Do You Love Me?

Author: Lynhart Lanscard

Disclaimer: Masashi Kishimoto

Rated: T

Genre: Romance/Drama

Pairing: NaruHina

Chapter 1

Sial, kepalaku pusing sekali! Mabukku masih belum hilang sepenuhnya ternyata, aku pasti terlalu banyak minum saat reuni tadi. Aku melihat sekeliling apartemenku terlihat berantakan, aku pasti sedikit mengacau saat mabuk tadi. Sayup-sayup aku mendengar suara gadis yang menangis di sampingku, dan benar saja ketika aku menoleh ada seorang gadis disana. Tak berbusana, tak mengenakan sehelai benangpun, dia hanya menutupi tubuhnya dengan selimut putih milikku. Hyuga Hinata, gadis mantan teman sekelasku itu ada disana...

"Hi-Hinata, kenapa kau ada disini? A-ada apa ini sebenarnya?" tanyaku padanya, berharap dia menjelaskan kronologinya

"Ka-Kau tidak mengingatnya Naruto-kun? K-Kau yang memaksaku kan?" katanya sambil terisak.

Mengingat? Apa yang harus kuingat, aku saja lupa apa yang harus kuingat. Aku tidak mengingat kejadian apapun sejak kejadian reuni itu, yang kuingat terakhir adalah Kiba menuangkan segelas bir ukuran jumbo dan aku langsung meminumnya, setelahnya aku tidak mengingat apapun lagi.

"Aku benar-benar tidak mengingat apapun Hinata, tolong katakan padaku apa yang terjadi sebenarnya pada kita?!" ujarku memohon.

"Ki-Kita...melakukan hal itu...," ujarnya terbata-bata.

"Melakukan 'itu'? 'Itu' apa? Aku tidak mengerti!"

"S-S-Sex..." katanya dengan wajah yang merona.

"S-S-S-SEX KATAMU!?" aku menjerit sekeras yang kubisa, aku benar-benar tidak menyangka event dadakan ini.

"K-Kau tidak bohong kan?"

Hinata menggeleng pelan.

"Sungguh?"

Hinata mengangguk lemah.

Ah, ini benar-benar hari tersial dalam hidupku! Aku baru saja mengalami hal pertama dan terpenting dalam hidupku tapi aku sama sekali tidak mengingat rasanya karena mabuk! Aaah, aku dihari kemarin benar-benar bodoh! Aku kembali melihat Hinata, dia masih belum berhenti menangis. Aku rasa itu pasti wajar, dialah yang seharusnya lebih dirugikan daripada aku. Aku telah merenggut paksa hal yang paling berharga bagi dirinya dan harusnya diberikan kepada lelaki beruntung yang akan menjadi suaminya nanti, aku jadi sangat menyesal padanya.

"Hi-Hinata, aku sungguh menyesal. A-Aku tidak menyangka kalau mabukku bisa jadi bencana seperti ini, aku benar-benar minta maaf," aku benar-benar menyesal saat meminta maaf kepadanya. Sungguh, ini adalah pertama kalinya aku benar-benar menyesal saat meminta maaf pada orang lain.

Dia tidak mendengarkanku, dia masih terus menangis sambil memeluk selimut yang menutupinya erat-erat dengan gemetaran. Aku bisa melihat noda darah perawannya yang dia tutupi dengan selimutku. Aku masih belum percaya kalau aku sudah membuat gadis sebaik Hinata jadi seperti ini, aku benar-benar laki-laki bajingan. Aku telah merenggut masa depannya, senyumnya, dan kebahagiaannya. Tidak ada pilihan lain untukku, aku harus mengambil langkah untuk menebus semua kesalahanku.

"Hi-Hinata...tenanglah, aku akan bertanggung jawab atas semuanya. Aku tidak akan meninggalkanmu sendirian, aku janji," aku memeluknya dengan erat sembari mengatakan hal itu, semoga dengan hal itu bisa menenangkannya.

"Su-Sungguh?"

"Iya, aku akan bertanggung jawab. Besok kita akan ke rumah keluargamu untuk membicarakan hal ini, aku juga akan bicara pada keluargaku nanti."

Setelah aku mengatakan hal itu dia kembali tenang, gemetarannya berhenti, dia menatapku sejenak dan membalas pelukanku dengat tak kalah eratnya.

