Title : Light in the Dark

Author : Queeney

Main Cast : Baekhyun & all EXO Members

Pairing : guest who (kkk)

Genre : Sci-fi, Mysteri, Romance, Brothership, Fantasy

Length : Chapter

Rating : 17+ (Bloody FF)

Note: FF ini sudah pernah ney publish disini dengan judul yang sama, nama author yang sama, tetapi cast berbeda. karena beberapa alasan LITD versi lainnya sekarang sudah dihapus dari peredaran dan hanya dilanjutkan dengan yang ini ^^ do not copy-paste without my permission and enjoy!


Chapter 1 © Queeney

- there will always be a light in the darkness -

Seoul, Korea Selatan

11 Januari, 10.00 am

"Now, we will be pleasure to invite Master of Loth for his speech. Please come Mr. Wufan Kris" ujar namja berambut golden-brown yang berdiri di tengah podium. Huang Zi Tao. Begitu nama dari hastag pengenalnya tertulis.

Kris berjalan tegap ke tengah Aula, menuju mimbar untuk menyampaikan pidatonya. Semua pandangan tertuju padanya. hanya segelintir tampaknya yang bisa mengontrol pandangan kagum ke arah namja itu. Pesona Leadernya terasa begitu kuat hingga membuat beberapa orang di ruangan megah itu nyaris tersedak karena tidak bisa bernafas dengan benar. Auranya begitu mematikan, tidak ada sedikitpun kesan ramah pada wajahnya yang dingin. Tapi, disisi lain kau tidak akan pernah bisa menghilangkan perasaan nyamanmu saat berada didekatnya. Benar-benar dua sisi yang berbeda pada satu tubuh.

"Welcome! I'm Wufan Kris, Master of Loth. I'm glad to see you all here, people who dare to step to fight the fear and able to face the bitter reality. All i want you to know that in this place, none of the capabilities that aren't appreciated. But once you betray you would never imagine what the rewards will be given. Because loyality is the most important here. You all have decided to come here, then you must have courage of yourself and ahuge responsibility on your choice. That's all i can say. Thank you"

Aula hening sesaat menyusul selesainya pidato singkat yang diberikan Kris. Hawa mencekam begitu terasa hingga sudut ruangan. Semua yang di ruangan itu tahu, mereka sadar dengan jelas bahwa ucapan itu bukanlah ancaman belaka, tapi realisasi pasti pada kisah nyata hidup mereka yang mulai saat ini merujuk pada satu kata, Kesetiaan.

Kris melangkah ringan kembali ke tempat duduknya di podium tertinggi. Seolah tidak sadar apa yang telah disampaikannya berdampak hebat pada semua pendengarnya. Terutama pada wajah-wajah baru yang kini menampakan ketakutan yang luar biasa.

Berniat mencairkan suasana, perlahan Xiumin berdiri dan berjalan menuju mimbar. Tapi tampaknya, apa yang dilakukannya seolah mempertegas apa yang disampaikan Kris barusan. Namja yang kini telah mencapai mimbar dan berbalik menatap seluruh mata yang ada diruangan itu malah membuat suasana makin mencekam, mengingat pandangan matanya yang tajam serta pembawaannya yang tampak sangat tertutup. Lagi, semua menahan nafas. Menunggu namja itu berbicara.

"Senang sekali melihat wajah bersamangat kalian semua" ujarnya memulai, seolah tidak bisa membedakan apa yang disebut pandangan ketakutan dengan pandangan bersemangat. Namja itu tersenyum sekilas.

"Seperti yang kalian ketahui, tempat ini bukanlah sekolah umum yang akan mengajarkan matematika, ilmu pengetahuan sosial, atau lain sebagainya. EXO adalah tempat dimana kau belajar bagaimana cara menyerang, bertahan, mengontrol kekuatan serta emosimu, dan fokus pada insting. Ada 12 bidang dasar yang harus kalian kuasai sebelum kalian mendapatkan misi personal ataupun misi kelompok. 12 bidang itu adalah martial, chemical application, arms control, manufacture of weapon, shooting, infiltration, medication, inquiry, attack, defense, mind control, and IT –beladiri, ilmu kimia, pengendalian senjata, pembuatan senjata, penembakan, penyusupan, pengobatan, penyelidikan, penyerangan, pertahanan, pengendalian emosi dan pikiran, dan IT"

Xiumin menghentikan sejenak penjelasannya dan berjalan menuruni mimbar, melangkah ke arah para Loth duduk, di podium yang sedikit lebih rendah dari Kris.

