Disclaimer:

Vocaloid milik Yamaha, Crypton, dan Lain-lain

Saya cuma pinjam karakternya kok :)


.

Salah Paham

.


Bagian 1:

Meskipun Luka tahu bahwa Neru si biang gosip sedang menguping di balik dinding, dia tidak bisa lagi menahan diri untuk tidak berteriak pada Yuuma. Dia tidak peduli lagi Neru akan mendengarnya lalu menyebarkannya ke seluruh kelas atau jika perlu ke seluruh sekolah. Biar saja. Biar saja satu sekolah tahu bahwa Takahashi Yuuma adalah seorang laki-laki brengsek dan tidak perlu dikagumi walaupun dia pintar dan punya senyum yang keren.

"Aku beri tahu ya! Aku tidak akan pernah tertarik dengan tawaranmu itu! Aku sudah tahu kau itu siapa dan aku tak akan pernah tertipu walaupun senyummu itu kayak malaikat atau setan sekalipun. Yang pasti, Teto sudah cerita padaku tentang kau yang sangat—sangat—brengsek mencampakkannya lalu mengincar Miku. Aku tidak tolol seperti cewek lain! Camkan itu!"

Luka mengatur napasnya yang agak ngos-ngosan karena bicara panjang dengan nada tinggi. Dia tak biasa berteriak seperti itu, tapi melihat laki-laki berambut peach di hadapannya itu yang—oh, sial—tersenyum tanpa dosa, dia tak bisa menahan diri. Teto dan Luka adalah sahabat baik dan sudah menjadi tugas sahabat baik untuk saling membela dan melindungi.

"Kau mungkin salah paham, Luka-chan," kata Takahashi Yuuma setelah Luka agak tenang.

"Salah paham?! Apa yang salah paham? Kau jelas-jelas meninggalkan Teto yang setengah mati cinta padamu! Dan tolong jangan panggil nama kecilku dengan enteng begitu! Kita tidak dan tidak akan pernah saling kenal!"

Takahashi Yuuma menarik napas, mencoba menyelam lebih dalam. Dia sudah sering berurusan dengan kemarahan wanita dan satu-satunya cara untuk menghadapinya adalah dengan menjaga supaya dirinya tetap tenang. Terpancing emosi akan memperkeruh suasana dan Yuuma sama sekali tidak tertarik adu mulut dengan Megurine Luka yang dikenalnya sebagai gadis pendiam yang jarang buka suara. Baru kali ini dia melihat gadis bermata tajam itu tidak bisa mengendalikan emosinya.

"Oke, aku minta maaf, tapi tolong pelankan suaramu. Kau pasti tahu ada seseorang yang sedang bersembunyi di balik tembok dan mendengarkan kita bicara. Aku tak ingin seluruh sekolah salam paham karena kenyataannya tidak seperti itu. Aku akan menjelaskannya padamu, tapi tak di sini. Aku janji."

Luka menatap mata kuning Yuuma skeptis.

Tiba-tiba saja dia merasa berdosa sudah berteriak sejak tadi sedangkan Yuuma masih setenang air, sama sekali tidak terpengaruh. Dia sedikit mengharapkan Yuuma akan balas berteriak atau mungkin bicara kasar sehingga Akita Neru yang sedang memata-matai mereka akan beraksi dengan ponsel kuningnya.

Padahal Luka sudah merencanakannya dengan matang. Dia berhasil memanggil Yuuma ke taman belakang sekolah—yang katanya berhantu—tanpa diketahui siapa pun dan dia juga sudah berhasil mengorek sedikit tentang pandangan Yuuma terhadap Teto. Semua sudah sempurna, sampai dia merasakan hawa kehadiran seseorang yang mencurigakan yang tidak lain dan tidak bukan adalah sang informan, Akita Neru. Kehadiran gadis berambut kuning itu memang tidak pernah bisa diduga. Dia bisa muncul di mana saja dan kapan saja bahkan dengan cara yang tidak wajar, bertindak seperti wartawan dadakan, lalu tiba-tiba saja sebuah gosip baru akan menyebar keesokan harinya. Mengerikan.

Kemunculan Neru sebenarnya tidak terlalu membuat Luka khawatir. Dia dan Yuuma memang terlibat percakapan serius dan intim yang bisa disalahartikan, tapi tidak akan ada yang percaya kalaupun Neru membuat gosip tentang mereka berdua. Luka dan Yuuma tidak pernah terlihat bersama sebelumnya dan bahkan diragukan saling kenal.

