Aku tidak peduli dengan cinta.
Aku tidak peduli dengan uang.
Aku tidak peduli dengan rasa malu.
Aku tidak peduli dengan rasa sakit.
Aku tidak peduli dengan apa yang kalian fikirkan tentangku.
Hina aku sepuasnya, sakiti aku sepuasnya, aku tidak peduli dan tetap akan terus diam.
Tapi… Jika kalian menyentuh DIA barang seujung kuku….
Kalian akan melihat sisi lain dari diriku…
.
.
.
.
.
DOKJUN FATHER
.
.
.
CAST : BYUN BAEKHYUN
PARK CHANYEOL
DO KYUNGSOO
OH SEHUN
XI LUHAN
KIM JONGIN
KIM JONGDAE
WU YIFAN
RATE : M (maybe)
WARNING THIS IS YAOI A.K.A BOYXBOY FANFICTION.
( Semua yang berada di cerita ini hanya karangan penulis, jika beberapa bagian dirasa kurang masuk akal dengan kehidupan nyata,tolong dimaklumi.)
.
.
.
.
Seoul, 2018 november
Sepasang kaki kecil berjalan tergesa memasuki sebuah gedung pencakar langit, tangannya menggengam selembar kertas putih dengan erat. Tubuhnya beberapa kali terhuyung saat bertabrakan dengan para pegawai yang berlalu lalang di gedung itu.
Ia terus berjalan memasuki gedung itu, mengindahkan semua tatapan aneh yang diarahkan para pegawai disana, menutup telinga serapat mungkin saat bisikan-bisikan dan hinaan tertuju untuknya.
Seorang wanita bertubuh ideal menghentikan pergerakannya "Tuan, anda ingin kemana." Tanya wanita itu sambil menarik paksa pergelangan tangannya, membuat tubuh kecil itu berhenti dan menatap nyalang kearahnya "Bukan urusanmu." Ujarnya sinis dengan tatapan mata yang tajam kian menusuk. Pria kecil itu menarik tangannya paksa, kembali melakukan aktifitasnya yang tertunda.
"Tuan, anda membuat kekacauan disini. Sebaiknya anda pergi atau aku akan memanggil security untuk mengusir anda." Wanita itu kembali menghentikan langkahnya, mengatupkan tangannya memohon, meminta sedikit pengertian dari pria kecil didepannya.
"Tutup mulutmu, Aku akan pergi jika urusanku selesai, kau fikir aku sudi berlama-lama di tempat kotor ini." pria kecil itu berjalan melewati tubuh ramping wanita didepannya, mengabaikan kata mohon yang berulang-ulang kali diucapkan wanita itu
"Tuan, aku moh~
"Byun baekhyun." Perkataan wanita itu terpotong saat sebuah suara mengintrupsinya.
Seorang pria bertubuh tinggi dengan setelan jas berwarna navy berjalan mendekat kearah pria mungil yang menatap tajam kearahnya.
Pria itu menatap wanita tadi dengan ekor matanya, "Jinri, pergilah." Ujarnya tegas.
"Baik tuan park." Wanita bernama jinri itu menundukan kepalanya, lalu berjalan meninggalkan atasannya.
Pria tinggi itu mengarahkan pandangannya kearah gerombolan orang yang menatap penasaran dengan apa yang sedang terjadi, ia menghembuskan nafasnya dalam lalu menatap dalam sosok mungil didepannya "Ikut aku." Ujarnya sambil menarik pergelangan tangan kurus itu.
Pria mungil itu tetap ditempatnya, tidak berniat mengikuti apa yang diperintahkan pria tingi itu.
"Baekhyun." Sosok tinggi itu menatap jengah pria mungil didepannya.
"Lapaskan aku park chanyeol." Baekhyun menepis tangan chanyeol kasar, nafasnya memburu seiring dengan raut wajahnya yang memerah menahan emosi.
"Aku tau apa yang ingin kau bicarakan, kita bicarakan diruanganku."
"Tutup mulumu dan dengarkan aku, sudah berapa kali kubilang berhenti mengusik hidupku, mengapa kau tidak mengerti." ujar baekhyun dengan emosi yang kian meluap, jemari lentiknya mengarah tepat di depan wajah tampan chanyeol.
Chanyeol menurunkan jemari lentik itu lembut membawanya pada genggaman tangannya yang hangat. "Baekhyun, tenanglah kita bicarakan ini baik-baik." Chanyeol mengelus punggung tangan baekhyun dengan jempolnya, sedikit memberikan ketenganngan untuk pria mungil itu.
Baekhyun, menatap tajam kedalam mata chanyeol, "Apa katamu baik-baik?" baekhyun menarik jemari tangannya dari genggaman chanyeol, "Baik-baik, wah lihat siapa yang bicara." Baekhyun berucap dengan kekehan kecil dibibirnya.
"Tidakkah kau sadar, kau dan keluarga mu itu yang membuat segalanya semakin rumit."
"Baek-
"TUTUP MULUTMU." Teriak baekhyun kalap.
Lobby itu begitu sunyi, tidak ada suara apapun selain suara dentingan jam di dinding, bahkan semua orang yang sedari tadi berbisik-bisik seketika diam tak berani mengucapkan sepatah katapun.
Baekhyun menundukan kepalanya saat ia merasa tetesan beningnya sudah tak dapat ia bendung lagi, "Aku tidak pernah mengusik kehidupan kalian sedikitpun, jadi berhentilah mengusik hidupku." Ucap baekhyun dengan suara bergetar, "Jangan sentuh anakku." Lanjutnya diiringi isak tangis. Baekhyun menutupi wajahnya dengan kedua tangannya tidak membiarkan satu orang pun melihat wajahnya yang dihiasi dengan buliran airmata.
