Yoo minna, ini adalah fanfic pertama di fandom Vocaloid. Gaje? Abal? Nggak menarik? Ih waw~
Sebetulnya, saya juga author baru. Jadi, mohon bantuannya (_ _)
Diclaimer : Vocaloid Yamaha Corp. Dsb (?)
Author : PinKuriiSonia a.k.a PinKurii
Warning : Typo, gaje, terlalu lebay(?)
Silahkan dinikmati, mungkin akan berlanjut sampai puluhan cerita(?) Nggak ah, mungkin Cuma beberapa. Don't Like? Don't Read! Warning lagi, panjang! 2000 words lebih =w=
CHAPTER 1 = Tetangga Baru
NORMAL POV
"YOO-HAI LUKAA~" seru seorang gadis berambut tosca menghampiri seorang gadis berambut pink yang sedang keluar dari rumahnya.
"YOO-HAI JUGA MIKU~" sahutnya dengan senyum manis.
Gadis berambut tosca itu bernama Miku Hatsune, sedangkan gadis berambut pink itu bernama Luka Megurine. Mereka berteman dari SD, dan rumah mereka dekat, walau hanya berjarak 1 rumah saja. Setiap pagi, mereka selalu memberi skinship dan sapaan aneh.
Walau begitu, mereka sama-sama populer. Karena kecantikan dan keanggunannya, Luka Megurine dijuluki "Putri Anggun" disekolah SMA Tounan. Sedangkan Miku, karena keberanian dan kekuatan fisiknya yang kuat, Miku dijuluki "Pangeran Teal", walaupun kesan itu seperti menusuk nusuk dada-nya(?).
"Ohayou Putri! Ohayou Pangeran Teal~!" sapa murid-murid sekolah begitu melihat Miku dan Luka masuk ke sekolah secara bersamaan. Yah, Miku dan Luka hanya bisa tersenyum membalas sapaan mereka. Sayangnya, mereka beda kesan(?).
Ketika Luka tersenyum... "Kyaa~! Putri manis sekali!"
Ketika Miku tersenyum... "Kyaa~! Pangeran Teal keren!"
"Harus kuakui...sebenarnya aku sudah jengkel dengan keadaan ini..." batin Miku dengan menahan rasa kekesalannya.
"Kenapa, Miku?" tanya Luka. Miku hanya tersenyum kecil. "Tidak. Tidak apa apa."
Disamping itu, rekor sekolah juga mencatat(?), bahwa Luka adalah gadis yang mendapat pernyataan cinta paling banyak! Sedangkan Miku? Namanya juga Pangeran Teal... Nggak bisa dilihat sebagai cewek, padahal cewek...Nasib,nasib.(?)
Ketika sampai di loker-loker sepatu, saat Luka membuka loker-nya, tiba tiba ia tertimbun kertas kertas yang padahal hanya 16 surat!(?) Miku yang disebelahnya hanya memasang tampang kayak gini ʘдʘ. Luka-pun memandang Miku dengan tatapan memelas. Apabolehbuat(?), Miku membantu Luka membereskan surat surat itu.
Ketika berjalan di koridor dan hendak masuk ke kelas, semua yang dilewati maupun melewati Miku dan Luka memasang wajah blushing... Terutama cowok, mereka memandang Luka terus!
"Kayaknya...ada rasa enak dan nggak enak deh kalau jadi Luka..." batin Miku saat melihat pemandangan tadi.
~~…~~
"Miku, kenapa harus aku sih?" keluh Luka saat makan siang bersama dengan Miku di atap.
"Hm? Nyam nyam nyam nyaum nyim nyam nyam nyam? (Apa yang kau bicarakan?)" sahut Miku sembari mengunyah isi bekalnya.
"Yah... Kenapa harus aku terus sih? Kenapa para cowok nembak aku terus? Kenapa aku harus dipanggil putri? Padahal aku juga nggak manis, nggak bisa masak, nggak bisa olahraga. Cuma memperlihatkan senyum-ku, mereka langsung berkesan begitu. Ah, aku iri padamu, Miku!" curhat Luka dengan menggenggam garpu dengan erat.