Beberapa hari kemudian aku pergi menghadap keluarganya dan seperti yang sudah kuduga sebelumnya, keluarga Hinata marah besar pada kami berdua. Ayahnya bahkan sempat menghajarku beberapa kali sebelum akhirnya dia benar-benar menerima lamaran pernikahanku atas putri sulungnya itu. Aku tidak bisa menyalahkan atas perbuatannya, akupun pasti akan berbuat seperti itu jika aku ada di posisinya. Keluargaku sendiri tidak terlalu keras seperti keluarga Hinata, hanya saja mereka tetap menceramahiku habis-habisan karena mempermalukan nama keluarga. Akhirnya melalui proses yang alot dan panjang akhirnya kami berdua bisa menikah, pernikahannya sederhana, tidak ada pesta yang meriah, hanya dihadiri keluargaku dan orangtua serta adik Hinata. Sepertinya sang ayah, Hiashi-san, tidak mau membeberkan masalah ini pada keluarga besarnya.

~Do You Love Me?~

Sinar mentari pagi yang merangsek masuk menuju kamarku membangunkanku, disampingku masih terlelap seorang wanita yang kini berstatus istriku. Aku sendiri masih belum terbiasa dengan situasi ini, walau nyatanya kami sudah menikah selama 2 minggu. Wajahnya yang polos dan lugu kadang masih membuatku merasa bersalah ketika menatapnya, mengingatkanku atas kesalahan yang pernah kubuat padanya. Perlahan dia membuka matanya dan wajahnya langsung memerah ketika menatapku, dia langsung menjaga jarak dariku. Mungkin dia juga masih belum terbiasa, atau... Ah sudahlah, aku tidak mau membahas hal yang tidak menyenangkan.

"Se-Selamat pagi Naruto-kun," dia menyapaku dengan canggung.

"Ah, selamat pagi juga Hinata," balasku dengan senyum.

"Ka-Kau mau sa-sarapan apa?" tanyanya dengan tergagap.

"Hinata, tidak usah canggung begitu. Sekarang kita sudah bukan orang lain lagi kan? Kita ini sudah sepasang suami istri bukan?"

"Maaf, aku masih belum terbiasa dengan situasi seperti ini. Rasanya aku masih belum percaya kalau kita sudah menikah," ujarnya sambil memainkan jari jemarinya yang lentik itu.

"Tidak apa kalau kau masih belum terbiasa, aku juga begitu kok. Kalau kau masih merasa canggung anggap saja kita seperti teman dekat yang tinggal seatap," kataku mengusulkan.

"Ta-Tapi tidak ada teman lain jenis yang tinggal seatap," sahutnya.

"Kalau begitu anggap saja aku ini peliharaan atau semacamnya," ujarku spontan

"Hmmpf, peliharaan? Hahaha..."

Hinata tertawa untuk yang pertama kalinya setelah semua masalah yang dialaminya, aku senang bisa melihat tawanya lagi.

"Na...Naruto-kun kan peliharan, rasanya lucu kalau membayangkannya begitu," sambungnya.

"Tidak apa, asal hal itu bisa membuatmu rileks saja. Aku tidak keberatan menjadi hewan peliharaanmu kok."

"Baiklah kalau begitu, aku akan menganggapmu teman saja. Hewan peliharaan itu terlalu kejam rasanya."

"Kalau begitu aku mandi dulu, untuk sarapannya terserah padamu sajalah."

Melihat senyuman dan wajah Hinata itu membuat hatiku sedikit menjadi lega. Aku senang bisa sedikit meringankan beban yang dialaminya selama ini. Aku berharap bisa memberikan kembali kebahagiaannya yang pernah kurenggut paksa, aku ingin belajar mencintainya. Aku tidak mau Hinata menderita karena sebuah hubungan kepura-puraan, memang benar aku menikahinya karena keterpaksaan dan rasa tanggung jawabku. Tapi setidaknya aku ingin memberikan Hinata kebahagiaan yang asli, bukan sebuah kepalsuan seperti yang kubuat ini.

~Do You Love Me?~

"Ittekimasu!" ujarku ketika meninggalkan rumah.

"Itterashai!" sahutnya.

Ini pertama kalinya setelah sekian lama ada yang menjawab salamku ketika aku berangkat kerja. Terakhir kali ketika aku masih tinggal dengan kedua orangtuaku, yah kira-kira 5 tahun yang lalu mungkin. Kedua orang tuaku sudah lama meninggal, mereka meninggal karena sebuah kecelakaan. Selama ini aku hanya diurus oleh kerabat jauhku, walau begitu rasanya sangat berbeda. Mereka tidak pernah menganggapku ada di dalam keluarga mereka, rasanya aku seperti duri dalam daging yang tiba-tiba saja muncul begitu saja di dalam kehidupan mereka. Perlakuan-perlakuan yang tidak adil seringkali kurasakan dan itu membuatku terbiasa. Maka dari itu, aku begitu senang ketika aku bisa hidup mandiri dan jauh dari mereka.