Chanyeol menatap baekhyun sendu, ia mencoba memegang pundak sempit baekhyun dengan kedua tangannya, tapi belum sempat tangannya menggapai pundak sempit itu, baekhyun sudah lebih dulu mundur menjauhinya.
Chanyeol menatap beberapa pegawainya yang masih berada disana, menyaksikan apa yang baru saja terjadi antara dia dan baekhyun. Chanyeol menghembuskan nafasnya "Tinggalkan kami berdua." Titahnya tegas membuat kumpulan orang tadi berbondong-bondong meninggalkan tempat itu .
"Baekhyun-ah." Ucap chanyeol setelah memastikan bahwa hanya ia dan baekhyun yang berada disana.
Baekhyun menghapus airmatanya kasar, ia mendongak menatap manik hitam chanyeol "Aku akan mengatakannya sekali lagi, Jangan usik hidupku lagi, jangan dekati anakku lagi biarkanlah kita kembali seperti orang asing." Ujarnya sambil berniat pergi dari tempat itu.
Chanyeol menjambak rambutnya kasar, "Kenapa kau memperbesar masalah, demi tuhan itu hanya masalah anak-anak baek." Ucapnya terbawa emosi.
"APA…"
"APA KAU BILANG."
Baekhyun berjalan mendekat kearah chanyeol, mata yang sedari tadi menatap sendu berganti dengan tatapan dingin dan menusuk.
"Masalah anak kecil, iya anak kecil yang berpotensi menjadi pembunuh."
"A-Apa maksudmu."
"Anakmu, pewaris tunggal PARK COMPANY, ANAK YANG SELALU KALIAN BANGGAKAN." baekhyun menunjuk wajah chanyeol dengan telunjuk lentiknya, "Berhentilah menutup mata, berhentilah menutupi semua kesalahan yang anakmu lakukan. Jangan menganggap semuanya dapat kalian selesaikan dengan uang, karna aku benar-benar tidak menginginkan uangmu." pekik baekhyun sambil mendorong tubuh chanyeol degan kedua tangannya.
"Apa yang kau bicarakan."
Baekhyun memberikan selembar kertas yang sedari tadi ia pengang kepada chanyeol, "Aku tidak akan tinggal diam." Ucapnya datar sambil meninggalkan chanyeol yang masih berdiri menatapi kepergian baekhyun.
Chanyeol mengacak surai hitam legamnya kasar, tangannya membuka selembar kertas yang baekhyun berikan padanya tadi.
Mata chanyeol membelalak kaget, tangannya memegang kertas tadi dengan gemetaran
BYUN DOKJUN
Tujuh tahun
HEPATITIS (pembengkakan hati.) stadium awal (satu)
POSITIF.
.
.
.
Baekhyun mendudukan tubuh kecilnya di bangku panjang halte yang telah sepi, ia bersyukur karena sekarang bukan jam pulangnya para pekerja sehingga ia dapat mengistirahatkan fikirannya yang tengah kacau.
Baekhyun menghembuskan nafasnya berat, menatap kosong kearah jalanan yang ditetesi dengan butiran air dari langit, "Mengapa kau tidak bosan-bosan mengujiku." Lirihnya.
Ponsel baekhyun bergetar, ia merogoh saku celananya kemudian menatap sendu layar ponselnya ayah sehun is calling begitulah kalimat yang tertera disana. Ia menarik nafas sejenak, "Heum." baekhyun membuka percakapan nya dengan sebuah deheman.
"Eomma, kau disana." Teriakan seoarang anak kecil di seberang telfon berhasil membuat senyum tipis tersungging dibibir baekhyun.
"Dokjun merindukan eomma?" tanyanya sambil menyelipkan kekehan kecilnya disana, menggoda seseorang di seberang telfon.
"Nde, Eomma dimana? Kapan pulang? Ayah bilang akan menjemput eomma." Jawabnya disertai dengan pertanyaan berturut yang membuat baekhyun tertawa kecil saat mendengarnya.
Baekhyun mendongakan kepalanya menatap seseorang yang baru saja mendekatinya, lalu tersenyum kecil menatap orang itu, "Jagoan eomma sudah makan?" tanyanya setelah sempat terdiam beberapa saat.
Bocah kecil di seberang telfon menghembuskan nafasnya, dapat baekhyun tebak bagaimana menggemaskannya paras buah hatinya saat ini "Dokjun tidak ingin makan jika bukan eomma yang menyuapi dokjun." Cicit bocah kecil itu.
Baekhyun kembali melengkungkan kedua sudut bibirnya, hatinya bergetar tiap kali mendapat perkataan manis dari buah hatinya, "Dimana bunda luhan." Tanya baekhyun membuat rengekan kecil keluar dari bibir anaknya "Dokjun hanya ingin eomma, dokjun tidak ingin bunda luhan eomma." Dokjun mulai terisak, "Dokjun hanya ingin eomma." Lanjutnya dengan suara bergetar.
Baekhyun bergerak gelisah ditempatnya, jika ditanya apa hal yang paling baekhyun takuti didunia ini, pria mungil itu akan langsung menjawab tangisan anaknya sebagai salah satu hal yang paling baekhyun takuti, "Baiklah, eomma pulang." Ucapnya menenangkan deokjun yang mulai menangis diseberang sana, "Uljima, heum." Bisiknya lembut.
Hanya deheman kecil yang ia dapat sebagai jawaban dari perkataannya, baekhyun menatap ponselnya saat panggilan tadi sudah terputus. "Dokjun menangis." Tanya seseorang yang sejak tadi berada didepannya.
Baekhyun memasukan ponselnya kedalam saku kemeja yang ia kenakan, lalu menganggukan kepalanya sebagai jawaban, "Aku bukan ibu yang baik." Lirih baekhyun sambil menundukan kepalanya, menatap kebawah jalan beraspal.
"Apa yang kau bicarakan."
