disclaimer: snk © isayama hajime; i do not gain any financial profit from this fanfiction
peringatan: OOC MAKS, levihan; canon setting, pure fluff, i use hansi instead of hange eheheh
catatan: ? ? i just feel it dan kebetulan abis terawih prompt ini emang terjadi w
buat kakak dkm mesjid yang tampan (LAUGHS), dan buat bread tersayang
.
.
Hansi menatap Levi lagi.
Levi memalingkan wajahnya lagi.
Hansi memutar wajahnya lagi.
Alis si lelaki bertautan, matanya melirik wanita berkacamata di belakangnya tajam. Bukan karena ia tak suka ditaruh perhatiannya oleh Hansi — ia hanya merasa risih dengan gerak-gerik misteriusnya (meski Hansi memang selalu bertingkah tidak normal.)
Levi memandatkan pandangannya pada Hansi, "Kau mau bicara sesuatu?" Celutuknya singkat.
Hansi salah tingkah sejenak, menjatuhkan kertas-kertas saking terkejutnya dengan reaksi atasannya yang tak ia duga.
Wanita berikat rambut satu itu terkekeh sebelum menjawab Levi, "Nggak apa-apa sih," sahutnya sejenak sebelum mengambil kalimat lain untuk dijadikan jawaban, "kamu... gimana ya jelasinnya."
Kantor yang sepi menjadi saksi pembicaraan konyol mereka, matahari masih bernaung dengan langit dan kolosal tidak muncul untuk ketiga kalinya; tapi Hansi benar-benar bertingkah aneh — Hansi tidak seperti Hansi.
"...kau sakit?"
Hening.
Lalu tawa meledak.
"LEVI—" Hansi memekik dalam suara cekikikan, "aku baik-baik saja! Aku.. aku... ummh ha ha ha.. aku hanya..." tawanya kian mereda dan perlahan lukisan merah abstrak meluncur di atas pipinya.
Levi menunggu.
"Entahlah, selama ini, aku menatapmu dari belakang—"
"—dan kau.. uhh, menurutku.. kau sangat tampan." Di akhir kalimatnya, tawa terselip.
Levi ingin tertawa. Tapi, yeah, lelaki setengah botak ini tetap menjaga imejnya.
Dan sedikit rahasia, Levi merasa sangat tersanjung — sekaligus bahagia karena pujiannya.
"Jadi, kalau dari depan aku tidak tampan?"
Jeda sesaat.
Hansi terbahak lepas, ia menarik-narik gespernya untuk menahan ledakan tawanya, ia sungguh tak menyangka Levi yang selama ini ia kenal bisa berubah out of character begitu jauh. Sejak kapan Levi berani mengatakan dirinya tampan?
Tapi, masa bodohlah. Biarlah hari ini Levi dan dirinya saling jujur satu sama lain, toh, tidak ada orang lain. Biarkan mereka menikmati secercah melodi bernama cinta di antara pertarungan sengit dengan makhluk biadab tak berotak di luar dinding.
"Dari depan-pun, kamu tampan kok," Hansi tersenyum penuh arti, "malah, bertitan-titan kali lebih tampan."
Levi terdiam sejenak, lalu memalingkan wajahnya menjauhi Hansi.
"Jangan samakan aku dengan makhluk menjijikkan itu."
Di antara lautan kertas, Hansi memeluk Levi dari belakang, lalu memejamkan matanya.
"Selamatlah kamu,"
Levi ikut memejamkan matanya. Menikmati waktu yang merangkak di antara keduanya.
"Aku menyayangimu." Hansi berkata lagi.
