DANGEROUS SHARE
.
hyoon©2015
.
Featuring EXO's members
.
13 tahun berlalu, Baekhyun belum bisa menerima semuanya/JLEB! "Andai pelakunya salah satu diantara kalian" ia menatap kosong sejumlah foto yang terlanjur koyak tertancap dart lemparannya/"kalau ini membuatmu sedih, hentikan dan yakinilah tak ada siapapun di balik kematian ayahmu!"/"Sepertinya aku telah salah membunuh orang"/"h-hentikan.. JANGAN MENATAPKU SEOLAH-OLAH TAK TERJADI APAPUN,"/"Kami semua menunggumu Sehun-ah.."/
.
Luhanxall (muahahah ._.)
.
Already warn u before,
danger wihomhae!
.
.
.
.
CHAPTER 1. Throw Back
JLEB!
sekali lagi, dart lemparan laki-laki berparas mungil itu tertancap tepat pada sasaran. Ditatapnya kosong sejumlah foto yang bertempelan di ruangan gelap itu. Melalui pantulan cahaya rembulan yang merambat dari jendela, dapat dilihat beberapa di antaranya hampir terkoyak habis menebak banyaknya lemparan-lemparan sebelum ini.
"Andai pelakunya salah satu diantara kalian..."
.
.
.
.
"Assa~"
Luhan tersenyum puas, semua keperluannya untuk berlibur nanti lengkaplah sudah. Sambil kembali memaksakan sejumlah barang untuk masuk ke ranselnya yang terlanjur sesak, Luhan melirik keberadaan sosok lain yang sedari tadi setia menemani kegiatannya dari balik sofa.
"Eommma"
Wanita paruh baya yang dipanggil eomma itu pun menanggapi Luhan dengan dengungan singkat tanpa berpaling dari majalah di tangannya.
"Yaa, apa kau sama sekali tidak khawatir atau mencegahku pergi atau apalah?! Bagaimana bisa kau tidak menolak izin mereka untuk membawaku berlibur bersama mereka di tempat itu tanpa pengawasan orang dewasa.."
"Joonmyeon? Dia 25 tahun ini, sayang. Kurang dewasa kah?
"Ani- maksudku, aku akan tinggal satu atap dengan 7 orang laki-laki yang jauh lebih tua dariku, terlebih rumah itu.. apa eomma tidak takut akan terjadi sesuatu padaku? Bagaimana- bagaimana kalau... ah sudahlah!" pemuda manis itu menghentikan ucapannya jengkel. Lekas melangkah meninggalkan sang eomma yang diam-diam tersenyum geli dibalik majalahnya.
Dijinjingnya ransel abu-abu yang lumayan besar itu dengan susah payah. Badan Luhan memang dirasa agak terlalu kurus untuk untuk ukuran seorang remaja lelaki yang tengah puber. Rambut pirang almondnya yang halus dipadu kulit bersih nan bening itu membuat statusnya berkali-kali dipertanyakan oleh orang-orang yang terpesona akan kecantikannya. Eommanya sendiri pun kadang bertanya-tanya apa benar ia tidak salah melahirkan Xi Luhan sebagai seorang laki-laki.
"sesuatu yang bagaimana heum..?" goda wanita yang telah beranjak dari sofa empuknya mengikuti sang buah hati, "Eomma justru senang bila kau memilih salah satu diantara mereka untuk kau nikahi, toh mereka semua cowok-cowok yang cukup oke.. kau sudah lihat foto mereka sekarang kan? Mereka telah tumbuh menjadi begitu tampan dan berbakat!"
"Eomma-ya"
Luhan memakai sepatu kets putihnya asal, mencoba mengabaikan kekehan wanita yang tampaknya memang sama sekali tak mengkhawatirkan kepergian putra kesayangan satu-satunya ini, "Justru eomma takut kau yang akan banyak merepotkan mereka selama disana, Hannie-yah.. Kau ini kan payah dalam segala hal, lihat. Bagaimana bisa sepatu kanan kau paksakan masuk ke kaki kiri? Ckckck."
