BTS – Big Hit Entertainment
Penulis tidak mengklaim apapun selain plot cerita
.
.
.
001. Bertemu
"Kenapa kau menangis?" tanyanya tanpa berpikir, lengan teracung menyodorkan payung di sela gerimis pada orang asing yang berjongkok di dekat pembatas jalan. Membiarkan dirinya sendiri basah terpapar udara. Entah mengapa Taehyung mendadak sanggup membedakan airmata dan tetesan hujan.
.
002. Curiga
Taehyung tak menampik bahwa sosok di depannya memiliki mata besar yang berbinar dan bibir bagus yang merona. Namun dia harus memberanikan diri untuk bertanya dengan pasti, apakah sosok itu perempuan atau laki-laki.
.
003. Nama
"Jungkook," sergah sosok itu sambil menyusut hidung, ingus diseka memakai pergelangan. Mata menyorot ketus, "Aku tidak sedang tersesat, tidak sedang melamun, tidak sedang menangis, dan jangan tertawa!"
.
004. Tawaran
Taehyung hanya tersenyum sewaktu pemuda itu menginjakkan kaki di apartemennya dengan alis terangkat, ujung rambut meneteskan titik-titik air di lantai yang dipijak. Tanpa menoleh, dilewatinya bahu asing itu sambil mengangkat plastik belanjaan, kalimat pembuka terlontar ramah.
"Perlu kubuatkan susu hangat?"
.
005. Anggukan
Taehyung menggaruk-garuk kepala dan hanya bisa mengangguk kecut ketika pemuda itu—yang sempat tersentak saat dirinya bersuara kali pertama, dengan setengah tak percaya menanyakan apakah dia betul-betul mahasiswa dan bukan lelaki paruh baya.
.
006. Populer
"Ini pacarku setahun yang lalu, ini delapan bulan yang lalu, ini tujuh bulan yang lalu. Paling lama. Kuputuskan karena selingkuh. Dan yang ini sebulan lalu. Aku selalu menunjukkan semuanya tiap kali ada yang bergosip. Maaf kalau terdengar sombong, tapi aku cukup laku," Jungkook menderetkan sejumlah foto pria muda dari dalam dompet ke atas meja ruang tamu Taehyung sambil berdecak kesal, mengingat barisan mantan bukanlah hal yang terlalu menyenangkan, "Delapan orang sejak aku pindah dari Busan. Tidak banyak kan?"
Yang benar saja.
.
007. Sindiran
"Apa maksudmu dengan senyum itu? Dia masih SMA, tahu!" Taehyung melempar penghapusnya tepat ke hidung Jimin yang spontan nyengir kuda begitu memergoki saputangan warna merah terselip di sekat ransel. Barang tertinggal milik tamunya yang berwajah manis.
.
008. Sekolah
Diantara sekian banyak remaja yang hilir mudik melewati pintu gerbang, memakai seragam yang sama, dan dengan tas tersampir di masing-masing bahu, Taehyung mampu menemukan teman barunya dengan sangat mudah. Tubuh bongsor berpostur menarik, berdiri diapit empat siswa lainnya dan sedang menyesap susu kotak kemasan disertai tudingan heran.
"Sedang apa di sini, hyung?"
.
009. Karena
Bambam memutar-mutar tangkai lolipop sembari menerawang bingung ke arah gelas susu dingin yang berembun karena diabaikan pemiliknya. Pun gatal ingin mengomentari sosok berambut kecoklatan yang tak biasanya bersikap pasif tiap pertama mengenal seseorang.
"Oi, Kook. Esnya mencair."
"Biar."
.
010. Standar
"Lihat balasannya. Paling tidak dibumbui sesuatu atau emoji, misalnya? Minimal kata-kata manis. Ergh, sungguh tidak romantis," Jungkook meletakkan ponselnya di permukaan karpet, berguling sejenak lalu menelungkup dengan kesal. Bambam mengulum sendok es krim sambil melirik pesan itu sekilas.
-Selamat malam juga, Jungkook-ah-
.
011. Sup
Taehyung baru berniat mengaduk potongan kue beras yang baru dimasukkan dalam panci kaldu, ketika bel apartemennya berbunyi disusul Jungkook yang masuk penuh semangat usai satu-dua sapaan ceria, dan mengendus wangi masakannya dengan gembira.