"Aku bukan ibu yang baik sehun, aku tidak bisa menjaga anakku sendiri, aku mebiarkan ia sakit, ak-aku…
Sehun membawa tubuh ramping baekhyun kedalam dekapannya, menepuk bahu sempit baekhyun mencoba memberikan ketenangan untuk pria mungil itu, "Tidak ada satu orang pun yang sebaik dirimu baek, kau adalah yang terbaik dalam hal apapun." Bisik sehun tepat disamping telinga baekhyun.
Baekhyun mengeratkan pegangannya pada jas sehun, air mata yang sedari tadi ia tahan mengalir membasahi kemeja yang sehun pakai, "Demi tuhan, hanya dia yang kupunya didunia ini." isakan tangis baekhyun kian menjadi, bahunya bergerak naik turun senada dengan tarikan nafasnya yang memberat.
Sehun mengusap helaian rambut baekhyun lembut, ia menjauhkan wajah baekhyun dari dadanya. Jemari tangannya dengan terampil mengusap wajah tirus baekhyun, "Ya, dokjun untuk baekhyun dan baekhyun untuk dokjun." Ucapnya sambil menatap dalam pada kedua bola mata baekhyun yang sedikit memerah akibat tangisannya.
"Aku… aku takut sehun-ah."
"Apa yang kau takutkan." Sehun menggengam jemari jentik baekhyun yang tengah meremat jarinya sendiri, kebiasaan buruk baekhyun saat ia merasa ketakutan. "Tidak ada yang perlu kau takutkan." Sehun membuka rematan tangan baekhyun yang sudah melukai kulit pria mungil itu sendiri, mengarahkan jemari baekhyun pada telapak tangannya sendiri, membiarkan pria mungil itu melampiaskan perasaan kalutnya pada dirinya.
Sehun sedikit berdesis saat merasaakan kuku tajam baekhyun menusuk kulitnya, "Ayo kita temui jagoanmu." Ajak sehun sambil menuntun tubuh mungil itu mendekati mobilnya yang terparkir tidak jauh dari halte yang mereka duduki.
Sehun membukakan pintu mobilnya untuk baekhyun, membantu pria mungil itu duduk di sebelah kursi pengemudi kemudian menyempatkan diri untuk memasangkan seatbelt baekhyun, sebelum dirinya berlari kearah pintu seberang.
"Ready." Tanya sehun sambil menatap baekhyun melalui ekor matanya, lalu tersenyum saat melihat anggukan kepala dari pria mungil itu.
Mobil sehun melaju dengan kecepatan standar meninggalkan sosok tak asing yang berada tidak jauh dari halte tempat sehun menenangkan tangisan baekhyun tadi.
Park chanyeol, pria bertubuh tinggi itu menatap sendu kearah halte yang baru saja ditinggalkan oleh sehun dan baekhyun. Fikirannya melayang diudara, memikirkan bahu bergetar baekhyun yang berada pada pelukan sehun, memikirkan pandangan kosong baekhyun yang tidak memiliki gairah hidup.
Setetes liquid bening jatuh dipipi chanyeol, "Pada akhirnya aku selalu menjadi pemeran antagonis dalam kisah ini." Ujarnya dengan perasaan sesak, "Aku hanya ingin berada didekatmu dan anak kita. Maafkan aku jika keinginanku ini egois, maafkan aku jika keegoisanku ini membawa kesakitan untukmu." Chanyeol membuka dompetnya, menarik sebuah poto yang ia sembunyikan dibelakang kartu izin mengemudinya potret seorang pria mungil dengan seorang balita berusia tiga tahun yang berada di pangkuannya, foto itu diambil dari jarak jauh, terbukti dengan angel yang diambil membelakangi kedua sosok yang tengah tertawa bahagia.
"Appa mencintaimu, Appa mencintai kalian berdua." Lirih chanyeol dengan air mata yang terus berjatuhan di wajah tampannya.
Chanyeol mengahapus air matanya saat suara ponsel mengintrupsi kegiatannya, Kyungsoo is calling jemari tangannya menekan ikon telfon berwarna hijau guna mengangkat panggilan itu, "Ya, kyung ke-
"Daddy." Pekikan seorang anak kecil memotong ucapan chanyeol, pria tinggi itu diam tak menjawab, memcoba memberikan waktu untuk sang bocah melanjutkan perkataannya.
"Daddy aku merindukan daddy, kapan daddy pulang." Tanya anak itu dengan nada manja.
Chanyeol berdehem kecil, mencoba mengembalikan suaranya yang sempat hilang terbawa tangisannya tadi, "Daddy sudah dijalan sayang, sebentar lagi sampai." Ujarnya sambil menghapus lelehan air mata yang berada di pipinya.
"Yeay, I love you daddy." Pekik bocah itu senang.
Chanyeol terdiam sesaat, lalu mulai menggerakan bibirnya dengan sedikit ragu "Ya, love you to baby." Jawab chanyeol mengabaikan dentuman yang tidak mengenakan dihatinya.
"Oh ya daddy, bisakah daddy membelikan aku satu ember ice cream coklat." Tanya bocah itu setelah sempat terdiam.
Chanyeol mengernyitkan alisnya, apa aku salah dengar fikirnya dalam hati, lalu cepat-cepat menggelengkan kepalanya, "Kenapa banyak sekali, daddy akan membelikanmu tiga cup ice cream coklat." Tanyanya sambil memastikan.
"Aku ingin satu ember daddy." Jawab anak itu sambil merengek.
Chanyeol menghembuskan nafasnya dalam, ternyata tidak salah dengar gumamnya pada diri sendiri. "Tidak itu terlalu banyak, sayang."
"Daddy, aku ingin satu ember. Kenapa daddy tidak mau membelikannya? Daddy tidak sayang lagi padaku?" Rengekan anak itu kian menjadi, bahkan chanyeol sekarang dapat mendengar bunyi sepasang sepatu yang dihentak-hentakan kelantai.