Luhan mengikuti arah pandangan sang eomma yang menjurus pada kedua kaki rampingnya,"Ya sudahlah, selamat bersenang-senang disana nee. Pastikan kau minum vitaminmu sebelum tidur, jangan lupa pakai kaos kaki agar tak masuk angin, eomma mencintaimu~ i love you, saranghaeyo, wo ai ni~"
MUAH
BLAM!
Belum sempat mencerna amanat kilat eommanya, pintu rumah itu kembali terbuka menampilkan kepala kepala sang eomma yang menyembul antusias, "oh ya, sampaikan salam eomma pada mereka ne? Katakan kalau eomma benar-benar merindukaaan mereka semua."
BLAM!
"Geez" Luhan menatap sepatu terbaliknya kesal, merasa bodoh. "ibu macam apa dia.."
.
.
.
.
"Whoaah" Luhan menatap mansion kuno yang berdiri megah di hadapannya takjub, "masih semegah dulu ternyata~ kangennya"
Dari kejauhan, sayup-sayup terdengar teriakan seseorang. Laki-laki bersurai eboni yang terus melambaikan tangan di ambang pintu mansion tersebut sambil sesekali meneriakkan nama Luhan. Yang dipanggil pun tersenyum girang, dihampirinya sosok itu setengah berlari. Walau hampir 13 tahun tak berjumpa, Luhan tak mungkin melupakan suara melengking khas pemuda berwajah bak dinosaurus tersebut,"Jongdae-yah~"Pemuda bergaris rahang tegas tersebut tersenyum makin lebar menandakan Luhan tidaklah salah menebak orang.
Masih sambil berlari, Luhan merentangkan tangannya -begitupun pemuda yang dipanggil Jongdae itu-, sedikit pelukan untuk melepas rindu setelah sekian lama tak bertemu tidaklah buruk kan?
"Aku rin..." tetapi ada sesuatu yang jelas-jelas mengganggu pandangan Luhan sedari tadi.
Layaknya auto-fokus kamera, mata berbinar itu menangkap keberadaan buku bersampul hijau suram familiar pada tangan sebelah kiri Jongdae, tulisannya...
BUKU RAPOR
SMA SIS
Xi Luhan
X.C
"..du"
CKIIIT!
Bagaikan melihat hantu, Luhan menatap horror buku –lebih tepatnya manusia yang sedang memegang buku- tersebut,
"Ba-bagaimana bisa ada padamu?", cicitnya gugup.
Melihat ekspresi Luhan, senyum Jongdae melebar dan melebar. Pemuda itu pun terlihat berpura-pura memikirkan sesuatu sebelum kembali menatap pemuda mungil di hadapannya manis, "Bagaimana bisa? Hm.. bagaimana bisa juga ya rapormu terlihat begini indah dengan hiasan-hiasan tinta merah di dalamnya, Xi Luhan? Jongdae hyung sampai pangling melihatnya."
JEGERR
(^suara sanubari Xi Luhan)
Ini sudah pasti ulah eomma.
"Jadi.. kau sudah lihat isinya." Pemuda mungil bersurai almond itu berusaha sesantai mungkin dengan nada bicaranya.
Namun tak ada jawaban, justru seringaian yang makin manis didapatnya. Semakin Jongdae berusaha menghapus jejak diantara mereka, semakin pula Luhan mundur menjauh, karena semanis apapun itu, seringaian mereka tetaplah seringaian kawan.
"Lalu... apa.."
"Tak perlu khawatir, aku tak akan membiarkanmu pulang sebelum ada perubahan yang signifikan dengan cara belajarmu, Luhannie.. kau kan tau siapa Kim Jongdae hyungmu ini. Lagipula eommamu telah berpesan padaku untuk memperbaikimu 'luar-dalam'."
Luhan menenggak ludahnya kasar. Eye-smile yang melekat pada sosok berwajah kotak ini malah membuatnya terlihat semakin menyeramkan di mata Luhan. Belum lagi sempitnya jarak diantara mereka sekarang.