"EXO terdiri dari empat tingkatan, Master of loth, lima orang loth, enam orang asisten loth, dan anggota. Setiap loth akan memimpin dua bidang dan bertanggung jawab atas segala hal yang terjadi dalam kelompok. Aku adalah Xiumin Kim, Loth-2 arms controller, memimpin bidang pembuatan senjata dan pengendalian senjata"Xiumin memperkenalkan dirinya, sudut bibirnya kanannya terangkat sesaat.

"Mr. Yixing Lay, Loth-4 healer, pemimpin bidang pengobatan dan ilmu kimia" kali ini Xiumin mengarahkan tangannya ke arah sudut kanan podium. Lay berdiri dengan kedua tangan di dalam saku, tampak sama tidak tersentuhnya dengan Kris.

"Mr. Kyungsoo Do, Loth-6 sixth sense, pemimpin bidang penyerangan dan pertahanan" tangan Xiumin terarah tepat ke tempat duduk yang paling dekat dengan tempat nya berdiri.

"Mr. Lu Han, loth-3 mind controller, memimpin bidang pengendalian pikiran dan penyelidikan" seorang namja berwajah paling ramah berdiri. Senyumnya mengembang dengan tangan yang sedikit melambai, menikmati detik saat semua pandangan tertuju padanya.

"Terakhir adalah Chanyeol Park, yang saat ini sedang bertugas bersama asistennya Chen Kim. loth-5 heatwaver, pemimpin bidang penyusupan dan IT" Xiumin lagi-lagi berhenti sejenak, sekedar menghela nafas pelan. Ia melirik sekilas pada Kris dan kemudian berdeham kecil sebelum melanjutkan.

"Mr. Wufan Kris, master of loth. Memimpin bidang beladiri dan penembakan, sekaligus adalah pemimpin tertinggi di EXO. Mr. Huang Zi Tao yang duduk disebelah Luhan adalah asisten loth-1. Kami harap kalian semua dapat cepat beradaptasi dengan situasi dan kondisi di EXO, terutama setelah penyerangan yang terjadi belum lama ini dimana mengakibatkan korban jiwa yang tidak sedikit, termasuk tewasnya beberapa asisten Loth. Maka dari itu, kalian harus memperhatikan setiap pelajaran yang kalian ikuti dan jangan bertindak ceroboh apapun alasannya. Perekrutan anggota yang cukup mendadak ini harusnya dapat mengembalikan EXO seperti sebelumnya. Terima kasih" Xiumin mengakhiri penjelasannya dan kembali duduk ditempatnya semula.

Tao berjalan kembali ke tengah podium, menambah beberapa penjelasan tambahan. Dan kemudian menutup pertemuan itu secara resmi.

.

E-X-O

.

Tokyo, Jepang

13 Januari, 05.35 am

Pernahkan kau bayangkan betapa sakitnya sekarat itu?

Saat dadamu sesak kehabisan nafas, seolah oksigen menipis disekitarmu

Saat tanganmu menggapai-gapai berusaha meraih satu pegangan yang akhirnya tidak akan kau dapatkan

Saat kepalamu layaknya dihujam ribuan jarum yang sangat tajam

Saat tubuhmu lambat laun seperti mati rasa, sedang disisi lain kau merasa terbakar dan tidak tahu hendak menyiram bagian yang mana dari tubuhmu yang benar-benar panas

Saat matamu perlahan buta dan membawamu ke dalam kegelapan

Saat telingamu tuli hingga kau merasa nyaris gila karena merasa sendirian

Saat lidahmu kelu tidak bisa mengeluarkan suara bahkan mulutmu sudah terbuka saja kau masih merasa bahwa mereka terkatup rapat

Saat semua pikiranmu melayang pada satu kesimpulan, kau sendirian.