Namun, hal yang tak diduga Luka kembali terjadi. Yuuma—dengan senyum andalannya—meminta Luka untuk melupakan apa yang telah terjadi pada Teto. Tentu saja tidak gratis. Sebagai balasannya, Luka bisa meminta satu hal pada Yuuma yang tidak ada sangkut pautnya dengan Teto.

Luka jelas marah dan tidak tahan untuk menggunakan pita suaranya dengan maksimal yang disesalinya sekarang sehingga dia mau tidak mau harus membuang keraguannya dan mempercayai Yuuma.

"O-oke. Di mana?" Luka nyaris berbisik.

Yuuma melengkungkan bibirnya, merasa senang Luka mudah diajak negosiasi. Penawarannya yang pertama memang ditolak mentah-mentah, dengan teriakan pula, tapi memang Yuuma yang salah; mengira Luka bakal kegirangan seperti gadis lain. Selama ini trik seperti itu selalu berhasil, tapi Yuuma lupa dia sedang berhadapan dengan Megurine Luka.

Bagi Yuuma, Luka adalah pribadi yang unik. Luka mungkin tidak mengenal Yuuma, tapi Yuuma tahu siapa Luka. Katakan dia stalker, Yuuma tak peduli. Memang Yuuma sering menguntit gadis berambut merah muda panjang itu. Dia juga ingin sekali berbincang dengan gadis itu barang sebentar, tapi tidak pernah kesampaian. Makanya, Yuuma sangat senang ketika Luka mengundangnya ke taman belakang sekolah untuk bicara, walaupun yang dibicarakan tentang kesalahpahamannya dengan Kasane Teto, gadis berambut merah yang selalu menempel pada Luka. Dia suka cara bicara Luka yang dalam dan tak menuntut sebelum gadis itu meledak marah.

"Aku tanya, di mana?" Luka mengulangi pertanyaannya. Dia agak tidak sabar.

Yuuma berjalan mendekati Luka dan mendekatkan bibirnya ke telinga gadis itu. "Pulang sekolah, di gerbang belakang. Aku tunggu di sana," dia berbisik. Setelah itu, dia berjalan menjauh untuk mengurus satu hal lagi.

Akita Neru.

-chu pit-

Pada dasarnya, Luka bukan pembohong. Jadi, ketika dia harus menjelaskan pada Teto kenapa mereka tidak bisa pulang bareng, gadis itu kesulitan. Untungnya, Teto adalah gadis polos baik hati yang tidak bisa curiga pada orang lain sehingga seaneh apa pun alasan Luka, dia percaya-percaya saja.

Setelah mendapat izin dari sahabat tersayangnya itu, Luka melesat meninggalkan kelas. Dia berhati-hati agar tak seorang pun melihatnya mengendap-endap menuju gerbang belakang sekolah, tapi sial, di tengah jalan dia bertemu Akita Neru dan pengikutnya yang setia. Neru pasti akan menanyainya macam-macam dan gadis-gadis pengikutnya akan memasang telinga baik-baik. Namun, hal yang tak diduga terjadi. Neru membuang muka dan mempercepat langkahnya. Luka heran, tapi memutuskan tidak peduli.

"Akhirnya, kau datang," Yuuma berucap lega ketika sosok gadis berambut merah muda itu tiba dengan napas tak beraturan. "Kau habis maraton, huh?"

"Jangan bercanda denganku. Langsung saja jelaskan dan aku akan memutuskan apakah alasanmu cukup layak untuk dimaafkan atau tidak."

Yuuma mengedip beberapa kali sebelum berkata, "Aku tidak akan menjelaskannya di sini. Ayo pergi, sebelum ada yang lihat."

Sebelum Luka bisa protes, Yuuma sudah menyelinap keluar melewati celah gerbang belakang yang hanya ditutup dengan rantai yang renggang. Dengan kesal, Luka mengikuti. Dia mencoba sabar karena merasa tak enak istirahat tadi sudah berteriak pada Yuuma. Itu tak sopan dan selama ini ibunya selalu mengajarkan untuk tidak menaikkan nada saat bicara dalam situasi apa pun. Jadi, dia membiarkan Yuuma bertingkah seenaknya kali ini.

"Kau akan mengajakku ke mana?" Luka bertanya ketika dia berhasil melewati celah. Yuuma hanya menyunggingkan senyum penuh rahasia sebelum memutar tumitnya. Kaki-kakinya yang panjang mulai bergerak dan dengan susah payah Luka berlari agar langkahnya bisa sejajar. Tinggi mereka sebenarnya tak beda jauh, tapi langkah Luka tak sebesar langkah Yuuma.