Yang peduli padaku hanyalah Iruka Sensei, guru wali kelasku saat SMA, Tsunade Baa-chan dan Jiraiya Jii-chan, pasangan suami istri yang tinggal tak jauh dari tempat kerabatku. Berkat merekalah aku bisa menikmati hidupku, mereka mengajarkan arti kebahagiaan dan kehangatan keluarga yang sesungguhnya walau kami tidak mempunyai ikatan darah. Perasaan hangat itulah yang kurasakan kembali ketika aku bersama Hinata, sebuah sensasi yang tak pernah kurasakan selama aku hidup sendiri selama ini.

"Oi penganti baru! Kau pasti sedang berbahagia ya sekarang!?" sapa Kiba sambil melingkarkan lengannya di leherku.

"Apa maksudmu Kiba?" tanyaku dengan nada datar.

"Ini!" dia menunjuk pada kotak bento yang ada di meja kerjaku. "Hinata kan yang membuatnya? Kalian pasti setiap hari bermesraan seperti yang ada di film-film romantis kan?" godanya.

"Bicara apa kau ini? Hidupku sama saja seperti biasa bodoh!"

"Bohong! Hinata membuatkanmu bekal setiap hari, kalian pasti setiap hari saling berciuman sebelum berangkat kerja, dan malamnya Hinata menyambutmu dengan hangat! AAH bikin iri saja!"

Sial perkataan Kiba barusan benar-benar membuatku malu, kenapa dia harus mengatakannya sekencang itu di depan orang-orang. Sungguh, saat ini aku benar-benar ingin memukulnya dengan sekuat tenaga.

"Aku juga ingin menikah!" kali ini dia berteriak menyuarakan isi hatinya.

"Kalau begitu lamar Tamaki sekarang juga dan berhenti mengganggu hidupku bodoh!" makiku padanya.

"Kalau mau sih aku lakukan, tapi aku belum punya cukup uang. Naruto, pinjamkan ya? Kita sudah lama berteman baik kan?"

Kiba merayuku seperti seorang gadis muda yang tengah merayu paman hidung belang, ukh...menjijikkan! Rayuan yang seperti itu tidak akan mempan padaku bodoh!

"Tidak akan! Lebih baik uangnya kupakai untuk membeli cup ramen!"

"Dasar pelit! Ya sudah aku pergi dulu."

"Iya, iya!" Kiba langsung pergi dengan raut wajah yang kesal, dasar orang yang merepotkan saja.

"Ah Naruto!" Haruno Sakura tiba-tiba memanggilku, perempuan cantik berambut pink ini segera menghampiriku begitu melihatku. Dia adalah salah satu sahabat baikku sejak kecil, wajahnya yang cantik dan juga sifatnya yang ramah membuat semua orang menyukainya, termasuk aku. Ya...aku melihatnya seperti wanita, bukan sebagai sahabat. Aku menyukainya bahkan sampai saat ini, meski begitu aku tidak pernah mengungkapkannya. Aku takut merusak persahabatan kami selama ini.

"Sakura-chan, lama tak bertemu! Tumben sekali kau mencariku, apa ada sesuatu?"

"Bukan apa-apa kok, aku hanya ingin memberimu kabar bahagia. Ini untukmu," dia menyerahkan sebuah kartu undangan pernikahan berwarna merah muda.

"Wah ini undangan pernikahan kan? Siapa yang akan menikah?"

"Aku..."

Hah? Menikah? Sakura-chan? Kepalaku mendadak kosong, aku tidak mempercayai kabar yang kudengar dari telingaku. Menikah? Dengan siapa? Bukannya selama ini Sakura-chan tidak pernah menjalin hubungan dengan seorang pria? Pria yang dekat dengannya hanyalah aku dan Sasuke...

"Aku dan Sasuke akan menikah minggu ini!" katanya dengan girang.