Mata itu perlahan terbuka tapi tidak ada kehidupan disana. Tatapannya kosong, bahkan bias cahaya silau yang masuk disela-sela gorden yang penuh bercak darah itu pun tidak tampak mengganggu kerja sistem penglihatannya yang baru saja kembali setelah 2 hari tertutup rapat, berteman dengan kegelapan.

"Kau sudah bangun" itu bukan pertanyaan melainkan sebuah pernyataan dari sebuah suara tak jauh dari tempat namja cantik itu berbaring. Ia berpaling perlahan dan tatapannya jatuh pada sebuah mata tajam tapi dengan pandangan yang sangat teduh. Ia tertegun menatap mata mempesona itu, tapi segera dirinya terenggut kembali pada kenyataan. Wajah namja didepannya itu tidaklah se-ramah matanya. Ekspresinya dingin dan seperti tidak tersentuh.

Sang namja cantik mengernyit dengan tatapan tidak suka, tapi tidaklah sadar bahwa sedari tadi tidak ada biasan emosi apapun yang terpampang diwajahnya. Ia tidak sadar bahwa ekspresinya jauh lebih dingin. Tidak heran jika namja dihadapannya itu melakukan hal yang sama.

"Aku tidak suka orang asing" ia bersuara tanpa ekspresi, meski sangat pelan dan serak tapi sangat jelas terdengar oleh sosok didepannya yang semakin lama melangkah makin dekat ke arahnya. Namja itu memiringkan kepalanya ke kiri seperti menimbang sesuatu.

"Dan aku tidak suka penolakan" namja itu balas berucap, membuat sang namja cantik merasa bingung tapi tetap saja Ia masih tidak sadar bahwa ekspresi terlalu datar untuk ukuran seseorang yang tengah bingung. Dan matanya diliat seperti apapun, masih tampak kosong.

"Perkenalkan, aku Wufan Kris! Ayo kita pergi dari tempat ini" ujar namja itu, wajahnya tiba-tiba berubah ramah. Senyum mengembang di pipinya yang tampan, meruntuhkan segala persepsi bahwa namja itu bisa mengeluarkan ekspresi sedingin es.

Kris mengulurkan tangannya, kemudian mengenggam tangan namja cantik tanpa ekspresi yang sama sekali tidak bereaksi apa-apa pada ucapannya itu. Dia menarik namja cantik itu hingga berdiri dan melangkahkan kaki meninggalkan kamar yang sama sekali sudah tak berbentuk itu. Bahkan bayanganmu yang paling liar pun tidak akan pernah bisa menggambarkan apa yang telah terjadi di rumah itu. Apa yang telah terjadi di kamar itu.

Kris berpaling sekilas ke arah namja cantik yang berdiri disampingnya. Lagi, Ia tersenyum. Senyum yang tidak pernah diperlihatkanya pada orang lain. Bahkan, tidak pada mereka yang telah mengenal dekat dirinya.

"Selamat bergabung di EXO, Byun Baekhyun!"

.

E-X-O

.

Seoul, Korea

13 Januari, 08.00 am

Trrrrttttt

Trrrrttttttt

Getar sebuah detektor pelacak aktif dalam ruangan itu membuat seorang namja yang tengah tertidur di atas mejanya tersentak bangun seketika. Matanya otomatis menyipit karena tengah berusaha menatap jam dinding otomatis yang berada diseberang ruangan. Pukul 08.00 pagi.

Namja itu melangkah beranjak dari tempat duduk yang telah ia tempati selama lebih dari 7 jam itu. "Xiumin hyung! Apa Chen dan Chanyeol sudah kembali?" tanyanya setelah langkahnya mencapai sebuah pintu berpelitur di sebelah ruangan pribadinya. Namja bernama Xiumin itu berpaling, "Belum, memangnya ada apa?" ujarnya Xiumin balik bertanya.