Yuuma membawa Luka ke jalan kecil yang tembus ke sebuah halte bus di daerah yang sama sekali tak diketahui Luka. Gadis itu tak pernah tahu tentang daerah belakang sekolah karena memang nyaris tak ada siswa di sekolahnya yang lewat sana.

"Aku sudah mengurusnya," kata Yuuma tepat lima menit mereka duduk menunggu bus.

"Mengurus? Apa?" Luka heran, tak mengerti apa atau siapa yang dibicarakan.

"Akita-san. Tenang saja. Dia tak akan membuat gosip yang aneh-aneh tentang kita."

Luka menghela napas. Dia menggerakkan kaki-kakinya ke atas dan bawah. "Aku tak khawatir gosip yang akan dia sebar. Mungkin kau yang harus khawatir karena namamu yang akan langsung rusak."

Yuuma mendengus. "Andai kau lihat tulisan yang dia buat di ponselnya. Dia menulis tentangmu bukan tentangku dan kau harus tahu tulisannya sangat meyakinkan. Untung saja semua sudah kuhapus sebelum dia bisa memajangnya di blog pribadi."

Mata Luka membesar. Dia memandang Yuuma tak percaya. Yuuma menyeringai senang, merasa terhibur dengan reaksi Luka yang tak terduga.

"Busnya sudah datang. Ayo naik."

Sebuah bus berwarna biru keabuan berhenti tepat di depan mereka. Yuuma langsung berdiri dan berbaris di belakang seorang wanita gemuk berbaju putih yang menenteng tas cokelat. Luka mengikuti dengan malas.

Kursi kosong terakhir diduduki oleh wanita gemuk yang berbaris di depan Yuuma tadi. Mereka terpaksa berdiri. Luka menjaga jarak dua langkah dari Yuuma. Dia tak mau orang lain beranggapan mereka berdua punya hubungan atau apa.

"Jangan jauh-jauh. Nanti kau terpisah nanti."

"Biar saja," kata Luka datar. Lalu, dia diam sejenak sebelum mulutnya kembali terbuka. "Omong-omong, kita sebenarnya mau ke mana?"

Sekali lagi, Yuuma melempar sebuah senyuman penuh rahasia. Tanpa suara, dia menggerakkan bibirnya.

Rumahku.

Luka terkesiap. Ternyata Yuuma memang laki-laki brengsek. Dia harus turun dari bus sekarang juga, tapi terlambat. Pintu bus sudah tertutup dan tak ada yang bisa dilakukannya lagi. Gadis itu memberikan tatapan tertajam pada Yuuma yang hanya dibalas dengan lengkungan di bibir.

Menyebalkan.

"Kau akan mengerti kalau kubawa kau ke sana," jelas Yuuma pelan, tapi Luka tak peduli. Dia benci laki-laki itu karena menyakiti sahabat terbaiknya, menipunya, dan kini diam-diam memegangi pergelangan tangannya agar dia tidak kabur.

Memangnya Luka tahanan sampai harus dijaga agar tidak melarikan diri apa?

Luka ingin meledak sekali lagi.

-chu pit-

Mereka turun setelah melewati dua halte. Yuuma masih memegangi pergelangan tangan Luka meskipun gadis itu sudah menggerak-gerakkan tangannya agar lepas dari cengkraman tangan Yuuma.

"Lepas."

"Kalau kau janji tidak akan kabur."

"Cih, kau menyebalkan …."

Yuuma menyeret Luka ke sebuah komplek apartemen empat lantai yang bercat kuning cerah. Mereka menaiki tangga ke lantai dua lalu menyusuri koridor yang tidak terlalu terang hingga ke ujungnya. Yuuma berhenti di sebuah pintu dengan papan nama Takahashi yang bernomor 217. Dengan tangan yang bebas, Yuuma merogoh sakunya, mencari kunci rumah yang memiliki gantungan berbentuk Hello Kitty.

"Kakakku yang memilihnya," kata Yuuma, menyadari tatapan Luka yang memandangnya aneh.

CKLEK

Yuuma memutar kuncinya sekali lalu membuka pintu. Ia mendorong Luka masuk ke dalam sebelum dirinya sendiri melangkah masuk.

"Silakan masuk."

Luka membuka sepatunya dan menatanya dengan rapi. Dia benci Yuuma, tapi dia tahu tata krama. Di lain pihak, Yuuma menyimpan sepatunya asal-asalan. Luka memandang Yuuma tanpa emosi.

"Apa? Ini rumahku."

"Tidak apa-apa." Luka menggeleng, malas berdebat.

"Kalau begitu, ayo masuk."