.
012. Terpesona
"Hyung, kau yakin ini pertama kalinya memasak sup rumput laut?"
"Seingatku."
"Ini jauh lebih enak dari buatan ibuku, walau wujudnya hancur."
"...apa itu pujian?"
.
013. Jurusan
"Hukum," jawab Taehyung sekenanya tanpa mengalihkan mata dari daging panggang yang baru digigit, tak menyadari bahwa daging milik Jungkook merosot jatuh dari sumpit ke lantai restoran karena pemiliknya terkejut.
.
014. Alasan
Jungkook hanya menatap tajam, menurunkan topi wol menutupi muka Taehyung hingga pemuda itu harus berlari menyusul sembari meminta maaf karena menanyakan alasannya yang selalu menangis tiap hujan tiba.
.
015. Rutinitas
Pemuda itu menjejalkan segala jenis perlengkapan kuliahnya ke dalam ransel dengan tergopoh-gopoh selagi Jimin melirik dari balik buku catatan. Kaki tertopang gaya, dahi berkerut curiga, "Menjemput pulang setiap hari? Kau ini ibunya atau apa?"
.
016. Komentar
"Senior kelas tiga mengajakku kencan," Jungkook mengusap-usap leher dengan sedikit tersipu. Taehyung tersenyum dan mengepalkan tangannya sambil berbisik pelan, penuh dukungan, "...selamat berjuang."
.
017. Kenapa
"Bukannya kau sedang menonton di bioskop? Lalu mana senior itu?" Taehyung membukakan pintu dengan bingung saat menemukan Jungkook berdiri di depan apartemennya dengan wajah masam.
.
018. Nasehat
Taehyung meletakkan secangkir susu hangat di depan Jungkook yang masih merengut. Napas beratnya berhembus panjang. Lengannya terangkat menepuk-nepuk kepala pemuda itu sembari bersila di lantai, berujar selembut mungkin, "Bosan bukan alasan untuk meninggalkannya tanpa permisi. Telepon dia dan minta maaf sekarang juga."
.
019. Ajakan
"Maaf, aku sudah ada janji," Jungkook mengatupkan kedua tangannya di depan hidung, menatap sosok kesekian yang menawarinya pulang bersama siang ini, membungkuk sekilas, kemudian berlari-lari kecil menuju gerbang sekolah, menemui Taehyung yang bersandar santai di dinding luar. Terantuk-antuk menikmati musik.
.
020. Kilau
Tak paham bercampur bingung, Jungkook menggosok-gosok mata dengan beringas. Satu, dua, tiga kali. Namun bintang-bintang yang bermunculan di sekitar senyum Taehyung tetap melayang di sana meski Jungkook berusaha mengerjap tanpa jeda.
.
021. Kunjungan
"Makanya ketuk pintu dulu kalau mau masuk," Taehyung mengusap-usap anak rambut Jungkook yang terengah kaget usai menerobos seenaknya ke kamar utama, hanya untuk menemukan sang pemilik rumah keluar dari kamar mandi dengan selembar handuk membalut pinggang ke bawah.
.
022. 70
"Maaf, insting," Taehyung menghindar sambil meringis geli, menepi dari pukulan brutal Jungkook yang cemberut karena berat badannya ditebak dengan sempurna.
.
023. Kelinci
"Ini dari kakakku," seloroh Jungkook senang, mengibas kaus di balik jaketnya dengan sumringah. Taehyung mengerut dagu, mengamati motif hewan pemakan wortel yang tampak terlalu gendut, sembari membayangkan seperti apa saudara yang dimaksud.
.
024. Cantik
Sambil melipat tangan, matanya mendelik curiga ke arah pria jangkung berwajah anggun yang berdiri di beranda sambil tersenyum ramah saat Taehyung membuka pintu. Pemuda itu menusuk bagian samping perutnya memakai telunjuk karena Jungkook tak mau berhenti mengerenyit.
"Ini kakak iparku, Seokjin."
.
025. Resah
"Ya ampun, Romeo tak datang sehari saja kau sudah kacau," Bambam melengos sinis ke arah sahabatnya yang menggerutu sepanjang jalan pulang, hanya karena Taehyung memberitahu jika dia tak bisa mampir ke sekolah siang itu.
.
