1
"Kurumi, aku akan membuatmu menjadi seorang pianis kembali. Aku ingin mengembalikan senyumanmu yang dulu.," ucapku kepada seseorang gadis di sampingku dan memberikan tatapan yang dingin.
"Apa maksudmu, Hinata?," tanyanya tanpa ekspresi kepadaku
"A-aku.."
"Muto Hinata..," tanganya tiba-tiba memegang bahuku. Wajahnya ia dekatkan kepadaku hingga mata kami saling bertatapan satu sama lain, "Aku tidak lagi tertarik lagi untuk menjadi seorang pianis. Aku sudah berhenti. Sudah dulu ya, aku mau pulang," tangannya pun dilepas dari bahuku lalu tiba-tiba pergi
"He?" o.O? , aku hanya bisa bengong dengan wajah memerah sambil melihat Kurumi yang tiba tiba pergi
"Hei! Awas, Kurumi! Di depan ada ranting poh-," belum selesai aku memberitahunya, benar saja Kurumi sudah menabrak ranting pohon di depannya.
"Aku tidak apa-apa, tidak apa-apa," jawab Kurumi dengan wajah yang memerah
"Kau sudah SMA. Berhati-hatilah"
Hinata Kurumizawa namanya, seorang gadis cantik berkulit putih dan berambut hitam panjang dengan tatapan yang dingin. Aku sudah mengenalnya sejak duduk di bangku sekolah dasar. Kami seumuran jadi kami bersama di kelas yang sama waktu SD. Aku bisa dekat dengannya tidak hanya karena aku teman sekelasnya, tetapi karena keluargaku juga menaruh saham tertinggi di perusahaan keluarga Kurumi.
Dulu, Kurumi seseorang gadis yang sangat ceria dan banyak senyum. Dia bahkan dikenal sebagai si anak jenius dalam bermain piano, tetapi karena perbuatan bodohku, hal buruk benar-benar terjadi padanya. Itu membuatnya tidak pernah bermain piano lagi dan kehilangan senyumannya.
Aku mempunyai seorang kakak perempuan di keluargaku. Akan tetapi, akulah yang diminta untuk meneruskan perusahaan dan saham milik keluargaku karena aku laki-laki.
Pewaris perusahaan keluarga, pintar, ahli dalam olahraga, pianis, dan seorang anak dengan wajah yang tampan. Itulah yang semua orang katakan kepadaku sejak aku kecil. Dulu, aku tidak terlalu peduli dengan orang lain. Aku hanya berusaha tampak baik di luar karena semua teman-temanku mendekatiku demi kepentingannya sendiri. Akan tetapi ada satu gadis yang benar-benar bisa membuatku menjadi diriku yang sebenarnya, tetapi aku malah melukainya
Sekitar 5 tahun yang lalu, saat kami duduk di bangku sekolah dasar. Semua temenku selalu mendekatiku
"Pagi, Muto-kun. Bagaimana kalau kita bermain bola sepulang sekolah? Pasti akan seru!," tanya seorang teman SD-ku
"Ah, maaf.. Aku ada latihan piano," jawabku sambil tersenyum
"Pagi, Muto-kun," sapa seseorang temanku yang perempuan
"Pagi," (•‿•)
"Ah, aku pergi duluan ya," aku segera bergegas pergi ke aula musik, menutup pintu, lalu menghela nafas.
Di dalam aku mendengar suara dentingan piano. Aku mencoba untuk mendekat ke arah datangnya suara. Terlihat adanya seorang anak perempuan berambut panjang sedang bermain piano di bawah sinar matahari pagi yang masuk ke dalam aula melalui celah celah jendela.
Aku hanya bisa tertegun melihat gadis itu bermain piano dengan bagus tanpa ada misc ataupun slip. Aku menelan ludah yang berada di tenggorakanku. Si Maestro, dia Si anak jenius dalam bermain Piano.
"Ada apa, Hinata-kun? Apa kau mencari sesuatu?," tanya gadis itu setelah dia menekan tuts terakhir. Dia menuliskan sesuatu di kertas partitur musik, lalu melirik ke arahku sambil tersenyum.
"Kau memanggil nama depanku lagi -_- Bagaimana jika ada orang yang tau, Kurumi? Kau akan dikira tidak sopan"
"Ha ha ha ha.. Maaf.. maaf.. Kita kan sudah mengenaj sejak dulu. (•‿•) Kau juga memanggil nama depanku, Hinata-kun"
"Itu karena kau mulai duluan, Kurumi.
Kau jangan membolos pelajaran pertama lagi hanya karena keasyikan bermain piano"
"Tidak, bentar lagi juga selesai kok," jawabnya sambil tersenyum kepadaku
Pipiku memerah hanya karena melihat dia tersenyum. Senyumannya manis dan sangat hangat
"Bu-bukankah kau ada kompetisi piano nasional nanti malam?" tanyaku
"Yap, karena itu ini latihan terakhirku sebelum menghadapi lomba. Kau harus ikut juga, Hinata-kun. Kau pianis yang rajin berlatih"
"Tidak, Aku tidak seperti kau jangankan berkompetisi. Aku saja sudah gagal di tingkat pertama kejuaraan junior.
