The Marriage

.

.

.

.

Disclaimer: Masashi Kishimoto

Warning: Typo's as always, OOC, and many more.

Pairing: SasuSaku

.

If you don't like it, don't read. You can leave the page. I warn you before.

.

.

.

Sakura tersenyum saat beberapa pegawai dan karyawan yang berlalu-lalang di area kantor miliknya menyapanya hangat. Ia sedikit merapikan rok hitam selutunya dan ikat rambut kudanya, lalu berjalan menuju ruangan kerjanya.

Ia bekerja sebagai CEO Haruno Group. Perusahaan yang berdiri lebih dari tiga tahun lamanya ini bukanlah termasuk jajaran perusahaan yang bisa dianggap sebelah mata. Perusahaan besar ini sudah termasuk ke dalam tiga perusahaan besar yang berpengaruh di kota tempat gedung ini berdiri, Tokyo. Tidak hanya Tokyo, perusahaan ini dikenal hingga ke seluruh Jepang bahkan beberapa Negara lain di dunia. Seperti wilayah Benua Eropa dan Amerika. Sungguh luar biasa.

Dan Sakura bangga akan hal itu. Putri satu-satunya keluarga Haruno ini sangat bangga dengan pekerjaan yang ia geluti saat ini. Terlahir sebagai anak kedua dari keluarga terpandang dan kelas atas membuatnya tidak berbesar hati dan merasa berkuasa. Ia justru terbalik, menjadi rendah hati dan dermawan pada siapapun. Termasuk karyawan dan pegawai kantornya.

Siapa yang tak kenal dirinya? Wanita berumur 23 tahun dengan postur tubuh tinggi bak model Victoria Secret dengan kulit putih mulus tanpa cela dan rambut panjang berwarna merah muda sepunggungnya. Para lelaki dari kaum atas berebut untuk bisa menawan hatinya. Tapi, mereka sepertinya harus pulang dengan tangan hampa. Haruno Sakura tidak berminat untuk memiliki kekasih ataupun suami sekarang ini. Ia hanya berfokus untuk menjadi wanita karir dan menikah disaat dirinya ingin saja. Tak lebih.

Sakura mendudukkan dirinya di kursi kerja miliknya. Ia menaruh perlahan tas putih yang dibawanya di sebelah vas bunga mawar yang setiap hari menemaninya. Menyemprotkan sedikit air segar pada bunga miliknya, ia tersenyum tipis. Harinya akan dimulai.

.

.

Suara ketukan membuat kepala merah mudanya mendongak. Ia bergumam kecil untuk membalas dan selanjutnya pintu kayu itu terbuka. Menampilkan asisten pribadinya, Kurenai Yuhi dengan pakaian khas kerjanya sedang menunduk kecil.

"Nona, hari ini jadwal anda adalah rapat bersama Tuan Uchiha di gedung Uchiha Corp pukul 10 siang nanti. Waktu anda kurang dari setengah jam lagi."

Sakura menaruh pulpen hitam yang digenggamnya kasar. Ia melemparkan punggung mungilnya pada sandaran kursi cepat. Tak lama, kepala merah mudanya mengangguk mengiyakan dan segera menyuruh Kurenai pergi.

"Aku permisi. Selamat pagi."

Dan Sakura menghela napas kasar untuk ketiga kalinya.

.

.

Mobil Lamborghini berwarna hitam itu terparkir apik di halaman luas gedung berlabel Uchiha Corp itu. Sakura membuka pintu kemudi dan menekan tombol yang terdapat pada kunci mobilnya. Mobil mewah itu berkedip sesaat sebelum kembali mati total.

Sakura menarik napas dalam-dalam. Ia tahu kalau ia akan datang telat pada pertemuan ini. Dia terlambat sepuluh menit. Dan itu tidak akan menjadi masalah untuknya.

Sakura membenci hal ini.