"Jadi aku juga nggak enak lho, Luka... Tiap hari harus membantu klub olahraga. Alasannya ada yang bilang buat aku jadi contoh lah guru lah apa lah ini lah itu lah, pokoknya gitu. Ngurusin klub atletik aja aku harus sampe keringetan gini. Harusnya kamu beruntung ditembak cowok terus, daripada aku, SAMA SEKALI NGGAK." Curhat Miku balik sambil memegang garpu dengan lemas.
"Hm.. Tapi nggak apa apa. Asal kita bisa mengerti perasaan dan mengerti keadaan seperti ini, aku beruntung punya sahabat sepertimu!" ujar Luka sambil memeluk Miku dengan erat. Miku membalas pelukan sahabatnya.
Seusai makan siang, mereka balik ke kelas, dan mereka memang sekelas, walaupun nggak sebangku. Di bangku SMA ini, satu bangku dua kursi. Luka bersebelahan dengan IA, sedangkan Miku nggak ada sebelahnya, karena teman sebelahnya sudah pindah.
"Pangeran Teal!" panggil seorang lelaki dengan tergesa gesa menghampiri Miku. "Ada apa?" sahut Miku dengan heran.
"Bisakah kau mengatur cowok-cowok kelas 3 di sana? Mereka membuat keributan!" serunya dengan panik. Tiba-tiba, pandangan Miku berubah menjadi keren(?), aliasnya dia berpandangan datar.
"Aku akan ke sana, tunjukkan tempatnya." Miku langsung berjalan mendahului lelaki itu. Luka yang melihatnya hanya menghela nafas. Tentu saja, Miku kan seorang Petugas Kedisiplinan.
"Ada apa ini? Kenapa kalian ribut, senpai?" ujar Miku yang mengheningkan suasana. Para cowok kelas 3 langsung mendatangi Miku dengan pandangan jahat(?), tapi Miku tak gentar menghadapinya.
"Oh... Kau murid kelas 1, kan? Jangan sok pahlawan deh! Semua cewek itu lemah, tau!" bentak salah seorang cowok dengan tatapan tajam. Miku terdiam sejenak, tiba-tiba, ia tersenyum dengan aura hitam.
"Aku tau, aku memang sok jadi pahlawan. Namanya juga petugas kedisiplinan, senpai. Tapi, tindakan kalian sungguh keterlaluan! Bagaimana jika guru-guru dan kepala sekolah tau? Kalian pasti akan mendapat peringatan! ! Atau, yang biasa diberi peringatan, PASTI BISA DI KELUARKAN DARI SEKOLAH!"
Mendengar bentakan balik Miku, para senior kelas 3 terdiam. Salah seorang dari mereka langsung menggenggam dasi seifuku Miku, dan menariknya.
"Hah, jangan mentang mentang kau petugas kedisiplinan dan murid rajin, KAU BISA MENGATUR KAMI!"
Dan sebuah tonjokkan melayang di pipi Miku. Para siswa yang melihatnya langsung kaget. Miku langsung mengusap usap pipi-nya, dan kali ini kesabarannya habis.
"Kalian...benar-benar mau kuhajar...ya?" gumam Miku dengan tatapan evil dan darah di sekitar bibirnya. Para senior tercengang. Dengan sekejap, para cowok kelas 3 ini langsung babak belur begitu dihajar Miku.
"Hei, tolong bantu aku untuk membawa mereka ke Ruang Kesehatan." Ujar Miku sambil menyeka keringat-nya. Para siswa disekitar langsung menurut, dan membawa cowok-cowok itu ke Ruang Kesehatan.
"Miku..." panggil Luka dari belakang.
"Ah, Luka." Miku menengok dan mendekati Luka. Luka langsung tercengang dan panik melihat luka di pipi Miku.