"..oh ya?"
GREP!
Namun sayang sekali, anda meremehkan Xi Luhan. Dengan gerakan secepat kilat, manusia mungil itu telah berhasil merebut buku berbahaya tersebut dari Jongdae yang sejenak terlalu fokus menatap dirinya. Yang benar saja, isi dari buku ini benar-benar memalukan baginya demi apapun.
WUUSH
"Kita lihat saja nanti~!" Luhan yang telah jauh meninggalkan Jongdae yang terkejut di tempatnya.
"Mwo?! Ya ampun lincah juga dia.."
.
.
.
.
DRAP DRAP DRAP
"Oh? Luhan yaa?"
CKIIT
Merasa terpanggil, Luhan menghentikan langkah 1000nya dan berbalik ragu.
"Ah— benar kan Luhan!"
Ia pun menajamkan pengelihatannya mencermati sosok pemuda bermata bulat yang selalu mengingatkannya akan...— ah! Ya ampun ia tak banyak berubah. Hanya saja postur tubuhnya tak se-squishy dalam ingatan Luhan dulu,
"Kutebak.. Do Kyungsoo?"
"Hehe kau ingat" Kyungsoo tersenyum memperlihatkan bibir uniknya yang berbentuk seperti hati.
"tentu saja!" Luhan berlari memeluk pemuda di hadapannya rindu. Burung hantu kesayangannya ternyata telah berevolusi menjadi sedikit lebih tinggi dan.. kekar mungkin? Ia dapat merasakan otot bahu dan lengan Kyungsoo yang padat saat merengkuh dirinya barusan.
"Ya ampun~ apa kau benar Kyungsoo, hyung? Bagaimana kau tumbuh jadi setinggi ini.." kerjap Luhan pangling sambil menjajalkan tinggi badannya dengan Kyungsoo yang memang sekarang berselisih cukup banyak,
"Kehehe kau satu-satunya orang yang memujiku tinggi. Kau tahu, aku selalu merasa tenggelam tiap kali harus berdampingan dengan yang lainnya. Tunggu sampai kau lihat Kris dan Chanyeol.."
"Ah iya aku tak sabar ingin bertemu dengan mereka." Senyum Luhan cerah, "Hum.. wangi! Kau sedang masak apa, Kyung-ah?" tanpa menunggu aba-aba dari sang tuan dapur, Luhan mendekati meja makan yang penuh dengan beberapa jenis masakan.
"Nasi goreng omelet, kesukaanmu"
"ASTAGA!"
Ia terpekik. Bukan perihal sepiring nasi omelet kesukaanya ataupun Kyungsoo yang dengan luar biasa masih mengingat makanan kesukaannya setelah 13 tahun berlalu, melainkan karena buku bersampul merah marun yang tergeletak begitu saja disamping semangkuk penuh salad buah.
"D-DARI MANA KAU DAPATKAN?!"
"Apa?" Kyungsoo benar-benar tak mengerti apa yang dimaksud Luhan sampai ia menyadari keberadaan buku merah marun yang berusaha Luhan sembunyikan dibalik badannya posesif.
"Ooh laporan perkembangan badanmu? Eommamu yang memberikannya padaku Luhan..,"
Sialan.
"Yah, setelah melihatmu secara langsung aku sekarang percaya eommonim tak pernah bercanda tentang keadaanmu Lu. Sepertinya kau bahkan tak lebih tinggi dari saudara perempuanku yang kelas dua SMP,"
"HUAA, aku tak mau dengar," Luhan menutup telinga dan memejamkan matanya malu,
GREP!
Namun ia terpaksa membukanya saat merasakan genggaman hangat seseorang pada tangan ia gunakan untuk menutup kedua telinganya.
Kyungsoo yang ternyata tengah menatapnya –coret- memelototinya secara dekat, menelusuri tiap-tiap lekuk wajah tirus Luhan dengan jemari rampingnya, cukup membuat pemuda mungil bersurai almond itu menahan napasnya kalap,
"Apa kau makan dengan baik?"
