MY BABY YOU
DISCLAMER : MASASHI KISHIMOTO
STORY BY AZALEA RYUZAKI
PAIR: GAAHINA
RATED : T SEMI M
WARNING: AU, CHARA DIPASTIKAN OOC, TYPO, DLL
JUDUL FANFIC INI DIAMBIL DARI LAGU YANG DINYANYIKAN MARC ANTHONY DENGAN JUDUL YANG SAMA.
.
.
.
'Cinta itu sederhana.'
Itulah yang selalu diyakini Hinata selama ini. Baginya yang hanya hidup bersama ayah, adik perempuannya dan sepupu lelakinya, cinta bukan sesuatu yang rumit dan tidak harus selalu dikatakan. Cukup dengan hanya saling menyapa, saling menyentuh dan saling mendengarkan, itu sudah cukup mencerminkan cinta.
Hanya sesederhana itu.
Ia mungkin tidak pernah keluar rumah saat malam hari, ayahnya tidak pernah mengijinkan hal itu. Tapi ia tahu cukup banyak tentang kehidupan malam. Ia bahkan hapal letak semua love hotel, diskotik, bar remang-remang dan tempat berbahaya lain disekitar rumahnya. Bukan karena ia sering berkunjung kesana, tapi karena Neji, sepupunya, yang biasa mengantarnya kesekolah dengan sepeda selalu memutar jalan. Alasannya sih untuk menghindari tempat-tempat mencurigakan itu, sekaligus menghindari kemungkinan Hinata terjerumus kedalam kehidupan malam. Overprotective seperti biasa.
Awalnya Hinata tidak keberatan. Bersepeda dengan jalan yang memutar-mutar di pagi hari merupakan sebuah 'jalan-jalan' yang cukup menyenangkan. Tapi setiap hari? Itu kelewatan!
Maksudnya, dengan waktu yang hanya tersisa 10 menit untuk mencapai kelasnya yang berada di lantai dua dan tugas-tugas yang perlu didiskusikan dengan teman-temannya, serta ulangan dadakan yang sering diberikan guru…Jelas Hinata tidak punya waktu ekstra selain berlari menaiki tangga agar bisa duduk cantik dibangkunya tepat saat bel tanda masuk berbunyi. Lalu…kapan Hinata nyonteknya?!
Tolong jangan terlalu berharap lebih pada Hinata.
Karena jujur saja, walaupun dia hidup di keluarga berada, mewarisi gen terbaik dan dikelilingi orang-orang jenius, tapi daya tangkap Hinata tidak sehebat ITU. Nilainya pas-pasan. Selalu pas-pasan. dan ini bukan kalimat yang diucapkan untuk merendah.
Nilai paling tinggi yang didapat Hinata hanya mencapai angka 8. Itupun hanya di mata pelajaran sastra dan bahasa. Pelajaran yang sebenarnya tidak begitu diminati hampir seluruh siswa disekolahnya. Nilai olahraganya juga tidak bisa dibanggakan. Buktinya ia hanya mampu memboyong angka 6 untuk olahraga dodgeball. Alasannya? Hinata sudah terlempar dari lapangan saat peluit babak pertama baru saja berbunyi. Ya, Hinata kena pukulan telak di kepala sebelum bisa menambah angka. Alasan keduanya, pukulan yang diterima Hinata mengakibatkan gegar otak ringan yang memaksanya terbaring tak berdaya diruang kesehatan seharian penuh sampai bel pulang sekolah berkumandang.
Sial, dia benar-benar benci pelajaran olahraga!
Dan jangan pernah berani menanyakan nilai matematikanya. Bahkan Hinata yang berbudi pekerti halus bisa jadi temperamental karena membahas matematika. Otaknya tidak pernah sanggup!
Lupakan masa kelam itu. Kita beralih ke masa kini.
Di usianya yang kini menginjak 21 tahun, Hinata tidak pernah terpikir untuk menyewa apartement atau tinggal di kamar kost seperti teman-temannya yang lain yang mengaku mandiri. Bahkan sekedar membiasakan diri menjadi pribadi yang mandiri pun tidak pernah terlintas dalam benaknya. Hinata sudah terlanjur nyaman dengan kehidupannya yang sekarang. Bersama keluarganya.
