Ini bukan sekali.

Demi Tuhan–tentu saja, bagaimana ini hanya sekali?

Gawat. Tenggorokan Osamu kering rasanya, dikikis oleh udara. Seolah jantungnya lesap begitu saja dari balik rusuknya. Seolah tak ada lagi detak konsisten yang tersisa. Namun, anehnya–nyeri menghujam dadanya. Osamu mencengkram kemejanya tepat di dada. Merematnya keras, lebih bertenaga dari suara seraknya yang memantul di setiap sudut ruangan.

Oh–apa dia berteriak sedari tadi? Ia tak sadar.

Odasaku, Odasaku, Odasaku–

–Bukan! Itu bukan Oda Sakunosuke.

Pemuda tanggung berhelai perak menghampiri Osamu yang terduduk di atas pualam. Ia tidak tahu apa yang harus dilakukan. Ia tumbuh dan hari-harinya diukir oleh kekerasan dan sebuncah emosi, bukan afeksi. Namun, secara insting, tubuhnya bekerja lebih baik. Dekapan diberikan, helai sewarna kastanya diarahkan tangan Atsushi menemui dadanya. Usapan pada punggung diberikan, meski kaku keterlaluan.

Suara isak tangis di mana-mana. "Dazai-san," panggil Atsushi. Osamu tidak merespon. "Dazai-san, ini bukan Odasaku. Dazai-san," Atsushi mengeluarkan bulir kristal dari sepasang kelereng lavender-emas. "Maaf. Maaf," rintihnya, sehalus napas. Entah mengapa ia minta maaf. "Ini Kunikida-san."

Lalu, di sana. Jeritan dari pangkal tenggorokan terhenti. Hah–menyedihkan! Sejak kapan mantan eksekutif dari Mafia Pelabuhan mampu membiarkan perasaannya tumpah-ruah tanpa tahu diri? Sejak kapan detektif terbaik di Agensi Detektif Bersenjata dilatih untuk melampiaskan emosi?

Namun, tetap saja–rasanya, tidak salah kalau untuk hari ini, Dazai Osamu berhenti pura-pura loyal menendang sudut bibir. Berhenti suarakan gurauan yang mengesalkan, berhenti mengusili setiap insan yang ia lihat. Rasanya amat tidak salah kalau hanya untuk hari ini, ia luluh pada keadaan yang menggerusnya paksa, seolah semesta bekerja sama untuk membuat friksi pada jiwanya, menjadikannya fraksi.

Dan, itu dia–apa yang Atsushi tunggu. Bukan suara dari pangkal tenggorokan yang sarat akan amarah, namun tangis yang tulus. Osamu balik melingkarkan lengannya, mencari penopang. Mendekap Atsushi hingga pemuda harimau itu sesak karenanya.

Kunikida-kun, Kunikida-kun, Kunikida-kun–

Tentu saja, ini bukan sekali.

Bukankah dunia tidak pernah adil?

Bagaimana bisa kehilangan orang yang berharga hanya sekali?


Bungou Stray Dogs © Asagiri Kafka & Harukawa Sango

Once? – Saaraa