Sepi. Hening. Kosong. Hampa. Sebuah kata yang bersininom sama. Berulang-ulang kali ku hembuskan hanya untuk menggambarkan situasi yang ku rasakan, pada saat ini, di sini. Sama sekali berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Hari itu di sini, ketika bersama mu.

Masih terlihat jelas bayang-bayang mu menari-nari mengitari ruangan ini. Mondar-mandir dengan earphone terpasang di telinga. Kau tak mengiraukan ku yang berteriak marah, menyuruh mu diam dan tutup mulut. Kau bahkan tak menganggap kehadiran ku disitu.

Lalu aku melihat mu duduk manis, tersenyum puas pada sekerat roti mentega dan secangkir susu yang masih mengepulkan asap. Puas, sebab kau telah mengambil sebagian jatah sarapan pagi ku. Membuat ku merengut kesal sepanjang pagi itu.

Lalu ketika itu, kau menarik ku ke dekat jendela hanya untuk memaksa ku menyaksikan semburat mentari yang berwarna tembaga. Persis di samping ku, kau berdiri, tersenyum menawarkan sesuatu yang berbeda dari hari-hari terberat yang telah kita lewati bersama.

Bila aku tak melihat jelas ketulusan di mata itu, barangkali aku tak akan percaya, dan mengucapkan serapah seperti yang biasa kita lakukan. Tapi kali itu, aku malah mengejutkan diri ku sendiri dengan menyambut tawaran mu. Aneh. Sesuatu yang tak biasa terjadi.

Dan saat itu, kau tahu adalah hari terindah sepanjang hidup ku. Hari yang tak akan pernah bisa ku lupakan selamanya.

Lalu...tiba-tiba saja aku melihat mu di situ. Diam. Membeku. Lebih tepatnya terbujur kaku. Kau tak bergerak, bergeming. Bahkan ketika aku mengomel-ngomel pada mu. Tidak seperti biasanya, kau tidak menjawab. Kau tetap bungkam. Bahkan setelah aku menangis, hal terlarang yang selalu kau ingatkan pada ku.

Jangan menangis

Kau bahkan tak mengucapkan itu dan mengusap lembut butiran yang menetes di pipi ku. Kau menutup mulut mu. Membiarkan ku berteriak sesuka ku. Kau tidak berkata-kata, bahkan untuk menjawab berjuta-juta rasa yang ku kirim kan. Tidak seperti biasa, telepati ku tidak berfungsi.

Kau terdiam selamanya. Meninggalkan ku dengan pertanyaan yang tak terjawab.

Lalu...bertahun-tahun terlewatkan dengan sepi. Merangkak lambat dalam hitungan jari ku. Bayangan itu tidak enyah begitu saja.

Hari ini bertepatan dengan hari itu, aku kembali. Duduk sendiri dalam diam. Menggengam secangkir coklat susu yang masih mengepul panas. Di luar sana, gerimis turun dengan perlahan. Aku mendesah pelan. Melirik secangkir coklat yang tak berpenghuni di seberang ku. Aku membiarkan asapnya menari-nari, lalu dingin dan membeku. Tak seorang pun yang kan mengenggam ada diri mu lagi.

Aku manangis dalam hening yang tercipta. Tahun-tahun telah berlalu. Rambut ku sudah memutih. Kulit ku sudah mengerut. Mata ku sudah tak awas lagi.

Tapi bahkan sedetik pun, bau masa lalu tidak beranjak dari ruangan ini. Di situ ada kau dan aku. Sedang bercengkrama dengan umpatan. Sedang berebut saling mendahului. Sedang menyembunyikan rasa yang tercipta tiba-tiba. Nyaris tidak ada yang berubah. Bahkan dengan perasaan ku.

Tahun-tahun telah berlalu. Musim dan waktu telah berganti. Namun dihati ku, tidak satu musim pun beranjak. Disana hanya ada satu musim, yaitu musim kau dan aku. Musim ketika cinta kita bersemi.

Kau tahu, di sini selalu ada diri mu. Dan hanya diri mu.

It's Always been you...