Saat ia dan pemuda berambut raven yang digilai kaum hawa di luar sana akan bertemu satu sama lain. Sejujurnya ia menghindari hal ini.

Tak hanya dirinya, orang tuanya pun berkata secara jelas kalau mereka tidak menyukai keluarga Uchiha. Status mereka sekarang hanyalah sebagai rekan bisnis dan rival secara bersamaan. Karena Uchiha dan Haruno termasuk ke dalam tiga perusahaan terbesar di Jepang. Dan Sakura mentolerir itu.

Ia melangkahkan kaki jenjangnya ke dalam lobby gedung. Ia tersenyum tipis ketika beberapa pegawai di sana menyapanya ramah. Lengan mungilnya terulur menekan tombol lift menuju lantai lima. Pintu lift pun terbuka. Sakura segera masuk dan pintu lift itu kembali tertutup. Membawa dirinya menuju lantai tempat pertemuan.

Suara sepatu hak tinggi miliknya bergema di sepanjang lorong gedung. Ia menarik napas dalam-dalam sebelum membuangnya kasar. Its time to show. Saatnya topeng kembali terpasang dengan rapi.

.

.

Sasuke mengangguk dengan raut wajah datar saat salah satu kepala perusahaan memberitahu tentang kondisi saham terbaru saat ini. Mata hitamnya menatap intens pada gambar yang ditampilkan di depannya.

Ia menurunkan tautan jemarinya dan menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi miliknya. Ia tersenyum tipis ketika telinganya mendengar bunyi sepatu wanita yang mendekat ke ruangan.

Bibir tipisnya bergerak membentuk seringai yang tak dilihat para anggota saham lainnya.

"Hn. Ku rasa ada yang datang terlambat di sini."

Para anggota saham lain terdiam saat pemimpin tertinggi mereka berbicara. Mata mereka saling menatap bingung satu sama lain. Tak lama, pintu kayu itu terbuka dan menampilkan Haruno Sakura yang berdiri dengan wajah polos dan rasa bersalah sembari melangkah untuk menduduki kursi untuknya.

"Maaf."

Sakura melempar senyum manisnya pada para pemegang saham yang menatapnya terkejut. Mata hijaunya berputar dan mendapati Uchiha Sasuke menatapnya datar dan dingin. Ia mendengus kecil membalasnya dan meyamankan posisi duduknya.

"Kau terlambat 15 menit."

Sakura menoleh pada Sasuke yang duduk tak jauh darinya. "10 menit, Tuan. Maaf."

Sasuke tersenyum mengejek. Ia menegakkan kembali punggung besarnya yang terasa lelah dari sandaran kursi dan berfokus menatap pada gadis berambut merah muda yang sedang menatapnya malas.

"Pintar. Kenapa masih kau lakukan?"

Sakura tersenyum tipis sebagai respon. Mata hijaunya berputar malas dan ia merasakan semua pandangan menuju ke arahnya. "Ada kendala. Dan ku rasa itu bukan urusan anda. Terima kasih." Sakura tersenyum hingga kedua matanya menyipit. Para anggota rapat segera mengangguk cepat. Berbeda dengan pemimpin mereka yang sedang melempar pandangan tajamnya.

Sakura menyadarinya. Ia memilih untuk mengabaikannya dan mendengarkan penjelasan saham dari anggota lainnya yang sedang berdiri di sudut ruangan.

.

.

"Kenapa anda tidak menikah, Uchiha-sama? Bukankah perusahaan besar ini butuh penerus seperti anda?"

Sasuke menaruh pulpennya cepat dan mendongak pada pria paruh baya yang sedang tersenyum menggoda ke arahnya. Ia mendengus dan melemparkan tatapan tak bersahabatnya.

"Tak berminat."