Tatapannya, belum lagi suara lembut nan dalam itu berhasil membawa Luhan ke alam bawah sadar yang dinamakan... terpesona. Hell yeah sejak kapan burung hantunya yang lucu jadi begini-...
TIK TOK
TIK TOK
TIK
CUCKOO~
"T-TE-TE-TENTU SAJA!"
WUUSH
Luhan segera meninggalkan Kyungsoo guna menyelamatkan wajah yang hampir meledak, sedangkan yang ditinggalkan hanya mampu memasang tampang burung hantu andalannya bingung, "Kenapa dengannya?"
.
.
.
.
DRAP DRAP
Luhan menghentikan langkahnya lagi, terasa de javu. Entah sudah sampai mana ia berlari keluar dari bangunan terkutuk itu, "hosh.. aigoo rumah ini isinya jebakan semua!"
"AARGHHH!"
Namun tiba-tiba saja terdengar teriakan seseorang entah dari mana bagian bangunan tersebut. Ia terhenyak.
DEG
Selintas bayangan kejadian 13 tahun lalu kembali menyeruak di otaknya. Bagai stimulan dosis tinggi yang memaksa Luhan untuk kembali berlari, bahkan disaat dirinya belum sempat menetralkan nafasnya yang masih memburu.
Ia hanya terlalu takut hal buruk akan kembali terjadi di tempat yang sama,
"ADA APA?"
Luhan terhenti lalu membulatkan matanya.
"Sehun...?"
.
.
.
ZRAKK!
.
.
"LEPASKAN AKU BODOH— oh hai Lu."
DOENGG
Luhan jaw drop, kurang paham.
Apa gerangan yang sedang Sehun lakukan bersama raksasa berambut merah disebelahnya? Kenapa ia tergantung di pohon dengan kaki diatas begitu? Apa dia di hukum? Kalau iya... hukuman konyol macam apa itu?! Dan lagi kenapa ia ada disini? Seingatnya ia tak pernah mengajak tetangganya yang satu ini kemari,
"Bocah ini mengikutimu sampai kemari, kupikir dia penguntit." Tegas lelaki bersuara baritone itu tanpa menunggu pertanyaan dari Luhan yang masih bergelut dengan segelintir pertanyaan di otaknya,
"Ya Park Dobbi, kau membuatnya takut."
Satu orang lagi datang, juga asing dimata Luhan. Kelihatan lebih muda dari yang berambut merah disana namun terlihat tak kalah anehnya bagi pemuda mungil itu.
Rasanya tak mungkin pemuda itu mengalami percepatan penuaan dini sampai seluruh rambutnya jadi putih begitu. Atau mungkin dia penderita albino?!
"Hai Lulu~!" sapa pemuda berkulit kecoklatan itu ramah sebelum kembali menguap dan mengusak rambut platinanya yang memang sudah berantakan,"ugh, teriakannya mengganggu hibernasiku. Tak bisakah kudapatkan istirahat cukup sebelum kembali bergulat dengan jadwal-jadwal sialan itu,"
Tapi dilihat dari kulitnya... albino kan harusnya putih bukan hitam.. Apa dia albino yang berjemur ya? Ya ampun mereka berdua terlihat seperti bendera kebangsaan Indonesia ketika bersama.
Terlalu sibuk bergulat dengan pikirannya sendiri, Luhan bahkan tak menyadari, pemuda yang baru saja bergabung itu melangkahkan kakinya mendekati Luhan dengan mata setengah terpejam,
"omona Luhannie-ya.. kau tambah imut saja nee. Kutebak pasti kau melupakan kami. Hoamh, bertumbuh tampan memang sulit yah, apalagi sekarang kulitku tambah hitam. Salahkan manager gendut itu! Ialah yang terus memaksaku mengikuti reality show musim panas itu, blablablab...", pemuda gelap itu tiba-tiba saja memeluk Luhan erat membuat seseorang yang masih tergantung di pohon menggeliat kesal,
"Ya, lepaskan dia, hitam!"
