Almost is Never Enough
Ditty Glint
Disclaimer : Masashi Kishimoto
Pair : NaruHina
Rated : T
Genre : Romance, Friendship
Happy Reading!
Sinar mentari langsung menyorotku saat aku membuka pintu rumah. Mataku menatap sang mentari yang belum terlalu tinggi itu. Aku memejam merasakan sinar hangat yang menerpa wajahku.
Tiba-tiba ingatanku tertuju pada sosok lelaki yang memiliki kehangatan layaknya mentari. Lelaki yang akhir-akhir ini membuatku selalu tersenyum. Lelaki yang mulai mewarnai hidupku.
Naruto Uzumaki.
Ah, aku tidak sabar untuk segera pergi ke sekolah.
.
.
"Ohayou, Hinata!" sapaan hangat Naruto membuat Hinata sedikit terlonjak kaget. Lelaki itu tiba-tiba saja sudah berjalan di sampingnya.
Hinata mengerjap, "Ohayou, N-naruto!"
Naruto terkekeh melihat Hinata yang masih syok karena kedatangannya yang tiba-tiba.
"Tidak datang bersama Sakura?" tanya Naruto menyadari Hinata berjalan sendiri menuju kelas mereka. Biasanya gadis itu datang bersama Sakura, sahabatnya.
"Etto.. aku tadi bangun kesiangan," ucap Hinata sedikit malu. Pasalnya, ia jarang sekali datang lebih siang seperti ini.
"Oh.. Jadi, murid teladan juga bisa bangun kesiangan?" goda Naruto.
Lelaki itu tersenyum geli melihat Hinata yang kini mulai merona. Gemas rasanya menggoda Hinata seperti ini.
"N-naruto!" Hinata memukul kecil bahu lelaki berambut pirang yang sudah ia anggap sahabat itu.
Naruto terkekeh geli, membuat Hinata mau tak mau tersenyum melihat wajah cerah Naruto. Meskipun ia sedikit malu digoda oleh lelaki itu, setidaknya ia bisa melihat wajah Naruto yang bahagia.
Mereka kembali berjalan menuju kelas sambil membicarakan hal-hal kecil yang membuat pagi itu terasa indah bagi mereka.
.
.
Istirahat adalah saat yang paling ditunggu oleh semua siswa-siswi di KSHS. Sesaat setelah bel istirahat berbunyi, semua siswa langsung berhamburan keluar kelas. Mereka tidak ingin kehabisan makanan yang ada di kantin karena banyaknya warga di sekolah itu. Kantin yang sesak sudah menjadi pemandangan biasa di sekolah itu saat jam istirahat tiba.
Karena itulah Naruto, Hinata, Sakura dan Kiba sepakat membawa bekalnya sendiri dari rumah. Selain menghemat uang jajan, mereka juga dapat menghemat waktu dan tenaga. Mereka tidak perlu berdesak-desakan di kantin yang penuh sesak. Dan hanya perlu menikmati makan siang mereka di tempat yang telah di tentukan.
Dan disinilah keempat sahabat itu berada, atap sekolah.
"Kau bawa apa, Hinata?" tanya Sakura antusias saat Hinata mulai membuka penutup bekalnya. Karena memang biasanya bekal Hinata lah yang paling menarik diantara mereka.
Seketika mata Sakura, Naruto, dan Kiba berbinar melihat bento milik Hinata yang ditata begitu lucu di kotak bekalnya.
"Lucunya! Aku tidak tega memakannya, Hinata," ucap Kiba sembari menahan air liurnya. Selain lucu, bekal Hinata juga menggugah selera.
Hinata tersenyum geli.
"Memangnya Hinata akan membiarkanmu memakan bekalnya?" kata Sakura sinis. Gadis berambut pink itu melirik bekal Kiba yang hanya berisi nasi goreng yang tidak tampak menarik.
"Pastilah! Hinata kan baik, tidak sepertimu," balas Kiba tak kalah sinis.
"Apa-"
"Sudah, sudah! Daripada kalian bertengkar, lebih baik kalian lihat bekalku yang super menabjukan ini," Naruto menghentikan dua sahabatnya yang akan beradu mulut dan mulai membuka bekalnya.
Mereka bertiga menoleh ke arah bekal Naruto. Mulai tertarik dengan isi bekal yang ada di kotak makan lelaki itu.
