Riko menumpukan segenap atensi pada empat pet cargo berpenghuni di hadapannya. Empat ekor kucing bermigrasi dadakan ke kamar apartemennya atas prakarsa seorang Nijimura Shuuzou, tetangga Riko satu gedung apartemen tetapi berbeda lantai.

Sekitar 20 menit yang lalu Nijimura bertamu, haha-hihi dan berbasa-basi. Namun, tatapan menyelidik Riko tentang barang bawaan Nijimura tidak bisa diabaikan sebenarnya. Dikira Riko akan ditraktir atau diberi kejutan bombastis ternyata tujuan Nijimura hanya untuk menitipkan kucing peliharaannya, merepotkan memang.

Nijimura punya masalah, dan dia berdalih masalahnya akan selesai jika kuartet kucing kesayangannya dirawat sementara oleh Riko, ini ada alasannya tentu saja.

Sementara Riko merasa tidak akan punya masalah seandainya Nijimura tidak memaksakan 4 kucingnya untuk transmigrasi bedol desa ke kamar Riko seenak jidat.

"Ingat Aida, mereka itu anak-anak kesayanganku. Jadi jangan salahkan aku jika kelak aku akan menuntutmu ke pengadilan hanya karena kau salah menyebut mereka dengan sebutan peliharaan. Jangan salah ya, aku punya mata-mata di seantero Tokyo tahu."

Yang Riko tahu, Nijimura memang tergabung dalam organisasi swadaya penyayang binatang. Namun, Riko tidak tahu jika Nijimura mempunyai kucing, dan sepertinya tidak ada orang lain yang tahu tentang obsesi menjurus maniak yang diidap Nijimura … terhadap kucing.

Ingatannya masih jelas tatkala Nijimura menengok setiap 3 langkah disertai tatapan berkilat-kilat setelah keluar dari genkan apartemen Riko.

Kira kira ini arti tatapan Nijimura, 'Jangan dijual, jangan dimakan, dan jangan dihibahkan ke komunitas aneh-aneh.'

Kemudian tingkah yang lainnya, menunjuk kedua matanya lalu menunjuk kedua mata Riko, menunjukkan gestur 'Waspadalah, aku mengawasimu.'

Sayangnya, meskipun Riko suka barang yang imut-imut, ke-empat anak kesayangan Nijimura tidak termasuk daftar favorit Riko.

Riko masih terbengong-bengong.

*…*…*

Felis

Chapter 1 : Kuartet

Proud to you by:

emirya sherman

Disclaimer:

Kuroko no Basuke owned by Fujimaki Tadatoshi.

Neko Atsume developed by Hit-Point Co.,Ltd.

~ I gain no profit by publishing the story ~

This is only a work of fiction. If there any similarities among the names, the places or the plotlines are entirely coincidental.

Warnings:

AU. Out of Character. Misstypes.

Happy reading :)

*…*…*

Riko benci kucing, sangat. Nijimura tahu tapi tidak mau tahu. Padahal Riko sudah memaparkan alasan hingga kuliah singkat patofisiologi penyakit yang pernah dideritanya ketika usia pra-sekolah, flek paru-paru.

Barangkali Nijimura memang bebal luar biasa, "Tapi itu 'kan waktu kamu kecil Aida. Sekarang berapa umurmu? Kekebalan tubuhmu pasti sudah berkembang," kata Nijimura berteori, sungguh menyebalkan. Riko seakan ingin beradu otot, meninju wajah Nijimura saat itu juga.

Riko selalu diingatkan ayahnya untuk tidak dekat-dekat dengan kucing. Diduga Riko terkena flek paru-paru karena memelihara kucing saat dirinya kecil. Dulunya Riko memang memelihara seekor kucing domestik. Lucu, imut dan gendut, membuat Riko kecil terperdaya untuk memelihara kucing yang ditemukannya di pinggiran lapangan basket kampung sebelah.

Kembali lagi ke pokok masalah. Berkat kebebalan dan ke-sok-tahuan Nijimura, Riko terpaksa merawat kucing-kucing itu. Sekali lagi, Nijimura tidak mau kucing-kucing kesayangannya itu disamakan derajatnya dengan peliharaan. Bagi Nijimura kucing-kucingnya itu harga mati.