"Mwoo, siapa yang kau sebut hitam huh?! Ini namanya eksotis! Bilang saja iri kau miskin pigmen, kerempeng."
"Biar krempeng aku lebih tinggi darimu, hitam"
"tapi aku seksi"
"muka mesum"
"buka matamu kalau sedang berbicara dengan orang, dasar tak sopan,"
"MEMANG MATAKU SEGINI UKURANNYA, PESEK!"
"MWOO?!"
"Kubilang lepaskan Luhan, PESEK. Ia hampir mati menghirup nafas bangun tidurmu itu— UAGH?!"
BRUK!
"pfft."
Sehun jatuh ke tanah dengan sangat tidak elit setelah si rambut merah memotong tali pengikat kakinya dari pohon, "A-aish.. YAAK, APA-APAAN SIH?!" semburnya kesal masih sambil mengusap kepala tersayang yang telah mencium tanah cukup keras.
"Tadi minta dilepas"
"Nice Park."
Mereka berdua terlihat benar-benar klop, omong-omong. Apa mereka partner-in-crime ya? Kalau iya jadi mengingatkanku pada...
Pada...
"OMONA!", kembali dari dunianya, Luhan berjingit kaget. Ia pun melepaskan diri dari pelukan pemuda gelap itu lalu beralih memandanginya takjub, begitu juga dilakukannya pada pemuda yang berambut merah di dekat pohon sana,
"Kim Jongin, Park Chanyeol? Ini kalian?!"
Siapa lagi kalau bukan si tengil Jongin yang berani memanggil Chanyeol dobbi. Tanpa embel 'hyung' pula.
.
.
.
.
"HUAH~~"
Luhan menghempaskan tubuh lelahnya pada single bed yang sedikit berdebu, menyesapi aroma khas mebel-mebel kayu yang menjadi saksi kehidupan masa kecilnya yang bahagia, begitu nyaman. Kamar Luhan berada di paling atas bangunan mansion ini, sehingga atap kayunya membentuk limas segi enam unik dengan jendela besar yang langsung menghadap ke langit di atas ranjang Luhan. Ia jadi ingat, di malam hari yang cerah, sang ayah biasa membiarkan kerek penutupnya tetap terbuka sehingga Luhan kecil dapat tidur nyenyak dibawah siraman cahaya indah bulan dan bintang.
Ah appa, Batin pria manis itu mengeruh. Kembali berada di sini sama saja membiarkan kenang-kenangan akan sang ayah kembali menggerogoti hati kecilnya tak pernah benar-benar pulih. Ia pun beranjak dari kasur empuknya, merogoh ransel kosong yang masih menyisakan sebuah benda persegi pipih sederhana namun selalu begitu berharga bagi dirinya.
"Hh.."
Diletakkannya benda itu pada meja nakas di seberang tempat tidurnya. Luhan menatap pigura tersebut sendu. Potret seorang pria dewasa yang tersenyum begitu hangat bersama sorang anak laki-laki mungil yang merengut lucu dalam dekapannya.
Appa-ya,
Namun tanpa disadarinya, nampak sosok tinggi pemuda berkacamata dengan setelan formalnya dari celah pintu yang memang tak tertutup sejak awal. Memperhatikan gerak-gerik Luhan dengan tatapan yang sulit diartikan.
Luhan disini.
.
.
.
.
CIT CIIT, CUIT
Sebuah pagi yang cerah di mansion keluarga Xi, yang sekarang sedang dikuasai oleh 9 orang pemuda tampan dalam pelarian kesibukan sehari-hari mereka.
PROK PROK!
"..HM, EKHM!"
Ketujuh pasang mata yang asyik bercengkrama pada salah satu ruangan di rumah besar tersebut pun segera segera mengalihkan atensi mereka ke asal suara. Setelah dirasa cukup diperhatikan, pemuda tampan bersurai putih platina tersebut pun merentangkan kedua tangannya jenaka ke arah pintu dapur.
