Chapter 1 : Ibu dan Ayah

Disclaimer : Vocaloid bukan milik Yuki

Warning : typo, tidak sesuai EYD.

Summary :

kertas yang kosong mulai di isi. Tulisan-tulisan yang telah terukir dengan tinta sudah tidak dapat dihapus. Karena itu, bisakah kau menebak apa yang salah?


Badai salju masih mengamuk di luar rumah. Kami bertiga berdesak-desakkan di dalam sebuah selimut. Angin dingin masuk ke dalam rumah dengan membawa salju tipis. Makin lama, rambut teal kami terdapat putih-putih. Karpet yang kami duduki membantu menghangatkan badan kami, walaupun hanya sedikit. Kedua wajah saudaraku terlihat pucat.

"Uhm! Bagaimana... kalau masing-masing dari kita menyebutkan 1 permohonan kita?" Kakak kami berbicara dengan suara bergetar.

"Maksudmu.. 1 orang hanya bisa menyebutkan 1 permohonan?" Si bungsu menunduk.

"Baik, aku setuju. Jadi, dimulai dari yang tertua atau yang termuda?" Aku meniup tanganku.

"Yang termuda! Kalau begitu, aku dulu!" Si bungsu menutup matanya. "Aku harap, kedua orang tua kita pulang ke rumah.."

Kami terdiam. Kedua orang tua kami memang belum pulang dari suatu perjalanan. Sudah sebulan orang tua kami tidak pulang ke rumah. Banyak yang bilang kalau prang tua kami sudah meninggal akibat kapal yang ditumpanginya karam karena badai. Mm... badai lagi, ya? Meskipun begitu, kami masih berharap mereka pulang ke rumah. Kami rindu masakan buatan Ibu dan kami rindu pelukan Ayah.

Sekarang giliranku. Aku menutup mataku. "Aku harap, seluruh kebutuhan kami terpenuhi."

Semenjak Ayah dan Ibu tidak ada, kehidupan kami terasa kacau. Bahkan, sekarang... makan itu susah.

"Aku harap kami hidup bahagia.."

"Dan... aku berharap dapat hidup lebih lama..."

Di dalam rumah itu, kami bertiga menangis. Badai masih mengamuk dengan liar di luar. Entah kapan badai ini akan reda...


A.N : ada yang aneh di cerita ini. Ada yang tau? Kalau ada, 'selamat! Anda mandapatkan piring cantik!' #bercanda. Gampang, kok!