"Kemarin ada email yang masuk ke komputernya Chanyeol dan aku tidak bisa membukanya, aku rasa email itu pasti seseuatu yang cukup penting. Lagi pula bukankah seharusnya misi mereka sudah selesai dua hari yang lalu?" Kyungsoo menatap Xiumin dengan pandangan cemas. Perasaannya terasa sedikit tidak enak jika mengingat kedua sahabatnya itu.

"Jangan berpikiran yang aneh-aneh dulu Kyungsoo-ah, mungkin saja mereka berkililing tempat itu sebentar. Kau tahukan misi mereka kemana. Mengenai email itu, biarkan saja dulu tetap begitu mungkin saja itu email pribadi untuk Chanyeol" Xiumin berusaha menenangkan Kyungsoo yang sesaat berikutnya menggangguk kecil.

"Baiklah, kalau begitu ke ruanganku dulu hyung" ucap Kyungso sembari berbalik dan berjalan kembali ke dalam ruangannya untuk mengecek hal apa yang menyebabkan detektor pelacak mereka bergetar tadi.

Kris has arived

Tulisan pada Layar laptopnya. Namja itu menganggukan kepalanya ringan sembari menutup pemberitahuan tersebut dan beralih pada pekerjaannya yang tengah menumpuk tinggi.

Ia mengambil sebuah file yang terbuka tepat dihadapannya. Matanya bergerak menelusuri serangkaian nama yang ada dalam daftar anggota yang telah mereka rekrut. Keningnya tiba-tiba saja mengkerut saat melihat dua buah nama yang rasanya tidak asing di dalam daftar tersebut.

Darahnya seketika berdesir ketika melihat tanggal lahir yang tertera tempat disamping kedua nama tersebut. "Tidak mungkin. Mereka tidak mungkin..." Kyungsoo tidak mampu menyelesaikan ucapannya seolah suara secara misterius tercekat ditenggorokannya. Kepalanya menggeleng kuat, pelipisnya berdenyut seketika. Apapun itu, dia masih belum siap terutama untuk bertemu satu nama itu. Hatinya menjerit keras, meyakinkan dirinya sendiri bahwa nama kedua orang tersebut bukanlah nama langka dan satu-satunya didunia ini.

Kyungsoo melempar file itu sembarangan, ia tidak tahan jika harus melihatnya lebih lama. Dan terlebih lagi, ia tidak tahan memikirkan bagaimana nanti jika ia dan orang itu bertemu. juga kedua orang itu.

.

E-X-O

.

Zurich, Swiss

13 Januari, 11.38 pm

"AAAAAARRRRRGGhhhhhhhh!" jeritan seorang namja memecah malam damai kota terbesar di Swiss itu. Malam ini seperti biasa, dingin terasa sangat menusuk tapi tampaknya sang namja yang tadi menjerit keras itu tidak terusik dengan hal tersebut. Ia malah seperti menikmati saat perlahan tangannya terasa mati rasa saking rendahnya suhu di wilayah tersebut dan Ia sama sekali tidak memakai pakaian apapun selain kemeja tipis serta skinny jins berwarna hitam. Puncak hidungnya sudah sangat memerah tapi tetap saja Ia enggan beranjak.

Tempat ini menjadi tempat yang paling dirindukannya seumur hidup sekaligus menjadi tempat yang paling dibencinya. Tempat yang menjadi awal mula hidupnya, pertama kali Ia menatap dunia dan tempat pertama yang menjadi pendengar jerit tangisnya saat terlahir dari rahim sang Ibu tercinta, tempat pertama dimana Ia merasakan kecupan hangat seorang Ibu, pelukan sayang dari Ayahnya, serta senyum ceria sang kakak.

Tapi, tempat ini jugalah tempat dimana hidupnya seolah berakhir. Penyiksaan terhadap sang ayah hingga kehilangan kedua tangannya, miris saat dia ingat genggaman tangan pria paruh baya itu hanya sempat Ia rasakan 5 tahun saja. Pemerkosaan terhadap sang kakak semata wayang yang kini terpaksa menghabiskan sisa hidupnya dalam sel rumah sakit jiwa. dan terakhir dan paling tidak bisa Ia maafkan, tempat inilah yang menjadi tempat ibunya meregang nyawa.