Kiba seketika terbahak melihat bekal Naruto. Sedangkan, Hinata dan Sakura justru mengernyit aneh melihat bentuk bekal Naruto.
Dua buah sosis bakar, dengan mayonise dan saus di atasnya. Tidak ada yang aneh, tapi ukurannya itu.. lumayan besar. Ditambah warnanya yang sedikit kecoklatan terlihat seperti..
"Bahahahaha! Sosis itu seperti 'milikmu', Naruto!" Kiba terbahak sambil menunjuk bekal Naruto.
Naruto menepuk bahu Kiba keras, "Sialan! Memang kau pernah melihat 'milikku'?" Naruto ikut tertawa.
Hinata dan Sakura yang mengerti maksud perkataan dua lelaki itu langsung memerah.
"Naruto!"
"Kiba!"
.
.
Hinata menggeleng kecil mengingat bentuk sosis yang dibawa Naruto tadi. Meskipun aneh, tetapi ternyata rasanya sangat enak. Memang benar istilah yang mengatakan jangan melihat sesuatu dari luarnya.
Hinata yang penasaran sempat bertanya dimana Naruto membeli sosis itu. Dengan bangga Naruto mengatakan bahwa itu buatannya sendiri. Gadis itu tidak menyangka Naruto bisa membuatnya.
"Toneri~ Kau menyebalkan!"
Lamunan Hinata buyar mendengar suara centil seorang gadis di depan kelas.
Hinata menoleh ke arah gadis yang baru berteriak kesal itu. Tepatnya pura-pura kesal. Hinata bisa menebak dari raut wajah yang dibuat-buat oleh salah satu teman kelasnya itu.
Karin dan gengnya terlihat kesal dijahili oleh seorang lelaki tampan berambut putih bersama gerombolannya. Meskipun nyatanya, Hinata tahu bahwa mereka senang lelaki itu menjahili mereka. Siapa yang tidak senang dijahili oleh idola sekolah seperti Toneri?
Ya, Toneri Otsutsuki. Mantan kekasihnya.
Hinata menghela napas.
Entah kenapa Toneri terlihat berbeda semenjak mereka putus beberapa bulan lalu. Lelaki yang biasanya dingin itu sekarang terlihat selalu dekat dengan para perempuan. Apalagi setelah mereka satu kelas, tingkahnya semakin menjadi. Seperti sedang sengaja membuat Hinata panas setiap waktu.
Hinata tidak tahu ia salah apa sehingga ia harus satu kelas dengan mantan kekasihnya itu di tahun ketiga ia sekolah di KSHS.
Meskipun Hinata sudah tidak mempunyai perasaan apa-apa lagi kepada Toneri, tetap saja ia kesal melihat gadis-gadis itu bertingkah sok cantik di depan Toneri. Sedangkan jika dengan Hinata, gadis-gadis itu acuh tak acuh.
Gadis Hyuuga itu tidak menyangka Toneri akan berubah sedrastis ini.
Pikirannya melayang pada saat idola sekolah itu memutuskan untuk mengakhiri hubungan mereka. Padahal saat itu Hinata yakin hubungan mereka baik-baik saja. Tidak ada masalah apapun.
Lalu kenapa lelaki itu mengakhirinya begitu saja?
Apa karena ada wanita lain? Atau Toneri sudah bosan dengannya?
Ya, dia memang gadis yang membosankan.
Hinata tersenyum sedih. Mengetahui fakta bahwa ia tidak menarik.
"Hinata!"
Hinata tersentak saat sebuah tangan menepuk bahunya pelan. Gadis itu mendongkak, melihat wajah Naruto yang terlihat khawatir.
"Ya?"
"Kau baik-baik saja? Kenapa melamun terus?" Naruto duduk di bangku depan Hinata sembari meletakkan dua buah minuman kaleng.
Ah, Hinata baru ingat tadi Naruto pergi untuk membeli minuman. Lelaki itu memanfaatkan jam kosong karena guru-guru sedang rapat. Sementara Kiba dan Sakura menghilang entah kemana.
"Aku tidak apa-apa," ucap Hinata sambil tersenyum meyakinkan.
Tapi Naruto melihat jelas ada kesedihan di mata amethys milik Hinata.
"Untukmu," Naruto menyodorkan minuman kaleng dengan rasa anggur ke hadapan Hinata.