Hanya saja, statusnya yang masih single cukup meresahkan. Terlebih lingkungan tempat Hinata tinggal dihuni oleh pasangan-pasangan muda yang rentan masalah. Terutama perselingkuhan. Bukan ingin berburuk sangka, tapi bisa saja kan Hinata jadi korban. Dijadikan selingkuhan oleh sang suami mata keranjang. Dituding sebagai pihak ketiga padahal Hinata tidak tahu apa-apa dan hanya dijadikan kambing hitam oleh selingkuhan sang suami yang sebenarnya. Dan yang paling parah, Hinata tidak diberi ganti rugi setelah nama baiknya tercemar.
Amit-amit.
Dan terlepas dari masalah pelik itu, yang sebenarnya hanyalah khayalan semata, ada SATU masalah yang jauh lebih rumit: Hinata belum pernah pacaran.
Don't judge, please. Hinata bukan tidak laku. sama sekali bukan. Hanya saja memang belum ada cowok yang nyangkut dihati.
Beneran!
baiklah, dulu mungkin ia sempat suka pada salah satu teman seangkatannya saat mereka masih duduk di bangku sekolah dasar, tapi temannya itu sudah menikah dan punya anak, hidup bahagia di suatu tempat entah dimana. Hinata mengabaikan gunjingan orang yang mengatakan cinta pertamanya itu menikah karena pacarnya sudah hamil duluan. Kalau ternyata berita yang tersebar itu bohong dan Hinata terlanjur percaya bisa bahaya. Berita bohong kan termasuk fitnah. Dan ganjaran orang yang menyebar dan percaya fitnah itu neraka!
hiiiii
Makanya, cerita versi dirinya sendiri jauh lebih bisa diterima: si cowok jatuh cinta pada pandangan pertama saat malam natal. Dengan butiran-butiran salju yang turun dari langit, wajah sang cewek jadi terlihat lebih bersinar, membuat si cowok jadi makin terpesona.
Mereka kemudian menghabiskan waktu berdua, saling mengenal. Setelah itu mereka jadi lebih sering menghabiskan waktu bersama dan akhirnya memutuskan menikah. Berhubung si cewek itu subur banget, jadi baru tiga bulan usia pernikahan, perutnya sudah menggelembung dan dua bulan kemudian, mereka mempunyai seorang bayi manis.
errr….entah kenapa cerita versi Hinata ini justru makin menguatkan prediksi merried by accident yang sudah lebih dulu berkembang di masyarakat.
Tapi sudahlah, intinya dugaan tak bersalah aja, OK?
Dan cerita diatas itu sebenarnya bisa menjadi lebih seru dan hidup andai saja Hinata tidak lupa nama si cowok. Lupakan fakta mereka adalah teman saat SD. Dan jangan terlalu serius menanggapi si tokoh utama wanita, karena Hinata belum pernah bertemu langsung dengannya hingga tidak bisa menjabarkan lebih jauh.
Dan lagi, daya pikirnya tidak terlalu bagus dalam mereka-reka sebuah nama. Bahkan yang fiktif sekalipun.
Oke cukup.
Saat duduk di bangku sekolah tingkat pertama, kehidupan cinta Hinata juga biasa-biasa saja. Tak ada yang istimewa. Ah salah! Tentu saja ada. Saat itu, untuk pertama kalinya Hinata baru tahu beberapa temannya sudah mulai pacaran. Hinata sengaja melewati bagian pegangan tangan dan ciuman. Jiwanya masih polos untuk mengambarkan hal itu.
Saat itupun Hinata tidak kepikiran untuk ikutan berpacaran. Hinata kan masih kecil, nanti dimarahi papa Hiashi gimana?
Jadi, selama masa sekolah menengah tingkat pertamanya, Hinata selamat tanpa merasakan yang namanya pegangan tangan dengan cowok, jalan bareng, kencan, ciuman, pelukan dan pacaran. Datar.
Di tahun pertamanya duduk di bangku sekolah menengah atas, akhirnya Hinata ditembak cowok imut, berambut cepak dan agak kurus. Sayangnya, cowok itu langsung kabur sebelum Hinata memberi jawaban. padahal Hinata tidak ada niat nolak. Walaupun kalau boleh jujur, ia sama sekali tidak kenal siapa cowok itu, tapi kan lumayan buat pengalaman. Hinata masih penasaran rasanya pacaran itu seperti apa.
Sampai saat ini, kejadian itu merupakan misteri terbesar dalam hidupnya. Karena entah mengapa, sampai lulus sekolah menengah atas, sepertinya tak ada lagi yang berminat menjadikan Hinata pacar.
Dia tidak sejelek itu, kan?