Satu hal yang hakiki, persepsi mereka berdua tentang kucing itu berbeda 180 derajat.

"Lalu aku harus apa? Henshin menjadi induk kucing dadakan? Yang benar saja!"

"Awas saja, kalau aku terkena penyakit paru-paru lagi, semua salah Nijimura, pokoknya salah Nijimura. Titik."

"Tarik napas … tahan …. Embuskan pelan-pelan." Riko menginstruksi pada dirinya sendiri, berharap kejengkelannya berkurang dengan napas dalam.

"Pokoknya Nijimura itu spesies tidak berguna, kalau saja bukan karena si maniak kucing itu menitipkan kartu ATM-nya sekalian, pasti aku sudah meninju muka jeleknya."

Sebuah fakta terungkap, ternyata Riko menerima titah Nijimura karena suap sebiji kartu nan sakti mandraguna.

"Kalau begitu, ini kartu kreditku. Kau boleh memakainya, asalkan keempat putraku dirawat dengan baik."

Dalam flashback Riko mengangguk, seperti kerbau dicocok hidungnya. Manut-manut saja. "Oke bos."

Selain bebal, sok tahu, dan maniak kucing ternyata Nijimura diam-diam sebenarnya licik juga.

Riko mendudukkan diri sambil kipas-kipas, pandangannya fokus ke barang-barang lain milik Nijimura yang ditujukan untuk menunjang kehidupan keempat kucingnya. Tergeletak angkuh di atas meja tamu.

Salah satunya adalah sebuah buku hitam. Bukan … tentu saja itu bukan senjenis buku catatan kriminal apalagi buku magis pembunuh orang. Buku itu terkunci dengan gembok, menurut penuturan Nijimura itu adalah buku manual perawatan kucing hasil gubahan orisinil seorang Nijimura Shuuzou, yang konon naskahnya ditolak penerbit.

"Lalu, aku harus mengikuti instruksi dari buku ini? tch." Dibukanya kuncian gembok buku itu oleh Riko. Pada halaman pertama terpampang foto keluarga kecil Nijimura, berfoto bersama di beranda apartemen.

Halaman kedua berisi nama pemilik dan alamatnya, tidak lupa catatan kaki berbunyi, 'Dokumen rahasia. Dilarang sentuh-sentuh dan buka-buka, apalagi baca-baca. SENGGOL, BACOK!' Riko malas menginterpretasi tingkah Nijimura satu ini.

Halaman selanjutnya berisi biodata masing-masing kucing.

Intro biodata kucing pertama, 'Sei-chan adalah kucing hadiah dari ibuku.'

"Sialan, bahkan tulisan tangan maniak kucing itu lebih rapih daripada tulisanku!" Maka dari itu Riko tak mau membaca kelanjutannya, dia hanya melihat foto yang ditempel pada bagian atas halaman.

Mereka adalah si bulu merah yang telah diketahui bernama Sei-chan hadiah dari ibu Nijimura. Si abu-abu bertampang sangar yang sedang menguap. Si putih yang berpose datar seperti pas foto KTP. Terakhir, si bongsor yang terlihat sedang leyeh-leyeh dengan perut buncit saat diambil potretnya.

Benda kedua yang disertakan Nijimura adalah sebuah ponsel, 'Telepon aku kalau ada yang mau kamu tanyakan, aku tidak bisa membawa ponsel. Kontak panitia perkemahan ada di dalamnya oke. Jangan sampai mematikan tombol powernya, siapa tahu aku akan telepon." Begitu pesan Nijimura.

Benda ketiga adalah kartu ATM di genggaman Riko, "Kira-kira Nijimura punya fulus berapa ya? Dress baru boleh juga nih."

Maklum Riko 'kan wanita, hasrat belanja tak bisa diseparasi jauh dari DNA, selain karena faktor seorang Momoi yang mengomporinya dengan pamer belanjaan bertumpuk-tumpuk melalui video call minggu lalu. Sesungguhnya tujuan keberadaan ATM milik Nijimura jelas untuk biaya hidup kucing-kucingnya, bukan semata untuk sarana belanja Riko, meskipun itu juga sebagai syarat sah perjanjian.