"Bukan seperti itu-
"Aku membenci daddy, jika daddy tidak membawa satu ember ice cream coklat lebih baik tidak usah pulang."
Chanyeol menjauhkan ponsel dari telinganya saat ia menangkap suara dentingan keras yang terjadi disebarang telfon, ia menebak itu adalah bunyi ponsel yang dilemparkan kelantai.
Chanyeol menangkap suara seseorang yang sangat ia kenal sedang berusaha menenangkan anak kecil seberang telfon.
"Baby, tidak boleh berkata seperti itu dengan daddy, tidak baik. Ayo cepat minta maaf."
"Tidak mau."
"bab-
"Tidak mommy, berhentilah mengoceh atau akan aku adukan pada halmeoni."
"Aish, anak itu."
Chanyeol menghembuskan nafasnya saat memdengarkan percakapan ibu dan anak di seberang telfon, selalu seperti ini ujarnya dalam hati.
"Maaf chan." Pria tinggi itu sedikit tersentak saat sebuah suara mengejutkannya, "Tidak masalah kyung." Jawabnya datar.
"Sebaiknya kau belikan saja satu ember ice cream coklat untuknya jika tid
Chanyeol memutar bola matanya malas saat mendengar perkataan pria yang sedang berbicara padanya, "Ya, akan aku bawakan." Potong chanyeol, dengan kesal.
"Terima kasih."
"Heum, ada yang ingin kau katakan lagi?" tanya chanyeol sebelum memutuskan panggilan.
"Tidak, eh ya."
Chanyeol tidak memberikan jawaban, ia hanya berdiam diri menantikan apa yang ingin kyungsoo katakan padanya.
"Kyung~" panggil chanyeol.
"Ah ya, aku hanya ingin mengatakan hati-hati."
"baiklah, aku tutup."
.
.
.
Baekhyun berjalan memasuki koridor rumah sakit diikuti dengan sehun yang senantiasa membuntutinya, langkahnya terhenti pada sebuah bilik kamar bernomor empat. Baekhyun menghembuskan nafasnya pelan mengusir kegugupan yang bertengger di hatinya, jemari lentiknya memperbaiki penampilannya yang sedikit terlihat kacau, "Kau terlihat baik." Ucap sehun sukses membuat baekhyun menghentikan aktivitasnya.
Baekhyun tersenyum kearah sehun, "Apa aku terlihat seperti habis menangis?"
Sehun menggeleng sebagai jawaban, "Tidak, jika kau menambahkan sedikit lengkungan disini." Ucapnya sambil membelai sudut bibir baekhyun lembut.
Baekhyun mengangguk lalu, perlahan ia merubah ekspresi sendunya menjadi sebuah senyuman manis.
Tok…tok…
Ketukan itu membuat dua orang pria berbeda usia menolehkan kepalanya, "Eomma." Pekik dokjun saat melihat sosok ibunya di balik pintu. "Kenapa lama sekali, aku benar-benar merindukan eomma." Ucapnya dengan bibir mengerucut.
Baekhyun berjalan mendekati brangkar rumah sakit yang di duduki buah hatinya, kedua tangan kurusnya membawa tubuh berlapis pakaian rumah sakit itu kedalam pelukan, "Sorry." Bisik baekhyun di samping telinga anaknya.
Dokjun mengangguka kepalanya sebagai jawaban, "Eomma, lapar." Ucapnya dengan kerjapan mata lucu, membuat ketiga orang dewasa yang berada disana tertawa.
Baekhyun membawa mangkuk berisikan bubur bayam keatas pangkuannya, lalu menyuapi bubur itu sedikit demi sedikit kepada dokjun yang telah membuka mulutnya semangat.
"Makan yang banyak yah jagoan ayah." Sehun mengusak rambut dokjun gemas, membuat pekikan kecil dari mulut dokjun keluar, "Ayah, jangan mengusak rambut dokjun seperti anak kecil. Dokjun sudah besar tau." Ujarnya dengan bibirnya mengerucut.
"Aigoo, mana ada orang dewasa yang mengerucutkan bibirnya seperti ini."
"Ada, bunda luhan juga suka mengerucutkan bibir jika sedang merajuk pada ayah." Jawaban dokjun membuat kekehan renyah baekhyun mengalun, sementara luhan mencubiti pipi dokjun dengan gemas.
"Benar, bahkan bibir bunda lebih panjang dari pada bibir bebek." Ujar sehun menimpali.
Luhan memukili lengan sehun ringan, ia benar-benar kesal saat sehun malah ikut mengoloknya seperti yang dokjun lakukan.
Sehun menghindari pukulan kecil luhan dengan berlari kecil didalam bilik kamar dokjun, "Dokjun tolong ayah." Adu sehun dengan ringisan yang ia buat-buat, karena pukulan luhan sama sekali tidak menyisakan rasa sakit untuknya.
Dokjun menggelengkan kepalanya pertanda ia menolak permintaan sehun, baekhyun menyuapi dokjun dengan telaten, sesekali memberikan air putih agar tenggorokan anaknya tidak kering.
Sehun memutar otaknya mencari ide agar dokjun membelannya dan membuat luhan kalah satu langkah dari dirinya, jujur saja itu adalah salah satu kegemaran sehun, membuat luhan semakin kesal ketika dokjun lebih memilihnya "Ayah melihat helm dengan gambar iron man di mall kemarin, bukankah dokjun menginginkan sebuah helm untuk dipakai bersamaan sepeda dokjun?"
"Hei itu tidak ad-
Perkataan luhan terpotong saat dokjun tiba-tiba berdiri diatas ranjangnya sambil mengacungkan jari telunjuk dan jempolnya membentuk sebuah pistol.