"K-Ke-Kau kenapa?"
Miku hanya tersenyum kecil melihatnya. "Tidak apa-apa, Luka. Ini hanya luka kecil kok."
"Tap−"
TENG TENG TENG
Bel masuk berbunyi, para siswa langsung masuk ke kelas mereka masing masing, termasuk Miku dan Luka.
-Di Kelas
"HWAAA HATSUNE-SAN? PIPIMU KENAPA?" teriak guru ketika melihat luka Miku.
"Haha, ini... Habis melawan pemberontakan siswa kelas 3 tadi, bu." Jawab Miku dengan terkekeh.
"PEMBERONTAKAN ?" Kali ini, guru semakin mengerasnya teriakannya, dan kali ini Miku berhenti bersikap main-main.
"Tidak apa-apa kok, bu. Tadi, aku sedang bermain dengan anak kelas 3. Tiba tiba, aku tertabrak tembok. Lalu, aku terkena lemparan sepatu. Setelah itu, aku tersandung. Haha, aku memang payah, bu..." ujar Miku dengan tersenyum meyakinkan. Guru itupun percaya dengan kebohongan Miku!
"Huuf... Dasar kau, Hatsune-san. Membuat orang khawatir saja. Yasudah, khusus untukmu, lebih baik kau istirahat di Ruang Kesehatan saja. Berbicara dengan pipi begitu pasti terasa sakit, apalagi, pelajaran hari ini adalah membaca cerita." Pinta guru. Miku menggeleng, yang tandanya ia tidak mau ke Ruang Kesehatan.
"Tidak-tidak. Aku tetap akan mengikuti pelajaran." Ujar Miku menolak.
"Sudahlah! Demi kebaikanmu, lebih baik kau ke Ruang Kesehatan! Atau mau kupaksa ke sana?"
"Baik, baik. Aku akan ke Ruang Kesehatan sendirian." Miku akhirnya menurut. Ia berdiri dan keluar kelas lalu menuju Ruang Kesehatan.
Tiba-tiba, Miku berpapasan dengan Ketua Osis SMA Tounan, Lui Hibiki. Sekilas, ia nampak seperti perempuan. Namun, sebenarnya ia adalah laki-laki.
"Ah... Pangeran Teal, pipi-mu kenapa?" tanya Lui dengan tertawa kecil.
"Wahai Ketua Osis, kalau lihat orang terluka..." Miku menghentikan omongannya, lalu menendang sepatu Lui. "...JANGAN TERTAWA!"
"Aduh!" Lui-pun mengaduh. Tenaga yang dikeluarkan Miku hanya seperempat, namun, bagi lelaki seperti Lui, itu sama saja dengan menonjok pipi-nya.
"Rasakan itu, Ketua Osis Payah." Ejek Miku sambil menjulurkan lidahnya. Miku berbalik arah, lalu berjalan kembali. Lui yang menatap punggung Miku, sedikit merona...
"Gotcha, rupanya kalian masih disini." Ujar Miku saat mendapati isi di Ruang Kesehatan adalah anak-anak kelas 3 yang tadi ia hajar.
"M-Monster!" seru mereka bersamaan lalu menjauhi Miku dengan ketakutan.
"Si...SIAPA YANG MONSTER HAH?" teriak Miku dengan amarah yang membara, tangannya mengepal.
"Ah, bukankah kau Pangeran Teal?" ujar seseorang yang meredakan amarah Miku.
"Ah iya, kau petugas kesehatan, 'kan?"
"Yap. Ah! Mulutmu mengeluarkan darah! Pi-Pipimu membiru! Harus segera kuobati!" serunya dengan panik, lalu merawat Miku.
"Yosh, sudah." Ujar guru kesehatan sambil menghela nafasnya. Kini, pipi Miku sudah terbalut kapas yang sudah diperban. Bibir Miku juga sudah bersih dari darah.
