MY FAMILY

Disclaimer: Animonsta studio

Warning: Fanfic singkat dari autor newbie, Typo, OC, OOC, alur ga jelas dll

.

.

Selamat Membaca~~

.

.

.

.

.

.

Dikegelapan anak laki-laki bersurai hitam kelam itu masih mampu melihat. Ya meski hanya samar-samar.

Tubuh kecil itu mengendap-endap irish mata kecoklatannya melihat ke kiri dan ke kanan, mengawasi jika ada tanda-tanda kedatangan sosok sang Mama tercinta. Oh bisa habis ia nanti.

Senyum bocah SD itu mengembang ketika di lihatnya remote TV yang tergeletak dimeja di hadapannya.
Tangan itu mengambil remote dan menekannya.

Seketika lampu menyala.

Senyum anak itu pudar. 'Ah habislah' batinnya.

Takut-takut ia berbalik dan melihat ke arah pintu.
"Papa..." anak itu memajukan bibirnya, "Boya, kira mama tadi" lanjutnya.
Sang Papa tertawa kecil.
"Nah lalu kenapa anak Papa ini terbangun tengah malam, hm?"

"Mau lihat pertandingan Liga Inggris"

Papa nepuk jidat, "Ah ya bagaimana papa bisa lupa kalau ada pertandingan sepak bola!"

Kini gantian anak yang dipanggil Boya itu yang tertawa, "Papa'kan pelupa"

"Sudahlah, sekarang lebih baik kita..." Pria yang dipanggil papa menggantungkan kalimatnya dan melirik ke arah televisi, ia tersenyum penuh arti.
"Ayo!" Boya memekik senang.

10 menit berlalu

"Akh.. kenapa tendang tiang gol!" ujar ayah 1 anak itu.

"Tendang bola-lah" sang putra menimpali.

Tiba-tiba televisi mati.

"Aih," ucap mereka bersamaan. Mereka saling pandang. Mereka merasakan firasat buruk.
"Seru sekali pertandingannya.."

1 detik

2 detik

3 detik

4 detik

"MAMA!" kedua orang manusia yang bersetatus, ayah dan anak itu terjatuh dari sofa.

Dan malam itu berakhir dengan mereka yang mendapat hukuman dari sang mama yang adil lagi bijaksana.

Wajah mirip itu terlelap.
Cahaya pagi menerpa wajah-wajah lelah itu, Sapu dan alat pel masih mereka genggam, Yaya tersenyum. Dibelainya wajah sang suami yang telah mendampinginya selama 12 tahun itu.

"Boboiboy..." yang dipanggil Boboiboy membuka mata, entah mengapa ia sangat mudah terbangun bila mendengar suara istri tercintanya itu.

Mata mereka bertemu.
Boboiboy mendudukan dirinya melihat kearah samping, tempat putranya yang masih tertidur dengan sapu di genggamannya. Entah mengapa ia merasa bahwa putranya itu adalah copy-an dari dirinya. Tidak ada yang berbeda darinya hanya cara berpakaian dan tentunya topi. Ya putranya tidak memakai topi seperti yang ia kenakan. Putranya pun lebih memilih menggunakan kaos berlengan pendek dari pada ia yang lebih suka memakai baju berlengan panjang seperti kemeja putih yang ia kenakan saat ini. "Secara rupa ia sangat mirip denganmu, tapi tidak secara penampilan" Boboiboy tersenyum mendengar perkataan istrinya dan ia pun membenarkan dalam hati. Boboiboy bangkit, digendongnya putranya itu dan membawanya kelantai dua bekas kamarnya dulu, kamar benuansa biru tua itu benar-benar mengingatkannya kepada Aba, kakeknya.
Dan tentunya kepada Ochobot.

Dibaringkannya tubuh putranya ditempat tidur, tubuh kecil itu menggeliat.

"Mandilah dulu, sarapan sudahku siapkan, bukankah kau harus siap-siap untuk pergi ke kedai? Tentang Boboya biar aku yang akan mengurus kepindahannya ke sekolah barunya nanti." Boboiboy berbalik, seraya menangguk berlahan ia mendekat ke arah sang istri.

"Sudah lama kita tidak pulang ya.." Yaya terdiam. Ia tau suaminya kini tengah merasakan kesedihan yang amat sangat. Mengigat semua kenangan yang terkumpul dalam rumah ini. Ya. kesedihan dan rasa kehilangan itu masih ada meski sudah bertahun-tahun berlalu.

Tok aba, yang berpulang kepangkuan tuhan karena sakit.
Dan Ochobot, robot kesayangan. Ah tidak! Lebih tepatnya salah satu sahabat suaminya dan tentu merupakan sahabatnya juga, yang rusak dalam pertempuran.

Dan itu yang membuat mereka pergi dari pulau rintis, dan membawa putra mereka yang masih balita, untuk tinggal di kota dan menyembunyikan kekuatan mereka. Demi kebaikan fisik dan pisikis putra mereka, Boboya.

Namun teringat akan amanat kakeknya, Boboiboy kembali, untuk merawat dan merintis lagi usaha milik kakeknya yang diwariskan kepadanya. Ya kedai Tok aba. Dan selamanya akan begitu, tidak sedikitpun ia ingin mengubah nama kedai coklat turun temurun itu. Karena ia yakin, rasa kerinduannya akan hilang untuk sementara ketika ia memulai aktivitasnya dikedai itu.
Dilihatnya wajah Yaya yang memerah karena tangis. Ia tersentak. "Yaya.."

"Maafkan aku, Boboiboy.." Yaya menghapus air matanya.

"Aku tidak bisa mengurangi kesedihanmu"
Boboiboy menggelengkan kepalanya. Dikecupnya kening istrinya itu.

"Kau tau Yaya" telapak tangan Boboiboy terangkat, dengan lembut ia menghapus jejak-jejak air mata yang membasahi pipi Yaya, "Aku sangat beruntung memilikimu dan Boboya, dan kau tau? Aku sangat bahagia.." Boboiboy memeluk istrinya itu, merasakan kehangatan yang selalu menemaninya dan menguatkannya.

"Terimakasih, Yaya"

Boboya tersenyum. Matanya sudah terbuka sejak tadi.

Entah mengapa ia sangat suka melihat romansa yang terjalin diantara kedua orang tuanya. Bagaimana pun ia hanya anak yang selalu ingin melihat kebahagiaan yang tercipta diantara kedua orang tuanya.
Ya. Ia harap keluargannya akan selamanya begini.

.

.

.

.

.

review?