Sakura terkekeh saat mendengar obrolan kecil dari wanita pemegang saham yang duduk tepat di sampingnya. Wanita itu tertawa lebar ketika wanita berambut pirang itu menyenggol lengan mungilnya lembut. Obrolan mereka seakan melupakan keadaan sedang dimana mereka berada saat ini.

"Kurasa, Nona Haruno cocok untuk menjadi pasangan anda."

Dan Sakura terdiam ketika namanya disebut oleh lelaki muda berambut hitam di depannya. Mata hijaunya melebar sesaat sebelum menatap tajam lelaki muda itu. Kepalanya berputar ke arah Sasuke. Dan ia mendapati pemuda tampan itu sedang menatapnya.

"Tak berminat untuk menikah saat ini. Aku masih muda dan ingin bersenang-senang terlebih dahulu. Pernikahan dan segala macamnya akan menghalangi jalanku."

Para anggota rapat mengangguk-angguk dengan jawaban yang dilontarkan Sakura. Ia tersenyum tipis sebagai tanggapan dan kembali menoleh saat dirasa ada tatapan tajam lain yang mengarah ke arahnya.

Uchiha Sasuke sedang menyeringai padanya.

.

.

Sakura hendak menekan tombol lift menuju lantai dasar ketika ada sosok lelaki berambut raven yang dengan gerakan cepat memasuki lift bersama dengan dirinya.

Sakura menekan tombol lift cepat. Ia bergeser sedikit pada ujung lift agar tubuhnya tidak bersentuhan dengan tubuh Sasuke di sampingnya.

Ruangan itu hening. Sakura menghembuskan karbondioksida dari dalam paru-parunya secara teratur. Hidung mancungnya terlihat bergerak secara teratur mengikuti irama pernapasannya. Mata hijaunya masih memandang lekat pada depannya. Tidak berminat untuk berpaling atau sekedar memandang sekilas pada lelaki tampan di sampingnya.

"Pernikahan antar bisnis bukanlah suatu masalah menurutku."

Sakura tersenyum tipis sebagai jawaban. Kepalanya masih tegak menatap depannya. Tidak menoleh.

"Kedengarannya memang bagus. Tapi aku tidak berminat."

"Kenapa?"

Sakura menoleh dengan tatapan dingin. "Karena tak ada cinta di dalamnya. Itu memuakkan. Mana ada pernikahan yang tak di dasari rasa cinta di dalamnya? Itu tidak akan berjalan bahagia."

Sakura kembali melempar pandangannya ke arah depan. Pintu lift berbunyi dan ia segera melangkahkan kaki jenjangnya menuju luar lift. Tanpa menoleh ke belakang ia membawa langkahnya keluar menuju parkiran mobil. Menghiraukan pandangan mata kelam dari belakang punggungnya.

.

.

Sakura mengeluarkan ponsel hitam miliknya ketika bunyi dering telepon masuk mengusiknya. Ia tersenyum manis saat nama sang ibu tertera di sana.

"Ibu!"

Sakura bisa merasakan sang ibu tersenyum di sana. Senyumnya makin lebar saat suara merdu sang ibu mengalun lembut sampai ke telinganya.

"Putriku sayang. Bagaimana kabarmu? Apakah kau sehat? Oh, kapan kau akan berkunjung kemari? Lihatlah, udara Jerman begitu merindukanmu."

Sakura terkekeh pelan. Takut mengusik ketenangan pengunjung café yang sedang menyantap makan siang mereka.

"Oh, ayolah, Ibu. Siapa tak rindu pada suasana Jerman, hm? Bagaimana kabarmu dan Ayah? Apakah baik-baik saja? Aku baik di sini."

"Tentu, putriku. Ayahmu sangat sehat. Ia selalu berolahraga setiap paginya dengan mengitari pekarangan belakang rumah."

Sakura tersenyum. Ia mengaduk-aduk susu cokelatnya ke kanan dan ke kiri secara acak.

"Aku merindukan kalian berdua. Bisakah kita kembali berkumpul?"