"Anou, ada gerangan apa yang membuatmu babak belur begini?" tanya guru kesehatan itu, sambil menyuruh Miku duduk di kasur.
"Aku habis dihajar sama senpai senpai yang disana." Jawab Miku blak-blakan. Mata guru kesehatan itu membulat. Dia sepertinya sangat tidak percaya.
"Ba-Bagaimana bisa? Lalu, AH! Kata anak-anak kelas tiga itu, dia dihajar murid kelas 1. Apa kau murid kelas 1?" Miku mengangguk.
"Aku sudah menasehati mereka baik-baik, malah mereka memukulku. Apa boleh buat, aku menghajar mereka dengan hitungan tak lebih dari 10 detik." Ujar Miku dengan santai.
"Ah, sensei. Jangan bilang guru lain maupun kepala sekolah, ya? Aku takut kalau misalnya mereka dikeluarkan, mereka akan bilang kalau sekolah ini buruk. Dan tentu saja citra sekolah ini menjadi ikut buruk." Miku menambahkan.
"Waah Pangeran Teal, kau lebih cocok jadi Ketua OSIS loh!" puji guru kesehatan itu dengan tersenyum lebar.
"Haha, terima kasih."
Miku lalu berdiri, dan ia hendak menuju pintu keluar. "Mau ke mana, Pangeran Teal?" tanya guru kesehatan itu.
"Aku mau balik ke kelas. Oh ya, aku punya nama. Namaku Miku Hatsune."
Miku langsung pergi keluar Ruang Kesehatan, lalu menuju kelasnya. Miku-pun membuka pintu kelasnya dengan jenis pintu geser, dan berteriak dengan senang.
"Semuanya! Aku sudah kembali~!"
Semua orang dikelas itu terkejut. Mata mereka semua memandang Miku. "E-eh...? Ada apa, ya?"
"Sensei, lebih baik Pangeran Teal saja yang jadi pangerannya!" saran seorang murid.
"Iya sensei, pasti keren!" Lalu, murid yang lain saling mendukung.
"Tunggu-tunggu... Pangeran? Hah?" batin Miku kaget. "Ada apaan sih?" tanya Miku dengan penasaran.
"Bulan depan kan sekolah ini mengadakan festival. Kelas kita juga kebagian untuk pentas drama. Belum menentukan drama apa yang mau dimainkan, si Leon langsung main menunjukmu saja." Jelas guru. Miku membulatkan mulutnya.
"Tapi, kalau aku aku jadi pangerannya, kan aneh. Rambutku panjang, bagaimana cara menutupi-nya? Lebih baik jadi pohon, hehe..." ujar Miku dengan terkekeh, seluruh kelas mulai tertawa kecil.
"Soalnya, orang yang hampir dekat dengan sosok 'Pangeran' di kelas ini 'kan, cuma kamu, Miku!" seru Gumi dengan menunjuk Miku.
"Yah, mending jangan aku deh... Andai aja kelas ini kedatangan pangeran, aku malah senang kalau posisi-ku sebagai pangeran direbut olehnya..." ujar Miku yang berwajah seperti puitis(?).
Dan seisi kelas sudah meledakkan tawa-nya. Miku hanya tersenyum kecil melihat reaksi teman-temannya.
~~…~~
"Miku, pulang bareng yuk? Atau kamu lagi mau ke klub atletik?" ujar Luka saat Miku sedang berdiri untuk keluar dari kesal. Miku menunggingkan senyum-nya, lalu mengangguk pelan.
"Maaf ya, Luka,er... Bagaimana dengan klub memasak-mu? Apa kau sudah bisa memasak?" tanya Miku mengganti topik pembicaraan. Luka menunduk, lalu, jari telunjuknya bertumpu pada ibu jari, seolah olah membentuk huruf O.
"Tingkat kenaikannya sedikit..."