Ia benci tempat ini. Sangat. Sebesar rasa rindunya pada dekapan seorang Ibu yang tidak pernah membiarkannya terluka. Senyum seorang Ibu yang tidak rela anaknya tersiksa.

Namja itu menangis.

Perlahan dilihatnya lagi bagian bawah tebing tempat Ia berdiri saat itu. Disinilah, tebing inilah yang mengantarkan Ibunya keperaduan maut. Tebing inilah tempat Ibunya melepaskan genggaman tangannya. Tebing inilah tempat ibunya meneteskan air mata terakhirnya. Tebing inilah tempat Ibunya menghabisi nyawanya. Meniggalkan luka dalam disudut hatinya yang tidak bisa disembuhkan.

Inikah saat yang tepat untuk mengakhiri semua penderitaannya?

Jadi benarkah, pada akhirnya tempat ini hanya akan menjadi 'tempat wisata bunuh diri'?!
senyum miris terukir diwajahnya.

Tangan namja itu perlahan mengusap kasar kepalanya yang makin berdenyut sakit seolah memaksa namja itu melakukan niatnya lebih cepat.

Perlahan ia memejamkan matanya mengingat kenangan bahagia yang pernah Ia miliki walaupun itu nyaris membuat kepalanya pecah karena otaknya dipaksa mengingat kejadian yang bigitu minim.

Namja itu kembali membuka matanya, merentangkan tanganya siap mengantarkan nyawanya ke tebing terjal yang berdermaga-kan lautan luas itu.

"selamat tinggal"ujarnya.

.E.X.O.

Kim Jongdae atau biasa dipanggil Chen, merasakan sakit yang luar biasa dari tangan kanannya yang kini tengah mengenggam erat tangan beku seorang namja yang seluruh tubuhnya tengah terayun-ayun disisi tebing.

"Aaarrghhh..." dengan helaan nafas keras Chen mengarahkan semua kekuatannya untuk mengangkat tubuh namja itu naik kembali ke atas tebing.

Tajam, namja itu menatap mata Chen. "lepaskan" ujar namja itu kasar sembari menggoyang-goyangkan liar tangan kanannya yang digenggam erat oleh Chen. "YAAA! Neon baboya?!" teriak Chen keras dengan bahasa informal. Chen kembali berusaha menarik tubuh namja itu saat tidak ada lagi penolakan yang diberikannya.

"HAAAAAHH..." dada Chen bergerak naik turun seiring helaan nafasnya yang terputus-putus. Sungguh tidak mudah menarik tubuh seorang namja yang badannya jauh lebih besar.

BUG

Sebuah pukulan telak ia layangkan dipipi namja yang tadi diselamatkannya tersebut. "Dangsineo micheoseo?! –apa kau gila" teriak Chen lagi-lagi tidak mengindahkan pemakaian bahasa informalnya.

"Geure! nan micheoseo! Kau tidak tahu apa yang aku rasakan Jongdae-ah! Jadi kau tidak berhak mencampuri urusanku! Dan aku sudah katakan untuk tidak mengikutiku! Apa kau lupa? Posisiku masih diatasmu Jongdae-ah!" balik namja itu berteriak menumpahkan kekesalanya karena 'lagi' dia tidak juga mati.

"Kau tidak akan mati selama aku masih hidup Chanyeol-ah" tandas Chen menatap tajam namja bernama Chanyeol itu penuh amarah. Chen lelah menghentikan semua tindak bodohnya, tapi tetap tidak bisa melepaskan diri dan membiarkan Chanyeol menghabisi nyawanya sendiri.

"Kapan kau bisa menghilangkan pikiran bodohmu itu? Aku muak! Sungguh aku muak! Tapi aku tetap tidak bisa membiarkanmu begitu saja! Jadi, aku mohon berhenti! Berhentilah Park Chanyeol... setidaknya untukku" setetes air mata jatuh mengenai pipi mulus Chen. Dipeluknya namja dihadapannya itu dengan erat. Meluapkan rasa frustasi yang membuncah didadanya.