Suara sang ibu terlihat lebih bersemangat dari sebelumnya.

"Tentu, anakku. Kapan kami bisa mengunjungimu? Hm. Ibu rasa ketika ayahmu sudah menyelesaikan tugasnya di sini. Kami akan berkunjung ke Tokyo untuk menemuimu."

Sakura tertawa. "Aku akan menantikan hari itu, Ibu. Aku harus kembali ke kantor. Sampai jumpa, Ibu. Aku mencintaimu."

"Aku mencintaimu juga, putriku."

Dan sambungan telepon itu terputus.

.

.

Sakura segera memutar kemudinya menuju rumah sakit Internasional yang terletak di pusat kota Tokyo. Ia segera memarkirkan mobilnya pada parkiran yang disediakan rumah sakit dan melangkahkan kakinya ke dalam.

Ia melambaikan tangannya tinggi saat dokter berambut merah dengan memakai kacamata itu tidak sengaja melintas di depannya.

"Dokter!"

Dokter itu menoleh dan tersenyum hangat pada Sakura yang sedang berlari kecil ke arahnya.

"Jangan berlari di rumah sakit. Kau bisa terjatuh."

Sakura terkikik kecil layaknya anak kecil yang berumur lima tahun. Mata hijaunya berputar memutari koridor rumah sakit.

"Bisakah kita langsung saja mengecek kondisiku? Aku harus bekerja dan nanti malam ada pesta perusahaan yang menanti."

Dokter itu mengangguk sambil tersenyum tipis. Ia menarik lengan Sakura untuk masuk ke dalam ruangan yang terletak di ujung koridor. Sakura segera dengan cepat melepas jas abu-abunya dan duduk di sofa berwarna putih itu. Ia melepas sepatu hak tinggi berwarna hitamnya dan segera melangkah menuju ranjang ruangan.

"Dokter Karin. Kapan aku bisa selesai dengan kegiatan rutinku ini?"

Sakura bergumam lemah dengan mata hijaunya menatap lesu pada jarum suntik yang disuntikkan pada perut kecil miliknya.

Dokter Karin tersenyum. Ia mengangkat jarum itu menjauhi permukaan kulit perut Sakura dan menaruhnya di tempat sebelumnya. "Ini yang terakhir, Sakura."

Bibir tipisnya membentuk senyuman lebar. "Benarkah?"

Dokter itu mengangguk mengiyakan sambil berdiri menuju kursi kerjanya dan menyuruh Sakura mengikutinya.

"Kondisi kandunganmu sudah membaik. Ku rasa akibat kecelakaan itu berdampak yang fatal. Benturan yang mengenai dinding rahimmu sangat berbahaya. Aku harus menyuntikkan obat agar kondisi rahimmu dalam keadaan baik. Dan kau dengan patuh menurutinya."

Sakura tersenyum tipis."Aku ingin sehat. Apapun aku lakukan agar kondisiku tetap baik."

Dokter bernama Karin itu mengangguk senang. Ia menulis resep obat berdosis rendah untuk ditebus Sakura.

"Setelah ini kau akan mengalami mual yang panjang dan rasa pusing yang hebat melanda kepalamu. Kau harus meminum obat ini untuk membantu meredakannya."

Sakura menerima kertas itu dan menatapnya bingung. "Obat terakhir?"

"Ya."

Sakura segera mengangguk cepat. Ia melangkah menuju sofa putih dan mengambil jas abu-abu miliknya.

"Terima kasih banyak, dokter. Aku tidak tahu bagaimana kondisiku saat itu jika kau tak datang menolongku." Sakura melebarkan tangannya untuk memeluk Karin erat. Dan elusan lembut yang mendarat di punggungnya berhasil menenangkannya.

"Sama-sama, Sakura. Aku senang bisa membantumu. Itu tugasku sebagai dokter. Semoga harimu menyenangkan."