Selama empat hari terhitung dari hari ini, Nijimura tidak akan berada di rumah. Nijimura berkata dia akan mengikuti agenda perkemahan SMP Teikou, tempat Nijimura mengabdi sebagai guru olahraga, yang bersangkutan ditunjuk sebagai pembimbing pramuka. Maka dari itu Nijmura ngotot memaksa Riko, karena tidak akan ada yang merawat kucing-kucingnya. Riko adalah kouhai Nijimura sewaktu SMA yang (sepertinya) dipercaya untuk mengetahui sisi maniak kucing garis keras seorang Nijimura. Faktor lain adalah mereka berada dalam satu bangunan apartemen.

Keempat kucing itu belum dikeluarkan dari pet cargo masing-masing, kucing dalam boks berwarna ungu janda mengeong malas, "Etto … sekarang apa? Aku harus apa Cing," tanya Riko pada kucing itu.

Riko mengamati kucing dalam pet cargo biru tua dan ungu, mereka kini sibuk cakar-cakaran dari posisi boks yang bertumpuk. Mereka berempat jantan semua.

Riko menyambar ponsel, membuat panggilan pada kontak dinamainya Satsujin(1), yang sebenarnya plesetan dari nama asli orang yang bersangkutan.

"Hallo Riko-san tumben tele—"

Riko memotong salam yang diucapkan Satsuki, "Ano … Satsuki dimana kira-kira membeli sarung tangan latex yang murah?"

"Eh, sarung tangan? Tunggu-tunggu … kenapa seorang pekerja kantoran mau mencari sarung tangan segala sih?"

"Hehe … kau tahu, sepertinya telapak tanganku iritasi gara-gara cuci piring dengan mencoba pakai sabun merek baru. Lupakan saja soal itu, jadi dimana tempat yang murah?"

Satu hal yang pasti, Riko hanya mengatakan alibi palsu.

"Kalau dulu saat aku masih mahasiswa praktik aku biasa beli di apotek dekat tempat kerja Midorin."

"He, yang mana? Tempat praktik Midorima-kun ada tiga, yang RS swasta dekat stasiun, RSUD Shuutoku, atau klinik mandirinya Midorima-kun?"

"Yang klinik mandiri, jalan ke sana tahu, 'kan?"

Riko menggeleng, padahal mereka mengobrol lewat telepon, dikira Momoi tahu apa jawaban Riko.

"Oke, aku pesankan becak online Takao-kun saja ya, dia tahu tempatnya kok. Kalau pakai kendaraan umum jelas bakal macet, musim liburan sih."

Barangkali karena mereka sudah saling kenal, tanpa Riko jawab Momoi sudah tahu kalau Riko tidak tahu jalan.

Makanan kucing, cek.

Sarung tangan ukuran medium, cek.

Masker, cek.

Sabun cuci tangan + triclosan wangi lemon, cek.

Minuman isotonic 1,5 Liter, cek.

Skort, cek.

Setelah Riko memakai alat pelindung diri sembari membiarkan kuartet kucing itu tetap di dalam boks masing-masing selama dia belanja. Riko siap lahir batin untuk mengeluarkan mereka dari penjara.

"Kau berhutang padaku Nijimura."

Kucing pertama yang dia bukakan boksnya adalah kucing dengan warna merah bata dengan moncong berwarna putih, dialah Sei-chan. Sekilas info, meskipun Sei-chan kucing domestik, tetapi dia terlihat ningrat dengan warna bulu yang tidak umum.

"Oke, ayo keluar Sei—argh!"

Belum sempat Riko selesai mengucap sufik chan, kucing yang bersangkutan telah mencakar punggung tangan Riko hingga sarung tangannya bolong. Dengan sarung tangan robeknya, Riko memindahkan si kucing ke atas tatami. Barangkali Sei-chan tak mau disentuh-sentuh oleh orang selain Nijimura sang pawang.

Setelah ganti sarung tangan, Riko meraih boks kedua. Boksnya berwarna ungu janda. Namun, setelah dibuka si penghuni tak kunjung keluar. Riko ketar-ketir, dikiranya si kucing telah mati. Buru-buru dievakuasinya si penghuni boks ungu.

"Ugh agak berat," Riko membaringkan kucing itu di samping Sei.