"Aku mohon Yeolie, aku mohon jangan lagi. Aku tidak mau kehilangan sahabat terbaikku" ujar namja itu pelan, semakin mempererat pelukannya. Perlahan tangan Chanyeol bergerak membalas pelukan Chen tak kalah erat. Rasa bersalah kini menggerogotinya.

"Mianhae..."

.

E-X-O

.

London, Inggris

13 Januari, 02.35 pm

Kai menyapukan pandangannya pada kamar yang selama ini ditempatinya. Dia akan sangat merindukan tempat ini. Pasti. Kai kembali menatap sebuah surat dari perkamen yang ada ditangannya.

To: Mr. Jongin Kim
London, Inggris

Dear Mr. Kim,

We are pleased to inform you that you have been accept at EXO company of Agents and Spies.

Students shall be required to report to the Chamber of Reception upon arrival, the dates for which shall be duly advised.

Please ensure that utmost attention be made to the list of requirements attached herewith.

We very much look forward to receiving you as part of the new generation of EXO'heritage.

Yours sincerely,

Wufan Kris
(Master of Loth)

Sudah ribuan kali Kai membaca ulang surat ajaib itu, tidaklah heran kalau Ia sangat hafal isi surat tersebut. Yang Ia tidak habis pikir adalah bagaimana Ia bisa begitu saja mempercayai surat misterius tersebut. Masih jelas diingatannya saat surat itu tiba-tiba melayang jatuh dari buku diarinya yang sebelumnya sempat hilang ntah kemana.

Kembali Kai memperhatikan surat itu dan pandangannya ganti beralih ke arah koper besar dan tas jinjing yang terletak disebelahnya. Ia pastilah sudah gila karena mempercayai surat itu begitu saja, bisa saja ini jebakan untuk memancingnya keluar. Tapi, ada sesuatu di sudut hatinya yang seolah berkata bahwa inilah yang tengah dia tunggu-tunggu selama ini.

Kai menghela nafas ringan, melipat surat itu beserta perkamen lain lampiran surat tersebut dan menyelipkannya kembali ke dalam amplop lalu memasukan amplop tersebut ke dalam tas jinjing dan siap berangkat.

Ada sedikit rasa bersalah dalam hatinya karena sudah membohongi kedua orang tua angkatnya dengan mengatakan Ia diterima di sekolah luar negeri dengan beasiswa penuh. Tapi, sesaat segera ditepisnya rasa bersalah itu. Bukankah dia memang benar diterima di sekolah luar negeri dan tanpa perlu mengeluarkan biaya sepeser pun? Jadi dia tidak sepenuhnya bohong kan? Hanya sedikit dibagian 'agen dan mata-mata' saja.

Lagi pula, seperti yang disebutkan dalam lampiran surat tersebut, jika orang tuanya mencari tahu tentang informasi sekolah itu melalui internet atau apapun maka yang akan mereka ketahui hanyalah betapa 'biasa'nya sekolah tersebut. Semoga saja memang begitu.

"Aku berangkat dulu mom" ujarnya pelan ketika sampai di depan pintu rumahnya, dengan kedua orang tuanya yang telah berdiri menunggunya disana semenjak tadi.

"Iya, jaga dirimu baik-baik baby" balas sang umma memeluk tubuh Kai dengan erat layaknya putra kandungnya sendiri. Setelah selesai, ganti sang appa yang memeluknya erat.

Kai masuk ke dalam taksi yang telah di pesan orang tuanya. Menatap ke rumahnya cukup lama sebelum meminta sopir mobil untuk mengantarnya ke bandara. Walaupun Ia tahu, ini sudah sangat terlambat untuk mendatangi tempat tersebut. Dan ia tahu nantinya akan sedikit bermasalah disana karena hal itu, tapi tetap saja karena dia sudah menetapkan hati, maka dia akan berusaha masuk ke tempat tersebut. Tempat misterius yang terletak di negeri orang tua kandungnya serta dia dilahirkan.