Dokjun tersenyum sambil menampilkan deretan gigi susunya yang tersusun rapi pada sehun, "Angkat tangan bunda luhan. anda ditahan atas tuduhan memekuli ayah sehun sampai ia menangis minta tolong pada dokjun."
Luhan refleks mengangkat kedua tangannya keatas saat melihat deokjun berlakon menjadi seorang anggota kepolisian, "Tapi, dia yang memulai pak." Ucap luhan dengan wajah yang dibuat memelas dan bibir yang mengerucut lucu.
"Tidak, tidak, bunda tidak bisa membela diri seenaknya, kita membutuhkan seorang saksi yang dapat membuktikan bunda tidak bersalah." Dokjun membalas argument luhan dengan percaya diri.
Sehun bertepuk tangan heboh saat mendengar jawaban deokjun "Jagoan appa benar-benar tidak pernah mengecewakan." Sehun mengacungkan kedua jempolnya kearah dokjun.
Baekhyun tersenyum hangat saat melihat buah hatinya yang semakin hari semakin menunjukan bakatnya, "Ayo sudah main-mainnya dokjun habiskan makananmu dulu. Lagipula lihatlah wajah bundamu yang menekuk itu."
Dokjun kembali duduk di ranjangnya, matanya menatap wajah luhan yang terlihat murung "Maafkan dokjun bunda, dokjun harus menangkap bunda supaya ayah membelikan helm iron man untuk dokjun." Ucapnya polos.
Luhan menyunggingkan senyuman manisnya, matanya menyipit menatap sehun yang sedang berdiri angkuh dengan kedua tangan yang melipat di depan dada, Oh sehun kau sudah merasa menang rupanya,ucap luhan dalam hati.
Luhan mengecup pipi dokjun sayang, "Jika disuruh memilih, dokjun pilih bunda atau ayah." Tanya luhan sambil kembali menunjukan wajah sendunya, berakting sebagai pemeran protagonist agar dokjun memilihnya, ayolah ia tidak ingin kalah dua kali dari oh sehun.
Dokjun terdiam sesaat memikirkan jawaban apa yang pas untuk luhan, "Apa jika dokjun pilih ayah, bunda akan menangis." Tanyanya penasaran, luhan menganggukan kepalanya sambil mencebikan bibirnya.
Sehun mendelikan bola matanya tidak percaya, bagaimanapun ia tidak bisa membiarkan luhan menang darinya. "Jika dokjun memilih bunda, ayah akan menangis." Ujar sehun dengan nada sedih.
"Mana bisa begitu, ayah kan lak.. uhukk-uhukk." Baekhyun buru-buru menyodorkan air putih pada dokjun, "Lihat, apa yang eomma katakana untuk tidak bicara dengan mulut penuh."
"Maaf eomma." Cicitnya takut.
"Tidak usah dengarkan perkataan ayah dan bundamu. Dokjun itu punya eomma. Eomma benar kan?" Baekhyun menatap dokjun dengan senyuman hangatnya.
Dokjun menganggukan kepalanya semangat saat mendengar perkataan dari ibunya, "Eum, dokjun milik eomma. Dokjun tidak akan memilih ayah ataupun bunda karna dokjun akan selalu memilih eomma." Dokjun merentangkan kedua tangannya memeluk leher baekhyun, ia menyembunykan wajahnya disamping ceruk leher baekhyun sembari terus berbisik aku menyayangi eomma.
Baekhyun mengusap rambut deokjun sayang, "Heum, Kesayangan eomma." Ucapnya dengan senyuman selembut awan miliknya.
Luhan dan sehun saling berpandangan sejenak, kemudian ikut tersenyum melihat pelukan ibu dan anak itu.
Tok..tok..
Sehun beranjak dari tempatnya untuk membukakan pintuk kamar yang diketuk dari luar, "Ya?" tanyanya pada seorang wanita berpakaian perawat.
"Maaf menggangu,saya hanya ingin menyampaikan jika dokter kim ingin berbicara dengan orang tua dokjun." Ucapnya sambil membungkuk hormat.
Baekhyun beranjak dari tempatnya setelah sempat memberikan kecupan hangat di kening dokjun,"Ya, saya ibunya."
"Tuan dokter kim sedang menunggu anda diruangannya."
"Baiklah." Jawab baekhyun sambil tersenyum, "Minum obat dengan bunda yah sayang, eomma akan menemui dokter dulu." Baekhyun menatap anaknya sambil tersenyum, meminta izin dari sang buah hati untuk menemui dokter. Dokjun menganggukan kepalanya sambil tersenyum manis, "Baik eomma." Ucapnya sambil terkekeh.
Baekhyun mengikuti langkah perawat meninggalkan ruangan anaknya. "Baek aku ikut." Ujar sehun yang entah sejak kapan berada disampingnya.
Baekhyun menggelengkan kepalanya sambil tersenyum tipis, "Jam makan siang sudah usai sehun, bukankah sebentar lagi waktunya kau menjemput yeri?"
"Aku akan meminta paman kang untuk menjemputnya?"
"Tidak, kau harus menjemputnya. Aku tidak ingin rusa manisku mengerucutkan bibirnya sepanjang hari karena tidak kau jemput."
"Tapi baek-
"Aku bisa, cha pergilah menjemput yeri. Oh iya jangan lupa belikan aku susu strawberry saat pulang." Baekhyun melambaikan tanganya kearah sehun, lalu berlari kecil menyusul langkah perawat yang sudah berada agak jauh darinya.
Baekhyun mengatur nafasnya saat sudah berada di samping perawat wanita tadi, "Suamimu?" Tanya perawat itu padanya.
Baekhyun tersenyum kecil, "Suami sahabatku." Jawab baekhyun singkat. Perawat itu menganggukan kepalanya tanda mengerti, langkah kaki perawat itu berbelok ke arah sebelah kiri kemudian berhenti pada sebuah pintu yang terdapat gantungan bertuliskan Dokter kim di depannya.