"Eh? A-arigatou," ucap Hinata tulus. Ia menerima minuman itu.
"Minumlah. Aku rasa mood mu sedang kurang baik," bola mata safir Naruto bergulir melirik Toneri yang juga sedang memperhatikannya. Naruto berdiri dari duduknya.
"Ada apa, Naruto?" tanya Hinata heran melihat Naruto yang sudah duduk di sampingnya.
Naruto mengeluarkan ponsel dan earphone yang ada di sakunya. Lalu menyerahkan salah satu earphone itu kepada Hinata. Gadis itu hanya menerimanya dengan raut bingung.
"Kau ingat lagu yang ku ceritakan beberapa hari lalu?" tanya Naruto sambil memasang sebelah earphonenya.
"Hmm.." gumam Hinata mengikuti apa yang Naruto lakukan.
"Coba dengar," Naruto mendekati Hinata karena kabel earphone yang tidak terlalu panjang.
Musik mulai mengalun memainkan intro yang terdengar indah di telinga keduanya. Hinata memejam menikmati alunan musik tersebut. Perlahan senyumnya mengembang.
Sedetik kemudian Hinata melupakan kesedihannya. Ia mendongkak dan melihat wajah Naruto yang begitu dekat dengannya. Bahkan Hinata dapat melihat jelas mata safir Naruto yang begitu jernih dan mempesona. Safir itu tak melepaskan pandangan darinya.
Hinata merona merasakan napas Naruto yang hangat membelai kulit wajahnya.
"Bagus, kan?" tanya Naruto rendah.
Hinata tersadar dari keterpanaannya. Ia memalingkan wajah.
"I-iya."
Astaga, jantungnya berdebar tak karuan.
.
.
Hari minggu, empat sahabat itu terlihat tengah berkumpul bersama di rumah Naruto untuk mengerjakan tugas kelompok. Kebetulan hari itu kedua orang tua Naruto tidak ada di rumah. Membuat mereka leluasa mengerjakan tugas.
Langit tiba-tiba mendung menjelang sore. Gemuruh terdengar dari atas kumpulan awan hitam. Membuat keempat sahabat yang sedang ada di kamar Naruto menengok ke arah langit melalui balkon kamar.
"Padahal tadi pagi langit sangat cerah, tapi sekarang malah berubah mendung," ucap Kiba menatap langit yang menghitam, siap menumpahkan isinya.
Naruto, Sakura dan Hinata mengangguk membenarkan. Lalu tak berapa lama kemudian rintik-rintik hujan mulai berjatuhan.
"Hujan!" pekik Sakura senang, ia bergegas turun menuju taman belakang rumah Naruto.
"Oii, Sakura! Kau ingin kemana?!" teriak Kiba mengikuti Sakura.
Naruto dan Hinata akhirnya menyusul di belakang.
Mereka terkikik melihat Kiba yang ditarik-tarik di bawah hujan oleh Sakura yang sudah terlebih dulu basah kuyup.
"Sakura! Apa-apaan kau ini!" seru Kiba kesal.
"Ayolah, aku sudah jarang hujan-hujanan seperti ini. Lagipula ini menyenangkan!" seru Sakura bahagia. Ia menarik kedua tangan Kiba sambil berputar-putar.
Meski kesal tapi sesaat kemudian Kiba tersenyum senang dengan tingkah Sakura. Ia memberi kode pada gadis pink itu dengan melirikkan matanya ke arah dua sahabat mereka yang masih berdiri menertawakan mereka.
Sakura mengangguk. Ia berlari bersama Kiba dan menarik Naruto beserta Hinata untuk basah-basahan di bawah guyuran hujan. Tapi Naruto berusaha menahannya, ia memandang khawatir ke arah Hinata.
"Hey! Hinata nanti sakit!" ucap Naruto mengingatkan mereka bahwa kekebalan tubuh Hinata kurang baik.
Mereka terdiam sesaat.
Kemudian Hinata tersenyum menanggapi ucapan Naruto. Tangannya yang lembut menarik tangan hangat Naruto. Menggiringnya menuju guyuran hujan.
"Ayo! Aku tidak apa-apa, kok!"
"T-tapi-"
Hinata memberikan senyuman menenangkannya. Naruto akhirnya pasrah ditarik oleh ketiga sahabatnya untuk bermain di bawah hujan.