"GAYZ, PLEASE WELCOME OUR LITTLE CHEF, XIAO LULU~~!"
"Ya, kau berlebihan, Kim" Keluh pemuda manis yang dielukannya itu malu, disambut sorakan senang dari para penghuni ruangan tersebut. Melihat kedatangan seorang Xi Luhan dari balik dapur dengan sebuah nampan besar di tangannya.
"WOO~ nae Lulu you're the best!" seru pemuda berdimple manis di ujung ruangan yang segera meninggalkan gitarnya untuk menyerbu meja makan, dimana teman-temannya yang lain telah terlebih dahulu menyamankan diri pada kursi-kursi yang tersedia.
"Kalian berlebihan, ini kan cuma sandwich." sanggahnya sungkan,
"Wah wah, coba lihat siapa yang kehadirannya tak lagi dibutuhkan disini." Ceplos pemuda berpipi tembam menggemaskan lainnya yang langsung disambut sikutan tak kasat mata oleh pemuda bermata bulat besar di sampingnya.
"Xie-xie didi~" ucap pemuda berlogat cantonesse kental lainnya di dekat Luhan.
"EEH?! Bagianku mana..?" teriak pemuda albino di ujung meja lainnya sedih, meratapi piring kosong yang hanya menyisakan remahnya.
"Eh? Ya hamfun –nyam- aku lupa kalau kau juga disini Sehunna, -nyam- mian neh.. Ya, Jonginnie! –glek- kenapa kau tak mengingatkanku kalau kita ber-9 disini huh?" sesal luhan yang terlihat lucu dengan mulut penuh makanan dan saus keju berlelehan di sudut bibir mungilnya.
"Biar saja, toh memang sejak awal ia tak pernah masuk hitungan."
"MWO YAK KAU— lihat Luu, si pesek itu jahat sekali padaku.." Bisa kita saksikan bagaimana alter ego Sehun akan muncul bila berhadapan dengan Luhan.
"Hentikan rengekan gagalmu itu, putih. Kau membuat kami ingin muntah"
"Gosh sudahlah kalian berdua," Luhan mendesah malas. Ia melirik Sehun yang masih setia dengan ekspresi cemberut buatannya. Merasa bersalah, ia pun beranjak dari kursinya alih-alih menarik kursi kosong lain di sebelah Sehun. "Ya sudah kita berdua! Walau punyaku bukan sandwich karena aku tak suka tuna, Oh Sehun!," Dengan cekatan pemuda mungil itu menyendokkan sesendok lasagna instan di piringnya ke hadapan pemuda bersurai hitam di sampingnya, "aaaa~"
Sehun pun terbelalak kaget mendapati kehadiran Luhan yang agak terlalu dekat, membuat dirinya benar-benar salah fokus dan para pemuda lain di ruangan itu menatapnya nyalang. Peduli setan, dipandanginya bibir merah muda Luhan yang terlihat begitu sensual dengan lelehan saus berwarna putih di hadapannya tak berkedip. Glek, ia hampir saja kehilangan akal sehatnya kalau saja...
"Ah! Uhuk— UKH, UOHOK!"
Suara batuk yang agak sedikit berlebihan dari salah satu mereka berhasil menginterupsi perhatian seluruh penghuni meja makan, membuat Luhan membatalkan aksi berbahayanya –menantang si lapar Oh Sehun- dan mengembalikan Sehun dari lamunan joroknya, sisanya menghela nafas mereka lega,
"Omona Seokkie, gwaencanha?" Luhan menghampiri pemuda berpipi tembam sang perebut perhatian itu khawatir. Minseok terlihat benar-benar menahan sakit sambil memukul-mukul dada bidangnya brutal.
"Ah- HUK! Air..."
