Sebuah fanfiction yang di remake dari novel straight terjemahan karya BEVERLY BARTON dengan judul yang sama, THE DYING GAME.
Disclaimer : Ide cerita dan sebagian besar plot diambil dari novel aslinya. Terdapat penambahan dan pengurangan seperlunya dari saya dengan gaya penulisan saya sendiri yang saya sesuaikan. Juga perubahan menjadi versi yaoi.
.
Prolog.
Min Young berusaha untuk selalu menuruti apa perkataan Kyuhyun. Mengingat suaminya itu memiliki satu sifat yang baru ia ketahui setelah mereka resmi menikah, tidak mau dibantah. Tapi kali ini tidak. Kyuhyun tidak suka ia memperlihatkan rumah-rumah pada malam hari. Tapi pekerjaan barunya sebagai makelar rumah mengharuskannya berlaku demikian. Kliennya kali ini, yang mengaku bernama Shim Changmin mengatakan kalau dirinya dan istrinya sangat sibuk. Jadi acara melihat-lihat rumah baru terpaksa ia masukan pada malam hari di jadwal hariannya.
Sinar yang sangat terang membutakannya. Ia mengangkat tangannya menghalau sinar berlebih yang merasuk memenuhi indera penglihatan. Ia berharap orang itu mau mematikan sorot lampu mobilnya. Dan itu terkabul. Setelah memastikan telah memakirkan mobilnya dengan benar, Min Young turun dan berjalan ke arah mobil hitam di trotoar seberang. Lalu mengetuk kaca mobil itu dua kali. Saat sang pengemudi menurunkan kaca, hal yang Min Young dapati pertamakali adalah senyum hangat dari seorang lelaki. Mau tak mau ia juga membalas senyuman itu, karena senyum itu menular padanya.
"Selamat malam, Nyonya Cho." Sapa lelaki yang Min Young ketahui bernama Shim Changmin. Marganya berganti dari Han menjadi Cho setelah ia menikah dengan Cho Kyuhyun tiga bulan yang lalu. Seorang pemuda tampan yang mapan. Dan yang terpenting, sangat mencintainya,
"Selamat malam, Tuan Shim." Min Young membalas sopan ucapan tersebut. Dari pembicaraan mereka di telepon, dan sekarang ia sudah melihat sendiri senyuman Shim Changmin, ia menduga bahwa lelaki didepannya ini adalah tipe lelaki yang fleksibel, tidak seperti suaminya yang sangat kaku. Meski Shim Changmin memakai topi di malam hari, ia masih dapat mengintip wajah lelaki itu. Tulang rahangnya menonjol tegas, meski bukan definisi yang buruk. Tapi satu yang paling dominan, senyumannya benar-benar menawan.
Anchovy, yang kali ini memakai nama samaran Shim Changmin masih mempertahankan senyum terbaiknya. Ia sedikit menatap langsung pada bola mata Min Young yang berwarna hitam kemudian berkata, memasang wajah menyesal, "Maafkan aku, Nyonya Cho. Sepertinya istriku tidak bisa ikut andil kali ini. Ia berharap sekali aku dapat mewakilinya melihat calon rumah untuk tempat tinggal yang menyenangkan bagi kedua anak kami." Katanya.
Min Young berusaha untuk mengerti. Mengingat istri Shim Changmin memiliki pekerjaan dan sudah memiliki dua anak sekaligus, pasti wanita itu sangat sibuk, pikirnya. Jadi ia menjawab wajah menyesal Shim Changmin dengan tersenyum. "Tidak masalah, Tuan Shim. Nyonya Shim bisa melihat-lihat lain kali."
"Tidak ada waktu lain kali." Anchovy berujar pelan dengan masih tersenyum, beruntung Min Young tidak mengindahkan. "Mari, ikuti saya." Kemudian mereka bedua berjalan beriringan. Anchovy berusaha mengimbangi Min Young dengan bertanya mengenai seluk-beluk rumah hunian yang Min Young bicarakan. Ia berhenti sebentar di pintu, "Berapa kamar?"
"Lima kamar. Kamar utama memiliki ukuran dua kali lipat, sisanya sama saja." Min Young mengawalinya dengan menyalakan lampu ruang utama, kemudian memberi isyarat pada Anchovy yang ia ketahui bernama Shim Changmin. "Ayo, masuklah. Silahkan."
"Ada lima, salah satunya bisa digunakan untuk bayi ketiga kami." Lelaki itu berujar tipis meyakinkan. Dan Min Young tersenyum singkat karena dapat mendengarnya. Memasuki satu tahun usia pernikahan, membahas memiliki bayi adalah hal yang menyenangkan. Meski sulit pada tahun pertama, Min Young berusaha mengimbangi Kyuhyun. Oh bukan, seharusnya Kyuhyun lah sebaliknya. Mengingat Min Young adalah salah satu wanita yang dapat membuat siapapun tertarik kepadanya. Semua orang menyukainya, dan entah itu menjadi salah satu alasan Kyuhyun terjerat pesona Min Young. Apalagi istrinya itu juga pandai memainkan piano dan biola. Ia sempat mengiringi Immortal Song. Penampilannya benar-benar memukau kala itu.