"Silahkan." Ucapnya sambil membukakan pintu untuk baekhyun.
Baekhyun menganggukan kepalanya, jantungnya bertalu sedikit lebih kencang dari biasanya yang menandakan bahwa ia sedang merasakan kegelisahan, "Permisi, saya ibu dari dokjun." Ujar baekhyun setelah berdiri tepat didepan seorang dokter muda yang sibuk membaca dokumen di mejanya.
Dokter itu mengangkat wajahnya lalu tersenyum kearah baekhyun, "Kim jongdae." Ucapnya sambil mengelurkan tangannya.
"Byun baekhyun." Jawab baekhyun sambil mengarahkan jemari lentiknya membalas sapaan dari dokter didepannya.
Jongdae membenarkan letak kacamatanya yang sedikit turun, "Carrier?" tanyanya masih dengan senyuman yang sama.
"Ya." Baekhyun menjawab tanpa ragu, tidak ada sedikitpun rasa malu untuk membenarkan fakta itu.
Jongdae memberikan selembar kertas pada baekhyun, menyuruh pria mungil itu untuk membacanya dengan seksama.
Baekhyun membaca deretan huruf didepannya dalam diam, matanya memperhatikan setiap gambar dan penjelasan dikertas itu dengan serius, sesekali helaan nafas keluar dari bibir tipisnya di sertai dengan ekspresi mata yang berubah sendu.
"Apa dokjun sedang mempunyai masalah." Dokter jongdae membuka percakapan mereka.
Baekhyun mendongakan kepalanya menatap dokter muda itu, kemudian menggeleng pelan "Aku tidak tau." Jawabnya sedikit ragu.
Jongdae menautkan keningnya bingung saat mendapatkan jawaban dari baekhyun, bukankah kau ibunya?gumamnya dalam hati.
"Deokjun anak yang ceria, namun begitu tertutup. Ia tidak menceritakan banyak hal mengenai kehidupan sekolahnya, atau tentang teman-temannya." Ujar baekhyun seakan tau apa yang jongdae dikirkan tentangnya, ia menundukan kepalanya menatapi selembar kertas yang sudah tak lagi rapi bentuknya tangannya sedikit gemetar sekarang, tapi ia menutupinya dengan meletakan kedua tangannya di atas pangkuannya.
"Aku sering kali mendapati pakaiannya kotor bahkan sobek tapi jika aku bertanya dia akan menjawab bahwa ia terjatuh. Aku cukup sadar bahwa anakku tidak akan seceroboh itu sampai hampir terjatuh setiap hari, tapi aku juga takut mendapati fakta pahit jika aku terus memaksanya untuk jujur."
Jongdae ngusap tangkuknya yang terasa berat, "Dokjun mengalami perlakuan tidak menyenangkan disekolahnya?" tanyanya pada baekhyun namun hanya keterdiaman yang ia dapat.
Jongdae membuka sebuah map berwarna merah yang bertuliskan byun dokjun di depannya, dapat disimpulkan jika map itu berisikan semua informasi mengenai kesehatan dokjun. Jongdae menunjukan sebuah foto pada baekhyun, "Kau tau, ada banyak lebam di punggungnya?"
Baekhyun tersentak kaget, ia menarik paksa dokumen yang berada ditangan jongdae, membuka lembaran kertas disana dengan tangan gemetar, baekhyun menahan isakannya saat potret punggung dokjun yang dihiasi lebam keunguan terpampang di depan matanya. Jadi ini dokjun selalu menolak jika ingin eomma mandikan. Gumamnya sambil mengelus pelas potret punggung dokjun seakan takut jika elusannya dapat menyakiti buah hatinya.
Panah tak kasat mata seakan menembus jantung baekhyun, menyisakan rasa sesak yang teramat, menatap penuh luka potret tubuh anaknya, "Bodoh." Ucapnya dengan suara bergetar.
"Perhatian dan kasih sayang dari keluarga dan orang-orang sekitar sangat dokjun butuhkan saat ini, pola makan yang tidak teratur juga stress diusia dini adalah salah satu penyebab dokjun menderita penyakit ini. Aku tidak menyalahkanmu dalam hal ini, tapi sikapmu yang hanya menerima penjelasan tak logis dari dokjun adalah hal yang salah." Jongdae menarik map yang berada di tangan baekhyun, meminta pria mungil itu menatap dirinya.
"Aku akan menunjukan metode pengobatan dokjun padamu, tapi sebelum itu aku harus bicara banyak denganmu dan suamimu, kapan aku bisa bertemu suamimu."
Baekhyun hanya diam, sambil meremas kedua jemarinya yang kembali bertautan.
"Baekhyun." Panggil jongdae sambil menjentikan jarinya didepan wajah baekhyun.
Baekhyun menatap kosong pada jongdae, ia membayangkan bagaimana sakitnya kekerasan yang dokjun dapatkan disekolah selama ini, membayangkan tangisan dokjun saat teman-temannya. Baekhyun sebenarnya tidak ingin berprasangka buruk terhadap teman-teman dokjun tapi ia sangat yakin jika dokjun mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan itu saat sekolah karena ia tidak pernah sekalipun menjatuhkan tangannya pada tubuh dokjun dan baekhyun juga yakin sehun dan luhan juga tidak akan pernah melakukan hal itu, apalagi Yeri putri kecil dengan usia empat tahun yang selalu menganggap dokjun pangerannya.
Jongdae menatap tautan tangan baekhyun yang terlihat sangat kuat, bahkan dirinya sesekali meringis saat melihat bagaimana kuku lancip baekhyun menembus kulitnya yang menyisakan ruam merah pada jari lentik itu, "Baek." Ucap jongdae sambil meletakan telapak tanganya di atas tautan jemari baekhyun.