026. Sepeda
Jungkook menghambur keluar rumah dengan kaget, tak ambil pusing menghiraukan Yoongi yang menggeram akibat kopi panasnya tersenggol, serta terperangah mendapati Taehyung menyapa dari atas sepeda sambil melambaikan tangan di depan pagar rumah. Pukul enam pagi.
.
027. Kenangan
"Kembar?" Taehyung tercengang dengan alis terangkat dramatis. Jungkook mengangguk penuh semangat, menunjukkan foto usang sepasang bayi yang terlelap di sebuah kotak tidur mini. Ekspresinya berubah sayu.
"Junghyun-hyung. Pergi setelah sebulan."
.
028. Selera
Bambam tak bisa berkata apa-apa ketika, untuk pertama kalinya, melihat Taehyung dengan mata kepala sendiri. Dari atas, ke bawah, kembali ke atas. Tampak berusaha keras mencari hal menarik yang bisa membuat Jungkook betah membicarakannya berhari-hari.
.
029. Muram
"Tidak, hanya sedang teringat seseorang," Jungkook menjawab datar, menerima semangkuk sup dari tangan Taehyung seraya menunggui hujan di luar jendela.
.
030. Muda
Yoongi mengamati dari balik poni yang menutupi separuh wajah pucatnya, ke arah Jungkook, di kursi dapur, asyik berbicara lewat ponsel entah dengan siapa, ditemani kotak es krim porsi ketiga.
.
031. Hubungan
"Kebetulan aku tak punya adik," tukas Taehyung sekenanya, tertawa lebar saat menawarkan dua tiket taman bermain di depan hidung Jungkook, yang langsung menginjak telapak kakinya sekuat tenaga dan berlalu pergi sambil bersungut-sungut.
"BODOH!"
.
032. Ragu
"Lho, memangnya kau anggap dia apa?" Bambam balas bertanya polos dengan mata membola. Jungkook menopang dagu di depan televisi, mengurungkan niat untuk menambah coretan kumis di atas foto Taehyung.
.
033. Pacar
Taehyung menggeleng tanpa menoleh, walau punggung kemejanya ditarik-tarik sepanjang jalan mengantar Jungkook ke rumah. Dia sudah menjawab 'tidak' sebanyak enam kali untuk pertanyaan yang sama.
"Aku masih sendiri, Jungkookie. Berhenti menarik bajuku."
.
034. Cokelat
"Terima kasih ya," gumam Taehyung dengan wajah berseri-seri, menerima bungkusan biru muda yang diberikan Jungkook dengan pipi bersemu. Bulan dua, tanggal empat belas. Bukan formalitas.
.
035. Teletubbies
"Mau bagaimana lagi, wajahnya lucu sekali." Taehyung bersikeras mendeskripsikan Jungkook sambil menunjuk gambar kawanan makhluk warna-warni yang iseng ditemukan Jimin lewat internet.
"Yang ungu?"
"Merah."
.
036. Mantan
"Kim Mingyu?" Taehyung mencoba memanggil sosok yang memanggul tali tas punggung di bahu kiri. Salah satu dari sejumlah pemuda yang keluar dari gerbang. Perawakan tegap. Rambut hitam disisir samping. Bola matanya beralih sekilas ke arah mobil, tempat Jungkook meringkuk di kursi depan sambil mengintip kerumunan siswa kelas tiga dari gedung sekolah yang tak dikenal Taehyung, "Temanku ingin bicara sebentar."
.
037. Maklum
"Dia minta maaf," Jungkook merebahkan tubuh di sandaran kursi, menerawang keluar, tak lama setelah menyelesaikan pembicaraan di seberang mobil, "Lagipula sudah kurelakan, daripada diduakan," desahnya kecewa, berkedik pasrah walau masih terlihat murung. Taehyung tersenyum, mengusap pelan helaian rambut Jungkook dan mengarahkan mobilnya kembali ke apartemen.
"Sudah lega sekarang?"
"Un."
.
038. Belanja
Taehyung hanya bisa menunggu dengan tenang di bangku ruang ganti, memandang punggung Jungkook yang mondar-mandir mencarikannya mantel musim dingin di tempat yang ditunjuk Taehyung, sambil sesekali menahan geli tiap pemuda itu mengerang mengeja label harga.