Sakura melepas pelukannya dan mengangguk. Ia segera membuka pintu ruangan dan berjalan pergi menuju apotik untuk menebus resep obat yang diberikan Karin.

Karin menghela napas pelan. Ia membuka kacamatanya dan berjalan lemah ke arah meja kerja miliknya. Ia mengambil ponsel putih di dalam tasnya dan segera menekan tombol panggilan.

"Aku sudah menjalankan tugasku. Kau bisa bersenang-senang sekarang. Semoga suntikkan yang aku berikan akan berefek cepat padanya."

Suara kepuasan terdengar dari ujung telepon di sana. Karin menutup matanya dan menarik napas lelah.

"Terima kasih. Kau yang terbaik, Karin. Kau memang sahabatku."

"Apapun aku lakukan untuk membuatmu dan Sakura bahagia, Sasuke."

.

.

Sakura memarkirkan mobilnya di halaman apartemen tempat tinggalnya. Apartemen mewah yang terletak di sebelah taman kota ini sengaja di belinya untuk dirinya tinggal seorang diri. Pisah jauh dari orang tua membuatnya hidup mandiri. Ia tidak boleh bersikap manja dan kekanakkan. Ia harus menjadi dewasa.

Semenjak kejadian kecelakaan mobil yang menimpanya dua tahun lalu harus membuatnya merasakan pahitnya kehidupan. Kecelakaan itu hampir merenggut nyawanya jika tidak ada Karin yang datang dan menolongnya. Saat itu hujan dan ia tidak bisa melihat dengan jelas pandangan di depannya. Tiba-tiba truk bermuatan besar dari arah berlawanan dengan kecepatan tinggi menuju ke arahnya. Ia membanting setir ke kiri dan menabrak mobil lain hingga dirinya terhempas ke luar mobil dan mengalami luka parah.

Yang paling parah di alami adalah ketika perutnya robek dan mengeluarkan darah yang cukup banyak. Ditambah kepalanya yang robek di ujungnya. Ia pingsan dan setelah itu tak tahu apa-apa.

Dokter memvonis kandungannya rusak karena dinding rahimnya mengalami kerusakan yang fatal. Ia tertekan ketika mengetahuinya. Kalau rahimnya tak bisa lagi berfungsi, bagaimana ia bisa hamil nanti? Maka dari itu, ia berfokus untuk menjadi wanita karir terlebih dahulu dan berobat jalan untuk mengobati rahimnya.

Dan sekarang Karin berkata bahwa ia sembuh total? Oh, kabar baik apalagi ini Tuhan? Ia bisa punya anak. Oh, ia akan memikirkan tentang pernikahan dengan orang tuanya dalam waktu dekat ini.

.

.

Sakura tak henti-hentinya tersenyum ketika menengar kabar baik ini. Ia segera melepas sepatu hak tingginya dan menaruhnya di lemari sepatu. Ia melempar tas kerja miliknya dan berjalan ke arah dapur untuk minum.

Tenggorokannya terasa kering karena air seharian tidak masuk melalui tenggorokannya. Ia menaruh bungkusan obat itu di atas meja bar sekaligus menjadi meja makan itu. Ia meminum air putih itu hingga tandas dan menaruh gelasnya di sisi bungkusan obat.

Sakura melirik sekilas pada jam dinding di ruang tamu. Menunjukkan pukul lima sore. Dan itu artinya dua jam lagi pesta antar perusahaan akan segera dimulai!

Tak ingin terlambat lagi kali ini, ia segera membuka bungkusan obat itu dan meminumnya sesuai anjuran Karin dan apoteker yang memberinya instruksi. Ia meminum sekali lagi air putih tersebut dan berlari menuju kamar mandi untuk bersiap.

.

.

Sakura keluar mobil ketika petugas berjas hitam dengan pita merah menghampirinya. Sakura tersenyum sekilas dan memberikan kunci mobilnya pada pria itu dan berjalan pergi menuju pintu utama.