Uchiha Sasuke, adalah sahabatku selain Sakura-chan. Kami sudah lama bersahabat, jauh sebelum aku mengenal Sakura-chan. Kedua orangtua kami bersahabat, maka dari itu kami sudah saling mengenal sejak kecil. Aku sendiri sudah menganggapnya saudaraku. Aku tahu kalau dia juga menyukai Sakura-chan, tapi waktu itu kami telah berjanji kalau tidak ada satupun dari kami yang akan menyatakan cinta karena akan merusak hubungan persahabatan kami. Aku tidak menyangka kalau Sasuke akan mengkhianatiku seperti ini.

"Se-Selamat ya kalau begitu! Aku tidak menyangka kalau kalian akan menikah!"

Mengucapkan selamat menikah pada orang yang kau cintai ternyata begitu menyakitkan, aku tidak tahu rasanya bisa sesakit ini.

"Ya, aku juga tidak menyangka begini. Naruto... kau benar-benar tidak apa-apa kan?"

"Apa maksudmu Sakura-chan? Tentu saja aku berbahagia dengan hal ini," dustaku.

"Aku sudah mendengarnya dari Sasuke-kun, tentang janji kalian berdua, dan juga tentang perasaanmu padaku..."

"Jadi Sasuke sudah cerita semuanya?"

Sakura-chan mengangguk pelan dan berkata, "Kau mungkin berpikir kalau Sasuke mengkhianatimu Naruto, tapi kenyataan tidak begitu. Aku sudah lama menyukai Sasuke, dan aku jugalah yang menyatakan cinta, bukan Sasuke. Sasuke pada awalnya juga tidak mau menerimaku begitu saja, tapi aku yang bersikeras dan memaksanya. Kami terpaksa menyembunyikan hubungan kami selama ini darimu, karena takut kau terluka. Maafkan aku Naruto..."

"Tidak apa Sakura-chan, aku mengerti. Aku harap kalian berdua berbahagia."

~Do You Love Me?~

Aku tak tahu berapa banyak alkohol yang kutenggak untuk menghilangkan rasa sakit dan kecewa di hatiku. Semakin banyak kumeminumnya, semakin lebar lubang dihatiku yang terbuka. Aku tahu kalau aku melakukan perbuatan yang sia-sia, tapi entah kenapa aku tidak bisa berhenti. Aku sudah mempunyai Hinata sebagai seorang istri, lalu kenapa aku masih mengharapkan Sakura-chan? Aku berulangkali menanyakan hal itu pada diriku sendiri, tapi jawabannya tetap sama. Aku tidak mencintai Hinata, karena itu dia tidak bisa mengisi lubang di hatiku dan menggantikan Sakura-chan. Tak peduli berapa kali dan sekeras apa kucoba, aku tetap tidak bisa mencintai Hinata. Mungkin memang benar yang dikatakan orang, cinta itu tidak bisa dipaksakan.

"Tadaima!" aku mengucapkan salam dengan kencang.

"O-Okaeri Naruto-kun, kau tidak apa-apa?"

Dia benar-benar wanita yang baik, dia bahkan mengkhawatirkan walau aku dalam keadaan mabuk begini. Dia membawaku masuk ke dalam rumah dengan hati-hati. Melihat kebaikan Hinata, membuatku kesal sendiri.

"Bukan urusanmu! Aku bisa mengurus diriku sendiri!" bentakku.

"Tapi kau dalam keadaan mabuk seperti ini, kau tidak bisa..."

"AKU BILANG AKU BISA MENGURUS DIRIKU SENDIRI!" aku menghempaskan pegangannya dari tanganku.

"Kyaa!" Hinata terpental dan membentur dinding.

Celaka, aku benar-benar sudah kelewatan tadi. Tidak seharusnya aku memperlakukan Hinata seperti ini, bukankah aku sudah berjanji kalau aku akan membahagiakannya. Aku ingin menghampirinya dan meminta maaf padanya, namun egoku yang tinggi tak mengijinkannya.

"Diam! Kau bisa mengakhiri akting busukmu itu! Aku tahu, di dalam hatimu kau masih membenciku kan?! Sudah sewajarnya kalau kau bersikap seperti itu pada orang yang telah merenggut semuanya dari dirimu, kau tidak usah berpura-pura padaku lagi! Aku muak dengan semua itu!"

"Naruto-kun, aku tidak..."

"Diam! Semua orang sama saja, mereka berpura-pura baik padaku dan begitu aku lengah mereka langsung menusukku dari belakang! Kau juga sama dengan mereka kan? Suatu saat nanti kau pasti akan mengkhianatiku dan meninggalkanku kan? Jadi buat apa kau berakting begini Hinata?!"