Yuuma membimbing Luka masuk ke dalam apartemennya. Mereka menuju ruang tengah yang berisi sebuah sofa merah panjang, meja, dan juga televisi. Ada bantal-bantal hitam dengan aksen putih yang terletak tak beraturan dan selimut abu-abu yang acak-acakkan di atas sofa itu. Terlihat sekali seperti bekas ditiduri seseorang—atau lebih.

"Maaf," Yuuma nyengir. Dia menarik selimut berwarna kelabu itu dengan cepat sehingga barang-barang yang berada di atasnya berjatuhan. "Ups, sorry."

Luka memutar bola matanya. Dia melipat kedua tangannya di depan dada dan menunggu Yuuma membereskan kekacauan itu. Namun, Luka tak sabar melihat Yuuma yang sedang berkutat dengan selimut tersebut. Laki-laki itu benar-benar kepayahan dan sama sekali tidak bisa membuat lipatan yang benar.

Luka menghela napas. Dia harus cepat-cepat pulang dan menunggu Yuuma selesai dengan selimutnya sama saja dengan menunggu Kamui-sensei selesai dengan ceramahnya soal perawatan rambut. "Sini, aku bantu."

"Benarkah? Kalau begitu, tolong pegang ujung yang satunya."

Dengan enggan, Luka melakukan apa yang dipinta oleh Yuuma. Ia meraih ujung selimut yang satu lagi dan bersama Yuuma merentangkan selimut yang agak tebal itu sebelum melipatnya menjadi lebih kecil dan lebih kecil lagi.

"Ah, akhirnya. Terima kasih, Megurine-san."

"Jangan senang dulu. Masih banyak yang harus dibereskan tahu," sahut Luka ketus yang segera disesalinya karena tak sopan. Luka merasa heran dengan sikapnya hari ini yang tidak bisa bicara baik-baik pada Yuuma.

Yuuma tersenyum kecut. Megurine Luka lebih sulit dihadapi daripada yang ia perkirakan. "Oke, oke. Aku akan membereskan sisanya dengan cepat. Kau cari saja bagian sofa yang bersih dan duduk manis di sana. Aku akan mengambil sapu dulu, oke?" Yuuma langsung melesat menuju dapur tanpa menunggu persetujuan Luka. Gadis bermata biru itu mengangkat bahu dan tanpa bersuara dia duduk diam menunggu.

Lima menit kemudian, Yuuma tak kunjung datang. Luka sedikit heran, tapi suara panci berjatuhan membuatnya memilih diam. Lagi-lagi bertindak ceroboh, batin Luka geli. Merasa Yuuma masih akan membuat masalah-masalah lain, Luka memutuskan untuk membantu membereskan barang-barang yang berserakan. Kalau Yuuma datang, dia tinggal menyapu saja.

Luka memulai dengan menyingkarkan benda-benda yang berserakan di sofa. Ada sebuah kaos cokelat bernoda, beberapa helai rambut panjang halus yang sepertinya milik seorang wanita, dan sebuah ikat rambut yang putus. Luka mengernyit heran, tapi tak ambil pusing. Dia melanjutkan kegiatan beres-beresnya dengan mengatur bantal-bantal di atas sofa lalu mulai membereskan majalah di atas meja.

Setelah selesai, Luka berniat untuk duduk kembali namun bunyi piring pecah membuat niatnya batal. Sepertinya dia masih harus membantu Yuuma, kali ini membersihkan kolong mejanya.

Dengan hati-hati, Luka berjongkok lalu mengambil satu per satu barang di kolong meja. Ada sebuah toples yang kosong, sebuah majalah yang sudah lecek, dan sebuah kotak yang terbuka sehingga isinya yang berupa bungkusan-bungkusan berbentuk kotak berceceran. Luka memungut salah satu bungkusan tersebut dan mengamatinya. Seketika mata Luka melebar dan mulutnya menganga. Oke, dia memang tak pernah membeli atau memakai benda tersebut, tapi dia tahu benda apa itu. Dia pernah menemukannya di saku celana kakak laki-lakinya ketika dia sedang mencuci dan itu benar-benar pengalaman yang tidak menyenangkan.

"K-kondom …," desis Luka tanpa bisa dicegah. Darahnya langsung mendidih.

Sekarang dia mengerti.

Sofa yang berantakan seperti habis ditiduri angin ribut.

Rambut panjang yang menempel di sofa.

Ikat rambut yang sudah putus.

Lalu … bungkusan tersebut.

Semuanya menjadi jelas; Yuuma memang lebih dari laki-laki brengsek!

-bersambung-