.

E-X-O

.

Seoul, Korea

Semilir angin menerbangkan beberapa helai rambut halus Baekhyun yang berwarna pirang platina. Sudah beberapa jam berlalu semenjak namja itu berada disana dan berkutat seru dalam kesendiriannya. Ia berkali-kali menghembuskan nafas berat yang Ia sendiri pun tidak mengerti untuk apa.

Pikirannya kosong, tidak menampakkan satu pun kenangan akan masa lalunya. Tetapi ia tidak bisa menjelaskan kenapa ulu hatinya terasa sesak dan jantungnya terasa berdetak dengan irama yang tidak beraturan. Dan apapun itu yang pernah terjadi di masa lalunya, ia benci mengenai fakta bahwa ia lupa. Ia tidak suka berada di dalam kekosongan.

Ia tidak tahu sudah berapa lama ia berteman dengan kata itu. kekosongan membuatmu jauh lebih menyedihkan daripada sekedar berada dalam kegelapan. Karena kendatipun kegelapan mendekatimu, kau masih bisa merasakan sesuatu tidak seperti kekosongan yang membuatmu merasa terhimpit setiap kali kau bernafas.

Baekhyun memandang jauh pada gelombang-gelombang laut yang menghempas kuat di batu karang. Rasa iri menyelimuti hatinya. Ia ingin seperti gelombang itu, bebas menghantam apapun yang ada di depannya tampak kuat dan tidak takut dengan apapun. Dan terlebih lagi ia sangat iri karena gelombang laut bisa pergi kemanapun ia bisa.

Baekhyun ingin seperti itu, karena hidup di tempat yang tidak kau ketahui masih jauh lebih baik daripada tidak mengenal dirimu sendiri.

"Annyeonghasseyo, Baekhyun-ssi" sebuah suara mengusik pendengaran Baekhyun. Ia tidak berbalik untuk melihat siapa yang berbicara padanya. Ia juga tidak menyahut. Namja cantik itu hanya diam.

"Maaf aku menggangumu, Kris memintaku untuk membawamu berkeliling" suara itu kembali berucap. Kali ini Baekhyun berbalik menatapnya, namja yang berada dihadapannya itu tengah tersenyum dengan tulang pipi yang terangkat. Manis adalah kata yang tepat untuk menggambarkannya. Tapi Baekhyun tidak dapat menemukan suaranya sendiri untuk sekadar memuji senyum namja dihadapannya itu.

"Maaf aku lupa memperkenalkan diri. Namaku Luhan. Aku loth-3, mind controller" namja bernama Luhan itu kembali berucap. Ia tersenyum lebih lebar lagi dari sebelumnya, dan kesan pertama yang didapat Baekhyun saat Luhan memperkenalkan namanya adalah bahwa Luhan tampak excited mengenai dirinya sendiri. Baekhyun pikir, mungkin dekat dengan Luhan bukanlah pilihan yang buruk.

"Ah, benar juga! Kau 'kan tidak tahu apa itu loth ya. Mianhae. Hehe" terkekeh tidak jelas, tangan Luhan kini terangkat menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal. "Aduh bagaimana ya, aku juga bingung harus mulai darimana untuk menjelaskannya. Yah, ceritanya agak sedikit panjang" Luhan lanjut berbicara lagi.

"kalau begitu jelaskan dari awal saja" setelah lama saling diam, akhirnya Baekhyun angkat suara. Luhan tertegun sesaat sebelum ia kembali tersenyum.

"Benarkah? Kau mau mendengarnya? Kalau begitu ayo ikut aku! aku bisa menjelaskannya selama perjalanan. Akan aku bawa kau keliling tempat ini!" Luhan segera menggapai tangan kiri Baekhyun yang masih berada di jendela. Ia mengiring Baekhyun keluar dari ruangan dengan semangat. Melampar sebuah senyum lebar sebelum kembali membelakangi Baekhyun yang diam tetapi tidak menolak ajakannya.

.

E-X-O

.