Andai saja saat itu Hinata berkenan menoleh kebelakang, pasti ia akan langsung tahu alasan cowok itu lari darinya. Neji dengan tatapan membunuhnya memang mengerikan.
Dan sekarang, saat usianya cukup matang untuk menjalin hubungan percintaan, Hinata sudah tidak memiliki minat sama sekali. Ia cukup bahagia dengan hidupnya. Pekerjaannya sebagai guru TK juga menyenangkan, meskipun pendapatannya tidak seberapa. Dan hubungan sosialnya dengan tetangga juga berlangsung baik tanpa masalah.
Baiklah, hidupnya masih tetap datar. Atau lebih tepat disebut membosankan. Dan karena itu pulalah, keluarganya tercinta berinisiatif membantunya menemukan calon suami.
Hinata itu kan identik dengan kesederhanaan. Jadi gampanglah buat dijodoh-jodohin. Tinggal sodorin pria yang sesuai. Beres.
masalahnya, keluarganya sama sekali tidak ada yang tahu kriteria pria idaman macam apa yang Hinata mau selain sederhana dan tidak boros.
Keluarga macam apa itu?!
.
.
"Co-cowok idamanku?" tanya Hinata sedikit memastikan pertanyaan sang adik tersayang yang tiba-tiba saja berubah dermawan dengan mengajaknya makan steik di restaurant sederhana di pinggir jalan. Ini aneh. Sangat aneh.
Asal tahu saja, kalau Hinata dibilang hemat maka adiknya itu, Hanabi, identik dengan pelit! Buktinya, sang adik hanya mandi satu kali sehari. Biar awet sabun katanya. Tapi mau bagaimana lagi, sabunnya mahal. Tulisannya aja Lux. Sudah pasti mahal tuh.
Harusnya hinata tahu, ini trik untuk memudahkan keluarganya mencari pria yang tepat untuk dirinya. Tapi berhubung Hinata selalu berbaik sangka, jadi yang ada dipikirannya saat ini adalah pikiran menyenangkan tentang adiknya baru mendapat undian berhadiah. Padahal kenyataannya jauh lebih sederhana dari itu: Hanabi diberi uang 'lebih' oleh Hiashi dengan syarat Hanabi mampu mengorek keterangan tentang cowok idaman sang kakak.
Aih, itu mah kecil. Yang penting ada uangnya.
"Iya, cowok idaman nee-chan yang seperti apa?" tanya Hanabi serius. Dilihatnya Hinata yang kembali menyesap coklat panas dengan sedikit gugup.
"Kenapa tanya begitu?"
"Sudahlah, jawab saja!"
"A-ano…aku suka cowok yang sederhana." jawab Hinata tegang. Dan ia makin gugup saat Hanabi malah memutar mata dan kembali menatapnya tajam. "Da-dan tidak boros. La-lalu punya tampang yang enak dilihat. Tidak merokok, minum alkohol dan mengkonsumsi obat-obatan terlarang. Ju-juga setia, tidak suka pergi kediskotik, dan punya nama belakang yang keren."
Disini Hanabi mulai mengernyitkan dahi bingung.
"Da-dan dia juga harus punya pekerjaan, rumah dan penghasilan tetap yang cukup untuk menghidupi dirinya dan aku jika kami menikah nanti. Dia juga harus bersih. Menutup tutup toilet setelah selesai dan mandi teratur."
Hanabi kembali memutar mata mendengar kata mandi. Ia merasa tersindir. SANGAT tersindir.
"Tapi yang lebih penting, dia mencintaiku. Tidak pernah menyisakan dan juga tidak keberatan membiarkanku mengunjungi kalian saat kami menikah nanti. lalu…"
"Baiklah cukup! Aku mengerti, tipe mu cowok baik-baik kan? geeezzz, aku makin lapar mendengar celotehanmu nee-chan."
"Ka-kalau begitu... mau pesan sekarang?"
Hanabi kembali memutar matanya sebal. Setengah jam waktu hidupnya baru saja terbuang sia-sia.
.
.
.
Siang itu, saat hendak meninggalkan TK tempatnya mengajar. Hinata mendapat pesan dari Neji yang mengajaknya makan siang bersama di tempat makan yang tak jauh dari tempatnya bekerja. Jika saja ini hari biasa, dimana Hinata akan bersikeras mempertahankan prinsip hematnya. Tentu ia tidak akan berpikir dua kali untuk mengiyakan ajakan Neji itu.