"Sumpah demi ginjalku, hyung. Apa tak ada toko yang lebih manusiawi?"
.
039. Kadal
"T, tolong singkirkan," Taehyung berjengit ngeri menatap makhluk berwarna hijau lumut yang kini disodorkan Jungkook dengan semangat di dekat etalase, membuat pemuda di hadapannya melongo tak percaya dan terbahak lepas sejenak kemudian.
"Astaga hyung, ini bahkan cuma boneka!"
.
040. Ingin
"Dia hanya mau makan sup buatanmu," Yoongi menjawab dari seberang telepon, mengutarakan maksud pada Taehyung yang masih terkantuk-kantuk karena mendadak dihubungi tengah malam, hanya untuk mengabarkan jika Jungkook terserang demam.
.
041. Berita
Tergopoh, Bambam berlari dari koridor dan membuka pintu ruangan tempat rekan-rekan klubnya bercakap-cakap. Suaranya nyaring menusuk telinga, "Aku melihat Kim Taehyung di televisi! Kenapa tak ada yang bilang kalau dia pernah ikut Olimpiade?!"
"Panahan," Jungkook menyesap susu kemasannya di dekat jendela, tak terusik "Memangnya aku belum bilang?"
.
042. Kangen
Taehyung menyusuri jejak ponselnya naik turun, memotret motif seprai tanpa tujuan, berguling di permukaan tempat tidur, berdecak menghitung petak lantai, menggaruk-garuk betis, dan mengacak-acak rambut sambil menghitung sisa jam ujian Jungkook yang sempat mengeluh frustasi semalam suntuk.
.
043. Hadiah
"Selamat ulang tahun, hyung. Maaf, kalau saja aku tahu tanggalnya lebih awal. Haish!" Jungkook menjentikkan jari dengan kecewa, tepat setelah mengecup pipi kanan pemuda itu dan memeluknya tanpa dosa. Mengabaikan Taehyung yang bergeming di tempat dengan mata membulat terkejut.
.
044. Kulit
"Halus sekali," celetuk Taehyung tiba-tiba, tak sengaja menyenggol lengan atas Jungkook yang hanya mengenakan singlet saat menyuguhkan minuman di ruang tamu. Kepala Yoongi muncul dari balik pintu dapur, alis menyatu penuh aura membunuh.
"Kupotong tanganmu kalau sampai menyentuh."
.
045. Kaus
"Jangan memperlihatkan dada begitu dong, hyung. Udaranya kan dingin!" Jungkook menuding atasan kerah rendah yang sedang dicoba Taehyung di salah satu kamar ganti, wajah merona hingga ke telinga.
.
046. Salju
Sudut bibir Jungkook tersungging selebarnya, memandang tumpukan salju di depan rumah, dari jendela tingkat atas, dengan Taehyung melambaikan tangan menyuruhnya turun. Yoongi menatap sinis walau tak lantas menyodok tamu tak diundang itu memakai sekopnya.
.
047. Pernyataan
"Kupikir kita sudah pacaran lho? Ternyata belum ya?" Taehyung terkekeh lirih sembari menepuk lembut pucuk kepala Jungkook yang muncul dari bagian belakang boneka salju, merah total usai berbisik tentang perasaannya.
"Apa masih perlu kujawab?"
"Tentu saja!"
.
048. Panggilan
Jarinya mengerut pelipis, ragu. Sementara remaja tanggung di hadapannya terus melipat tangan, mendelik tajam dan menunggu reaksi. Hanya untuk dibalas dengan cengir canggung disertai suara super rendah yang nyaris tak tertangkap telinga.
"Apa Jungkookie terdengar kurang bagus?"
"Terlalu panjang, hyung."
.
049. Tampan
"Tidak ada," Jungkook menelungkup penuh rahasia saat Yoongi mempertanyakan alasan tentang mengapa dia betah menatap Taehyung berlama-lama.
.
050. Spesial
"Bukan, bukan hadiah ulang tahun," Taehyung tersenyum sembari menyodorkan kantong kertas berpita merah, lalu menunjuk gelang etnik berhias bulu halus berwujud identik dengan yang melingkar di pergelangannya. Berisyarat bahwa akhirnya mereka akan memiliki benda serupa
"Ini peringatan setahun kita bertemu di tengah hujan."
.
.
.
.