Ia tersenyum saat kilatan kamera menerpa wajah cantiknya. Beberapa dari pemimpin perusahaan lainnya datang dan membawa pasangannya. Berbeda dengan dirinya yang memilih untuk datang sendiri tanpa membawa pasangan untuk menemaninya. Karena memang saat ini ia tidak memiliki kekasih atau pasangan kencan.

Ia memakai dress merah muda desain Christian Louboutin dengan perpaduan high heels dengan desain orang yang sama berwarna putih cerah. Rambut merah mudanya di sanggul rapi dan menyisakan dua anak rambut yang membingkai wajah cantiknya. Anak rambut itu sengaja dibentuk ikal agar semakin menampakkan kecantikannya.

Ia menaikkan lengan miliknya hingga sejajar dengan dadanya dan melambai ke depan kamera yang sedang berputar mengelilinginya. Ia tersenyum sambil menampilkan gigi putihnya yang tersusun rapi. Para wartawan ini sudah pasti mengenalnya. Satu-satunya wanita yang terkenal di Jepang dan bagian dunia karena kehebatannya mengelola perusahaan seorang diri sejak berumur 17 tahun.

"Lihat! Itu Sasuke Uchiha sudah datang."

Salah satu wartawan itu berseru seraya mengacungkan telunjuknya ke belakang punggung Sakura. Tak lama, Uchiha Sasuke munucl dengan balutan jas hitam yang menutup tubuh kekarnya dan ia datang seorang diri!

Sakura menoleh dan mendapati Sasuke sedang berjalan ke arahnya. Memasang wajah datar ia kembali memutar kepalanya dan menerobos sekumpulan wartawan yang menutupi jalan masuk pintu utama. Sakura segera melangkahkan kakinya cepat. Menghindari pemuda yang sial sangat tampan bak dewa Apollo dan Adonis itu.

Sakura tersenyum ketika mendapati Ino sedang melambai ke arahnya. Ia berputar dan melangkahkan kaki jenjangnya ke sana. Memeluk Ino erat-erat sebelum tertawa lebar.

"Aku merindukanmu, bodoh!"

Ino tertawa lebar. "Aku juga, jidat! Ugh, aku rasa sudah terlalu lama aku tinggal di Spanyol hingga melupakan sahabat menyebalkanku ini."

Sakura tertawa mendengar celotehan Ino. Ia kembali memeluk sahabatnya erat dan dibalas pelukan tak kalah eratnya dari Ino.

"Ladies and gentleman!" Sakura dan Ino menoleh bersamaan pada pemuda berambut pirang yang sedang memegang mic hitam di atas panggung kecil yang berada di tengah ruangan. Pemuda itu terlihat tampan dengan cengiran khas miliknya sambil sebelah tangannya memegang segelas minuman.

"Ini adalah hari kalian semua! Bersenang-senanglah! Acara ini hanya diadakan tiga bulan sekali. So, mari kita nikmati acara ini!" Dan ia mengacungkan gelas miliknya tinggi dan melangkah turun dari panggung setelah teriakan heboh mengiringi langkahnya turun.

Sakura segera mengambil segelas minuman yang dibawa pelayan lelaki yang menghampirinya. Ia tersenyum tipis dan bersulang kecil pada Ino di depannya.

"Untuk para gadis yang masih setia melajang."

Ino terkekeh lebar sambil memegang perutnya menahan tawa. "Bersulang."

.

.

Sakura duduk bersandar pada sofa merah marun yang terletak di sudut ruangan. Ino pergi sejak lima menit yang lalu menuju kamar mandi. Sedangkan dirinya sendirian di sini dalam keadaan mabuk. Ugh, ia bodoh. Seharusnya ia tahu kalau minuman itu mengandung kadar alkohol yang cukup tinggi dan ia tidak akan meminum minuman itu lebih dari empat gelas. Dan sekarang ia merasa akan muntah.