Nanjing, China

13 Januari, 03.00 pm

Kim Suho menatap sebuah berkas yang tengah dipegangnya dengan pandangan datar. Benar apa yang telah dicurigainya selama ini. 'Tapi, bagaimana mungkin Kris menyadarinya begitu cepat?' Bisiknya dalam hati sembari menggeleng takjub dengan dengan apa yang telah ditemukan dari anak kakak tersayangnya itu.

Lagi, mata Suho menelusuri script biodata yang ada ditangannya. Senyum puas terpampang diwajahnya.

"EXO jadi semakin menarik saja"

.

E-X-O

.

Caracas, Vanezuela

04.00 am

Sementara tampaknya EXO berada dalam suasana yang cukup tenang, di tempat yang berjarak berkilo-kilo meter jauhnya, kabut dingin dan sebuah pohon besar yang tampak mati, menjulang seperti bayangan mengerikan. Tak ada suara selain desah semilir angin dan aliran air kotor di sungai kecil yang mengalir deras, memberikan rasa takut pada setiap orang yang berada disana. mungkin.

Suasana di tempat itu sebenarnya sangat tidak kontras dengan langit malam yang bertabur bintang, tampak ceria menemani keheningan malam yang penuh misteri menggoda.

Seorang pria dengan pakaian serba hitam, berjalan menyusuri jalan setapak menuju sebuah paviliun tua. satu-satunya bangunan yang berada disana. Ntah apa yang dipikirkannya mengingat tempat itu terlihat bergitu mengancam. Tapi pria itu tetap melangkah dengan pasti. Ia mendorong pintu yang masih tampak kokoh itu hingga terbuka.

"Bagaimana?" sebuah suara berat terdengar menggema diseluruh ruangan tertutup itu. sesaat setalah pria itu melangkah masuk dan pintu dibelakangnya tertutup secara otomatis. Pria yang berucap sesaat lalu tepat duduk dibagian tengah-belakang ruangan itu. Sedikit cahaya dari atap transparan membuat wajahnya terlihat lebih jelas dari pada lebih dari selusin orang berbadan kekar lainnya yang berdiri diam disisi dinding. Dipipi sebelah kiri pria tersebut, terdapat sebuah sayatan yang kini tampak mengering termakan waktu. Pandangannya tajam mengahadap pada seorang pria bertubuh kecil yang tengah menggigil ketakuatan dan tidak berani menatap matanya.

Sedangkan priayang baru saja bergabung ke dalam ruangan itu hanya memasang wajah tidak peduli dan terus melangkah memasuki ruangan yang gelap tersebut. "Dia belum mati" ujarnya melapor sesuai dengan apa yang diperintahkan bos besarnya tersebut.

"Jadi kau pulang memilih menyampaikan berita ini dan bukan membawa mayatnya bersamamu?" suara berat itu mendesis kasar kearah si pria bertubuh kecil yang ada duduk bersimpuh ditengah ruangan.

"kerja bagus Nagini" desisnya lagi, kali ini kearah tangan kanannya yang beberapa saat lalu ia perintahkan untuk mengecek keadaan. Mengecek apakah pria berbadan kecil itu berbohong atau tidak.

Perlahan tangannya meraih sebuah samurai yang tengah berada di atas meja dihadapannya. Dibawanya samurai itu mendekat pada jarak pandangannya.

"Kau tahu kenapa samurai ini sangat aku inginkan?" tanyanya seolah mengulur waktu. Pria kecil dihadapannya itu menatap ngeri benda yang tengah di pegang bos besarnya tersebut.

"Karena dia tidak memerlukan waktu lama untuk menebas kepalamu"

Dengan sekali tebasan samurai itu kini tampak terselimut darah segar. Kilau putihnya hilang dan digantikan bias merah yang tampak mengancam.

Pria dengan bekas luka dipipi kirinya itu kini terkekeh pelan tampak puas dengan apa yang dilakukannya dan tentu saja tidak peduli dengan pandangan ketakutan seluruh orang yang menyaksikan peristiwa itu.

"Nagini! Ini saatnya kau turun tangan. Aku serahkan semua padamu"


To be continue...