Title: A Taste of Own Medicine
Author: niedlichta
Rating: T (mungkin akan naik seiring chapter berjalan)
Pairing: Shizuo x Izaya
Disclaimer: Saya tidak memiliki Durarara!, tidak pula karakternya. Fanfiksi ini dibuat untuk kesenangan pribadi fans tanpa ada pengaruh ke jalan cerita aslinya.
Warnings: Mengandung MalexMale. Read at your own risk.
-xxx-
Pemuda berambut pirang itu mengerang saat dia mendapati dirinya di sofa milik Shinra. Apa yang baru saja terjadi? Dia tidak ingat kalau dia pernah singgah untuk berbicara dengan Celty hari ini. Lalu, apa yang membuat kepalanya terasa seperti ingin pecah seperti ini?
Dia menyentuh kepalanya, hanya untuk mendapati kalau helaian pirang dan keningnya dibalut rapi dengan perban. Ah, mungkin Shinra yang melakukannya. Dia baru saja mencoba untuk mengingat apa yang terjadi ketika suara Shinra terdengar di telinganya.
"Ah… tiduran saja dulu," temannya yang memakai baju lab itu menyarankan. Meski begitu, Shizuo tetap duduk. Kepalanya terasa sakit sekali, seperti akan terbelah dua, tapi aneh rasanya tiduran jika seseorang akan berbicara dengannya.
"Celty bilang dia menemukanmu pingsan setelah tertimpa tiang listrik yang kau lempar dengan vending machine. Dasar, Shizuo, jika kau ingin menghukum orang yang kau anggap menyebalkan, bisakah kau pikirkan apa akibatnya padamu?"
Mata coklat itu seakan tersulut oleh api kemarahan, dan sebelum Shizuo sempat menyakitinya, Shinra menambahkan, "Ah, maaf, maaf. Tidak bermaksud untuk membuatmu marah, aku cuma khawatir," dia tersenyum. "Tapi syukurlah Celty-ku menemukanmu. Kalau tidak, kau bisa mati kehabisan darah. Lukamu cukup parah, Shizuo, cukup untuk membunuh orang biasa. Mungkin ada sedikit kesalahan di otakmu, tapi untunglah, dengan badanmu, sepertinya tidak ada kerusakan yang berbahaya," Shinra merengut. "Apa Izaya ada hubungannya dengan ini? Kudengar hari ini dia kembali ke Jepang, kan?"
Shizuo hanya bisa menghela napas, amarahnya mereda saat Shinra meminta maaf. Yah, sebenarnya Heiwajima Shizuo adalah orang yang cukup sederhana untuk dimengerti. Kau membuat sebuah kesalahan padanya, yang dia perlukan hanyalah permintaan maaf yang sungguh-sungguh sebelum amarahnya meledak. Dia tidak butuh penjelasan bertele-tele. Dia benci menyelesaikan sesuatu dengan kekerasan meski seringkali dia terjebak dengan ketidakmampuannya untuk menahan amarah.
Dan oh, tentu saja. Dia ingat sekarang, meski hanya samar-samar. Dia ingin melempar segerombolan orang yang mengeroyok seorang pemuda, tapi lemparannya meleset dan mengenai tiang listrik.
Dia nyaris tidak mendengar apa yang dikatakan dokter ilegal itu, tapi saat Shinra menyebutkan sebuah nama, perhatiannya terangkat lagi.
"Hah? Izaya? Siapa maksudmu?" dia mengangkat alisnya, bingung jelas-jelas tampak di kedua matanya. "Aku hanya mencoba melempar segerombolan orang brengsek yang main keroyokan. Aku benci mereka. Siapa itu Izaya?"
Shizuo hampir menanyakan kenapa Shinra melihatnya dengan tatapan seperti melihat hantu setelah mendengar kalimatnya. Dia tidak suka ditatap seperti itu oleh temannya sendiri, meski banyak orang telah menatapnya seperti itu karena kekuatan berlebihan yang dimilikinya.
"Hei, Shin—"
"Ding-dong! Apa ada orang di dalam~~?"
Suara itu terdengar setelah ketukan di pintu.
"Ah…" dia bisa merasakan kalau Shinra menjadi salah tingkah. "Bukan waktu yang tepat untuk berkunjung, tahu…" Shizuo mendengar Shinra menggerutu pelan sebelum berjalan untuk membukakan pintu.
Celty kemudian datang dari arah dapur, membawakannya segelas air, masih mengenakan helmnya. Sepertinya Dullahan itu begitu cemas padanya sehingga lupa untuk membuka 'kepala'-nya. Shizuo tertawa kecil saat memikirkan itu, kemudian berterima kasih sebelum meneguk air yang disodorkan Celty.
[Sudah merasa lebih baik?]
"Hu-um," dia mengangguk. "Terima kasih telah menemukanku, Celty."
[Tidak usah dipikirkan, Shizuo]
Dia masih tersenyum ke arah Dullahan itu, ke arah sahabatnya, sebelum dia mendengar langkah cepat milik seseorang menerobos masuk dan berdiri di hadapannya. Matanya memicing ketika melihat sosok berambut hitam dengan jaket berbulu menatapnya lekat-lekat dengan seringai dan bola matanya yang sewarna darah.
Darah. Dia makin memicing. Darah mengingatkannya pada kekerasan, dan mata orang ini mengingatkannya pada darah. Yup, sudah diputuskan, Shizuo tidak suka orang di hadapannya ini. Lagipula, ada apa dengan seringainya itu? Pemuda dengan kostum bartender itu tidak merasa ada yang lucu dengan dirinya, dan tatapan pemuda di hadapannya membuatnya naik darah.
"Siapa orang ini?" dia menggeram, bertanya kepada Celty. Tidak butuh waktu lama untuk pemuda pucat menyebalkan itu untuk tertawa seperti maniak.
"Hahaha… HAHAHA HAHAHA HAHAHAHAHAHAHA!"
"BERHENTI TERTAWA SEPERTI ITU!"
Ya, ya, dia tidak tahu siapa orang itu, tapi dia yakin sekali kalau dia membencinya setengah mati.
-xxx-
A rather short chapter :3 Saya memutuskan untuk sedikit mengganti cara menulis yang biasanya saya pakai. Hm. Sayang sih, sebenernya pengen pake cara nulis lama... kayak biasanya, ringan dan penuh humor. Entah kenapa sekarang malah terasa ringan aja. Haha. Kangen (banget) sama nulis, jadi fic ini mungkin... mungkin akan dijadiin pelepas stres...? Tapi karena endingnya udah kebayang di kepala, I can assure you I will finish this despite being in third grade. x3 I'll need my own stress release, won't I? Lagian saya udah janji sama Tante saya, haha.
Chapter 2 mungkin keluar nanti siang atau sore. :3
Comments will always be appreciated. Thanks for reading!