Ia dan Ino termasuk ke dalam manusia yang mudah mabuk.

Sakura hampir saja memejamkan matanya ketika ada lengan lain yang menepuk bahunya. Ia membuka matanya yang terasa berat dan berusaha melihat dengan jelas siapa orang yang berani mengganggunya seperti ini. Bukankah para tamu yang hadir sedang berdansa dan menikmati musik di sana?

"Kau mabuk. Kau harus segera pulang."

Sakura tersenyum sinis dan mendorong tubuh itu menjauh dari tubuhnya.

"Pergi kau, bodoh! Aku tidak mabuk!" bentaknya.

Sosok itu mendengus kecil. Ia menatap wajah cantik itu dalam-dalam.

"Dimana sahabat pirangmu?"

Sakura memejamkan matanya perlahan. Ia hampir tertidur lagi.

"Kamar mandi."

Sosok itu kemudian menyentuh bahunya lebih erat dari sebelumnya. Sakura berusaha membuka kedua matanya tapi tak bisa. Terasa berat. Efek alkohol ini masih mendominasi di tubuhnya.

"Akan ku antar kau pulang."

Dan selanjutnya yang ia rasakan adalah tubuhnya terasa melayang bagaikan terbang di udara karena tubuhnya sekarang sedang dibawa oleh orang lain yang tak dikenalnya.

Ia ingin membuka matanya ketika suara Ino dengan keras sampai ke telinganya dan memanggil namanya dari kejauhan. Ia kembali memejamkan matanya menikmati sentuhan tangan lain yang berada di tubuhnya.

.

.

Sakura merasakan tubuhnya terbaring di atas tempat tidur empuk dan ia yakin ini adalah kamarnya. Ia merasakan ada napas lain yang serasa menusuk lehernya. Napas berat dari seorang lelaki!

"Siapa kau?"

Lelaki itu terdiam saat membuka jas hitam miliknya. Ia melempar jas miliknya kasar dan kembali memandang wajah cantik dari gadis yang terbaring lemah di atas kasur.

"Kau. Tak. Perlu. Tahu. Nona."

Sakura mendengus di sela ambang batas sadarnya. Matanya terasa berat dan ia merasa akan kehilangan kesadarannya sekarang. Ia sempat merasakan ada bibir lain yang menyentuh bibirnya lembut dan melumatnya perlahan. Karena efek alkohol masih mendominasi di tubuhnya, dengan cepat kedua tangannya menekan tengkuk lelaki itu untuk segera mencumbunya lebih dalam lagi. Erangan lemah keluar begitu saja dari tenggorokannya. Sebelum ia benar-benar kehilangan kesadarannya, bibir tipisnya mengucapkan kata sama-samar dan setelah itu ia pingsan. Tak sadarkan diri.

"Sentuh aku, siapapun kau. Hilangkan siksaan ini dari tubuhku."

.

.

Sakura membuka matanya yang terasa berat. Jam menunjukkan pukul tujuh pagi. Ia masih punya waktu satu jam lagi untuk bersiap menuju kantor. Ia bangun dan duduk di ranjang. Pakaiannya masih lengkap. Tidak. Ada yang salah. Ia sudah berganti dengan pakaian tidur yang biasa ia kenakan tiap malam sebelum tidur. Siapa yang berani masuk ke dalam kamarnya tanpa izin seperti ini? Sakura segera berlari ketika mula di perutnya makin terasa. Ia memuntahkan banyak isi dalam perutnya ke dalam kloset kamar mandi. Ugh, alkohol itu benar-benar akan membunuhnya. Baru saja ia sembuh dan kenapa ia harus bersentuhan lagi dengan minuman iblis itu?

Sakura jatuh terduduk di kamar mandi apartemennya. Ia pergi ke dapur untuk membuat sarapan dan kembali berlari ke dapur ketika perutnya merasakan mual yang berlebih. Dan begitu seterusnya.