Baekhyun tersentak, "Ya?"
"Dokjun akan sembuh, aku berjanji padamu."
Baekhyun sedikit menyungingkan senyum manisnya, "Terima kasih." Ujar baekhyun kecil.
"Kau belum menjawab pertanyaanku."
"Huh." Baekhyun memiringkan kepalanya bingung.
"Ayah dokjun, kapan aku bisa bertemu dengannya."
"Kenapa?"
"Aku harus membicarakan metode pengobatan dokjun baek, aku harus mendapatkan izinnya."
"Aku mengizinkanmu jika itu dapat membuat dokjun ku sembuh."
Jongdaek menghembuskan nafasnya dalam, "Bukan hanya dirimu aku juga memerlukan izinnya. Izin dari kedua orang tua." Ucapnya selembut mungkin tidak ingin membuat baekhyun semakin tertekan.
Melihat cara baekhyun yang melampiaskan emosinya dengan menyakiti tangannya sediri membuat jongdae menarik kesimpulan bahwa baekhyun tengah mengalami tekanan saat ini, "Baekhyun." Panggilnya saat melihat baekhyun kembali termenung.
Baekhyun mengangkat wajahnya menatap kepada jongdae, "Tidak ada." Jawabnya santai.
"Apa?"
"Aku adalah ibu dan ayah dokjun, kau bisa memberikan dokumennya padaku, aku akan menanda tanganinya."
Jongdae menganggukan kepalanya kecil, "Kalian berpisah?" tanyanya lagi.
"Berpisah bahkan tanpa pernah bersatu." Baekhyun mengambil selembar kertas yang jongdae berikan padanya, "Aku harus menanda tanganinya dimana." Tanyanya pada jongdae.
"Disini," jongdae menunjukan sudut kiri kertas yang terdapat cap stempel rumah sakit, sebenarnya ia ingin menanyakan maksud perkataan baekhyun yang sedikit membingungkan, Apa maksudnya dengan berpisah sebelum bersatu monolognya pada diri sendiri, tapi bagaimana pun juga ia tidak ingin membuat baekhyun tidak nyaman jika ia terlalu banyak bertanya.
Jongdaek menerima selembar kertas yang baekhyun arahkan padanya, matanya menatap sudut kertas yang sudah di tanda tangani baekhyun, "Aku akan melakukan yang terbaik untuk buah hatimu." Katanya sambil tersenyum memberikan sebuah keyakinan pada baekhyun.
Baekhyun menganggukan kepalanya sambil tersenyum,"Terima kasih, aku berharap banyak padamu. Aku permisi." Ujarnya lalu menundukan kepalanya dan berlalu meninggalkan ruangan dokter muda itu.
Jongdae menatap pintu ruangannya yang tertutup, senyum nya terukir saat kembali mengingat senyuman manis yang baekhyun berikan untuknya, "Laki-laki istimewa dengan senyum yang istimewa." Ucapnya sebelum kembali berkutat dengan tumpukan berkas diatas mejanya.
.
.
.
Chanyeol memarkirkan mobil mewahnya setelah memasuki perkarangan sebuah mansion elit di kawasan gangnam, ia membuka seatbelt nya dengan cepat lalu menyambar sebuah plastik hitam berisikan seember ice cream pesanan anak laki-laki yang menelfonnya tadi.
Chanyeol memberikan kunci mobilnya pada seorang maid, meminta maid itu memasukan mobilnya kedalam garasi, Lalu membawa langkah kakinya berjalan gontai kedalam mansion. Belasan maid menundukan kepalanya memberikan hormat pada chanyeol dan dibalas dengan senyum tipis oleh pria tinggi itu, chanyeol mengedarkan pandangannya saat mendengar suara seseorang berlari mendekatinya, "Berikan tas mu." Ucap orang itu sambil membukakan jas yang chanyeol pakai.
"Ini, terima kasih." Ujar chanyeol sambil mengulurkan tas kerjanya pada kyungsoo, "Oh iya, kyungsoo ice cream pesanannya." Lanjut chanyeol dengan mengangkat kantung plastik di tangannya.
Kyungsoo menerima tas dan ice cream yang chanyeol berikan padanya, "Aku sudah menyiapkan makan malam, ayo." Ajak kyungsoo dengan senyuman manisnya.
Chanyeol melepaskan kaitan tangan kyungsoo di lengannya, "Aku tidak lapar." Tolaknya halus sambil tersenyum.
Kyungsoo mengernyitkan kedua alisnya bingung menatap kearah chanyeol yang terlihat kacau, chanyeol kenapa batinnya, "Aku ingin istirahat." Ujar chanyeol yang seolah mengetahui arti tatapan yang kyungsoo arahkan padanya.
Pria tinggi itu berjalan meninggalkan kyungsoo yang terdiam di posisinya, "Tidak baik istirahat dengan perut kosong." Ucap kyungsoo sedikit berteriak pada chanyeol yang kini sudah berada di anak tangga terakhir menuju kamar mereka. chanyeol menolehkan kepalanya lalu menunduk menatap manic hazel kyungsoo yang berada dilantai bawah, "Aku lelah." Sahutnya pendek lalu masuk kedalam kamarnya tanpa berniat menunggu jawaban kyungsoo.
Kyungsoo menatap sendu pintu kamar yang tertutup, ia membawa tas kerja chanyeol dan seember ice cream tadi kearah dapur, "Bibi jung tolong masukan ice cream ini kedalam lemari pendingin." Pintanya pada seorang wanita yang berada diusia akhir lima puluh tahunan, lalu meninggalkan dapur setelah mendapatkan anggukan dari wanita itu.
Kyungsoo berjalan dengan fikiran yang terus mengarah pada chanyeol, Apa yang terjadi Gumamnya seorang diri.
Kriettt….