Anchovy merasa sudah cukup menyapu pandangan matanya di ruang utama sebesar ini, ia membutuhkan ruangan yang lebih masuk kedalam. "Istriku benar-benar tidak bisa memasak. Akulah yang sering mengambil alih. Jadi, bolehkan aku melihat dapur?" Pikiran Min Young yang sempat melayang pada suaminya terhenti seketika. Ia terdiam beberapa detik sebelum benar-benar kembali ke alam nyata. "Tentu saja." Kemudian tangannya menunjuk ke arah kanan. "Disini. Ke arah sini."
Karena merasa sudah nyaman, Min Young mengantar Shim Changmin, melewati koridor pendek, lalu melewati ruang makan, dan berhenti, masuk ke dalam dapur yang bergaya klasik. Semua lampu sudah menyala meski terkesan redup, tidak seperti ruang utama tadi yang bisa dikatakan terang benderang. Min Young mengamati sekilas, sepertinya dapur ini sudah di renovasi oleh pemilik sebelumnya. Yang ia ketahui, rumah ini dibangun pada tahun sembilanpuluhan, termasuk rumah jaman lama. Lalu ia merasakan sesuatu ketika Anchovy berada dibelakangnya. Tubuhnya terkesiap tanpa komando ketika ia berbalik dan merasakan sebuah tangan menyergapnya dengan sapu tangan berbau menyengat. Ia pingsan.
.
Wanita berambut hitam ini tidak tahu berapa lama ia pingsan. Berapa menit? Atau sampai berapa jam kah lamanya? Hal pertama kali yang Min Young sadari saat bangun dan membuka matanya ialah, ia sedang bersandar di salah satu sisi dekat konter dapur. Tangannya diikat keatas di pergelangannya, juga kedua kakinya. Namun ia merasa pusing. Kepalanya terasa berat. Lalu ia teringat Shim Changmin. AH! Min Young berusaha melihat-lihat sekitarnya. Kepalanya bebas tapi ia belum merasa kuat untuk berteriak. Ia juga tidak kepikiran, kepalanya masih pusing. Pandangannya masih berkunang-kunang, dan buram. Ia berusaha menajamkannya saat perlahan-lahan mendapati Shim Changmin sudah berada didepannya mendekatinya. Berjalan lamat-lamat.
"Halo, cantik. Kau sudah bangun rupanya. Aku menunggumu cukup lama, tiga puluh menit."
"Kenapa?" Min Young berbisik.
"Apanya yang kenapa?"
"Alasan kau melakukan ini." Jawabannya terdengar terbata-bata. Ia melanjutkan, berusaha menebak-nebak. "Memperkosaku?"
Min Young langsung merenungi kalau kemungkinan tebakannya salah saat lelaki di depannya malah tertawa. Anchovy menggeleng-geleng geli. "Aku tidak serendah itu melakukannya dengan orang yang tidak menginginkanku. Apalagi kau pingsan tadi. Ada yang lebih nikmat daripada hal itu." Anchovy masih tertawa. Ia terkekeh tatkala melihat ekspresi Min Young yang berubah mengetahui tebakannya memang salah. Min Young berusaha berpikir. Tanpa menunggu waktu memulihkan kesadaran begitu lama, ia menganga melihat lelaki itu telah menggenggam sebuah benda yang berkilau singkat terkena cahaya. Sebuah pisau daging! Lelaki itu akan membunuhnya!
Min Young menangis. Merasa teror, jiwanya terancam, ia ketakutan! Dadanya bergemuruh dan berdebar. Ia sampai terisak. "Kumohon… aku akan melakukan apapun, kumohon…"
Anchovy mengusap kepala Min Young. Lalu meraih juntaian rambut gelapnya yang berwarna hitam, memperhatikannya sekilas yang kemudian dilepaskannya. "Seandainya kau berambut pirang atau cokelat." Ia berujar. "Apa kau takut?"
Min Young menelan ludah susah payah. Dia menyesal tidak mendengarkan kata Kyuhyun untuk tidak pergi kemari. Tubuhnya gemetaran. Memandang pisau daging di tangan lelaki tersebut, ia akan mati. Tubuhnya akan dipotong-potong. Lehernya akan di penggal. Astaga, Min Young benar-benar ketakutan sekarang. "Kumohon… aku mohon…" ia terus memohon.
Lelaki itu tertawa mendengar wanitanya terus memohon. Ia menikmati raut ketakutan itu. Ia semakin mendekat, Anchovy mengangkat pisau dagingnya hingga atas kepala. Lalu dalam sekali ayunan, ia menebas pergelangan tangan Min Young. Tangan kanan. Darah terciprat. Pergelangan tangan itu terjatuh setelah sebelumnya berguling beberapa kali, hingga membentur lantai. Rasanya luar biasa sakit. Anchovy kemudian mencabut pisaunya, mengayunkannya lagi pada tangan sebelah kiri, juga pada pergelangan tangannya yang bernasib sama dengan yang kanan.
Min Young pingsan sekali lagi. Anchovy hanya membutuhkan waktu beberapa lama sebelum wanita berambut hitam ini mati kehabisan darah, dan Anchovy menyempatkan diri meletakan sekuntum bunga mawar berwarna merah disamping bagian tubuh yang bersimbah darah.
.
to be Continued…
.
A/N : Jadi, bagaimana? Ada yang sudah membaca novel aslinya?
Semoga berkenan!
HAPPY KYUMIN DAY!