Mereka berkejaran kesana-kemari. Tertawa lepas tanpa mempedulikan tubuh mereka yang basah kuyup. Bahagia karena hal-hal kecil yang mereka lakukan bersama hari itu.
.
.
Senin pagi hujan masih mengguyur kota itu. Naruto, Kiba, dan Sakura memandang cemas ke arah pintu kelas, mereka menunggu Hinata yang tak kunjung datang. Mereka takut Hinata jatuh sakit karena kelakuan mereka kemarin.
Setelah beberapa menit, mereka akhirnya bisa bernapas lega saat melihat seseorang memasuki kelas mereka. Seorang gadis dengan mantel dan syal tebal yang melilit leher hingga mulutnya tak terlihat. Meski begitu gadis itu masih kedinginan, dilihat dari hidung dan pipinya yang memerah.
"Ohayou!" sapaan teredam syal itu menyambut ketiganya.
"Hinata!" Sakura segera menyambut Hinata dengan pelukannya.
"Kami kira kau sakit, kami sangat khawatir," ucap Kiba.
"Aku baik-baik saja," Hinata tersenyum, meskipun senyumnya itu tak terlihat karena syal yang menutupinya.
"Ku kira kau itu badut, kau menakutiku saja," Naruto mengejek hidung Hinata yang memerah.
"Naruto!" Hinata cemberut. Naruto terkekeh.
"Tapi syukurlah kau baik-baik saja. Aku rasa aku akan merindukanmu kalau kau tak sekolah, Hinata," Naruto tersenyum tulus.
Pipi Hinata yang merah semakin memerah.
"Maksudku, kami," ralatnya.
Hinata merasa bodoh karena berpikir yang tidak-tidak.
.
.
Hujan masih belum berhenti saat bel pulang sekolah berbunyi. Beberapa orang ada yang menunggu dan ada yang nekad menerobos melihat hujan yang sepertinya akan awet sampai malam.
Hinata memilih menunggu di kelas sambil membaca sebuah novel. Sakura sudah pulang dijemput ibunya, sedangkan Kiba nekad menerobos hujan dengan motornya. Mereka berdua sudah menawarkan tumpangan, tetapi Hinata menolak karena tak ingin merepotkan.
Jadilah dia di sini bersama Naruto di sampingnya karena lelaki itu ingin menemaninya hingga jemputan Hinata datang.
"Hinata.." fokus Hinata terpecah karena panggilan Naruto.
"Hmmm?" Hinata masih sibuk membaca novel.
Naruto mengerucut, "Dingin.."
Hinata mengerjap lalu menoleh menatap Naruto.
"Kalau begitu pakai saja syal ku," Hinata melepaskan syal merah yang melilit dan memasangkannya ke leher Naruto.
Tangan tan Naruto menghentikan aktivitas Hinata, ia menatap lekat amethys yang memandangnya bingung.
"Kita pakai berdua saja."
"Ha?"
Dengan lembut Naruto melilitkan syal yang lumayan panjang itu ke lehernya dan leher Hinata. Membuat jarak wajahnya dan wajah Hinata hanya beberapa centi.
Naruto mendekat, kemudian membenamkan kepalanya di lekukan leher Hinata. Kedua tangannya mendekap punggung gadis itu.
"N-naru-" Hinata menahan napas.
"Hanya sebentar Hinata, aku kedinginan," pinta Naruto dengan suara rendah.
Naruto menghirup aroma tubuh gadis itu dalam-dalam. Menyimpan aroma itu lekat-lekat di memorinya. Hinata merasa geli saat hidung mancung Naruto menyentuh kulit lehernya.
Astaga.. Jantungku berdebar kencang.
Ini bukan apa-apa. Ini wajar dilakukan oleh seorang sahabat... Kan?
TBC
Hai, readers! Saya kembali dengan cerita NH. Ff ini sebenarnya prequel dari ff saya yang sebelumnya yaitu 'After Long Time No See'. Saya mungkin akan membuat ff ini jadi twoshoot atau mungkin threeshoot, bisa juga lebih. Tapi kemungkinan hanya twoshoot.
Semoga readers menikmati karya saya yang ini!
Fav, follow dan review sangat membantu meningkatkan mood saya yang kadang naik turun, hehehe.