"Cing, Cing … bangun Cing. Kau mau aku digorok bapak angkatmu?" Riko belum mencocokkan wajah kucing-kucing Nijimura dengan biodata pada buku panduan, sehingga Riko belum tahu nama masing-masing kucing. Kecuali Sei-chan. Alhasil dia dari hanya memanggil mereka dengan panggilan 'Cing' yang merupakan kependekan dari 'Kucing'.

Setelah berada di luar si kucing bongsor itu menguap, dan mengeong pelan, merasa bobok gantengnya terganggu. Riko bersyukur kucing itu tidak teler atau tewas di dalam boks.

Riko tidak jadi mengeluarkan kucing ketiga, dia melepas sarung tangan lalu cuci tangan enam langkah sesuai standar WHO, dilajutkan minum P*cari dingin. Bagi Riko kucing itu stressor berat, maka maklum saja.

Riko menuju boks ketiga, boks biru tua. Terlihat di dalamnya seekor kucing warna abu-abu balik menatapnya garang.

"Kamu kok tampangnya berandal sekali sih. Nijimura dapat ini kucing hasil nyepi di kuburan cina apa ya?"

"Meoww ...." Si kucing abu-abu solid menyahut seakan berkata, "Apa kamu lihat-lihat."

"Ampun gan, ane masih newbie barang kek beginian ...." Riko menangkupkan kedua tangan di depan jidat meminta maaf.

Setidaknya kucing ketiga keluar tanpa halangan berarti, kemudian langsung bersua dengan kamerad-kameradnya. Mereka bertiga saling mengeong seriosa, mungkin saling menyapa. Tinggal kucing terakhir dalam boks warna biru langit.

"Loh kok tidak ada di dalam. Waduh, bagaimana ini, kandangnya sudah terbuka begini. Nijimura bisa menggorok leherku, kalau anaknya hilang satu."

Riko panik, dilihatnya kembali isi pet cargo itu, berharap lenyapnya kucing keempat adalah ilusi optik semata. Kemudian diperiksanya sekitar area situ, berharap si kucing tersempil di sela-sela perabot. Nihil.

"Ya Gusti."

Riko merasa kakinya seperti tercakar-cakar sedikit, kemudian semakin perih, Riko berbalik.

"Kamu kenapa Cing?" Riko melihat tersangka pencakaran adalah si abu-abu. Di belakang si pencakar, berjejerlah tiga kucing seperti pasukan pengibar bendera, Sei-chan, si bongsor berwarna putih, dan kucing berwarna putih lainnya tetapi lebih kinclong. Mungkin si abu-abu mau memberi tahu kalau si kucing putih penghuni boks biru langit telah keluar dengan inisiatif sendiri.

Riko melongo, sedikit ketakutan. Kucing putih itu patut diwaspadai, karena menurut Riko mungkin dia mata-mata yang dilatih oleh Nijimura.

"Me-memangnya kamu keluar sendiri pakai cara apa hei? Jurus Kamehameha?" Saking ketakutannya, Riko bicara asal.

Si bongsor mengeong, disusul kucing lainnya. Hanya Sei-chan yang masih adem ayem, kemudian pindah nongkrong di atas tas rajut mahal Riko hasil menyisihkan uang selama 3 bulan.

"Oiiii kalian jangan main keroyokan dong."

Mereka sebenarnya meminta sesajen berupa makanan, salah Riko juga yang tak kunjung mengeluarkan mereka dari tadi siang.

Riko mengambil langkah seribu kabur ke beranda.

"Nijimuraaa kampret … kapan kau pulang!"

Felis chapter 1 : END

*…*…*

'Emir is typing' corner :

(1) Satsujin: artinya pembunuhan, karena sama-sama ada Satsu-nya, Riko menamai kontak Momoi dengan nama plesetan.
Hehehehe *kicked*

Sedikit banyak kover fanfiksi dan deskripsi wajah kucingnya saya contek dari game Neko Atsume. Berikut adalah pemeran kucing *double kicked*

Si putih : Snowball

Si abu-abu : Shadow

Si putih bongsor : Tubbs *XD

Sei-chan : Ginger, tapi personality yang suka barang-barang mahal mirip seperti Lexy.

Jaa nee .…

:D