untung teman'.
"Dan tumben Gopal, dari tadi kau berkata bijak sekali."
Gopal menangis di pojokan, "bijak salah, seperti biasanya salah. Apalah aku ini, yang hanyalah butiran debu," kata Gopal mendramatis.
Yaa. Seperti dongeng dengan ending bahagia lainnya, kisah ini berakhir dengan bahagia juga. Fang dan Boboiboy memutuskan untuk menikah, membentuk keluarga, dan hidup bahagia.
Pesan yang kubawa di kisah ku ini hanyalah parodi, memiliki pesan yang sama dengan kisah yang asli. Begitulah, mereka hidup bahagia selamanya.
Fin
.
.
.
*
Huwaa, akhirnya jadi juga. Sebenernya aku tuh nggak mau bikin genderbender, tapi diakibatkan minim(?)nya karakter, aku bikin genderbender aja deh. Ya, semoga suka aja, sih. Nggak nyuruh para readers buat suka sepenuhnya.
Yaa, ini juga buat ngeramein event nya Kak Hime, maaf kalo gini banget deh ya. T_T Rasanya cerita ini kaku banget gitu, datar, nggak ada twist istimewa, cuma endingnya doang yang melenceng.
Dan maaf juga yak Kak Hime, kalo nggak sesuai dengan ketentuan. Otakku berhenti pas baca ketentuan yang tertera, tapi maksa juga buat bikin ngevent /sujud minta maaf.
Ini juga kisahnya hampir sama aja kayak kisah Cinderella yang asli, cuman melenceng dikit aja gitu. *Dikit dari mananya, cuk?! By the way, ini fanfic pertamaku. Kuharap yang baca ini suka T_T
Review please.
Salam sayang, 20 Mei 2019.
Aprilili.
Maaf juga alurnya kecepetan T_T