Miku mengelus elus rambut Luka. Luka lalu menengadah. Miku melebarkan senyumnya, dan berusaha menyemangati Luka. "Tenang saja Luka, aku yakin suatu saat nanti kau pasti bisa masak enak! Dan, aku berharap, orang yang pertama kali merasakan masakan enak-mu itu adalah aku!"
Luka membalas senyum Miku. Setelah selesai dengan obrolan, Miku langsung meninggalkan Luka sambil melambaikan tangannya tanpa menoleh ke Luka. Meskipun Miku tidak tau, tapi Luka tetap melambaikan tangannya untuk membalas lambaian itu.
"Lalala~ Do! Dorong-dorongan di pinggir sungai. Re! Rempong-rempongan di tengah sungai. Mi! Minum air di tengah sungai. Fa! Fastinya sangat segar sekali. Sol! Sol sepatu mulai mangap-mangap. La! Lantas aku pulang ke rumah. Si! Si ibu pake ngagetin. Do! Doraemon malah yang nongol."
"BHUAKAKAKAKA!" Terdengar tawa ramai setelah Miku menghentikan nyanyiannya.
Begitu ia masuk ke ruang klub Atletik, banyak lelaki yang nongkrong sambil memakai baju olahraga.
"Eh, Pangeran Teal muncul!"
Sikap para lelaki maupun perempuan membuat Miku terdiam membatu. Mereka semua berdiri dengan tangan menekuk seperti hormat. Lalu, karena tak berlangsung lama, mereka semua langsung duduk.
"Tadi kenapa ketawa?" tanya Miku pada salah seorang lelaki. Lelaki itu memusatkan perhatiannya ke Miku, dan menjawab pertanyaan Miku. "Katanya, Ketua OSIS kita, Hibiki, memukul mukul sepatunya di Ruang OSIS!"
"Heee? Lui?" Miku mencoba mencerna sepenggeal demi sepenggal jawaban yang lelaki itu keluarkan. Menurutnya, tak ada yang lucu.
"Setelah itu, wajahnya blushing! Saat aku bertanya ada apa, dia bilang..."
'Aku habis...dihajar cewek...'
Mendengar cerita lanjutan dari yang lain, Miku spontan tertawa terbahak bahak hingga berguling guling di ruangan itu. Jujur, menurutku, malah nggak ada yang lucu ._. (author berkata demikian(?))
Miku telah selesai dengan klub atletik-nya. Padahal, ia hanya berlari yang membutuhkan waktu setengah jam. Setelah itu, katanya ia boleh pulang, sedangkan yang lain masih di sana.
"Hm.. Main ke rumah Luka nggak, ya?" gumam Miku dalam hati. Namun, ia langsung menghentikan perjalanannya. Terdapat seorang lelaki yang berdiri menghadap lawan arah, aliasnya, Miku hanya memandang punggung-nya. Lelaki itu berdiri di depan rumah yang membuat jarak antara rumah Miku dan rumah Luka.
Sedikit demi sedikit, lelaki itu memutar badannya. Mata Miku terfokus untuk melihat wajahnya. Tampan...keren...
Senja yang saat itu menandakan bahwa hari hampir malam, membuat Miku mengalihkan perhatiannya ke samping.
"S-Siapa dia? Tetangga baru?"
Terdengar suara langkah sepatu(?) yang kian lama mendekati Miku. Miku mengalihkan perhatiannya ke depan, dan mendapati bahwa sosok lelaki yang tadi ia tatap begitu jauh kini menjadi dekat. Ternyata, tinggi lelaki lebih tinggi sedikit−kira kira 10 cm ada. Tangan besarnya berada di depan Miku, dan Miku menatap lelaki ini. Lelaki ini menunggingkan senyum kecil yang membuatnya tampak keren.
"Perkenalkan, namaku Kaito Shion. Tetangga baru." Ujarnya ramah.
-TBC-
Kepanjangan yah? Maaf deh….. Yah, walaupun masih beginner dan banyak tanda (?), mohon dimaklumi. Review please?