Masa depanmu pasti cerah, Kurumi. Masih SD tapi kau bahkan bisa mengalahkan pianis yang sudah SMP dan SMA."
"Entahlah, siapa yang tahu? Bisa saja tanpa kau sadari kau menggantikanku," dia tersenyum lagi.
"Ha? Mana mungkin. Memangnya sesuatu hal buruk akan terjadi padamu dan membuatmu tidak bermain piano lagi"
Kurumi hanya tersenyum, memegang bahuku, lalu berkata "Kalau itu terjadi, aku percayakan padamu, Hinata-kun," sambil tersenyum.
"Percayakan apa?"
"Kupercayakan semua kepadamu"
"Apa-apaan kau ini. Oiya, Jam berapa kompetisinya dimulai?"
"Jam 7 nanti malam, kau mau datang untuk melihat?"
"Tidak, maafkan aku. Aku ada les piano."
"Lihat, kau saja rajin berlatih piano. Mungkin suatu saat kau akan menggantikanku, Hinata-kun"
"Tidak mungkin, ada jarak yang sangat besar diantara kita"
"Siapa yang tahu? Mungkin jarak itu bisa menjadi 1 inci saja," Kurumi tersenyum lagi
Setelah berkata begitu, Kurumi mengambil tasnya lalu berjalan pergi. "Ayo, Hinata-kun! Huft, bukankah kau yang bilang untuk jangan terlambat datang ke kelas"
Kurumi menarik tanganku, pipiku memerah. Dia melirikku sambil tersenyum lalu berubah menjadi tertawa. Senyumannya sangat manis. Mataku menatap matanya. Tiba-tiba kepalaku sangat sakit dan sekelebat kenangan suatu kejadian menghampiriku.
[-"Hinata! Kurumi kecelakaan saat perjalanan ke kompetisi. Dia tidak apa-apa, hanya supir keluarga Hinata yang meninggal. Sekarang Kurumi mengalami syok berat dan dibawa ke rumah sakit"]
[-"Kurumi? Kau tak apa? Lihat ayah, Kurumi! Jika tidak, lihat! Hinata-kun datang, Kurumi. Jangan melamun dan bertatapan kosong begitu."
"Maaf pak, Ini waktunya untuk pasien istirahat"
"Tolong kembalikan dia seperti semula, dok. Akan kubayar berapa pun untuk membuatnya seperti dulu. Sebelumnya dia tidak seperti ini"
"Ini karena syok, tetapi kami tetap akan berusaha sebaik mungkin"]
[-"Hinata-kun?"
"Iya, Kurumi?"
"Bukankah orang itu sekarang sedang bermain piano sekarang?"
"Iya. Pria itu sedang memainkan chopin waltz. Bukankah permainannya cukup bagus?"
"Aku tidak tahu"
"Apa maksudmu kau tidak tahu?"
"Aku tidak bisa mendengar suara pianonya"
"Apa maksudmu? suaranya bahkan sangat keras"
"Aku bahkan tidak bisa mendengar suara permainan pianoku sendiri," wajahnya pun menjadi murung. Tatapannya, menjadi tatapan yang sedih.]
Aku terbangun dengan telapak tangan berkeringat. Aku melihat jam yang sudah menunjukan jam 7 pagi. Aku berdiri dari tempat tidurku dan melihat sebuah bingkai foto yang berada di meja belajarku. Sebuah foto yang memperlihatkan aku dan Kurumi bersenang senang saat kami ke festival musim panas 5 tahun yang lalu. Foto musim panas terakhir Kurumi tertawa sebelum kecelakaan itu terjadi.
"Mimpi buruk itu lagi. Sebuah kenangan yang menjadi mimpi buruk"
Disebelah foto terdapat sebuah sertifikat dan mendali yang cukup banyak. Sekitar 5 buah jumlahnya. Di semua sertifikat itu tertulis "Juara Pertama Kompetisi Piano Nasional [Muto Hinata]"
"Kenapa yang tertulis di sertifikat namaku?! kenapa bukan namamu lagi! Kenapa?! Kenapa?! Harusnya itu Hinata Kurumizawa!," aku berteriak untuk melepaskan stressku
"Jika saja aku tidak berkata begitu, mungkin hal itu tidak benar benar terjadi. Aku akan mengembalikan senyumanmu lagi, Kurumi"
to be continued...
(Jangan Lupa Tinggalkan Pesan dan Komentar di bawah ini ya ヽ(^o^)ノ, Arigatou Gozaimasu, ありがとうございます)