"A-air? Ah ya, air!" dengan tergesa-gesa Luhan berlari ke dapur sebelum merusakkan sedikit barang-barang disana saking paniknya, dan kembali dengan membawa segelas air mineral yang langsung disambar kalap oleh Minseok tanpa ampun.
"Hh.. benar juga ya, bagaimana bisa aku menyiapkan makanan tanpa minuman. Tunggu sebentar ya hyungdeul, akan kubuatkan minuman untuk kita semua."
"Ah ye, terima kasih Luhannie— UHUK!"
Sesaat setelah menghilangnya sosok Luhan di balik pintu dapur, lelaki tembam yang dipanggil Minseok itu pun menghentikan aksinya, kembali melahap roti sandwichnya nikmat seolah tak pernah terjadi apa-apa.
'NICE BAOZI'
'Kalian wajib mentraktirku nanti ckck.'
"Aku tahu kalian sengaja" dumel Sehun kesal di tempatnya, menghentikan komunikasi batin ketujuh pemuda disana yang kembali bersikap acuh tak acuh seperti biasa. Mereka memang bisa jadi begini kompak saat menyangkut apapun yang berhubungan dengan keselamatan Luhan tersayang mereka.
"Sampai mati pun tak akan kami biarkan kau mencuri apapun darinya, bocah. Walau secara tak langsung pun akan kami pastikan kamilah yang pertama dan pantas bagi dirinya, karena Luhan milik kami sejak awal." Cetus Jongin tanpa mengalihkan perhatian dari sandwich di piringnya.
"Cih. Bisa-bisanya kalian berkata begitu setelah 13 tahun menghilang entah kemana."
"Memangnya siapa dirimu, hm?" Sahut pemuda berambut merah yang terlihat paling menyeramkan diantara mereka setelah sedari tadi diam. Suara angkuh khasnya membuat perhatian seluruh penghuni meja teralihkan pada sosok tinggi besar itu,
"Aku? Aku teman sekelasnya sekaligus sahabatnya dari TK! Aku yang selalu ada untuknya dan melindungi dirinya saat diganggu oleh banyaknya mata-mata lapar yang mengganggunya selama ini, gila. Kalian bahkan tak pernah peduli betapa seringnya ia diincar karena terlalu manis dan tak ingin melawan. Akulah yang menjaganya selama 13 tahun terakhir, dan kalian—..."
Sehun menghentikan kalimatnya sendiri, menatap pada sosok-sosok menyebalkan yang secara tidak langsung telah menjadi rivalnya dalam mendapatkan atensi Luhan mulai detik ini,
"...kalian.."
Ketujuh pemuda itu menatap remeh Sehun yang terdiam frustasi di tempatnya, menahan rasa jengkel yang amat sangat. Jengkel karena ia tau akan sulit baginya mengingat siapa sosok-sosok yang harus ia hadapi. Hei ayolah Oh Sehun...
"ugh."
Siapa gerangan yang tak mengenal sosok gemilang mereka sekarang ini?
.
.
.
.
-TBC-
HAI.. *ngumpet di bayangan CY*
Setelah sekian lama cuma jadi maniac reader pun akhirnya diri ini memutuskan untuk menyumbangkan luapan imajinasi yang telah meletup-letup sedari dulu kedalam sebuah fanfiction berjudul DANGEROUS SHARE. Apasih ckck.
Ada yang similiar sama judulnya? Yup, ff ini emang terinspirasi (banyak) dari sebuah plot karya SUMIZUMO REN dengan judul yang sama.
Ceritanya keren bangeettt *fangirling* jadi rasanya kayaknya sayang kalo disia-siain gitu aja, jadi voila~ terciptalah ide untuk ff ini.
Sebelumnya udah pernah nyoba nulis ff tapi ya gitu.. baru satu chapter discontinoued antara bener-bener sibuk ato lupa *ngumpet makin dalam* tapi mengingat sebentar lagi liburan pasca-un akan datang, saya menaruh peluang cukup besar untuk kelanjutan ff yang ini, doakanlah. \(`皿´)/
Sincerely, - 오세현-