Kyungsoo masuk kedalam ruangan kerja chanyeol untuk meletakan tas kerja yang sedari tadi di bawanya, mata bulatnya menatap bingkai foto besar yang tergantung di dinding ruangan itu, sudut bibirnya tertarik keatas melihat dirinya dan chanyeol yang berbalut jas berwarna hitam dengan kemeja putih sebagai dalaman, mereka berdua tersenyum di dalam portet itu, potret pernikahan mereka.
.
.
.
Baekhyun tersenyum saat melihat anaknya dan luhan tengah bermain rubik, bukan bermain lebih tepatnya kedua orang berbeda usia itu tengah berlomba dengan hadiah sekotak susu untuk pemenangnya, bagaimana baekhyun tau? Mudah saja, ini bukan pertama kalinya baekhyun melihat perlombaan itu, luhan selalu menantang dokjun untuk berlomba meskipun sudah tau bahwa ia tidak akan pernah menang melawan putra kecilnya itu.
"Kali ini siapa pemenangnya." Ucap baekhyun menyadarkan kedua pria itu, luhan berbalik kearah baekhyun yang tengah bersandar pada pintu, "Sudah datang, dimana sehun?" Tanya pria bermata rusa itu sambil tersenyum manis.
"Suamimu tengah menjemput rusa kecilku." Jawab baekhyun sambil berjalan mendekati deokjun yang merentangkan tangan kecilnya menginginkan pelukan hangat dari ibunya, "Sudah minum obat sayang?" Tanya baekhyun yang dibalas anggukan oleh dokjun, baekhyun memeluk dokjun sayang, mengangkat tubuh kecil itu untuk di dudukan pada pangkuannya.
"Anak pintar." Ucap baekhyun sambil menciumi seluruh permukaan wajah anaknya, tanpa terlewati sedikitpun.
Luhan menatap baekhyun dengan sendu, dirinya tidak bodoh untuk menyadari bahwa sahabat manisnya itu tengah diliputi kekalutan sekarang, luhan merentangkan kedua tanganya ikut masuk kedalam pelukan baekhyun dan dokjun, "Bunda kenapa?" Tanya dokjun bingung.
Luhan menundukan kepalanya berhadapan dengan wajah dokjun yang sedikit pucat, "Bunda kan ingin memeluk dokjun juga, memang dokjun tidak ingin di peluk bunda." Ucapnya dengan nada merajuk.
Dokjun terkekeh lalu mencium hidung mancung luhan, "Tentu saja mau, pelukan bunda adalah pelukan terhangat nomor empat." Ucapnya sambil menunjukan keempat jari kecilnya.
Luhan memiringkan kepalanya menatap bingung pada dokjun, luhan sangat tau jika pelukan hangat yang pertama adalah milik baekhyun, tapi yang kedua dan ketiga milik siapa, "Pelukan nomor dua dan tiga pelukan siapa? Kenapa pelukan milik bunda jauh sekali." Luhan mengerucutkan bibirnya tidak terima.
Dokjun terkekeh lalu mengecup bibir luhan kilat, "Nomor tiga punya Ayah." Jawab dokjun sambil terkekeh geli saat mendapatkan raut wajah sebal luhan, Astaga bagaimana bisa dokjun lebih memilih pria datar itu ketimbang aku ocehnya dalam hati. "Lalu nomor dua?" tanya luhan tidak sabar.
Dokjun tersenyum lebar sambil mengenunjukan deretan gigi susunya, baekhyun tersenyum mendengarkan percakapan luhan dan deokjun yang terdengar sangat kekanakan, "Siapa nomor dua? Apa itu yeri?" tanya baekhyun mencoba memasuki percakapan antara buah hatinya dan luhan.
Baekhyun menautkan alisnya bingung saat dokjun menjawab pertanyaannya dengan sebuah gelengan, "Lalu pelukan siapa?" ujar baekhyun penasaran.
"Paman park." Jawab dokjun dengan kekehan polosnya.
"Apa?" Tanya luhan mencoba memastikan perkataan dokjun.
Dokjun mendongak menatap kedalam manik mata baekhyun yang memandangnya dengan pandangan cemas, "Itu eomma paman park, park chanyeol. Ayahnya teman dokjun disekolah."
Luhan jatuh terduduk di ranjang rawat dokjun, mata rusanya menatap cemas kearah baekhyun yang tengah mengepalkan kedua tangannya di balik punggung dokjun yang berada di pangkuannya, "Baek." Panggil luhan sambil mengusap tangan baekhyun.
Baekhyun terdiam tak menjawab, mengabaikan pertanyaan dan jemari luhan yang mengelus pergelangan tangannya lembut. Kenapa kau tidak mendengarkan ucapanku park gumamnya dengan gigi yang bergemelatuk menahan emosi.
.
.
.
.
.
Halo semuanya, maaf yah aku selaku author bener-bener minta maaf sama kalian kerena nggk bisa konsisten update.
Apalagi untuk Tears Blood aku kehabisan ide guys ;( itu ff alurnya panjang banget, aku takut kalian bosen dan entah kenapa itu bikin aku nggk pede untuk update ff itu dan sekarang berujung dengan ide yang hilang.
Sebagai permintaan maaf aku, aku buatin kalian ff baru yang semoga aja bikin rasa kesel kalian sama aku sedikit berkurang. Ini ff pertama aku yang bertemakan ibu dan anak hohoho~ aku nggk berpengalaman sebenernya, Cuma di usia yang udah dua puluh satu ini entah kenapa aku selalu ngerasa seneng saat ngeliat momen ibu dan anak, kekeke~ kode minta dinikahin padahal jomblo.
Semoga kalian suka sama cerita baru aku ini..
Kalo ada typo maapkeun yah guys, mata aku rada siwer factor U…
.
Tyasantika, 2018 november 12.
Love love :*