Aku menangis...tanpa sadar aku mengeluarkan air mataku. Rasa pedih, kecewa, sakit hati yang kupendam selama ini keluar begitu saja dan kulampiaskan pada Hinata. Aku sadar kalau aku melampiaskannya pada orang yang salah, tapi entah kenapa aku tidak bisa berhenti.

"Tidak apa Naruto-kun, kau bisa cerita padaku kalau kau punya masalah. Bukankah kita ini teman yang tinggal seatap? Kau tidak perlu menanggung masalahmu seorang diri lagi Naruto-kun, aku akan selalu disisimu walaupun kau tidak menginginkannya," kata Hinata sambil memelukku erat.

Dekapan Hinata yang hangat dan nyaman membuatku tenang, rasa kecewa, sakit hati dan emosi-emosi negatif lain yang kupendam selama ini seakan sirna begitu saja. Semuanya berganti dengan perasaan hangat yang menyelimuti diriku, pelukan Hinata memberikan rasa yang dulu pernah kurasakan bersama ayah dan ibuku, kehangatan yang bernama keluarga. Malam itu aku menangis sepuasnya di dalam pelukan Hinata.

~Do You Love Me?~

Keesokan paginya aku terbangun dan mendapati Hinata masih tertidur disampingku, masih memelukku dengan erat. Wajahku langsung berubah menjadi merah dan panas, aku tidak tahu harus berbuat seperti apa di dalam keadaan seperti ini.

"Pa-Pagi Naruto-kun," sapanya dengan senyuman. Aku bisa melihat wajah meronanya seperti biasa, hanya saja dia tidak menjauh kali ini.

"Kau sudah baikan?" sambungnya.

"Ah iya, maaf kemarin aku berlaku kasar dan membentakmu Hinata. Aku kehilangan akal sehatku kemarin. Aku sungguh benar-benar menyesal, Hinata! Ka-Kau boleh meminta cerai dan pulang ke keluargamu, hidup bersamaku akan selalu menyakitimu."

"Aku tidak akan pergi kemana-mana. Aku akan selalu ada disisimu walaupun kau tidak menginginkannya, bukankah aku sudah mengatakannya kemarin?"

"Kenapa? Bukankah kau membenciku selama ini? Itu sebabnya kau menjaga jarak denganku selama ini kan?"

"Aku tidak pernah membenci atau takut pada Naruto-kun, sama sekali tidak pernah. Aku hanya malu, aku tidak tahu harus berbuat apa jika di dekatmu. Sejujurnya...sudah sejak lama aku menyukai Naruto-kun, karena itu aku sangat senang ketika bisa bertemu denganmu lagi di reuni sekolah. Aku senang karena waktu itu kau berbicara denganku lagi, mengobrol seperti biasa dan meminta bantuanku, walau akhirnya..."

"Hi-Hinata, ti-tidak usah kau teruskan!" kataku memotong.

"Tidak apa, tapi akhirnya bahagia kan? Aku bisa menikah denganmu, walau aku belum bisa memiliki hatimu. Naruto-kun, selama ini aku ingin menjadi sandaranmu, orang yang berbagi kesedihan dan kebahagiaannya untukmu, aku tidak ingin kau menanggung bebanmu lagi sendirian."

"Hinata...maaf...maaf kalau selama ini aku berlaku kejam padamu. Aku benar-benar bodoh! Aku bahkan tidak menyadari kalau ada wanita yang menyukaiku, memberikan semuanya untukku, aku...aku..."

"Jangan menyalahkan dirimu begitu, kita bisa memulainya dari sekarang."

"Kau yakin dengan pria sepertiku?"

"Aku yakin kau bisa membahagiakanku Naruto-kun, aku yakin itu."

"Ta-Tapi..."

"Tolong jaga aku dengan baik, suamiku..."

Dia mengecupku dengan lembut dan... Blush! Wajahku langsung merah dan panas seperti kepiting rebus, hatikupun jadi berdebar-debar dibuatnya. Mungkin tidak butuh waktu lama bagiku untuk jatuh cinta pada Hinata.

Author Note

Yoo minna saya kembali lagi dengan fanfic yang terbaru, mohon dukungannya (^^). Rencananya sih mau dibikin two-shoot, tapi kalo panjang paling molor sampe 3 chapter. Kalau begitu saya ijin pamit dulu, mohon maaf apabila ada kesalahan kata dan minta reviewnya ya