.

.

Sakura mempercepat langkahnya menuju apotik di seberang kantor miliknya. Setelah membayar pada kasir, ia segera berlari menuju kamar mandi ruangan kerjanya. Mencoba sesuatu yang baru saja dibelinya.

Bukan, ia tentu tidak akan berharap akan hamil. Ia belum punya kekasih. Belum dan sedang tidak ingin untuk punya anak sekarang. Ia mengggigit bibir bawahnya keras-keras. Tangannya gemetar menunggu hasil dari testpack itu.

Keringat dingin meluncur deras dari pelipisnya. Mata hijaunya membulat sempurna. Tubuh mungilnya bergetar hebat. Ia menjatuhkan benda kecil berbentuk panjang itu dibawah dengan keras dan selanjutnya tubuhnya ikut terjatuh tak kalah kerasnya.

Ia hamil.

Dan ia tak tahu siapa ayah dari bayinya ini.

.

.

Sakura menangis. Ia menyembunyikan wajah cantiknya yang sudah basah karena air mata itu di lipatan tangannya di atas meja. Ino datang dan memeluknya. Kejadian semalam benar-benar menghancurkan hidupnya selamanya. Brengsek! Siapa yang berani melakukan ini padanya?

Sakura mendongak. Matanya masih basah air mata yang masih setia mengalir dari pelupuk mata teduhnya. Matanya menatap Ino lemah.

"Ino, kau ingat siapa lelaki yang menggendongku keluar dari acara itu?"

Ino terdiam. Ia memutar mata birunya cepat. Mencoba mengingat dan menggali kejadian semalam. Ia memang mabuk, tapi tidak separah Sakura. Tubuhnya menegang dan Sakura mengetahuinya. Ino menggigit bibir bawahnya kuat sambil menatap Sakura bingung. Tangannya bergetar di punggung Sakura yang masih terisak.

Ino mengangguk dan membuat Sakura menegakkan punggungnya kasar. Ia mengelap wajahnya kasar dengan punggung tangannya.

"Katakan! Siapa dia!"

Ino menarik napas dalam-dalam. Ia memandang wajah Sakura dengan rasa bersalah yang teramat dalam. Sahabatnya sedang hamil. Dan ia tidak boleh menambah beban Sakura menjadi bertambah banyak.

"Uchiha Sasuke."

Dan Sakura merasa dunia berhenti berputar dalam waktu yang lama.

.

.

.

Tbc.

.

.

.

Author note:

Fic baru lagi? WKWKWKKW duh utang lagi utang lagi. Saya buat ini karena bakalan ada salah satu fic saya yang akan di hapus. Berhubung BD mau tamat, gapapalah utang satu lagi yakan XD

Ini fic penglepas setres aja kok. Anak sekolahan tugas banyak gatau ngelepasnya pake apa selain menuangkan ide yang ada :3

Ohiya, ini saya ambil ide dari fic saya yang judulnya Ayah Mengapa Kau Membenci Kami. Berhubung fic itu settingnya Canon, saya buat fic ini settingnya AU. Beda kan? Tapi sebagian emang idenya dari sana hihihihih oiyaa fic ini juga dapet idenya pas diriku sedang nonton Fifty Shades Of Grey. Uuu Grey, you got me! #apah

Saya gabisa bikin lemon. Maklummm belum ada pengalaman. Jadi dikit-dikit aja ya adengan nganunya nyelip. Yang minta lemon, maaff saya gaada feel kesana. Kalau gasuka gapapa, silakan back to the first. You can leave the page.

Temanya ga berat-berat amat kok. Konfliknya juga biasa aja. Ga serumit BD yang pasti. Hihi namanya fic selingan.

Saran, review, kritik (no flamers :p) sangat diperlukan XD

See you!

Love,

emerallized onyxta