Kaya atau miskin, untuk masalah uang Hinata memang cukup tegas. Walaupun sampai sekarang perusahaan milik keluarganya belum memunculkan tanda-tanda bangkrut, tapi lebih baik mencegah daripada mengobati, kan. Bayangkan kalau mereka bangkrut dan Hinata tidak bisa bertahan hidup karena sudah terbiasa boros?!
Amit-amit, amit-amit. Jangan sampe kejadian.
Tapi berhubung pengalaman tadi malam bersama Hanabi cukup membekas. Dengan terpaksa, Hinata menolak ajakan Neji dan bergegas pulang. Perutnya sudah keroncongan. Mungkin membeli beberapa kue ikan di kios pinggir jalan itu bisa mengganjal perutnya untuk sementara.
Baunya yang menggugah selera membuat Hinata makin kelaparan. Ditampah isi dari kue ikan itu sendiri yang beragam. Dari isian yang manis seperti kacang merah, coklat, selai strawberry hingga yang asin. Hmm rasanya Hinata harus membeli lebih banyak kue ikan. Lupa pada prinsip berhematnya.
Sembari menunggu kue ikan pesanannya matang, Hinata menunggu dengan sabar di bangku yang sudah disediakan.
Saat itulah sebuah mobil hitam mengkilat berhenti tepat dihadapannya. Disusul sopir yang membukakan pintu penumpang dengan sopan. Hmmm…kue ikan disini pasti sangat lezat sampai orang-orang kaya bermobil ini juga ingin membeli. Untung Hinata sudah antri duluan.
"Hyuuga… Hinata?"
Eh?! Apa pria itu baru saja memanggilnya?
Hinata mengerjapkan mata dengan bingung. Lelaki dihadapannya ini terlihat sangat asing. Rambut merah berantakan, dahi bertato dan lingkaran hitam yang cukup tebal di kelopak matanya.
Kami-sama…Hinata tidak pernah kenalan dengan preman! Dan tidak akan pernah mau. Jadi bagaimana pria ini bisa tahu namanya?!
"Ya."
Ditengah kekalutan pikirannya yang makin menjadi-jadi, Hinata hanya bisa mengeluarkan satu patah kata itu saja! Hanabi pasti murka kalau tahu.
"Aku sudah lama mencarimu."
Heee?! Jadi bukan preman, tapi debt kolektor. Fiiuuhhh syukurlah. Tadinya Hinata pikir dia mau digrepe-grepe orang tak dikenal.
Errr…tunggu dulu. DEBT KOLEKTOR?!
MACAM MANA PULA ADA DEBT KOLEKTOR?!
HINATA TAK PERNAH BERHUTANG!
"Me-mencariku?" tanya Hinata dengan tangan gemetar sembari menggali kembali ingatannya. Tapi tetap saja, Hinata yakin tidak punya hutang berupa uang sekecil apapun pada siapapun. Jadi bisa dipastikan, kalau bukan fitnah, ini pasti percobaan pemerasan!
Sementara pria tinggi berambut merah dihadapan Hinata langsung mengangguk dengan yakin.
"Aku ingin menagih janjimu."
"Ja-janji?"
Huoohhhh ternyata memang bukan hutang. Hinata benar-benar lega. Kali ini ia bisa menatap wajah dihadapannya dengan lebih tenang. Wajahnya yang kini telah terlepas dari ketegangan kembali memancarkan keramahan yang merupakan ciri khas Hinata. "Janji apa?"
"Kau janji akan menikahiku saat usiamu sudah lebih dari 20 tahun." Kata pria asing itu tenang. Sementara Hinata yang mendengarnya langsung memasang wajah horror.
WHAT THE FUAK!
SESEORANG…KATAKAN INI HANYA BERCANDA!
.
.
author notes:
jujur, fic ini sebenarnya mau dibuat serius. tapi kenapa malah jadi parody gagal gini ya?!
btw, happy b'day buat hinata dan temen-temen yang berulang tahun hari ini ^^ selamat ulang tahun yaaa.
dan fic ini rencananya akan end di pertengahan bulan januari, tepat di hari ulang tahun gaara. untuk chapternya sendiri belum ditentukan berapa, tapi berhubung aku suka yang simple-simple sudah bisa dipastikan tidak akan lebih dari 5 chapter. paling 3 chapter udah end. males juga panjang-panjang #plakk!
and last…gaara dan hinata itu pair yang cuit banget ya, wkwkwk.
jaa ne minna.
dan terimakasih telah membaca. kritik dan saran silahkan sampaikan di kotak review ya.
.
ciamis, 27 desember 2013
23:32 WIB
